• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur-Unsur Keputusan Dikatakan Sebagai Keputusan Tata

BAB III KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DAPAT

B. Unsur-Unsur Keputusan Dikatakan Sebagai Keputusan Tata

telah diubah Undang undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan:

”Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisis tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. ”

Keputusan atau beschikking (sering pula dikatakan penetapan), dapat diberikan batasan, antara lain:

“Beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan, pernyataan-pernyataan kehendak alat-alat pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hak istimewa, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan perhubungan-perhubungan hukum”. Beschikking adalah suatu perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istemewa. Beschikking sebagai suatu tindakan hukum sepihak dalam lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh alat pemerintahan berdasarkan yang ada pada alat atau organ tersebut.72

Berpijak dari ketiga batasan beschikking tersebut, bahwa beschikking adalah:

1. Merupakan perbuatan hukum publik yang bersegi satu atau perbuatan sepihak dari pemerintah dan bukan merupakan persetujuan dua belah pihak.

2. Sifat hukum publik diperoleh dari/berdasarkan wewenang atau kekuasaan istemewa.

3. Dengan maksud terjadinya perubahan dalam lapangan hubungan hukum.73 Beschikking mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Beschikking adalah selalu bersifat hukum publik.

Seperti halnya setiap keputusan administrative lainnya, Beschikking ini juga dikeluarkan berdasarkan wewenang yang diberikan oleh suatu ketentuan hukum tata Negara atau hukum usaha Negara, jdi selalu bersifat hukum public.

2. Beschikking itu selalu bersifat sepihak.

72Habib Adjie. Op, Cit, hal 43.

73Ibid

Beschikking itu seperti halnya keputusan administrative lainnya juga selalu dikatakan bersifat sepihak. Sekalipun tidak jarang terjadinya suatu Beschikking itu (inspraak) ataupun atas dasar tercapainya persetujuan atau kerjasama dengan pikah yang terkena Beschikking yang bersangkutan (Zusimmung, Mittwerkung).

3. Beschikking itu bersifat individual, konkret, final.

Individual artinya mengenai orang atau orang-orang atau hal atau keadaan tertentu yang jelas individualisasinya. Konkret artinya tidak abstrak. Final artinya sudah defenitif sifatnya dan tidak memerlukan suatu keputusan atau tindakkan lain-lain baik entah itu dari pejabat yang berbuat atau instansi lain.74

Senada dengan pendapat yang disampaikan Ilham Lubis, maka beliau berpendapat unsur-unsur keputusan terdiri dari yaitu:

1. Bentuknya tertulis diterbitkan oleh Badan atau Jabatan TUN, berisi tindakan TUN, berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual, final, dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang maupun badan hukum perdata;

2. Keputusan yang merupakan kebijakan itu diterbitkan oleh badan atau jabatan TUN berdasarkan wewenang pemerintahnya yang bersifat diskresinor, jadi kedudukan produk yang merupakan pengaturan.75

Perubahan signifikan mengenai konstruksi definisi Keputusan Tata Usaha Negara dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan akan memperluas makna Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Definisi sebuah Keputusan Tata Usaha Negara hanya menggunakan kriteria berupa ketetapan tertulis, dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dan ketetapan tersebut dikeluarkan dalam rangka

74Ibid. hal 44-45.

75Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negera Medan Yaitu Ilham Lubis, wawancara yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 2016.

penyelenggaraan pemerintahan. Dibanding definisi Keputusan Tata Usaha Negara yang diatur dalam Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara memberikan kriteria yang lebih sempit. Sebuah Keputusan Tata Usaha Negara harus memenuhi unsur konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dengan adanya definisi yang lebih luas dalam Undang-undang Administrasi Pemerintahan, kriteria Keputusan Tata Usaha Negara dalam Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara menjadi tidak relevan lagi. Namun dalam Pasal 87 Undang-undang Administrasi Pemerintahan menjunjukkan kriteria Keputusan Tata Usaha Negara yang diatur dalam Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara masih diakui eksistensinya sepanjang diberikan pemaknaan yang lebih luas terhadap makna sebuah Keputusan Tata Usaha Negara.

Penetapan Tertulis dalan Undang-undang PERATUN direvitalisasi dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menjadi bentuk yang tidak sekedar tindakan formal dalam bentuk tulisan, namun sebuah penetapan juga harus dimaknai dalam bentuk Tindakan Faktual, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Penetapan tertulis dalam Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Bentuk penetapan itu harus tertulis

2. Ia dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN

3. Berisi tindakan hukum TUN

4. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

5. Bersifat konkret, individual dan final

6. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.76 Artinya pejabat TUN dapat dikatakan telah mengeluarkan sebuah penetapan tidak hanya sekedar dilihat dari adanya tindakan hukum dalam bentuk terbitnya sebuah beschikking akan tetapi penetapan juga dimaknai dalam bentuk dan atau tindakan faktual. Secara teoritis, Tindakan Faktual selama ini dipahami bukan bagian dari tindakan hukum pemerintah namun merupakan Tindakan Faktual yang dilakukan tanpa atau memiliki dasar hukum.

Tindakan Faktual sebagai bagian dari KTUN sebagai obyek gugatan dalam sengketa TUN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari adanya ketentuan tentang Diskresi yang diatur dalam pasal 22 – pasal 32 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Dalam pasal 1 ayat (9) disebutkan Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang bagi pejabat TUN untuk menerbitkan Diskresi.

Keputusan Badan dan/atau Pejabat TUN di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya dalam Undang-Undang Administrasi

76Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hal. 163

Pemerintahan memperluas sumber terbitnya KTUN yang berpotensi menjadi sengketa di PTUN. Selama ini berdasarkan Pasal 2 huruf e UU PTUN, hanya terdapat satu sumber KTUN yang dikecualikan yakni KTUN mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia. Pada perkembangannya, tata usaha TNI saat ini sepenuhnya berada di lingkungan eksekutif, baik yang dikoordinasikan melalui Kementerian Pertahanan maupun Markas Besar TNI di bawah komando Panglima TNI. Terlebih lagi belum adanya wadah untuk mengakomodir sengketa tata usaha militer.

Pengadilan Tata Usaha Militer sampai saat ini belum berfungsi sebagaimana mestinya. Ruang lingkup KTUN yang mencakup lingkup eksekutif, legislatif dan yudikatif, sementara TNI murni dibawah kekuasaan eksekutif yang bergerak dalam penyeleggaraan pemerintahan di bidang pertahanan, maka setiap KTUN yang terbit dalam pengelolaan tata usahanya harus dimaknai sebagai sebuah KTUN yang dapat disengketakan di PTUN. Hal ini membuka tirai eksklusivistas dalam TNI yang sejatinya dalam negara demokrasi, tidak semestinya terdapat unsur-unsur yang tidak dapat tersentuh oleh hukum.

Berdasarkan pasal 53 ayat (2) UU PTUN, makna menimbulkan akibat hukum dapat ditelusuri oleh adanya kerugian hukum. Dalam pengujian sengketa, Hakim PTUN dalam mengonstruksi kerugian hukum berdasarkan adanya fakta kerugian hukum yang langsung, berdasarkan asas kausalitas dan menimbulkan kerugian yang nyata. Adanya kerugian langsung dan nyata dapat ditelusuri apabila KTUN yang dipersoalkan tersebut memiliki hubungan hukum dengan orang atau badan hukum perdata. Namun dengan adanya klausul “berpotensi menimbulkan akibat hukum”

menyebabkan adanya perluasan makna terhadap legal standing orang atau badan hukum perdata yang akan menggugat di PTUN yang kerugiannya belum nyata sekalipun telah dapat digugat di PTUN.

Klausul Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat, menambah makna baru dari Individual dalam kriteria sebuah KTUN dan memperluas peluang legal standing warga masyarakat atau kelompok dalam mengajukan gugatan di PTUN.

Hilangnya redaksi “Individual” dalam pasal 1 ayat (7) dan pasal 87 UU AP, dalam konteks pengujian KTUN di PTUN, maka pemaknaan KTUN sebagai sebuah keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat sangat relevan dengan asas yang berlaku terhadap pemberlakuan putusan PTUN yakni asas erga omnes (asas yang menegaskan putusan Peradilan Administratif bersifat mengikat secara publik tidak hanya dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan sebuah perkara atau KTUN).

Konsekuensi logis penerapan asas erga omnes ini terhadap pemberlakuan putusan PTUN adalah kriteria KTUN yang dapat digugat adalah Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum, maka pihak yang berpeluang menggugat sebuah KTUN tidak hanya individu tertentu yang terkait langsung dengan sebuah KTUN, namun publik secara luas yang berpotensi mengalami akibat hukum terhadap terbitnya sebuah KTUN juga berpekluang untuk mengajukan gugatan ke PTUN.

Demikian bila ditinjau dari aspek-aspek yang telah disebutkan di atas, maka unsur-unsur Keputusan Majelis Pengawas Notaris, yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam memberikan sanksi pada notaris yang melakukan pelanggaran administratif, merupakan sebuah putusan Tata Usaha Negara yang

bersifat Konkrit, Individual (karena sanksi yang diberikan ditujukan pada notaris secara perorangan dan bukan notaris secara keseluruhan atau kumulatif), serta final (pada bagian ini, sifat final tersebut, dalam pelanggaran tertentu bagi pelanggaran administrasi tidak ada kenal banding seperti putusan Majelis Pengawas Daerah Notaris yang memberikan izin pada penyidik kepolisian untuk memeriksa notaris tersebut).

C. Keputusan Majelis Pengawas Notaris Merupakan Bagian Objek Sengketa