• Tidak ada hasil yang ditemukan

14.1 Aset tetap daerah merupakan salah satu faktor yang paling strategis dalam pengelolaan keuangan daerah. Pada umumnya, nilai aset tetap daerah merupakan nilai yang paling besar dibandingkan dengan akun lain pada laporan keuangan. Keberadaan aset tetap sangat memengaruhi kelancaran roda pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu, sistem pengendalian intern atas manajemen/pengelolaan aset tetap daerah harus handal untuk mencegah penyimpangan yang dapat merugikan keuangan daerah.

14.2 Pada Semester II Tahun 2009, BPK melakukan pemeriksaan atas manajemen aset atau pengelolaan barang milik daerah (BMD). Pemeriksaan dilakukan pada lima entitas, yaitu Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.

14.3 Pemeriksaan atas manajemen aset pada pemerintah daerah mencakup aset pemerintah daerah yang dikuasai oleh pengelola barang (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah) dan pengguna barang (Satuan Kerja Perangkat Daerah), serta pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan aset pemerintah daerah.

14.4 Tujuan pemeriksaan atas manajemen aset adalah untuk:

• menilaiefektivitassistem pengendalian intern terkait dengan manajemen dan penyajian informasi aset tetap;

• menguji keberadaan, kelengkapan, kepemilikan, penilaian, serta kewajaran dan kecukupan pengungkapan atas pelaporan aset tetap; dan

• menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan terkait dengan manajemen dan penyajianinformasiasettetap.

Hasil Pemeriksaan

14.5 Sesuai dengan tujuan pemeriksaannya, hasil pemeriksaan disajikan dalam dua kategori yaitu sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan dan dinyatakan dalam sejumlah temuan. Setiap temuan dapat terdiri dari satu atau lebih kasus. Oleh karena itu, di dalam IHPS ini digunakan istilah kasus yang merupakan bagian dari temuan.

158

Sistem Pengendalian Intern

14.6 Salah satu tujuan pemeriksaan atas manajemen aset adalah untuk menilai efektivitassistem pengendalian intern (SPI) terkait dengan manajemen dan penyajian informasi aset tetap.

14.7 Penilaian SPI pada pemeriksaan atas manajemen aset menggunakan pendekatan delapan aspek pengendalian, yaitu pengendalian atas aspek organisasi, kebijakan, personalia, perencanaan, prosedur, pembukuan dan pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan dan pemeriksaan intern (OKP6).

Hasil Evaluasi SPI

14.8 Hasil pemeriksaan atas manajemen aset pada lima entitas pemda menunjukkan adanya kelemahan pada aspek pembukuan, pencatatan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban yang menimbulkan kasus-kasus kelemahan SPI yang dikelompokkan sebagai berikut.

• Kelemahan atas sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan;

• Kelemahan atas sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja; dan

• Kelemahan atas struktur pengendalian intern.

14.9 Hasil evaluasi atas SPI menunjukkan bahwa terdapat 23 kasus kelemahan SPI yang terdiri dari 20 kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 2 kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta 1 kasus kelemahan struktur pengendalian intern.

14.10 Terdapat 20 kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan terdiri dari:

• sebanyak 19 kasus pencatatan tidak/belum dilakukan atau pencatatan tidak akurat; dan

• sebanyak 1 kasus proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan. 14.11 Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah:

• Provinsi Nusa Tenggara Timur, aset tetap senilai Rp34,84 miliar yang mengalami pemisahan dan penggabungan belum dialihkan pencatatannya sesuai buku inventaris SKPD pengguna barang;

• Provinsi Bengkulu, aset tetap milik pemerintah pusat berupa tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor senilai Rp14,07 miliar dicatat dalam laporan barang milik daerah pemerintah Provinsi Bengkulu; dan

• Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, aset daerah yang bersumber dari dana dekonsentrasi senilai Rp4,31 miliar belum dicatat dalam kartu inventaris barang.

14.12 Terdapat dua kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja merupakan kasus mengenai penetapan/ pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan.

14.13 Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah:

• Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pemanfaatan aset tetap berupa tanah dan bangunan milik pemerintah Provinsi NTT tidak didukung dengan kontrak kerjasama dan berpotensi tidak terealisasinya penerimaan keuangan daerah minimal senilai Rp100,00 juta; dan

• terdapat satu kasus kelemahan struktur pengendalian intern terjadi di Provinsi Bengkulu, yaitu SKPD belum menyampaikan laporan mutasi barang, pengurus barang belum seluruhnya mencatat barang milik daerah, dan bukti kepemilikan kendaraan bukan dipegang oleh pengguna barang.

Penyebab Kelemahan SPI

14.14 Kasus-kasus tersebut pada umumnya terjadi karena pengelola barang lalai dalam mencatat aset-aset milik daerah dalam laporan hasil penilaian SKPD dan kurangnya koordinasi dalam pengelolaan aset.

Rekomendasi atas Kelemahan SPI

14.15 Atas permasalahan kelemahan SPI tersebut, BPK telah merekomendasikan agar kepala daerah memberikan sanksi kepada pengelola barang atas kelalaiannya dan meningkatkan koordinasi dalam pengelolaan aset.

Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan

14.16 Hasil pemeriksaan atas lima entitas pemerintah daerah menunjukkan adanya 57 kasus ketidakpatuhan senilai Rp30,67 miliar yang meliputi ketidakpatuhan yang mengakibatkan potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan daerah, administrasi, dan ketidakefektifan seperti disajikan pada tabel 17 di bawah ini. Rincian per jenis temuan disajikan pada lampiran 24 dan rincian menurut entitas disajikan pada lampiran 25.

160

Potensi Kerugian Daerah

14.17 Potensi kerugian daerah adalah adanya suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya.

14.18 Ketidakpatuhan yang mengakibatkan potensi kerugian daerah pada umumnya meliputi aset dikuasai pihak lain, pembelian aset yang berstatus sengketa, dan aset tetap tidak diketahui keberadaannya.

14.19 Hasil pemeriksaan pada lima entitas pemda menunjukkan terdapat 13 kasus yang berpotensi merugikan daerah senilai Rp12,90 miliar yang terdiri dari:

• sebanyak 7 kasus aset dikuasai pihak lain senilai Rp5,29 miliar;

• sebanyak 1 kasus pembelian aset yang berstatus sengketa senilai Rp249,60 juta; dan

• sebanyak 5 kasus aset tetap tidak diketahui keberadaannya senilai Rp7,35 miliar.

14.20 Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah:

• Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebanyak 194 unit kendaraan dinas minimal senilai Rp4,50 miliar dan sebanyak 123 unit kendaraan bermotor di Provinsi Bengkulu minimal senilai Rp2,22 miliar tidak diketahui keberadaannya; dan

• Provinsi Nusa Tenggara Timur, pengawasan dan pengendalian aset tetap berupa tanah belum optimal, yaitu terdapat bagian tanah yang dikuasai oleh pihak yang tidak berhak sehingga kepemilikan aset daerah berkurang minimal senilai Rp4,09 miliar.

Penyebab Potensi Kerugian Daerah

14.21 Kasus-kasus tersebut pada umumnya disebabkan oleh kurangnya perhatian pengguna/kuasa pengguna barang pada masing-masing SKPD dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas barang milik daerah.

Tabel 17: Kelompok Temuan Pemeriksaan atas Manajemen Aset

No Kelompok Temuan Jumlah Kasus Nilai (juta Rp)

Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan yang Mengakibatkan

1 Potensi Kerugian Daerah 13 12.902,24

2 Kekurangan Penerimaan Daerah 3 406,34

3 Administrasi 34 -

4 Ketidakefektifan 7 17.364,74

Rekomendasi atas Potensi Kerugian Daerah

14.22 Atas kasus-kasus tersebut, BPK telah merekomendasikan agar kepala daerah memberikan teguran dan sanksi kepada pengguna barang dan memerintahkan untuk menginventarisasi ulang penggunaan dan keberadaan aset untuk selanjutnya melaporkan kepada kepala daerah melalui pengelola barang daerah.

Kekurangan Penerimaan Daerah

14.23 Kekurangan penerimaan daerah adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi hak daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. 14.24 Ketidakpatuhan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan daerah

meliputi penerimaan daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/ tidak ditetapkan/dipungut/diterima/disetor ke kas daerah atau penerimaan daerah diterima oleh instansi yang tidak berhak.

14.25 Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat tiga kasus kekurangan penerimaan daerah senilai Rp406,34 juta yang terdiri dari:

• sebanyak 2 kasus penerimaan daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan/dipungut/diterima/disetor ke kas daerah senilai Rp245,77 juta; dan

• sebanyak 1 kasus penerimaan daerah diterima oleh instansi yang tidak berhak senilai Rp160,57 juta.

14.26 Kasus-kasus tersebut adalah:

• Provinsi Nusa Tenggara Timur, terdapat tunggakan hasil penjualan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat senilai Rp184,10 juta; dan

• Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sewa alat berat pada Dinas Prasarana Jalan dan Pengembangan Pengairan TA 2009 (s.d. September 2009) belum dilunasi senilai Rp61,66 juta.

Penyebab Kekurangan Penerimaan Daerah

14.27 Kasus-kasus tersebut pada umumnya disebabkan oleh lemahnya pengendalian dan sistem pengadministrasian data/dokumen oleh kepala bidang aset daerah, kelalaian kepala SKPD yang tidak memanfaatkan informasi mengenai alat-alat berat berdasarkan daftar inventarisasi peralatan yang dapat digunakan untuk menghasilkan PAD, dan tidak maksimalnya pihak yang menyewakan dalam menagih biaya sewa peralatan kepada pihak penyewa.

162

Rekomendasi atas Kekurangan Penerimaan Daerah

14.28 Atas kasus-kasus tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada kepala daerah agar memberikan sanksi kepada kepala bidang aset daerah atas lemahnya pengendalian dan sistem pengadministrasian data/dokumen untuk selanjutnya mengadministrasikan data dengan tertib, menegur Kepala SKPD yang tidak memanfaatkan informasi mengenai alat-alat berat berdasarkan daftar inventarisasi peralatan yang dapat digunakan untuk menghasilkan PAD dan selanjutnya agar memanfaatkan informasi tersebut, serta memerintahkan kepala SKPD untuk menarik sewa peralatan yang belum dilunasi oleh rekanan sesuai dengan kontrak untuk selanjutnya disetor ke kas daerah.

Administrasi

14.29 Temuan administrasi mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset maupun operasional perusahaan, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian daerah atau potensi kerugian daerah atau perusahaan milik daerah, tidak mengurangi hak daerah, kekurangan penerimaan daerah, tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana.

14.30 Ketidakpatuhan yang mengakibatkan penyimpangan yang bersifat administratif pada umumnya meliputi penyimpangan terhadap peraturan perundangan-undangan bidang pengelolaan barang milik daerah, dan kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah.

14.31 Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat 34 kasus penyimpangan administrasi yang terdiri dari:

• sebanyak 26 kasus penyimpangan administrasi meliputi penyimpangan terhadap ketentuan perundangan-undangan bidang pengelolaan barang milik daerah; dan

• sebanyak 8 kasus kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah. 14.32 Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah:

• Provinsi Bengkulu, status kepemilikan tanah sebanyak 123 bidang seluas 2.073.233m² senilai Rp63,34 miliar belum jelas, sehingga rawan terhadap permasalahan perselisihan hukum dan penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab;

• Provinsi Nusa Tenggara Timur, aset tetap senilai Rp38,01 miliar pada neraca RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes Kupang per 31 Desember 2008 hanya berdasarkan realisasi belanja modal TA 2007 dan TA 2008, dan belum ditatausahakan dengan tertib oleh pengelola barang; dan

• Provinsi Nusa Tenggara Timur, pengamanan barang milik daerah non medis belum optimal dan konstruksi dalam pengerjaan tidak dicatat oleh pengelola barang senilai Rp5,20 miliar.

Penyebab Penyimpangan Administrasi

14.33 Kasus-kasus tersebut pada umumnya disebabkan oleh kelalaian pengguna barang dalam pengawasan/pengendalian pengelolaan/pengamanan barang milik daerah yang berada di bawah penguasaannya, serta kurang cermatnya kepala bagian keuangan dalam menyusun neraca.

Rekomendasi atas Penyimpangan Administrasi

14.34 Atas kasus-kasus tersebut, BPK telah merekomendasikan agar kepala daerah memerintahkan kepala biro umum untuk berkoordinasi dengan masing- masing kepala SKPD untuk meneliti kembali penguasaan aset tetap yang belum memiliki bukti kepemilikan dan memberikan sanksi kepada kepala bagian keuangan yang kurang cermat dalam menyusun neraca.

Ketidakefektifan

14.35 Temuan mengenai ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil (outcome), yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak

memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan, serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.

14.36 Ketidakpatuhan yang mengakibatkan ketidakefektifan meliputi pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan, barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan, dan pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi.

14.37 Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat tujuh kasus ketidakefektifan senilai Rp17,36 miliar yang terdiri dari:

• sebanyak 2 kasus pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan senilai Rp2,17 miliar;

• sebanyak 4 kasus barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan senilai Rp15,19 miliar; dan

• sebanyak 1 kasus pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi.

14.38 Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah:

• Provinsi Nusa Tenggara Timur, pengamanan barang milik daerah senilai Rp8,00 miliar pada RSUD Prof. DR. W. Z Johannes Kupang tidak optimal, yaitu tidak ditempatkan dalam ruangan instalasi radiologi tetapi ditempatkan di luar gudang, sehingga alat-alat tersebut belum dimanfaatkan sesuai fungsinya;

164

• Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, aset minimal senilai Rp7,19 miliar belum difungsikan; dan

• Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, hasil pengadaan barang TA 2008 berupa pabrik air mineral dalam kemasan yang merupakan aset tetap senilai Rp2,17 miliar belum dimanfaatkan. Penyebab Ketidakefektifan

14.39 Kasus-kasus tersebut pada umumnya terjadi karena pemerintah daerah tidak segera menentukan kebijakan mengenai pemanfaatan aset daerah dan kelalaian kepala SKPD atau pengguna/kuasa pengguna barang yang belum memanfaatkan aset yang dimilikinya.

Rekomendasi atas Ketidakefektifan

14.40 Atas kasus-kasus tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada kepala daerah agar segera menyusun kebijakan mengenai pemanfaatan aset daerah yang memberikan kontribusi langsung kepada PAD, memberikan sanksi kepada kepala SKPD atau pengguna/kuasa pengguna barang yang belum memanfaatkan aset yang dimilikinya dan tidak memperhatikan ketentuan mengenai pengelolaan aset daerah oleh pihak ketiga, serta memerintahkan agar segera memanfaatkan aset-aset tersebut.

14.41 Hasil pemeriksaan lengkap dapat dilihat pada softcopy LHP dalam cakram padatterlampir.

Bab 15