• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Pemeriksaan kinerja atas pengelolaan sampah perkotaan dilaksanakan atas kegiatan pengelolaan sampah pada Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU), Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Bekasi, Pemerintah Kota Denpasar, dan Pemerintah Kabupaten Gianyar Tahun 2005 sampai dengan 2009.

5.2 Pemeriksaan bertujuan untuk menilai efektivitas kebijakan persampahan dan pelaksanaan pelayanan dasar persampahan dalam mencapai sasaran pembangunan bidang persampahan yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yaitu : (1) jumlah sampah terangkut hingga 75% dari timbulan sampah pada akhir 2009; dan (2) meningkatnya kinerja pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) yang berwawasan lingkungan (environmental friendly) pada semua kota-kota metropolitan, kota besar, dan kota sedang.

Hasil Pemeriksaan

5.3 Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa kebijakan dan pelaksanaan pelayanan persampahan belum efektif dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan persampahan nasional yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009. Timbulan sampah yang tidak terangkut dan pengelolaan sampah yang tidak berwawasan lingkungan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, mengganggu kelestarian fungsi lingkungan (pemukiman, hutan, sungai, dan laut), dan melepaskan gas metana yang berkontribusi secara signifikan bagi perubahan iklim.

5.4 Ketidakefektifan tersebut diantaranya merupakan akibat dari permasalahan signifikan sebagai berikut ini.

Kelemahan Kebijakan

5.5 Perencanaan pembangunan persampahan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar tidak selaras dengan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009. Ketidakselarasan tersebut dalam hal antara lain target dan sasaran pembangunan persampahan, program dan kegiatan yang diprioritaskan.

54

5.6 Pembagian tugas dan fungsi antara KNLH dan Kementerian PU dalam pengelolaan sampah yang kurang jelas mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kegiatan.

5.7 Pemerintah belum menyelesaikan penyusunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengakibatkan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah belum dapat dilaksanakan secara optimal karena kurangnya dukungan perangkat kebijakan dan strategi yang memadai.

5.8 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar belum memiliki standar pelayanan minimal (SPM) pengelolaan sampah, yang mengakibatkan tidak terjaminnya hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar sesuai dengan mutu tertentu, dan tidak adanya indikator kinerja yang terukur dalam mengevaluasi kinerja operator pengelolaan sampah daerah tersebut.

5.9 Pemerintah Kota Bandung belum mengantisipasi risiko timbulan sampah tidak terangkut ke TPA sebanyak 4.173,03m3/hari (Tahun 2011-2012) dan

2.752,08 m3/hari (Tahun 2012-2013) karena ”waktu antara” penutupan TPA

Sarimukti dan belum siapnya TPA pengganti. Hal tersebut mengakibatkan potensi terulangnya kembali penumpukan sampah dalam jumlah besar di Kota Bandung.

Kelemahan Pelaksanaan Kegiatan

5.10 Pelaksanaan program Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali)

dan Recycle (mendaur ulang) atau 3R oleh instansi pemerintah pusat dan daerah tidak dilaksanakan secara terpadu mengakibatkan pemborosan keuangan negara sebesar Rp19,66 miliar dan tidak tercapainya tujuan program 3R secara optimal.

5.11 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, dan Kota Denpasar tidak mencapai sasaran dan target sesuai master plan atau rencana strategik pengelolaan sampah daerahnya. Hal tersebut mengakibatkan tujuan pengelolaan sampah seperti pengurangan timbunan sampah ke TPA, peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan persampahan, peningkatan SDM yang profesional dalam mengelola kebersihan kota, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah dan kebersihan kota tidak tercapai sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

5.12 Kegiatan JabodetabekWaste Management Corporation (JWMC) Consultant Support senilai Rp9,91 miliar dan USD651.40 ribu pada Kementerian PU tidak menghasilkan output sesuai yang telah ditetapkan, seperti terbentuknya suatu organisasi pengelola sampah yang memadai untuk area Jabodetabek, dan tersusunnya rencana tindakan peningkatan operasi TPA open dumping. 5.13 Pewadahan sampah pada tempat penampungan sementara (TPS) di Kota

dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No.19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, sehingga tidak efektif dalam mencegah pencemaran.

5.14 Pelayanan pengangkutan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Gianyar tidak optimal

5.15 Pemberian biaya BBM solar kendaraan angkut sampah ke Stasiun Peralihan Antara (SPA)/Pusat Daur Ulang dan Komposting (PDUK) Cacing Jakarta dan TPA Bantar Gebang Kota Bekasi senilai Rp39,09 miliar yang ditetapkan dalam SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 91 Tahun 2000 kurang memperhatikan jarak tempuh perjalanan yang berbeda, yang disebabkan dasar penetapan jatah BBM solar untuk kendaraan tipe kecil sebanyak 30 liter/rit dan kendaraan tipe besar sebanyak 35 liter/rit kurang didukung dengan penelitian dan kajian yang memadai.

5.16 Pengelolaan sampah di TPA aktif dan bekas TPA tidak berwawasan lingkungan (environmental friendly) mengakibatkan lingkungan di sekitar TPA menjadi tercemar sehingga menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar, serta membahayakan keselamatan masyarakat. Permasalahan ini disebabkan Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar tidak menjalankan kewajibannya untuk:

• melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan

• melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi/ kabupaten/kota.

5.17 Kegiatan revitalisasi TPA Regional Sarbagita di Suwung, Bali menghadapi permasalahan seperti wilayah TPA Suwung yang direvitalisasi menjadi Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) Sarbagita belum seluruhnya memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, pekerjaan

caping area dan landscape sebagian dilakukan di area yang belum memiliki izin tersebut, dan pekerjaan lapisan proteksi leachate sebagian dilakukan di

area yang dikelola pihak swasta (dhi. PT NOEI). Hal ini mengakibatkan tujuan konservasi hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai berpotensi tidak tercapai dan pemborosan keuangan negara sebesar Rp2,23 miliar.

5.18 PT GTJ belum memenuhi kewajibannya sesuai kontrak atas pekerjaan pematangan lahan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang senilai Rp543,78 juta yang disebabkan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta belum optimal melaksanakan pengawasan pelaksanaan perjanjian kerjasama dengan PT GTJ dalam meningkatkan sarana dan prasarana

56

pengelolaan dan pengoperasian TPST, khususnya terkait pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab PT GTJ sesuai dalam surat perjanjian kerja sama.

5.19 Pengadaan bahan baku tanah penutup (cover soil) TPA Sumur Batu tidak memenuhi/mencapai tujuan pengadaan cover soil dan tidak efektif

dalam mengurangi permasalahan lingkungan yang ada, mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp542,60 juta.

5.20 Institusi pemerintah terkait perubahan iklim sampai dengan November 2009 berjumlah lima institusi, yaitu KNLH (dhi. Asdep Urusan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim (Asdep 2/III), Kementerian PPN (Sub Direktorat Iklim dan Cuaca pada Direktorat Lingkungan Hidup), Komisi Nasional Perubahan Iklim (Komnas PI), Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB), dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Banyaknya institusi ini mengakibatkan kinerja pemerintah terkait adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi tidak efisien dan efektif, serta menimbulkan risiko tumpang tindih tugas, kewenangan, kegiatan, dan pembiayaan.

5.21 Kegiatan-kegiatan terkait clean development mechanism (CDM )pengolahan sampah senilai Rp538,84 juta pada Kementerian PU berisiko tidak berkelanjutan sehingga manfaat yang direncanakan dari penerapan rencana lanjutan dari pekerjaan jasa konsultasi kajian penerapan mekanisme pembangunan bersih bidang persampahan belum dapat dirasakan.

Penyebab Ketidakefektifan

5.22 Ketidakefektifan dalam pengelolaan sampah perkotaan terjadi antara lain karena perencanaan pengelolaan sampah yang belum memadai, kurangnya koordinasi antar instansi terkait, dan kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan SOP pengelolaan persampahan.

Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

5.23 BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri PU, Menteri PPN, dan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar agar:

• melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan persampahan dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi bidang pembangunan persampahan;

• melaksanakan penyempurnaan kebijakan dan sistem pengelolaan persampahan yang diantaranya meliputi pembuatan aturan turunan dari UU No. 18 Tahun 2008 dan pembuatan SPM Pengelolaan Persampahan;

• meningkatkan implementasi standar pengelolaan persampahan semisal SNI, NSPM, dan SOP Pengelolaan Persampahan;

• meningkatkan efektivitas pengelolaan persampahan;

• mereview kelembagaan institusi terkait perubahan iklim; dan

• meningkatkan efektivitas kegiatan-kegiatan CDM bidang persampahan. 5.24 Hasil pemeriksaan secara lengkap dapat dilihat pada softcopy LHP dalam

BAB 6