• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Pemeriksaan

6.1 Pemeriksaan kinerja atas Pelaksanaan Pengukuhan Kawasan Hutan TA 2005 s.d. 2009 (November 2009) dilaksanakan pada Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi di Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

6.2 Tujuan pemeriksaan pengukuhan kawasan hutan adalah untuk menilai apakah pengukuhan kawasan hutan telah dilaksanakan dengan ekonomis dan efektif.

Hasil Pemeriksaan

6.3 Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan masih kurang ekonomis dan efektif karena adanya kelemahan dalam kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan, serta ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kelemahan Kebijakan

6.4 Perangkat kebijakan berupa penambahan tupoksi Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) untuk melakukan penataan batas hutan lindung (HL) dan hutan produksi (HP) pasca penarikan kewenangan penataan batas HL dan HP dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat belum ditetapkan. 6.5 Renstra BPKH Wilayah I Medan dan Wilayah IV Samarinda Tahun 2005-2009

disusun tidak berpedoman pada Renstra Badan Planologi dan kebijakan prioritas pembangunan kehutanan nasional yang mengakibatkan target kegiatan penataan batas dan penetapan kawasan hutan BPKH Wilayah I dan Wilayah IV tidak jelas, evaluasi terhadap kinerja penataan batas, serta penetapan kawasan hutan oleh BPKH tersebut tidak dapat dilakukan.

6.6 Anggaran untuk kegiatan pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional (BTN) di Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Timur tidak dialokasikan, sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan yang mengakibatkan kondisi pal batas kawasan hutan konservasi tidak terjaga dan tidak terpelihara dengan baik, serta batas kawasan hutan menjadi tidak jelas dan rawan diokupasi seperti yang terjadi pada Taman Wisata Alam (TWA)

60

Kelemahan Pelaksanaan Pengukuhan Kawasan Hutan

6.7 Penunjukan kawasan hutan dilakukan tidak berdasarkan hasil inventarisasi hutan secara cermat dan menyeluruh, serta kurang memperhatikan keberadaan hak-hak pihak ketiga mengakibatkan kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok penting tidak dapat ditetapkan dan berpotensi menimbulkan konflik. Sebagai contoh pada Hutan Wisata (HW) Baning dan Taman Nasional (TN) Gunung Palung di Kalimantan Barat yang di dalamnya terdapat tanah hak milik masyarakat dan penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara yang tidak mengakomodir Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh seperti pada gambar 1.

Gambar 1: Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh yang tidak diakomodir dalam penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara

6.8 Kegiatan penataan batas kawasan hutan tidak efektif, karena permasalahan sebagai berikut ini.

• Pencapaian target tata batas Tahun 2005-2009 hanya 3.882,91 km atau 17,65% dari target 22.000 km termasuk juga penataan batas Kawasan Suaka Alam Laut Kepulauan Karimata, Taman Wisata Alam (Laut) Pulau Sangalaki dan Suaka Margasatwa Pulau Semama di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur belum dilakukan sehingga kawasan hutan yang belum ditata batas tidak jelas letak, batas, dan luasnya, serta tidak terjamin kepastian hukumnya dan meningkatnya risiko untuk terjadi penyerobotan/okupasi kawasan hutan.

• Pada kawasan hutan yang sudah ditata batas juga jarang dilakukan pemeliharaan dan rekonstruksi, sehingga batas-batas yang dulu sudah ada kebanyakan sudah rusak dan atau hilang.

• Pelaksanaan tata batas dan rekonstruksi batas kawasan hutan oleh Balai Pengukuran dan Perpetaan Kawasan (BPPK) Wilayah II Siantar dilaksanakan tidak efektif, karena tidak menunjukkan batas kawasan hutan yang sebenarnya.

6.9 Kegiatan pemetaan kawasan hutan belum optimal

Upaya pemanfaatan teknologi digital dalam kegiatan pemetaan kawasan hutan belum berjalan optimal mengakibatkan peta tata batas kawasan hutan tidak menggambarkan posisi kawasan hutan yang sebenarnya sehingga di lapangan berpotensi menyulitkan pihak yang ingin memanfaatkan areal di luar kawasan hutan dan memicu konflik dalam penentuan batas kawasan hutan. Seperti yang terjadi pada Cagar Alam (CA) Mandor, Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Kelam, dan Taman Nasional (TN) Kutai seperti pada gambar 2, gambar 3 dan gambar 4.

Gambar 2: Perbedaan Peta Penunjukan Kawasan, Tata Batas dan Pal Batas di CA Mandor

Gambar 3: Perbedaan Peta Penunjukan Kawasan, Tata Batas dan Pal Batas di TWA Gunung Kelam

Keterangan :

Garis hitam menunjukkan

batas kawasan hutan

berdasarkan peta, titik kuning menunjukkan batas kawasan hutan yang sebenarnya di lapangan

Keterangan :

Garis hitam dan merah menunjukan batas kawasan hutan berdasarkan peta tata batas digital, titik kuning

menunjukkan perkiraan

batas kawasan hutan yang sebenarnya di lapangan

62

Gambar 4: Perbedaan Peta Penunjukan Kawasan, Tata Batas dan Pal Batas di TN Kutai 6.10 Kegiatan penetapan kawasan hutan tidak termonitor dengan baik

Kawasan konservasi sebanyak 286 lokasi yang telah temu gelang (poligon tertutup hasil tata batas kawasan hutan sehingga dapat diketahui luas kawasan hutan) tidak segera ditetapkan mengakibatkan tujuan dilakukannya pengukuhan kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas, dan luas kawasan hutan tersebut tidak tercapai.

5.11 Disamping temuan di atas, ditemukan juga temuan ketidakpatuhan yang terkait dengan kegiatan pengukuhan kawasan hutan.

Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan

6.12 Penggunaan kawasan TN Danau Sentarum dan Gunung Palung, serta CA Muara Kendawangan dan Mandor yang tidak sesuai ketentuan untuk menara telekomunikasi dan Base Transciever Station (BTS), serta adanya perambahan belum ditertibkan mengakibatkan rusaknya kawasan konservasi dan fungsi pokok kawasan konservasi terancam tidak tercapai.

6.13 Pelaksanaan tata batas kawasan Hutan Lindung Gambut (HLG) Sungai Ambawang Kecil di Provinsi Kalimantan Barat tidak sesuai dengan peta trayek batas sehingga hasil tata batas tidak efektif menunjukkan batas kawasan yang sebenarnya dan luasnya berkurang sebesar 668,00 ha. Selain itu HLG tersebut juga dirambah untuk perkebunan sawit seperti pada gambar 5.

Gambar 5: Hasil tata batas dan kondisi perambahan HLG Sungai Ambawang Kecil per Desember 2009 Keterangan : Garis kuning menunjukan batas kawasan hutan berdasarkan peta, garis biru menunjukkan batas kawasan hutan yang

sebenarnya di

6.14 Pemberian ijin prinsip untuk pembangunan perkebunan PT DSN, PT BMI, dan PT PSL pada kawasan HP yang telah ditetapkan tidak sesuai ketentuan dan mengakibatkan hilangnya aset negara berupa kawasan HP seluas ± 36.907,37 ha yang telah jelas status, letak, dan batasnya.

Penyebab Ketidakefektifan

5.15 Ketidakefektifan dalam pelaksanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan terjadi antara lain karena Menteri Kehutanan dan jajarannya kurang memprioritaskan dan mengoptimalkan kegiatan pengukuhan kawasan hutan, pengadministrasian dokumen hasil kegiatan tata batas dan jangka waktu penetapannya kurang memadai, pengawasan tata batas dan perlindungan hutan kurang optimal, serta alokasi anggaran kegiatan tata batas tidak memadai.

Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

6.16 Sehubungan dengan kelemahan kebijakan dan pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan, BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Kelautan agar:

• segera menetapkan tupoksi BPKH terkait penataan batas dan pemetaan HL dan HP, serta membuat suatu mekanisme peralihan hasil kegiatan tata batas pada HL dan HP dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat;

• mempertegas tupoksi pemangku kawasan terkait pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan konservasi dan secara rutin menyediakan anggaran untuk pemeliharaan dan pengamanan pal batas;

• mengalokasikan anggaran kegiatan tata batas yang realistis sesuai dengan sasaran Renstra dan merencanakan pelaksanaan tata batas kawasan hutan konservasi;

• melakukan pemeliharaan dan rekonstruksi atas batas-batas kawasan hutan yang rusak atau hilang;

• membuat rencana kerja yang terprogram baik dan dilaksanakan secara konsisten dalam pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan, serta mempercepat proses perbaikan konversi peta-peta kehutanan ke dalam bentuk digital dengan melibatkan ahli-ahli perpetaan; dan

• mengoptimalkan kegiatan monitoring perkembangan tata batas kawasan hutan, terutama yang sudah ditata batas temu gelang, dan membuat juknis/juklak yang mengatur pengadministrasian dokumen hasil kegiatan tata batas dan jangka waktu penetapannya.

64

6.17 Sehubungan dengan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang- undangan, BPK telah merekomendasikan agar:

• lebih optimal dalam menjaga kawasan konservasi dan segera melakukan penertiban sesuai ketentuan yang berlaku; dan

• menghentikan kegiatan operasional PT MAR di HLG Sungai Ambawang Kecil untuk menghindari kerugian negara dan atau kerusakan lingkungan yang lebih besar.

6.18 Hasil pemeriksaan secara lengkap dapat dilihat pada softcopy LHP dalam cakram padat terlampir.

BAB 7

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Pengelolaan