Pendahuluan
Makna dari kata pembangunan biasanya mengisyaratkan tentang suatu perubahan ke arah yang lebih baik, yang tentunya didamba-dambakan setiap orang yang nantinya akan mendapatkan manfaat dari pembangunan tersebut. Akan tetapi tak jarang dibalik kata pembangunan terdapat pula cerita lain yang mengisahkan tentang kepiluan kaum minoritas yang biasanya menjadi „korban‟ dari pembangunan yang dilaksanakan.
Akan tetapiterkadang disinilah letak kesulitannya, tak jarang pemerintah yang melaksanakan pembangunan dianggap menutup mata dan menggunakan tangan besinya untuk melakukan pekerjaannya selain pembangunan itu sendiri dan menindas rakyatnya. Sedangkan pemerintah berdalih bahwa masyarakatlah yang salah karena menggunakan tanah milik negara untuk menjadi hunian secara illegal. Urbanisasi adalah salah satu faktor yang menyebabkan semakin maraknya pemukiman illegal dan kumuh di daerah perkotaan.
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahun, jumlah penduduk dunia tahun 2015 menurut Population Reference Bureau 7.3 milyar jiwa. Pada tahun yang sama di indonesia menurut Population Reference Bureau ada sekitar 256 juta jiwa. Beda halnya dengan jumlah lahan yang tidak dapat bertambah melainkan berkurang setiap tahunnya.
Lahan ataupun tanah sangat dibutuhkan dalam hal membangun tempat tinggal ataupun hunian untuk kebutuhan dan aktivitas manusia.
Hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak merupakan hak setiap warga negara Indonesia,hal ini juga diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Mendapatkan kehidupan yang layak ini juga artinya menyinggung soal mendapatkan tempat tinggal yang layak untuk ditempati setiap warga negara Indonesia. Tanah memiliki fungsi yang penting bagi manusia.
Manusia hidup dan beraktifitas tidak terlepas daripada dengan tanah. Mulai dari lahir hingga matipun manusia sangat membutuhkan tanah, baik itu untuk tempat tinggal ataupun sebagai sumber kehidupan dari manusia itu sendiri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappenas, pada 2014 masih ada 13,5 juta keluarga Indonesia yang belum memiliki hunian.
Di tahun yang sama, data dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 menunjukkanbacklogpenghunian rumah adalah 7,6 juta unit. dan di Sumatera Utara ada sekitar 11.7% penduduk yang tidak memiliki hunian. Undang-Undang Dasar NRI 1945 Pasal 28H ayat (1) berbunyi demikian, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Sudah jelas dikatakan pada Undang-undang tersebut bahwasanya setiap orang berhak untuk bertempat tinggal, dan ini didukung dengan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 19. Dengan adanya pasal-pasal tersebut hak masyarakat untuk bermukim tidak terabaikan tetapi dalam prakteknya hanya sedikit yang terealisasi.
Dikarenakan ketiadaan hunian ataupun tempat bermukim dimana masyarakat membutuhkannya untuk melakukan aktivitas sehari hari.
Masyarakat sering berinisiatif menggunakan lahan yang bukan miliknya melainkan milik pemerintah. sering sekali alasan yang dibuat warga dalam menggunakan lahan milik pemerintah sangat klise. Sekarang ini sudah sangat banyak bagunan yang berdiri diatas tanah milik pemerintah yang ketika pemerintah meminta haknya atas tanah tersebut, warga marah dengan kembali menayakan hak mereka dalam hal bertempat tinggal.
Berita tentang penggusuran yang dilakukan oleh PT.KAI Medan-NAD akhir-akhir ini sedang menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat Kota Medan. Banyak bangunan-bangunan yang berdiri sepanjang rel kereta api satu per satu mulai diratakan dengan tanah.
Kebanyakan bangunan yang mengalami penggusuran tersebut adalah pemukiman warga, dimana aktivitas rumah tangga terjadi disana. Keadaan kian memanas akibat adanya perlawanan dari masyarakat ketika pihak TNI AD , Satpol PP hendak melakukan eksekusi di beberapa daerah sepanjang rel. Sering sekali pemerintah melakukan pembangunan dengan mengabaikan warga disekitar pembangunan tersebut. Dengan tidak memberikan efek pembangunan berkelanjutan bagi warga sekitar, sehingga respon yang muncul dari warga juga beragam.
Dilema pembangunan, hal inilah yang kini menjadi topik pembahasan dalam bab ini. Dimana disatu sisi, masyarakat menuntut haknya untuk mendapatkan tempat tinggal dan menolak penggusuran tersebut, namun disatu sisi masyarakat juga salah karena tidak seharusnya mendirikan bangunan ditanah milik PT.KAI, selain karena tidak memiliki IMB, mendirikan bangunan yang dekat dengan rel juga dapat membahayakan diri mereka sendiri, dan juga menghambat pembangunan yang dilaksanakan di daerah tersebut.
Pembangunan versus Penggusuran di Mandala By Pass
Pembangunan yang dilakukan oleh negara tentunya dilakukan untuk memberikan fasilitas yang lebih baik lagi untuk menyejahterahkan masyarakatnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nitisastro (2010:9),
pembangunan merupakan proses menurut waktu, suatu proses transformasi yang merupakan suatu “breakthrough” dari keadaan ekonomi yang terhenti (stagnant) ke suatu pertumbuhan kumulatif yang bersifat terus menerus.
Dalam proses pembangunan, menurut Nitisastro lebih lanjut, yang didefinisiskan sebagai pertumbuhan adalah peningkatan produksi dan kosumsi dalam suatu masa, dan oleh karenanya, diperlakukan suatu perencanaan pembangunan.60 Untuk mencapai transformasi tersebut Indonesia melakukan berbagai pembangunan disetiap wilayahnya.
Di Sumatera utara,
Salah satu dari sekian banyak fasilitas tersebut adalah mengenai transportasi, hal tersebut juga masuk kedalam salah satu tujuan RPJM Sumatera Utara. PT. KAI adalah salah satu persero yang bergerak dibidang transportasi khusunya kereta api. Angkutan kereta api dipilih karena dianggap cukup efisien untuk mengangkut barang dengan volume yang besar dan dapat membantu mengurangi kepadatan lalu lintas jalan raya.
Sebagaimana telah dijelaskan pada RPJM Sumatera utara yang telah ditetapkannya bandara Kualanamu sebagai bandara Internasional demikian juga pelabuhan laut Kuala Tanjung mendukung KEK Sei Mangkei dan ditetapkannya global hub port Kuala Tanjung pada sistem logistik nasional bagian barat Indonesia. Ketiga transfer point ini tidak akan berarti tanpa adanya sistem transportasi yang baik, terintegrasi dan berkesinambungan.
Dengan adanya pembangunan transportasi akan mendukung optimalisasi pengembangan potensi setiap wilayah khususnya wilayah-wilayah strategi, ini juga akan menumbuhkan konektivitas antar provinsi di Indonesia maupun di Sumatera Utara. Sesuai RPJMN Tahun 2015-2019 sebagai strategi dalam pengembangan kawasan strategis perlu dilakukan percepatan pembangunan konektivitas/infrastruktur di wilayah pertumbuhan, antar wilayah pertumbuhan serta antar wilayah koridor ekonomi atau antar pulau melalui percepatan pembangunan infrastruktur kereta api.61
Tujuan penguatan konektivitas untuk:
1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui inter-modal supply chained system.
2. Memperluas pertumbuhan ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).
3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan.
60 Budi Winarno, Etika Pembangunan,Yogyakarta:2013 halaman 38
61 Sekertariat Kabinet Republik Indonesia http://setkab.go.id/pembangunan-jalan- layang-kereta-api-pertama-di-luar-pulau-jawa-dan-reaktivasi-jalur-kereta-api-binjai-besitang/
Upaya pembangunan konektivitas tersebut antara lain akan membangun 3.258 kilometer jalur kereta api termasuk dalam program pembangunan jalur kereta api Trans Sumatera dari Provinsi Aceh hingga Lampung.
Maka dari itu PT. KAI mulai pada awal tahun 2016 sudah mulai melakukan pembangunan rel tambahan atau double track (Medan - Bandara Internasional Kualanamu) dan reaktivitas rel (Medan-Delitua-Pancur Batu dan Medan-Binjai-Besitang). Tetapi yang terjadi akibat adanya pembangunan rel kereta api tersebut berbagai masyarakat sekitar bantaran kereta api itu sendiri merasa resa karena mereka akan digusur cepat atau lambat. Karena rel kereta api baik itu double track maupun reaktivitas rel akan membutuhkan lahan. Sedangkan lahan yang tadinya kosong tersebut telah digunakan oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagaimana dampak tersebut berpengaruh terhadap daerah Mandala By Pass dimana daerah ini dilalui oleh kereta api. Karena Mandala By Pass merupakan salah satu dari daerah yang dilintasi oleh rel kereta api. Tujuan yang kereta api yang melintas pada wilayah Mandala By Pass itu Medan – Kualanamu yang seperti yang telah diketahui bahwa Kualanamu telah diresmikan sebagai bandara internasional yang pembangunan transportasi ke bandara tersebut menjadi prioritas pemerintah Sumatera Utara.
Dari hasil wawancara yang kami lakukan pada daerah Mandala By Pass bahwa kami mendapatkan keterangan dari warga maupun pekerja bahwa dalam prose pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT. KAI melakukan tahap memberikan pemberitahuan terhadap masyarakat pinggiran rel daerah Mandala By Pass untuk segera menertibkan bangunannya dari sekitar rel kereta api sekitar 14 meter jauhnya dari rel kereta api. Pemberitahuan tersebut dilakukan sebanyak 2 kali, tetapi menurut ibu Neneng (38 tahun) bahwa pemberitahuan tersebut hanya dilakukan secara lisan tidak adanya surat edaran resmi yang diterima oleh warga sekitar.
Secara sadar ibu Neneng mengetahui bahwa lahan yang didirikannya bangunan untuk usaha Kaligrafinya itu merupakan tanah milik PT.KAI tetapi karena ia merasa bahwa lahan tersebut lama kosong, maka ia tidak ingin menyia-nyiakan peluang bisnis yang dilihatnya dari lahan tersebut. Bagian daerah ibu Neneng rata-rata mendirikan bangunan semi permanen dimana dijadikan untuk usaha. Dan warga yang berada di bagian daerah bu Neneng dengan tanpa perlawanan apapun bersedia membongkar sendiri bangunannya yang didirikan disekitar pinggiran rumahnya. Karena mereka merasa bahwa ketika bangunan tersebut dibongkar paksa oleh aparat mereka tidak akan mendapatkan apa-apa belum lagi tidak ada lagi yang dapat digunakan dari bangunan mereka. Sedangkan jika mereka membongkar sendiri mereka akaan mendapatkan beberapa bahan dari
bangunan tersebut untuk dijadikan bangunan lain didepan rumah mereka.
Beda halnya dengan bangunan diseberang jalan daerah bu Neneng, dimana daerah tersebut terdapat puluhan bahkan ratusan bangunan permanen dimana aktivitas rumah tangga berada didalamnya. maka dari itu diketahui bahwa belum seluruh dari bangunan itu rata dengan tanah karena masih ada masyarakat yang tadinya setengah rumahnya telah dihancurkan tetapi ia masih bertahan didalamnya. karena ibu mawar ini merasa bahwa rumah dan lahan tersebut adalah lahannya. Ibu mawar sendiri sudah lehih dari 25 tahun tinggal ditempat itu, ia mengakui bahwa pihak PT.KAI telah memberikan uang ganti rugi sebesar 1.5jt rupiah. Tetapi ia juga mengakui bahwa uang tersebut belum sebanding dengan apa yang telah dihancurkan.
Mereka sangat membutuhkan relokasi. Karena mereka tidak lagi memiliki lahan untuk mendirikan bangunan dan minimnya modal yang mereka dapatkan. Rata-rata pekerjaan yang dilakukan oleh warga pinggiran rel tersebut tidak memiliki begitu banyak pendapat yang mendukung mereka untuk membeli lahan dan mendirikan rumah, terlebih harga lahan maupun rumah di Medan saat ini sudah sangat mahal tidak sebanding dengan apa yang telah diberikan kepada masyarakat pinggiran rel Mandala By Pass.
Dampak proses pembangunan rel bagi Masyarakat.
Dengan kata lain proses dari penggusuran yang dilakukan oleh PT.KAI masih belum bisa dikatakan pantas karena adanya ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat pinggiran rel kereta api. Masyarakat malah merasa dirugikan dengan adanya pembangunan yang dilakukan PT.KAI belum lagi debu yang dihasilkan oleh pembangunan tersebut bisa berakibat pada kesehatan masyarakat disekitar. Hal ini juga membuat ibu-ibu didaerah tersebut harus lebih ekstra bekerja untuk membersihkan debu-debu sering mengotori teras rumah sekaligus harus mengawasi anak-anak agar tidak bermain di daerah sekitar pembangunan/pinggiran rel. Hal untuk membersihkan dan menjaga anak sudah seperti diamanatkan menjadi tugas kaum wanita, sedangkan para pria tidak mengambil pusing soal itu karena seharian bekerja diluar rumah. Belum lagi pemberitahuan yang tidak merata, tidak adanya surat edaran yang disertai dengan landasan hukum.
Sebelum tahap eksekusi bangunan warga dilakukan (perencanaan), maka dari pihak kepling daerah setempat melakukan sosialisasi yang pertama.
Dimana dalam sosialisasi ini, kepala lingkungan menganjurkan pihak laki-laki (kepala keluarga) dari masing-masing keluarga yang ikut dalam sosialisasi, menurut kami ini adalah salah satu contoh dimana wanita dianggap belum mampu untuk masuk kedalam ruang publik. Beda halnya dengan pihak PT.KAI yang melakukan sosialisasi dari rumah ke rumah dan tidak mengharuskan pihak laki-laki yang menerima informasi tersebut, tapi siapa saja yang ada dirumah pada saat itu. Dan pada saat eksekusi rumah warga yang sangat dekat dengan rel ( yang kelompok bagian kiri jalan ) dilakukan PT.KAI tidak memberikan aba-aba untuk melakukan
penggusuran, alat berat langsung di arahkan ke bagian atap/atas rumah warga padahal didalamnya masih ada orang, dan sebagian besar adalah wanita karena anggota keluarga laki-laki dirumah tersebut sebagian besar bekerja di luar Mandala By Pass. Sampai sekarang masyarakat belum merasakan manfaat positif dari proses pembangunan rel oleh PT.KAI.
walaupun PT.KAI menerapkan pembangunan yang berkelanjutan tetapi tidak diiringi dengan keadilan sosial, hal ini akan sangat berdampak langsung pada masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar hanya memerlukan wadah untuk tempat mereka berteduh. Dan sangat mengharapkan pemerintah mampu mengabulkan harapan mereka.
Pentingnya perspektif gender dalam melihat pembangunan juga menjadi hal utama yang dilakukan Pemerintah. Banyaknya asumsi bahwa ada kertertinggalan peran perempuan disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan keterbelakangan. Kaum perempuan dianggap tidak tanggap terhadap tantangan „pembangunan‟, dan karenanya merekalah yang digalang atau diaktifkan untuk berpartisipasi dalam pembangunan bukannya pembangunan yang diubah agar sesuai dengan kebutuhan kaum perempuan (Saptari dan Holzner,1997:278-279).62
Pembangunan yang dituju oleh pemerintah daerah benar adanya pembangunan berkelanjutan dengan memikirkan keberlangsungan lingkungan hidup. Tetapi, dalam rencana pembangunan jangka menengah provinsi Sumatera Utara tidak ditemukannya cara maupun strategi mengatasi penangulangan bagi mereka yang tidak memiliki lahan tersebut.
Pembangunan menurut Widjoyo Nitisastro, merupakan proses menurut waktu , suatu proses transformasi yang merupakan proses menurut waktu, suatu proses transformasi yang merupakan suatu „breakthrough‟ dari keadaan ekonomi yang terhenti (stagnant) ke suatu pertumbuhan kumulatif yang bersifat terus menerus. Inheren dalam proses ini adalah keharusan bagi masyarakat yang bersangkutan untuk mengadakan pilihan diantara berbagai pilihan alternatif. Pilihan ini diantaranya meliputi pilihan anatar berbagai kecepatan pertumbuhan ekonomi yang pada dirinya adalah pilihan mengenai kecepatan pertambahan produksi barang dan jasa. Dimana msayarakat dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang langsung berdampak kepada mereka. Dimana mereka harus tetap tinggal atau dengan secara paksa harus menyingkir dari pembangunan yang sudah menjadi tempat masyarakat itu sendiri tumbuh dan telah melihat berbagai pembangunan.
Pemerintah harus lebih sensitif, dan mampu mengatasi segala kendala sosial maupun politik yang dihadapi oleh masyarakatnya. Memilih strategi maupun kebijakan yang mampu menguntungkan segala pihak.
Perebutan lahan yang diakibatkan pembangunan double track rel
62 Budi Winarno, Etika Pembangunan,Yogyakarta:2013 halaman 128
Kualanamu) mengahasilkan beragam konflik dan dampak pada mayarakat Mandala By Pass.
Tetapi pemerintah sendiri sampai sekarang belum adanya tindakan untuk melindungi mereka. Keterpihakan kepada kaum lemah atau merginal, dimana pembangunan adalah sebuah pilihan, dan setiap pilihan hampir selalu syarat akan nilai. Pilihan berarti berimplikasi pada siapa yang harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Dengan kata lain jika pembangunan harus mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab ketidakbebasan63 serta ketidakadilan.
Kesimpulan
Proses dari penggusuran yang dilakukan oleh PT.KAI masih belum bisa dikatakan pantas karena adanya ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat pinggiran rel kereta api. Masyarakat malah merasa dirugikan dengan adanya pembangunan yang dilakukan PT.KAI belum lagi debu yang dihasilkan oleh pembangunan tersebut bisa berakibat pada kesehatan masyarakat disekitar. Sebelum tahap eksekusi bangunan warga dilakukan (perencanaan) , dari pihak kepling daerah setempat maupun pihak PT.KAI memang sudah melakukan sosialisasi. Namun sampai sekarang masyarakat belum merasakan manfaat positif dari proses pembangunan rel oleh PT.KAI. Walaupun PT.KAI menerapkan pembangunan yang berkelanjutan tetapi tidak diiringi dengan keadilan sosial, hal ini akan sangat berdampak langsung pada masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar hanya memerlukan wadah untuk tempat mereka berteduh. Dan sangat mengharapkan pemerintah mampu mengabulkan harapan mereka. Pemerintah harus lebih sensitif, dan mampu mengatasi segala kendala sosial maupun politik yang dihadapi oleh masyarakatnya. Memilih strategi maupun kebijakan yang mampu menguntungkan segala pihak. Perebutan lahan yang diakibatkan pembangunan double track rel (Medan-Kualanamu) mengahasilkan beragam konflik dan dampak pada masyarakat Mandala By Pass.
Daftar Pustaka
[KOMPAS.Com] Perumnas. 2015. Tahun 2016 Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Diprioritaskan. Berita. Perumnas [serial
online].http://www.perumnas.co.id/tahun-2016-rumah-untuk-masyarakat-berpenghasilan-rendah-diprioritaskan [5 Juni 2016]
[Okezone.com] Administrator Real Eastate Indonesia. 2016. Rumah MBRdi Sumut Sudah Terbangun 2560 Unit. Real Eastate Indonesia [serial online].http://www.rei.or.id/newrei/berita-rumah-mbr-di-sumut-sudah-terbangun-2560-unit.html [5 Juni 2016]
[SETKAB] Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2016.
Pembangunan Jalan Layang Kereta Api pertama di Luar Pulau
63 Budi Winarno, Etika Pembangunan,Yogyakarta:2013 halaman 351
Jawa dan Reaktivasi Jalur Kereta Api Binjai – Besitanghttp://setkab.go.id/pembangunan-jalan-layang-kereta-api- pertama-di-luar-pulau-jawa-dan-reaktivasi-jalur-kereta-api-binjai-besitang/ [8 April 2016]
2015 World Population Data Sheet
http://www.prb.org/Publications/Datasheets/2015/2015-world-population-data-sheet.aspx [5 Juni 2016]
Badan Pusat Statistik http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274 [5 Juni 2016]
Bantuan Hukum [serial
online].http://www.bantuanhukum.or.id/web/tag/penggusuran/ [8 April 2016]
Dofu. 2016. Warga Pinggiran Rel Mandala Menolak Rumahnya Dibongkar.
Harian Deteksi [serial online].
http://www.hariandeteksi.com/2016/01/warga-pinggiran-rel-mandala-menolak.html [8 April 2016]
Juskal, Achdiral, Ryan. 2015. Pembangunan Rumah MBR Sumut Baru
Capai 6.700 Unit. Tribun Medan [serial
online].http://medan.tribunnews.com/2015/12/07/pembangunan-rumah-mbr-sumut-baru-capai-6700-unit [7 Maret 2016]
Ramita, Iskandar, dan Khairunnas. 2016. Minta Direlokasi dan Tunda
Penggusuran. Medan Bisnis [serial
online].http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/02/16/216 384/minta-direlokasi-dan-tunda-penggusuran/#.VwNfbuJ97IU [pada 1 April 2016]
RPJMD Provinsi Sumatera Utara 2013-2018
Shahab, Reza, Hasibuan, Panggabean, dan Irawan ,Dicky. 2016. Warga Demo, PT.KAI Tetap Gusur. Koran Sindo [serial online].
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=6&n=46&date=2016-02-16 [5 Juni 20http://www.koran-sindo.com/news.php?r=6&n=46&date=2016-02-16]
Siahaan, Iskandar Z. 2016. PT KAI Klaim Telah Santuni 1.600 Rumah.
Medan Bisnis Daily [serial online].
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/03/07/220716/pt-kai-klaim-telah-santuni-1600-rumah/ [1 Mei 2016]
Warsito, Budi. 2015. 2016 Jalur Kereta Api Layang Dibangun di Medan.
Metrotv News [serial
online]http://sumatera.metrotvnews.com/read/2015/12/29/206041/20 16-jalur-kereta-api-layang-dibangun-di-medan [2 April 2016]
Winarno, Budi. 2013. Etika Pembangunan. Center for Academic Publishing Service, Yogyakarta