• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Jalan Tol Medan – Tebing Tinggi

Pendahuluan

Ragam model pembangunan mencoba menjelaskan pembangunan ke dalam aras metodologi dan selanjutnya diwujudkan menjadi program – program baik berskala nasional ataupuna internasional, jangka pendek ataupun jangka panjang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Salah satu upaya pemerintah kota Medan dalam meningkatkan pembangunan nasional dengan melaksanakan pembuatan jalan Toll Medan – Tebing Tinggi, untuk menuju Bandara Internasional Kualanamu (KNO).

Dalam rangka mengurangi kemacetan dari Tebing Tinggi menuju Bandara Internasional Kulanamu (KNO).

Namun di dalam pembuatan jalan Toll Medan – Tebing Tinggi pemerintah tidak dengan mudahnya untuk melaksanakan pembangunan, karena dalam proyek pembanguann jalan Toll Medan – Tebing Tinggi ini banyak menggunakan lahan warga, lahan PTPN, dan lahan PTKAI.Dalam melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum yang berhubungan dengan pengadaan tanah seperti halnya pembangunan tol , sudah diatur dalam UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Pemerintah perlu melaksanakan pembangunan demi kepentingan umum, diperlukan tanah dengan mengedapankan prinsip kemanusiaan, demokratis dan adil.64

Pembangunan Jalan tol Medan – Tebing Tinggi yang dirrencanakan sepanjang 61,70 Kilometer yang terdiri dari 6 titik yaitu; Tanjung Morawa (Medan) – Parbakaran, Parbarakan-Lubuk Pakam, Lubuk Pakam – Perbaungan, Perbaungan – Teluk Mengkudu, Teluk Mengkudu – Sei Rampah, Sei Rampah – Rambutan.

Jalan Tol Medan-Kualanamu – Tebing Tinggi adalah jalan tol yang direncanakan menghubungkan Medan, Tebing Tinggi serta Bandar Udara Internasional Kualanamu. Jalan tol sepanjang 61,80 km ini merupakan bagian dari Jalan Tol Trans-Sumatera dan terbagi dalam 2 (dua) seksi, yaitu Seksi I (Medan – Perbarakan – Kualanamu) sepanjang 17,80 km dan Seksi II (Perbarakan-Tebing Tinggi) sepanjang 44 km. Jalan tol ini akan memiliki 2x2 lajur pada tahap awal dan 2x3 lajut pada tahap akhir dengan kecepatan rencana 100 km/jam.65

64Undang – undang nomor 20 tahun 2012

65Edy Sujatmiko, Pekerjaan tol Medan--Kualanamu--Tebing Tinggi dimulai, Antara, 23 September 2014, hlm 14

Dalam pembebasan lahan ini,banyak masalahyang harus diahadapi oleh pemerintah mulai dari masyarakat yang tidak setuju sampai yang setuju dengan jumlahganti rugi yang diterima masyarakat yang lahannya terkana proyek pembangunan jalan Tol Medan – Tebing Tinggi. Dan juga terkadang pihak warga tidak merata mendapat ganti rugi,jadi tidak semuanya kesalahan terletak di warga yang kritis terhadap tanahnya.

Dalam pembebasan lahan untuk pembangunan Jalan tol Medan Kuala Namu Tebing Tinggi ini kami juga akan mengangkat isu gender yang telah kami amati dalam beberapa hari yang lalu.Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, keperibadian, bekerja di dalam dan di lur rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebginya, secara bersama – sama memoles “peran gender”66. Dalam pembahasan isu gender nanti kita akan lebih mengerti bagaimana pekerjaan yang dilakukan perempuan dan laki-laki yang ada di pembangunan jalan tol Medan – Tebing Tinggi ini.

Pembangunan Jalan Tol Medan – Tebing Tinggi

Seperti yang kita ketahui konsep teori modernisasi merupakan suatu proses adalah transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.

Begitu pula dengan yang saat ini sedang terjadi di Sumatera Utara (Kota Medan) yaitu pembangunan pembuatan jalan Tol Medan – Tebing Tinggi untuk jalan menuju Bandara Kulanamu (KNO).

Di dalam pembangunan pembuatan jalan Tol ini, pemerintah yang menyelenggarakan proyek ini tidak begitu dengan mudah mengambil batas – batas untuk pembuatan jalan Tol karena, sebagian titik untuk pembuatan jalan Tol memakai lahan warga setempat. Dengan adanya pembuatan jalan Tol Medan – Tebing Tinggi, ada beberapa tanggapan masyarakat baik yang positif maupun negative terhadap pembanguanan jalan Tol. Positifnya, warga merasakan yang dulunya fasilitas Desa Galangan yang (mati) kurang di perhatikan sekarang menjadi lebih diperhatikan misalnya dengan pembuatan penerangan jalan atau lampu jalan, jalan makin rapi dengan dibuatnya pelebaran jalan sehingga mobil pun bisa masuk dengan dua arah.

Sedangkan tanggapan yang negatifnya warga kehilangan lahan, seperti lahan pertanian (persawahan) dan rumah mereka yang digusur dan warga yang dulunya yang bertetanggan sekarang sudah menjadi jauh, karena harus pindah dari lokasi yang dulu di tempatinya, polusi udara, kebisingan apabila sudah malam karena pihak pekerja proyek bekerja hingga pukul

66 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, Rifka Annisa Women‟s Crisis Centre dengan Pastaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm 3

23:00 WIB. Dan walaupun ada pihak yang merasa di rugikan oleh proyek pembangunan jalan tol ini, pihak tol di kategorikan sangat memperhatikan apa yang menjadi keinginan masyarakat tersebut sehingga warga yang terkena penggusuran atau lahan yang terkena proyek merasa impas (Hasil wawancara dengan warga, jalan Medan – Galang, Kecamatan Pagar Merbau).

Pembebasan tanah hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pihak pemegang hak baik mengenai teknik pelaksanaannya maupun mengenai besar an bentuk ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya. Dan apabila si pemegang hak tidak bersedia menyerahkan tanahnya, maka pemerintah dapat menggunakan lembaga “pencabutan hak atas tanah”

bilamana tanah tersebut benar – benar diperlukan untuk kepentingan umum67.

Pertanggung jawaban yang diberikan pihak proyek terhadap warga yang lahannya dipakai untuk pembuatan jalan Tol berupa duit. Misalnya cara perhitungannya , kalau lokasi tanah yang berada di pinggir jalan dikenakan biaya dengan 1 rante sebesar Rp 60.000.000. Sedangkan lahan warga yang tidak berada di pinggir jalan dig anti rugikan dengan 1Meter di beli dengan seharga Rp 2.000.000 (Lokasi, Jalan Medan – Pakam, Km 15).

Tetapi ada juga lahan yang belum tuntas hingga saat ini, di karenakan masih dalam proses penggurusan, di karenakan mengenai lahan PTKAI.

Dari hasil wawancara masyarakat sekitar banyak yang merasa dirugikan atas pembebasan lahan jalan Tol, karena mereka tidak memiliki surat hak tanah akibatnya ada sebagian warga tidak mendapatkan ganti rugi walaupun mereka telah lama tinggal disana.

Keputusan Presiden No 55 tahun 1993 dan peraturan menteri Agraria /Kepala BPN No.1 Tahun 1994, maka bagi mereka yang tidak memiliki tanda bukti hak atas tanah (secara formal) ,jelas tidak masuk dalam golongan yang berhak atas ganti kerugian apabila tanahnya akan diambil untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Dan mereka hanya akan di berikan uang pesangon. 68

Dan juga dalam Undang-Undang pokok Agraria, pengertian akan hak milik yang dirumuskan di dalam pasal 20 UUPA yang disebutkan dalam ayat 1, hak milik tanah adalah hak turun temurun , terkuat dan di penuhi yang dapat di punyai orang atas tanah : ayat 2 , hak milik tersebut dapat dapat beralih dan di alihkan ke pihak lain.69

67 H. Abdurrahman, SH, Mh, Masalah Pencabutan Hak – Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Banjarmasin,1991, hlm 28

68 Moh.Hasan Wargakusuma,S.H., Analisis dan Evaluasi Tentang Ganti Rugi Dan Pemberian Uang Pesangon Dalam Proses Penyerahan Hak Atas Tanah, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen kehakiman, Jakarta, 1996,Hlm 13

69Surdaryo soimin,SH,Status Hak Dan Pembebasan Tanah,Sinar Grafika, Jakarta, 1994,hlm1

(Dokumentasi; Pembuatan jalan Tol, 4 juni 2016)

(Dokumentasi; Rumah warga yang terkena gusur akibat pembangunan jalan Tol Medan – Tebing Tinggi; 4 Juni 2016)

Ideologi Patriarki

Patriarki adalah konsep bahwa laki – laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, dalampemerintahan, militer, pendidikan, industry, bisnis, perawatan, kesehatan, iklim, agama, dan bahwa pada dasarnya perempuan tercerabut dari akses terhadap kekuasaan itu70. Pandangan ini berpengaruh penting ketika kita membicarakan mengapa peran gender tradisional sukar berubah. Ini merupakan ciri pokok masyarakat terorganisir sepanjang gari patriarchal dimana ada ketidaksetaraan (unequal) hubungan gender antara laki – laki dan perempuan.

Dengan adanya konsep teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki – laki adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki – laki dalam perbedaan kelas. 71

Dalam proses pembangunan jalan tol ini dapat dilihat bahwa adanya perbedaan dari hasil konstruksi budaya dimana pada hasil wawacara pada Bu Manurung warga Parbarakan Mangga 1 Lubuk Pakam, tenaga kerja dari warga setempat banyak di serap dari laki-laki pada pandangannya laki-laki lebih cocok berkerja dalam pembuatan jalan tol ini , dan wanita dianggap tidak akan maksimal dalam pembangunan jalan tol dimana pembangunan tersebut akan banyak menggunakan tenaga. Selain itu dalam pembagian ganti rugi laki – laki yang dominan menerima duitnya. Karena di dalam penerimaan ganti rugi ini berdasarkan atas nama pemilik rumah (yang biasanya para suami)

70Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, Rifka Annisa Women‟s Crisis Centre dengan Pastaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm 65

71 WHO, 2001

GENDER

Ideology Patriarkhal

Perempuan dan Ketercerabutan

dari alam

Perempuan dan Ketercerabutan dari Alam

Disini pada dasarnya perempuan menyediakan pangan sebagai produksi kehidupan dan memandang sebagai hubungan yang benar – benar produktif dengan alam karena, perempuan tidak hanya mengkonsumsi tetapi juga membuat segala sesuatunya (produksi). Di dalam pembangunan pembuatan jalan Tol ini para perempuan merasa kecewa karena mereka selain menjadi ibu rumah tangga mereka juga memiliki pekerjaan sampingan seperti bercocok tanam (Bertani).

Tetapi untuk saat ini mereka tidak lagi bercocok tanam (bertani) karena yang dulunya mereka bekerja dengan alam untuk memproduksi bahan pangan (seperti bertani) sekarang tidak bertani lagi, di karenakan lahan untuk mereka bertani sudah di jadikan untuk pembuatan jalan Tol Medan – Tebing Tinggi. Sehingga membuat mereka bingung akan pekerjaan apa yang akan mereka lakukan untuk membantu para suami untuk mencari nafkah.

Kemiskinan

Kemiskinan sangat erat dengan adanya penggusuran lahan.

Dikarenakan warga miskin tidak memilik kekuatan atau pengetahuan sehingga mau tak mau mereka mau menerima apa yang menjadi wacana bagi pemerintah. Misalkan yang terjadi terhadap warga Parbarakan Mangga 1 Lubuk Pakam. Dimana ia mau menerima dengan begitu saja biaya ganti rugi yang diberikan oleh pihak proyek pembuat jalan Tol, sementara itu orang yang memiliki kekuatan dan pengetahuan misalnya, kepala sekolah SMP Parbarakan tidak mau menerima ganti rugi karena harga yang di tawarkan oleh pihak proyek pembuat jalan Tol tidak sesuai dengan kerugian yang akan di dapatkannya. Maka oleh karena itu ia memilih bertahan dan akan membawa kejalur hukum jika ganti rugi tidak sesuai dengan permintaan. Dan akhirnya ganti rugi yang tadinya Rp600.000.000 menjadi 1M. (Hasil wawancara dengan warga warga Parbarakan Mangga 1 Lubuk Pakam).

Gunnar Adler – Karlson (1996:35-36), misalnya, mengemukakan tiga prinsip dasar dalam penanggulangan kemiskinan pertama, kemiskinan mutlak harus di hapuskan dimanapun juga iya berada karena ia menimbulkan penderitaan bagi manusia. Artinya meningkatkan pendapat minimum bagi semua orang, kedua, kemakmuran seseorang tidak akan meningkat bila kebutuhan-kebutuhan pokok tidak terpenuhi, ketiga , harus ada saluran-saluran yang memadai untuk memindahkan saveing dari orang-orang kaya kepada pendapatan orang-orang-orang-orang miskin72

72 Prof. DRS. Budi Winarno,MA,PHD,Etika Pembangunan, CAPS (Center For Academic Publishing Sevice),Yokyakarta,2013,Hlm179

Daftar Pustaka

Abdurrahman. (1991) Masalah Pencabutan Hak – Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia. Banjarmasin: Citra Aditya Bakti.

Cleves, Mosse, Julia. (1996) Gender dan Pembangunan. Yokyakarta: Rifka Annisa Women‟s Crisis Centre dengan Pastaka Pelajar.

Julia Cleves,Mosse. (1996) Gender dan Pembangunan, Rifka Annisa Women‟s Crisis Centre dengan,Yokyakarta, Pastaka Pelajar.

Soimin, Surdaryo. (1994)Status Hak Dan Pembebasan Tanah,Jakarta: Sinar Grafika.

Sujatmiko,Edy. (2014) Pekerjaan tol Medan--Kualanamu--Tebing Tinggi dimulai. Antara.

Undang – undang nomor 20 tahun 2012

Wargakusuma, Hasan. (1996)Analisis dan Evaluasi Tentang Ganti Rugi Dan Pemberian Uang Pesangon Dalam Proses Penyerahan Hak Atas Tanah. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman.

WHO, 2001

Winarno,Budi. (2013) Etika Pembangunan. Yokyakarta: CAPS (Center For Academic Publishing Sevice).

BAB X

Pembangunan Danau Toba menjadi Monaco