• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan sebagai pembelajaran dalam merancang geometri peledakan.

2. Untuk perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk perusahaan dalam mendapatkan hasil fragmentasi batuan dengan ukuran ≤50cm.

3. Untuk universitas, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai konsumsi ilmiah dan dapat menambah pustaka jurusan terkait peledakan.

4 BAB II

TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Profil Perusahaan

PT. Lotus SG Lestari adalah sebuah perusahaan swasta tambang batu andesit yang sebelumnya bernama PT. Karya Marbelindo Lestari, telah memimpin bisnis pertambangan sejak 1997, bergerak di bidang pembebasan lahan dan eksplorasi untuk persiapan tambang. Pada tahun 2010, PT. Lotus SG Lestari memelopori pengembangan kegiatan pertambangan dan proyek konstruksi, dan melakukan instalasi mekanis hingga penjualan pertamanya pada Agustus 2011. Dalam kegiatannya, PT. Lotus SG Lestari memproduksi pasir, abu batu, screening, batu split 12, split 23, dan basecoarse 30.

PT. Lotus SG Lestari memiliki departemen penambangan batuan terintegrasi, mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan hingga pemasaran. Pada tahun 2011, PT. Lotus SG Lestari juga mendirikan PT. Batu Alam Persada yang bergerak di bidang jasa transportasi untuk mengangkut hasil tambang perusahaan untuk dikirim ke pabrik pelanggan.

2.1.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penambangan PT. Lotus SG Lestari serara administratif termasuk kedalam wilayah Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis lokasi PT. Lotus SG Lestari terletak pada koordinat 6°24̍ 48.9̎ S dan 106°37̍ 07.3̎ E. Dengan luas wilayah kurang lebih 49,5 hektar dan batas wilayah sebagai berikut:

- Utara : berbatasan dengan Desa Sukasari - Timur : berbatasan dengan Desa Rumpin

- Barat : berbatasan dengan Desa Kampung Sawah - Selatan : berbatasan dengan Desa Kertajaya

5

Gambar 2. 1 Peta Lokasi PT. Lotus SG Lestari Sumber: PT. Lotus SG Lestari

PT. Lotus SG Lestari dapat dicapai dengan menempuh jarak kurang lebih 36 km perjalanan darat dari Tangerang Selatan (Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) ke arah Bogor dan dilanjutkan kearah Rumpin dengan waktu tempuh kurang lebih 2 (dua) jam menggunakan kendaraan roda dua.

2.1.3 Kondisi Geologi

Secara umum keadaan geologi regional daerah Bogor dan sekitarnya tersusun atas batuan gunungapi, batuan terobosan dan batuan penyusun zona bogor serta batuan penyusun zona pegunungan selatan yang berupa batuan sedimen Tersier. Berikut satuan batuan penyusun lembar Bogor yang diurutkan dari muda ke tua:

a) Tufa dan Breksi (Tmtb): tufa batuapung, breksi tufaan bersusunan andesit, batupasir tufa, lempung tufaan dengan kayu terkersikkan dan sisa tumbuhan, batupasir berstruktur cross bedding.

b) Formasi Bojongmanik (Tmb): batupasir, tufa batuapung, napal dengan moluska, batugamping, batulempung dengan lempung bitumen dan sisipan lignit dan sisa damar. Tebal satuan ini

6 diperkirakan mencapai 550 meter. Fosil dalam batulempung adalah plankton yang menunjukkan umur Miosen Tengah. Satuan ini dikorelasikan dengan formasi Subang di daerah Subang.

c) Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik (Tmbl):

batugamping mengandung moluska. Satuan ini berupa lensa-lensa dalam formasi Bojongmanik yang umurnya setara dengan Miosen Tengah.

d) Anggota Breksi Formasi Cantayan (Tmcb): breksi polymict dengan fragmen andesit - basal dan batugamping koral. Sisipan batupasir sela dibagian atas, tebal satuan 1700 meter. Anggota ini ditindih secara selaras oleh formasi Bojongmanik dan menindih selaras formasi Klapanunggal. Umur anggota breksi ini Miosen Tengah.

e) Formasi Klapanunggal (Tmk): terutama batugamping terumbu padat dengan foraminifera besar dan fosil - fosil lainnya termasuk moluska dan echinodermata. Umur satuan ini diduga setara dengan formasi Lengkong dan Bojonglopang di zona pegunungan selatan yaitu Miosen Awal. Formasi ini menjemari dengan formasi Jatiluhur dan di bagian timur lembar ketebalannya mencapai 500 meter.

f) Formasi Jatiluhur (Tmj): Napal dan serpih lempungan dengan sisipan batupasir kuarsa, bertambah pasiran ke arah timur. Bagian atas formasi ini menjemari dengan formasi Klapanunggal dan berumur Miosen Awal.

Skema stratigrafi wilayah Bogor telah diperkenalkan sebelumnya oleh beberapa peneliti dengan klasifikasi atau penamaannya berdasarkan lokasi penelitiannya masing-masing. T. Turkandi, Sidarto, D. A. Agustiyanto, dan M.M. Purbo Hadiwidjoyo (1992), mengklasifikasikan stratigrafi di daerah Bogor berdasarkan litologi dan penafsiran sedimentasi serta menyesuaikan dengan Sandi Stratigrafi Indonesia. Penamaan ini kemudian diusulkan sebagai satuan stratigrafi resmi. Sementara itu Kartadinata (2009) menggunakan studi tefrokronologi hasil erupsi Gunung Tangkubanparahu dalam

7 penelitiannya. Adanya persamaan dan perbedaan hasil analisis peneliti-peneliti sebelumnya ini menjadi dasar acuan penulis, terutama dalam penentuan umur di daerah penelitian.

Gambar 2. 2 Stratigrafi Regional Bogor

Sumber: T. Turkandi, Sidarto, D. A. Agustiyanto, dan M. M. Purbo Hadiwidjoyo, 1992

Menurut Van Bammelen (1949), Zona Bogor merupakan jalur antiklonirum yang rumit dan cembung ke arah Utara. Terbentang memanjang dari Rangkasbitung bagian Barat, sampai ke Bumiayu bagian Timur, melewati Bogor, Purwakarta, Subang dan Sumedang.

Stratigrafi zona ini terdiri dari suatu urut-urutan perlapisan Neogen yang sangat tebal dan tidak diketahui dasarnya. Secara umum, litologi Zona Bogor terutama terdiri dari batuan klastik, yaitu konglomerat, batupasir, batulempung dan napal, dengan kegiatan gunung api yang kuat. Selain itu juga terdapat lensa-lensa batugamping dan batugamping terumbu.

Lingkungan pengendapannya berkisar dari litoral sampai neritik, seperti terlihat pada susunan litologi dan kandungan fosilnya, sedangkan pengendapan darat dicirikan oleh lapisan lignit dan fosil mamalia.

2.1.4 Tahapan Penambangan dan Pengolahan

Aktifitas Penambangan di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa alat, yaitu terdiri dari : excavator, dump truck,

8 dan loader serta dibantu dengan peledakan sebagai pemberai batuan dan motor grader serta vibrator untuk perawatan jalan. Terdapat tiga excavator pada PT. Lotus SG Lestari, dimana Excavator pertama dan kedua bertugas pada loading point di bench yang telah ada aktifitas peledakan sebelumnya, lalu dump truck bertugas mengangkut material hasil peledakan menuju hopper atau crushing plant yang jaraknya ±1,4 km antara hopper dan loading point, proses penggilingan material batu andesit diarea produksi crushing plant menghasilkan material pasir, abu batu, screening, split 12, split 23, dan basecoarse 30, proses penyimpanan stock material dipisah berdasarkan jenisnya. Selanjutnya material andesit yang sudah melewati proses reduksi dan pengelompokan ukuran akan di muat oleh loader ke truk pelanggan.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Pemboran

Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan sebelum kegiatan pengisian bahan peledak. Prinsip dari pemboran adalah untuk mendapatkan kualitas lubang ledak yang baik yaitu dihasilkan oleh pemboran yang cepat dalam posisi yang tepat.

Kegiatan pemboran dimaksudkan untuk membuat lubang ledak secara sistematis sehingga membentuk suatu pola tertentu sebagai tempat pengisian bahan peledakan yang kemudian diledakkan untuk menghancurkan atau melepas suatu bahan galian dari batuan induknya.

a) Pola Pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola dalam kegiatan pemboran untuk menempatkan lubang ledak secara sistematis.

Berdasarkan letak lubang ledak maka pola pemboran dibagi menjadi dua pola dasar, yaitu:

1. Pola pemboran sejajar (paralel pattern), terdiri dari dua macam, yaitu:

9 a. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan

spasi yang sama

b. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibandingkan dengan burden.

2. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern), adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak ditempatkan secara selang-seling pada setiap kolomnya, dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang akan lebih terdistribusi secara merata daripada pola bukaan sejajar. Pola pemboran selang-seling terbagi menjadi:

a. Pola selang-seling bujur sangkar (B = S) b. Pola selang-seling persegi panjang (S ≥ B)

Gambar 2. 3 Pola pemboran (a) pola pemboran sejajar bujur sangkar (b) pola pemboran selang-seling bujur sangkar (c) pola pemboran sejajar persegi panjang (d) pola

pemboran selang-seling persegi panjang Sumber : (Suwandi, 2009;6)

b) Arah Lubang Pemboran

Arah pemboran lubang ledak yang biasa digunakan dalam kegiatan peledakan jenjang di tambang terbuka adalah arah lubang ledak tegak lurus (vertikal) dan arah lubang ledak miring. Adapun kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pola pemboran dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan untuk sketsa pemboran tegak (vertikal) dan pemboran miring (inclined) dapat dilihat pada Gambar 2.4.

10

Tabel 2. 1 Kelebihan dan Kekurangan Arah Pemboran Tegak dan Miring

Arah Lubang Kelebihan Kekurangan

Tegak

Gambar 2. 4 Arah Pemboran Lubang Ledak (a) arah pemboran vertikal (b) arah pemboran miring

Sumber: Ash.R.L

2.2.2 Peledakan

Kegiatan peledakan merupakan suatu upaya pemberaian batuan dari batuan induk menggunakan bahan peledak. Peledakan memiliki daya rusak yang bervariasi tergantung jenis bahan peledak yang digunakan dan tujuan digunakannya bahan peledak tersebut. Peledakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik itu positif maupun negatif.

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan penambangan apabila (Koesnaryo, 1998; 1-2):

1. Target produksi terpenuhi,

2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (powder factor),

(a) (b)

11 3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah (kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

4. Diperoleh dinding batuan yang stabil (tidak ada overbreak, overhang, retakan-retakan),

5. Aman,

6. Dampak terhadap lingkungan minimal.

Suatu batuan yang pecah akibat dari bahan peledak akan mengalami beberapa tingkat dalam prosesnya. Dimana proses tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) tahap pemecahan, yaitu:

- Proses Pemecahan Tahap I

Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang ditimbulkan akan menghancurkan batuan di daerah sekitar lubang tembak. Gelombang kejut (shockwave) yang meninggalkan lubang ledak merambat dengan kecepatan 3000-5000 m/s sehingga akan mengakibatkan tegangan yang memiliki arah tegak lurus dengan dinding lubang ledak. Dari tegangan tersebut maka akan menimbulkan rekahan radial yang merambat di sekitar lubang ledak.

Rekahan radial pertama terjadi dalam waktu 1 ms.

- Proses Pemecahan Tahap II

Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak pada proses pemecahan tahap I adalah positif. Apabila gelombang kejut mencapai bidang bebas (free face), gelombang tersebut akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu tekanannya akan turun dengan cepat dan kemudian berubah menjadi negatif serta menimbulkan gelombang tarik (tension wave). Gelombang tarik ini merambat kembali di dalam batuan. Oleh karena kuat tarik batuan lebih kecil daripada kuat tekan, maka akan terjadi rekahan (primary failure rocks) karena tegangan tarik (tensile stress) yang cukup kuat sehingga menyebabkan terjadinya spalling pada bidang bebas.

12 - Proses Pemecahan Tahap III

Dibawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan maka rekahan radial utama (tahap II) akan diperlebar dan diperbesar secara cepat oleh efek kombinasi dari tegangan tarik yang disebarkan kompresi radial (radial compression) dan pneumatic wedging (pemijahan). Apabila massa di depan lubang ledak gagal mempertahankan posisinya dan bergerak ke depan maka tegangan tekan (compressive stress) tinggi yang berada dalam batuan akan dilepaskan (unloaded), seperti spiral kawat yang ditekan kemudian dilepaskan. Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan menimbulkan tegangan tarik yang besar di dalam massa batuan. Tegangan tarik inilah yang melengkapi proses pemecahan batuan yang sudah dimulai pada tahap II. Rekahan yang terjadi dalam proses pemecahan tahap II merupakan bidang-bidang lemah yang membantu fragmentasi utama pada proses peledakan.

Gambar 2. 5 Mekanisme Pemecahan Batuan Sumber : ( Jimeno,1995)

2.2.3 Bahan Peledak

Menurut Keputusan Presiden (Keppres) No. 125 Tahun 1999 tentang Bahan Peledak Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan bahwa bahan peledak merupakan bahan kimia padat maupun cair yang berupa senyawa tunggal maupun campuran, apabila terkena suatu reaksi panas,

13 tekanan, benturan gesekan atau ledakan awal dapat bereaksi dengan cepat membentuk gas-gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi. Peledakan memiliki daya rusak yang bervariasi tergantung jenis bahan peledak yang diunakan dan tujuan penggunaan bahan peledak. Umumnya bahan peledak memiliki kecepatan detonasi sebesar 4500-7000 m/s.

Menurut Keputusan Presiden (Keppres) No.5 Tahun 1988 tentang Pengadaan Bahan Peledak Pasal 1 Ayat (2) yang membagi bahan peledak menjadi dua golongan yaitu bahan peledak industri (komersial) dan bahan peledak militer. Berdasarkan komposisinya bahan peledak industri dapat dibagi menjadi dua yaitu dynamite dan blasting agents.

a. Dynamite

Dynamite menggunakan nitroglycerin (NG) sebagai bahan dasarnya. Dynamite merupakan bahan peledak komersial pertama yang digunakan dengan specific gravity sebesar 1,6 dan kecepatan detonasi ± 25000 ft/s. NG sangat sensitif terhadap getaran, gesekan dan panas, sehingga sangat berbahaya apabila berinteraksi dengan cairan.

b. Blasting agents

Dari keseluruhan bahan peledak, blasting agent merupakan bahan peledak yang banyak digunakan saat ini. Blasting agent yang umum digunakan saat ini adalah ANFO, Emulsi dan Heavy ANFO.

- ANFO

ANFO merupakan campuran dari Ammonium Nitrat dan Fuel Oil, yang banyak digunakan sebagai produk komersil blasting. Densitas ANFO berkisar antara 0,80 hingga 0,85 g/cm3.Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7642 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Oli Bekas Untuk Campuran Amonium Nitrat Dengan Fuel Oil Pada Tambang Terbuka menyatakan bahwa campuran amonium nitrat dan solar yang optimal adalah sebesar 94,5% AN dan 5,5% FO.

- Emulsi (Emulsion)

14 Emulsi (Emulsion) adalah bahan peledak yang terbuat dari fase oksida liquid dicampur dengan fase minyak (solar atau minyak diesel) ditambah emulsifier untuk mempertahankan fase emulsinya. Emulsi bahan peledak memiliki energi dan kekuatan yang tinggi serta tahan terhadap air yang baik. Emulsi memiliki densitas berkisar antara 1,0 g/cm3 hingga 1,45 g/cm3. Kecepatan detonasi yang dihasilkan emulsi berkisar antara 4000 hingga 5000 m/s.

- Heavy ANFO

Heavy ANFO merupakan campuran dari dasar emulsi dan ANFO. Heavy ANFO mengandung 45-50% Ammonium nitrate, emulsi yang dicampur dengan ANFO untuk meningkatkan densitas ANFO sehingga sensitivitas lebih baik dan dapat lebih tahan terhadap air.

Pemilihan jenis bahan peledak yang digunakan harus aman dan disesuaikan dengan kondisi lngkungan sekitar, selain itu untuk dapat memperoleh hasil yang baik, bahan peledak harus digunakan secara efisien. Terdapat beberapa karakteristik bahan peledak yang berpengaruh dalam pemilihan bahan peledak, yaitu:

1. Kekuatan (Strength)

Kekuatan bahan peledak adalah ukuran dari kemampuan bahan peledak untuk dapat memecahkan batuan. Kekuatan menujuk pada energi yang mampu dihasilkan oleh suatu bahan peledak. Terdapat banyak cara untuk mengekspresikan kekuatan dari sebuah bahan peledak, terdapat tiga cara yang digunakan yaitu weight strength, volume strength dan yang paling umum digunakan adalah Relative Wight Strength (RWS).

2. Kecepatan detonasi (Detonation Velocity)

Kecepatan detonasi mengacu kepada kecepatan dimana gelombang detonasi disebabkan melalui bahan peledak yang dapat

15 dinyatakan dalam meter per detik atau feet per detik. Faktor yang mempengaruhi kecepatan detonasi adalah densitas bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel bahan penyusunnya dan bahan yang terdapat dalam bahan peledak. Untuk peledakan pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan yang lunak dipakai bahan peledak dengan kecepatan detonasi rendah.

3. Bobot isi (Density)

Densitas bahan peledak merupakan salah satu sifat penting bahan peledak untuk menghitung berat bahan peledak yang dapat dimasukan pada suatu diameter lubang peledakan. Dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bahan peledak komersial rata-rata memiliki densitas 0,5 gr/cc hingga 1,35 gr/cc (Charles. H, 1992). Bahan peledak dengan densitas kurang dari satu dapat lebih cepat larut dalam air. Untuk mendapatkan fragmentasi berukuran kecil diperlukan densitas bahan peledak yang tinggi yang menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa cara, yaitu:

a. Specific Grafity (SG), yaitu perbandingan antara densitas bahan peledak terhadap densitas air pada kondisi standar, dinyatakan dalam gr/cm3.

b. Stick count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm yang terdapat dalam satu dos seberat 50 pound.

c. Loading density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang isian yang dinyatakan dalam kg/m.

Tabel 2. 2 Bobot Isi Bahan Peledak Bahan Peledak Bobot Isi (gr/cm3)

ANFO 0,75 – 0,85

Emulsi 1,1 – 1,3

Water Gels dan Sluries 1,0 – 1,3

16 4. Kepekaan (Sensitivity)

Kepekaan bahan peledak didefinisikan dengan tingkat kemudahan inisiasi bahan peledak. Beberapa faktor yang dapat mempengarhi kepekaan bahan peedak yaitu seperti penyerapan air dan terlapisnya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan, sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan. Jika diameter bahan peledak cukup besar maka perambatan reaksinya akan lebih mudah karena permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat pengurungan cenderung memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian dan menghindari penyebaran tenaga reaksi.

5. Kestabilan kimia dan karakteristik gas (Stability and Fumes)

Suatu bahan peledak harus memiliki kemampuan untuk tidak berubah atau terdekomposisi dibawah kondisi normal selama penyimpanan. Kestabilan kimia berkaitan dengan waktu maksimum penyimpanan sehingga efek ledakan tidak berkurang. Faktor-faktor yang mempercepat ketidakstabilan kimia antara lain temperatur, kelembapan, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan, fasilitas gudang.

Fumes merupakan gas-gas yang diasilkan dari detonasi bahan peledak. Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkam smoke dan fumes. Smoke tidak berbahaya, terjadi apabila di dalam bahan peledak terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh hidrogen akan membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk karbon dioksida (CO2) dan nitrogen menjadi N2 bebas.

Sedangkan fumes berwarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yang terdiri dari karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen baik itu NO maupun NO2.

6. Ketahanan terhadap air (Water Resistance)

Ketahanan bahan peledak terhadap air merupakan kemampuan bahan peledak untuk mempertahankan fungsinya terhadap gangguan air dalam waktu tertentu dan masih dapat diledakkan dengan baik.

17 Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini sangat penting terutama sebagai parameter dalam pemilihan bahan peledak, dalam hubungannya dengan kondisi tempat kerja.

2.2.4 Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Beberapa contoh pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut :

Gambar 2. 6 Pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi Sumber: (Suwandi, 2009; 12)

18 Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhannya ke depan dan membentuk kotak.

2. Echelon Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya.

3. V Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk huruf V.

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda (delay time) pada sistem peledakan antara lain adalah:

1. Mengurangi overbreak dan batu terbang (flly rock) 2. Mengurangi getaran dan suara

3. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

4. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.

2.2.5 Peralatan Peledakan

Peralatan peledakan adalah perangkat pembantu peledakan yang nantinya dapat dipakai berulang kali. Peralatan peledakan terdiri dari:

1. Blasting machine, yaitu alat yang digunakan untuk memicu ledakan atau sebagai penimbul arus listrik pada pekerjaan peledakan serangkaian detonator elektrik.

19

Gambar 2. 7 Blasting Mchine Sumber: Dokumentasi Lapangan

2. Kabel listrik utama (lead wire), berfungsi sebagai penghubung rangkaian peledakan listrik dengan blasting machine.

Gambar 2. 8 Lead Wire Sumber: Dokumentasi Lapangan

3. Tongkat bambu, dipergunakan untuk mengukur panjang kolom stemming agar lebih akurat.

4. Radio komunikasi portable atau handy-talky (HT), yaitu alat yang digunakan untuk komunikasi dan pengawasan keamanan lokasi sekitar peledakan.

5. Blasting multimeter, digunakan untuk mengukur tahanan sebuah kawat detonator dan tahanan suatu sistem rangkaian peledakan listrik.

20 2.2.6 Perlengkapan Peledakan

Perlengkapan peledakan adalah material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk satu kali penyalaan saja. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari:

1. Detonator, adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer.

Gambar 2. 9 Detonator Elektrik Sumber: Dokumentasi Lapangan

2. Booster, adalah bahan peka detonator yang dimasukkan kedalam detonator kolom lubang ledak yang berfungsi sebagai penguat energi ledak. Booster merupakan pencampuran proses pelelehan Trinitrotolune (TNT) dengan Pentaerytrithol Tetranitrate (PETN) yang bekerja sebegai pemicu peledakan untu meledakan ANFO pada lubang tembak.

Gambar 2. 10 Booster Sumber: Dokumentasi Lapangan

21 3. Bahan Peledak, yaitu suatu bahan material yang tidak stabil secara kimia atau energikal, atau dapat menghasilkan pengembangan mendadak dari bahan tersebut diikuti dengan penghasilan panas dan perubahan besar pada tekanan.

Gambar 2. 11 Ammonium Nitrate Sumber: Dokumentasi Lapangan

4. Connecting Wire, yaitu kawat yang diperlukan untuk menyambung leg wire antar lubang.

Gambar 2. 12 Connecting wire Sumber: Dokumentasi Lapangan

5. Primer, merupakan istilah yang diberikan pada bahan peledak peka detonator, yaitu bahan peledak berbentuk tabung yang telah dipasangi dengan detonator.

2.2.7 Faktor Batuan

Salah satu data masukan untuk model Kuz-Ram adalah faktor batuan yang diperoleh dari indeks kemampuledakan atau Blastability Index (BI). Nilai BI dapat ditentukan menggunakan perhitungan Lilly

22 factor (A. Lilly 1986). Perhitungan dilakukan dengan memberi pembobotan pada kelima parameter yang diberikan oleh Lilly, yaitu:

Rock Mass Description (RMD), Joint Plane Spacing (JPS), Joint Plane Orientation (JPO), Specific Graity Influence (SGI), dan Mohs Hardness (H). Parameter-parameter tersebut kenyataannya sangat bervariasi.

Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : 1. RMD (Rock Mass Description)

RMD atau yang lebih dikenal dengan deskripsi massa batuan merupakan deskripsi batuan hasil peledakan yang ada dilapangan.

RMD atau yang lebih dikenal dengan deskripsi massa batuan merupakan deskripsi batuan hasil peledakan yang ada dilapangan.