• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.5 Peralatan Peledakan

Peralatan peledakan adalah perangkat pembantu peledakan yang nantinya dapat dipakai berulang kali. Peralatan peledakan terdiri dari:

1. Blasting machine, yaitu alat yang digunakan untuk memicu ledakan atau sebagai penimbul arus listrik pada pekerjaan peledakan serangkaian detonator elektrik.

19

Gambar 2. 7 Blasting Mchine Sumber: Dokumentasi Lapangan

2. Kabel listrik utama (lead wire), berfungsi sebagai penghubung rangkaian peledakan listrik dengan blasting machine.

Gambar 2. 8 Lead Wire Sumber: Dokumentasi Lapangan

3. Tongkat bambu, dipergunakan untuk mengukur panjang kolom stemming agar lebih akurat.

4. Radio komunikasi portable atau handy-talky (HT), yaitu alat yang digunakan untuk komunikasi dan pengawasan keamanan lokasi sekitar peledakan.

5. Blasting multimeter, digunakan untuk mengukur tahanan sebuah kawat detonator dan tahanan suatu sistem rangkaian peledakan listrik.

20 2.2.6 Perlengkapan Peledakan

Perlengkapan peledakan adalah material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk satu kali penyalaan saja. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari:

1. Detonator, adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer.

Gambar 2. 9 Detonator Elektrik Sumber: Dokumentasi Lapangan

2. Booster, adalah bahan peka detonator yang dimasukkan kedalam detonator kolom lubang ledak yang berfungsi sebagai penguat energi ledak. Booster merupakan pencampuran proses pelelehan Trinitrotolune (TNT) dengan Pentaerytrithol Tetranitrate (PETN) yang bekerja sebegai pemicu peledakan untu meledakan ANFO pada lubang tembak.

Gambar 2. 10 Booster Sumber: Dokumentasi Lapangan

21 3. Bahan Peledak, yaitu suatu bahan material yang tidak stabil secara kimia atau energikal, atau dapat menghasilkan pengembangan mendadak dari bahan tersebut diikuti dengan penghasilan panas dan perubahan besar pada tekanan.

Gambar 2. 11 Ammonium Nitrate Sumber: Dokumentasi Lapangan

4. Connecting Wire, yaitu kawat yang diperlukan untuk menyambung leg wire antar lubang.

Gambar 2. 12 Connecting wire Sumber: Dokumentasi Lapangan

5. Primer, merupakan istilah yang diberikan pada bahan peledak peka detonator, yaitu bahan peledak berbentuk tabung yang telah dipasangi dengan detonator.

2.2.7 Faktor Batuan

Salah satu data masukan untuk model Kuz-Ram adalah faktor batuan yang diperoleh dari indeks kemampuledakan atau Blastability Index (BI). Nilai BI dapat ditentukan menggunakan perhitungan Lilly

22 factor (A. Lilly 1986). Perhitungan dilakukan dengan memberi pembobotan pada kelima parameter yang diberikan oleh Lilly, yaitu:

Rock Mass Description (RMD), Joint Plane Spacing (JPS), Joint Plane Orientation (JPO), Specific Graity Influence (SGI), dan Mohs Hardness (H). Parameter-parameter tersebut kenyataannya sangat bervariasi.

Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : 1. RMD (Rock Mass Description)

RMD atau yang lebih dikenal dengan deskripsi massa batuan merupakan deskripsi batuan hasil peledakan yang ada dilapangan.

Nilai RMD didapat melalui pengamatan secara langsung di lapangan setelah berlangsungnya kegiatan peledakan, apakah batuan tersebut berbentuk bubuk-bubuk kecil, kotak-kotak, atau bongkahan.

2. JPS (Joint Plane Spacing)

Joint plane spacing atau spasi bidang kekar merupakan jarak tegak lurus antar dua bidang lemah yang berurutan. Semakin jauh jarak antar bidang lemah maka batuan dapat dikatakan memiliki perlapisan yang sangat tebal. Sedangkan bila jarak antar bidang lemah kecil maka batuan dapat dikatakan terdiri dari laminasi tipis (sedimentasi). Untuk mencari nilai spasi bidang kekar dengan mengukur dengan meteran berapa jarak antar kekar dengan kekar lainnya. Apakah jarak anar kekar itu dekat, sedang, ataupun lebar.

Untuk mendapatkan nilai ini perlu dilakukan perhitungan dengan mengetahui nilai dari frekuensi bidang lemah per meter (Ξ») menggunakan persamaan berikut.

𝐽𝑃𝑆 =

1

πœ†

( 2.1 )

Dengan Ξ» adalah frekuensi bidang lemah per meter.

3. JPO (Joint Plane Orientation)

Parameter penyusun untuk mendapatkan nilai joint plane orientation antara lain yaitu arah kekar, arah peledakan, dan arah bidang bebas. Untuk mendapatkan nilai orientasi bidang kekar

23 dilakukan pengamatan secara visual dilokasi penelitian apakah orientasi bidang lemah mengarah ke dalam jenjang, keluar jenjang horizontal, atau menjurus ke luar. Berikut merupakan ilustrasi pengelompokkan nilai joint plane orientation dapat dilihat pada Gambar 2.13 berikut:

Gambar 2. 13 Kategori orientasi bidang lemah

4. SGI (Specific Grafity Influence)

Specific grafity influence atau lebih dikenal dengan indeks bobot isi batuan. Untuk mencari nilai indeks bobot isi batuan dibutuhkan berat jenis batuan yang didapatkan dengan cara uji lab batuan, berat jenis batuan merupakan perbandingan antara nilai berat batuan asli dari lapangan dengan berat batuan asli dikurangi berat batuan dalam air, setelah mendapat nilai bobot isi batuan kemudian di masukkan kedalam persamaan sehingga di dapat lah nilai dari indeks bobot isi batuan. Penentuan nilai bobot isi batuan dapat dilihat pada persamaan berikut.

𝑆𝐺𝐼 = 25 Γ— 𝑆𝐺 βˆ’ 50 ( 2.2 ) Keterangan:

SG = Specific grafity batuan (gr/cm3) 5. Hardness (Kekerasan)

Hardness merupakan sifat mekanik batuan yang dibutuhkan untuk menentukan nilai faktor batuan. Kekerasan batuan dapat ditentukan berdasarkan nilai Unconfined Compressor Stress (UCS).

Untuk mendapatkan nilai UCS tersebut perlu dilakukan uji kuat tekan terhadap batuan hasil penelitian dilapangan.

24 Menurut Hariyanto, R dkk, nilai kuat tekan uniaksial dari percontoh batuan merupakan tegangan yang terjadi pada percontoh batuan pada saat percontoh tersebut mengalami keruntuhan (failure) akibat pembebanan. Untuk mengetahui nilai kekerasan batuan dapat diperoleh dari persamaan berikut :

𝑦 = 1,36 𝑙𝑛 π‘₯ βˆ’ 0,84 ( 2.3 ) Dengan keterangan sebagai berikut,

x = UCS batuan y = Kekerasan batuan

Berikut ini dapat dilihat klasifikasi pembobotan massa batuan untuk peledakan :

Tabel 2. 3 Pembobotan Massa Batuan untuk Peledakan Sumber : (Hustrulid, 1999;8 )

Parameter Pembobotan

1. Rock Mass Description (RMD) - Powdery /Friable

2. Joint Mass Description (JPS) - Close (spasi <0,1 m)

3. Joint Plane Orientation (JPO) - Horizontal

Hubungan antara kelima parameter tersebut terhadap blastability Index (BI) dapat dilihat pada persamaan berikut :

𝐡𝐼 = 0,5 (𝑅𝑀𝐷 + 𝐽𝑃𝑆 + 𝐽𝑃𝑂 + 𝑆𝐺𝐼 + 𝐻) ( 2.4 )

25 Persamaan yang memeberikan hubungan antara faktor batuan dengan indeks kemampuledakan suatu batuan menurut Lily (1986) adalah sebagai berikut :

𝐴 = 0,12 𝐡𝐼 ( 2.5 ) 2.2.8 Zero Oxygen Balance

Zero Oxygen Balance adalah keadaan dimana bahan peledak memiliki oksigen yang cukup untuk mengoksidasi sepenuhnya bahan bakar yang ada dengan tidak menyisakan oksigen berlebih untuk bereaksi dengan nitrogen (Clark, 1998,1987). Pada suatu proses peledakan akan terbentuk gas-gas akibat terjadinya reaksi kimiawi dari bahan peledak antara lain:

- Gas H2O, CO2, N2 disebut smoke (asap), gas yang dihasilkan tidak beracun.

- Gas CO, NO, NO2 disebut fumes, gas yang dihasilkan adalah gas yang sangat beracun.

Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Zero Oxygen Balance ; terjadi kesetimbangan reaksi kimiawi sehingga semua bahan bereaksi dan terbentuk smoke.

3NH4NO3 + CH2 β†’ 7H2O + CO2 + 3N2 ( 2.6 ) b. Deficient Oxygen Balance (Negative / Minus Oxygen Balance) ;

tidak terjadi keseimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi kekurangan oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.

2NH4NO3 + CH2 β†’ 5H2O +CO +N2 ( 2.7 ) c. Excessive Oxygen Balance (Positive / Surplus Oxygen Balance) ;

tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi kelebihan oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.

5NH4NO3 +CH4 β†’ 11H2O +CO2 +9N2 +2NO ( 2.8 )

26 Rumus sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan Oxygen Balance adalah sebagai berikut:

𝑂𝐡 = 𝑂0βˆ’ 2𝐢0βˆ’ 0.5𝐻0 ( 2.9 ) Dimana :

OB = Oxygen Balance (g-atom/kg) 𝐢0 = atom karbon (g-atom/kg) 𝐻0 = atom hidrogen (g-atom/kg) 𝑂0 = atom oksigen (g-atom/kg)

2.2.9 Energi Peledakan

Pada hakikatnya kekuatan suatu bahan peledak tergantung pada campuran kimiawi yang mampu menghasilkan energi panas ketika terjadi inisiasi. Energi panas maksimum yang dapat dihasilkan oleh bahan peledak khususnya ANFO adalah sebesar 3800 Joule/gr. untuk mengetahui energi panas yang dihasilkan pada setiap campuran bahan peledak yaitu dengan cara :

1. Setelah ditentukannya Oxygen Balance bahan peledak, selanjutnya dapat diseimbangkan persamaan dengan mengikuti 5 langkah yang dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 2. 4 Prioritas Reaksi Ledakan Sumber : (Council et al. 2004) Priority Reaction (to completion)

1 Metal + O β†’ Metallic Oxide (ex: ZnO or PbO) 2 C + O β†’ CO(gas)

3 2H + O β†’ H2O(gas)

4 CO + O β†’ CO2(gas)

(The CO comes from reaction (2)) 5 Excess O, H & O β†’ O2, N2, & H2 (gases)

2. Dengan persamaan reaksi yang seimbang, dapat dihitung panas ledakan untuk jumlah mol bahan peledak menggunakan kalor molar standar (entalpi) pembentukan yaitu sebagai berikut:

27 𝑄 = βˆ‘[βˆ†π»Β°π‘“(𝑒π‘₯π‘π‘™π‘œπ‘ π‘–π‘£π‘’ π‘π‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘’π‘π‘‘π‘ )] βˆ’ [βˆ†π»Β°π‘“(𝑒π‘₯π‘π‘™π‘œπ‘ π‘–π‘£π‘’ π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘π‘‘π‘Žπ‘›π‘ )] ( 2.10 ) Nilai entalpi pembentukan untuk sejumlah bahan peledak dan produk, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 5 Entalpi pembentukan standar

Zat Berat (mol) βˆ†HΒ°f (kJ/mol)

Dalam memperkirakan fragmen batuan hasil peledakan dapat digunakan salah satunya yang paling umum adalah model Kuz-Ram merupakan gabungan dari 2 (dua) persamaan, yaitu persamaan Kuznetsov untuk menentukan ukuran fragmen rata-rata, dan persamaan Rossin-Rammler untuk menentukan presentase material yang tertahan di ayakan dengan ukuran tertentu. Perhitungan fragmentasi hasil peledakan berdasarkan rumusan Kuz-Ram meliputi perhitungan ukuran rata-rata fragmentasi batuan (𝑋̅), perhitungan indeks keseragaman (n), perhitungan karakteristik batuan (Xc) dan perhitungan distribusi ukuran.

a. Perhitungan ukuran rata-rata fragmentasi batuan 𝑋̅ = 𝐴 (𝑉

𝑄)0.8Γ— 𝑄0.17Γ— ( 𝐸

115)βˆ’0.63 ( 2.11 ) Keterangan :

𝑋̅ = Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm) A = Faktor batuan

V = Volume batuan yang terbongkar (m3) Q = Berat bahan peledak (kg)

E = Relative weight strength bahan peledak (ANFO=100)

28 Dimana relative weight strength bahan peledak ditentukan berdasarkan nilai energi peledakan yang dihasilkan pada bahan peledak itu sendiri. Nilai relative weight strength bahan peledak didapatkan dengan rumus sebagai berikut:

π‘…π‘Šπ‘†β„Žπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘˜ =π΄π‘Šπ‘†β„Žπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘˜

π΄π‘Šπ‘†π΄π‘πΉπ‘‚ ( 2.12 ) Keterangan :

AWShandak = absolute weight strength bahan peledak (kJ/kg) AWSANFO = absolute weight strength ANFO (3800 kJ/kg)

b. Perhitungan indeks keseragaman

Indeks keseragaman dapat dihitung menggunakan rumus:

𝑛 = (2,2 βˆ’ 14 𝐡

𝐷𝑒) Γ— (1

2+ 𝑆

2𝐡)0,5Γ— (1 βˆ’π‘Š

𝐡) Γ— (𝑃𝐢

𝐻) ( 2.13 ) Keterangan:

De = Diameter bahan peledak atau lubang ledak (mm) B = Burden (m)

W = Standar deviasi pemboran S = Spasi (m)

H = Tinggi jenjang (m)

PC = Panjang isian bahan peledak (m)

a. Perhitungan karakteristik batuan

Karakteristik batuan dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini:

𝑋𝑐 = 𝑋̅

(0,693)1/𝑛 ( 2.14 ) Keterangan:

𝑋𝑐 = Ukuran karakteristik (cm)

𝑋̅ = Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm)

29 n = Indeks keseragaman

b. Perhitungan distribusi ukuran fragmentasi peledakan

Distribusi ukuran fragmentasi peledakan dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini.

𝑅 = π‘’βˆ’(𝑋 𝑋⁄ 𝑐)

𝑛

Γ— 100% ( 2.15 ) Keterangan:

R = Presentase tertahan (%) X = Ukuran yang ditentukan (cm) Xc = Ukuran karakteristik batuan (cm) n = Indeks keseragaman

2.2.7 Geometri Peledakan Menurut R.L. Ash

Dalam perhitungan geometri peledakan terdapat beberapa parameter yang akan dihitung, yaitu :

1. Burden (B)

Burden adalah jarak dari lubang ledak terluar menuju free face.

Perhitungan burden berdasarkan diameter lubang ledak (De) dengan mempertimbangkan konstanta burden (Kb). Konstanta burden dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi batuan serta bahan peledak yang digunakan, apabila peledakan dilakukan pada kondisi batuan standar (densitas = 160 lb/cuft) serta menggunakan bahan peledak standar (SG = 1,2 dan VOD = 12000 fps) maka Kb standarnya adalah 30. Apabila batuan dan bahan peledak tidak standar maka perlu memperhitungkan faktor korekssi untuk bahan peledak (AF1) dan faktor koreksi untuk batuan (AF2) dengan menggunakan rumus:

𝐴𝐹1 = βˆšπΈπ‘›π‘’π‘Ÿπ‘”π‘– π‘π‘œπ‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘Žπ‘™ π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘π‘’π‘™π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘– πΈπ‘›π‘’π‘Ÿπ‘”π‘– π‘π‘œπ‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘Žπ‘™ π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘π‘’π‘™π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ

3 ( 2.16 )

πΈπ‘›π‘’π‘Ÿπ‘”π‘– π‘π‘œπ‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘Žπ‘™ = 𝑆𝐺 β„Žπ‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘˜ Γ— 𝑉𝑂𝐷2 πΈπ‘›π‘’π‘Ÿπ‘”π‘– π‘π‘œπ‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘Žπ‘™ π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ = 1,2 Γ— 120002

30

𝐴𝐹2 = √ π·π‘’π‘›π‘ π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘π‘Žπ‘‘π‘’π‘Žπ‘› π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ

π·π‘’π‘›π‘ π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘π‘Žπ‘‘π‘’π‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘‘π‘–π‘™π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜π‘˜π‘Žπ‘›

3

( 2.17 )

π·π‘’π‘›π‘ π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘π‘Žπ‘‘π‘’π‘Žπ‘› π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ = 160 𝑙𝑏 𝑐𝑒𝑓𝑑 𝐾𝑏 = 𝐾𝑏𝑠𝑑𝑑× 𝐴𝐹1Γ— 𝐴𝐹2

Dimana :

Kb = konstanta burden

Kbstd = konstanta burden standar

Kemudian perhitungan burden dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

π΅π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘› (𝐡) = 𝐾𝑏×𝐷𝑒

12 ( 2.18 ) Dimana :

De = Diameter lubang ledak (inch)

2. Spasi (S)

Spasi adalah jarak antar lubang ledak pada baris yang sama dan arahnya sejajar dengan bidang bebas, spasi dapat didapatkan dengan melihat konstanta spasi (Ks)

π‘†π‘π‘Žπ‘ π‘– (𝑆) = 𝐾𝑠 Γ— 𝐡 ( 2.19 ) 𝐾𝑠 = 1,0 ~ 2,0

Spasi yang terlalu dekat akan mengakibatkan batuan hasil peledakan akan hancur dan apabila terlalu besar akan mengakibatkan terdapatnya bongkahan batuan (boulder), sehingga diperlukan pengamatan terhadap rekahan-rekahan pada area peledakan tersebut. Pedoman yang digunakan adalah:

1. Bila orientasi antar rekahan hampir tegak lurus, sebaiknya menggunakan nilai S = 1,41 B

2. Bila orientasi antar rekahan mendekati 60Β°, sebaiknya menggunakan nilai S = 1,15 B dan menerapkan interval waktu long-delay.

31 3. Stemming (T)

Stemming merupakan panjang isian lubang ledak yang tidak diisi oleh bahan peledak tetapi diisi oleh material penutup (cutting) dari hasil pemboran maupun tanah lainnya yang fungsinya adalah meningkatkan tekanan dari gas hasil peledakan agar energi yang terlepas tidak terbuang sia-sia sehingga peledakan dapat optimal, serta untuk mengendalikan kemungkinan flyrock dan airblast.

Rumus yang digunakan untuk menghitung panjang stemming adalah π‘†π‘‘π‘’π‘šπ‘šπ‘–π‘›π‘” (𝑇) = 𝐾𝑑× 𝐡 ( 2.20 ) Untuk menghitung panjang stemming maka perlu menentukan konstanta stemming (Kt) yang biasanya bernilai antara 0,7 – 1,0.

4. Subdrilling (J)

Subdrilling merupakan tambahan panjang dari keseluruhan lubang ledak pada bagian bawah lantai jenjang yang bertujuan agar bentuk jenjang hasil peledakan pada bagian bawah diharapkan akan rata. Panjang subdrilling diperoleh dengan menentukan nilai konstanta subdrilling (Kj) yang berkisar antara 0,2 – 0,4.

Perhitungan subdrilling adalah sebagai berikut :

π‘†π‘’π‘π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘™π‘™π‘–π‘›π‘” (𝐽) = 𝐾𝑗× 𝐡 ( 2.21 ) 5. Tinggi jenjang (H)

Tinggi jenjang adalah keseluruhan jenjang yang dibentuk dengan menambahkan panjang kolom stemming (T) dan panjang kolom isian bahan peledak (L). Tinggi jenjang dapat diperoleh dari konstanta tinggi jenjang (Kh) yang nilainya berkisar anatara 1,5 – 4,0 disesuaikan dengan tingkat produksi dan pertimbangan geoteknik.

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π‘—π‘’π‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” (𝐻) = πΎβ„ŽΓ— 𝐡 ( 2.22 )

6. Panjang kolom isian (PC)

Panjang kolom isian adalah panjang kolom dari lubang ledak yang terisi oleh bahan peledak. Didapatkan dengan cara

32 pengurangan dari kedalaman lubang ledak dengan panjang stemming, dengan rumus sebagai berikut:

π‘ƒπ‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘˜π‘œπ‘™π‘œπ‘š π‘–π‘ π‘–π‘Žπ‘› (𝑃𝐢) = 𝐿 βˆ’ 𝑇 ( 2.23 ) 2.2.8 Geometri Peledakan Menurut C.J. Konya

Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang diinginkan maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaran-besaran geometri peledakan. Berikut penjelasan mengenai perhitungan geometri peledakan menurut C.J.Konya (1990) :

Gambar 2. 14 Geometri Peledakan Jenjang Sumber: (Suwandi, 2009; 12)

Terminologi dan simbol yang digunakan pada geometri peledakan seperti terlihat pada gambar diatas yang artinya sebagai berikut:

1. Burden (B)

Burden adalah jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan bidang bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan terjadi.

a. Burden terlalu kecil, material terlalu hancur dan tergeser dari dinding jenjang serta kemungkinan terjadinya batu terbang sangat besar.

33 b. Burden terlalu besar, fragmentasi kurang baik (gelombang tekan yang mencapai bidang batas menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah di bawah kuat tarik batuan). Besarnya burden tergantung dari karakteristik batuan peledak dan diameter lubang ledak.

𝐡 = 3,15 Γ— 𝑑𝑒× √(πœŒπœŒπ‘’

π‘Ÿ)

3 ( 2.24 ) Dimana :

B = burden

de = diameter bahan peledak (inch) ρe = berat jenis bahan peledak, dan ρr = berat jenis batuan

2. Spasi (S)

Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar dengan bidang bebas.

a. Spasi terlalu besar, fragmentasi tidak baik, dinding akhir yang ditinggalkan relative tidak rata.

b. Spasi terlalu kecil, tekanan sekitar stemming yang lebih besar dan mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer diikuti dengan suara bising (noise).

Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan sebagai berikut:

Tabel 2. 6 Penentuan Spasi Geometri Peledakan Menurut C.J.Konya Sumber : (Suwandi, 2009;26)

Sistem Penyalaan H/B<4 H/B>4

Serentak 𝑆 =𝐻 + 2𝐡

3

𝑆 = 2𝐡

Tunda 𝑆 =𝐻 + 7𝐡

8

𝑆 = 1,4 𝐡

34 3. Subdrilling (J)

Subdrillling merupakan tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah rencana lantai jenjang. Subdrilling berfungsi supaya batuan dapat meledak secara β€œfull face” sebagaimana yang diharapkan. Lantai yang tidak rata disebabkan oleh tonjolan-tonjolan yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan waktu pemuatan dan pengangkutan. Tingginya subdrilling tergantung dari struktur dan jenis batuan dan arah lubang bor. Pada lubang bor yang miring, subdrilling lebih kecil.

π‘†π‘’π‘π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘™π‘™π‘–π‘›π‘” (𝐽) = 0,3 𝐡 ( 2.25 ) 4. Stemming (T)

Stemming, disebut juga β€œcollar”. Stemming berfungsi untuk mengurung gas yang timbul dan mendapatkan stress balance, maka stemming ditentukan berdasarkan:

a. Batuan massif, T = B b. Batuan berlapis, T = 0,7 B

5. Diameter lubang ledak dan tinggi jenjang

Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan dua aspek, yaitu :

1. Efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah; dan

2. Biaya pengeboran.

Tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang dinamakan Stifness Ratio yang bervariasi memberikan respon berbeda terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah yang hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana dengan menerapkan β€œAturan Lima (Rule of Five)”,

35 yaitu ketinggian jenjang (dalam feet) β€œLima” kali diameter lubang ledaknya (dalam inch).

Tabel 2. 7 Potensi yang Terjadi Akibat Variasi Stiffness Ratio Sumber : (Konya, 1990; 127)

Stiffness

Ratio Fragmentasi Ledakan udara

2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan, rancang ulang

2.2.9 Penggunaan software Split Desktop 2.0

Program Split Desktop merupakan program yang berfungsi untuk menganalisa ukuran fragmentasi batuan. Split Desktop adalah program penganalisaan gambar yang dikembangkan oleh Universitas Arizona, Amerika Serikat. Pada penelitian ini, program Split Desktop digunakan untuk membantu menganalisis gambar fragmen material hasil peledakan, hasilnya berupa grafik presentase lolos material dan ukuran fragmen rata-rata yang dihasilkan dalam suatu peledakan.

Kelebihan program Split Desktop adalah sebagai berikut:

1. Dapat membaca file gambar dengan format : TIF, JPEG atau Windows BMP.

2. Mengambil gambar dari video (video capture) dengan Scion Framegrabber,

3. Digital video capture dengan IEEE 1394 (fireware),

36 4. Kelebihan prosesing gambar standar (scaling, filtering, dan

sebagainya),

5. Peralatan edit gambar,

6. Digitasi automatik partikel batuan, 7. Identifikasi automatik partikel halus,

8. Menggunakan ukuran ayakan yang bisa disesuaikan (standar ISO, US, UK),

9. Hasil berupa grafik distribusi ukuran butir yang bisa disesuaikan 10. Basis pelaporan dalam HTML dan Text,

11. Menggnakan perhitungan algoritma untuk menggabung dua gambar yang berbeda skala,

12. Kalkulasi automatik parameter dengan pendekatan metode distribusi Rosiin-rammler atau Schumann.

Split Desktop merupakan program analisis gambar untuk menentukan distribusi ukuran dari fragmen batuan pada proses penghancuran yang terjadi pada proses penambangan. Program Split Desktop dijalankan oleh engineer tambang atau teknisi di lokasi tambang dengan mengambil input data berupa foto digital fragmentasi.

2.3 Implementasi Ayat Al-Qur’an

Ayat Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia dalam menjalani kehidupan. Setiap ayat yang tertuang dalam Al-Qur’an memberikan pesan tersendiri kepada setiap manusia dalam bertindak. Salah satu ayat yang menjelaskan mengenai pencapaian target fragmentasi dari kegiatan peledakan adalah sebagai berikut:

Q.S Al-Hijr Ayat 19;

ِ لُك أنِم Ψ§ΩŽΩ‡ΩŠΩΩ Ψ§ΩŽΩ†Ψ£ Ψͺَ Ψ¨Ψ£ Ω†ΩŽΨ£ΩŽΩˆ َيِساَوَر Ψ§ΩŽΩ‡ΩŠΩΩ Ψ§ΩŽΩ†Ψ£ ΩŠΩŽΩ‚Ψ£Ω„ΩŽΨ£ΩŽΩˆ Ψ§ΩŽΩ‡ΩŽΩ†ΩŽΨ£Ψ―ΩŽΨ―ΩŽΩ… ΩŽΨΆΨ£Ψ±ΩŽΨ£Ω„Ω’Ψ§ΩŽΩˆ

ΩΩ†ΩˆΩΨ²Ψ£ΩˆΩŽΩ… ٍؑأيَش

37 Artinya :

β€œDan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut kalian.”

Dalam Tafsir Ibnu Katsir jilid 5 dijelaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu menurut kadarnya. Alam membentang dengan luas dan datar, gunung, lembah, tanah, pasir, berbagai tumbuhan dan buh-buahan yang sesuai. Ulama Ibnu β€˜Abbas mengatakan β€˜mauzun’ (dalam ayat tersebut) ditafsirkan segala sesuatu diciptakan dengan ukuran tertentu dan sudah diketahui (kadar kebutuhannya). Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Abu Malik, Qotadah dan ulama lainnya mengatakan β€˜mauzun’ artinya ditentuka kadarnya (Ghoffar, Mu’thi, 2003). Lebih jauh ayat tersebut jelas mengatakan bahwa alam telah diciptakan unuk memenuhi kebutuhan manusia dengan standar atau ukuran tertentu. Konsep ini sesungguhnya sesuai dengan penelitian ini, dikarenakan pada proses peledakan harus dilaksanakan secara efisien agar hasil batuan yang dihasilkan bisa sesuai dengan ukurannya.

38 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Site Rumpin PT. Lotus SG Lestari yang terletak di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020 sampai dengan bulan Januari 2021, dengan rincian waktu sebagai berikut:

Tabel 3. 1 Rincian Waktu Kegiatan

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitan dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik (Nur dan Bambang, 1999:12).

Metode penelitian dilakukan dengan memberikan rekomendasi geometri peledakan berdasarkan teori R.L. Ash dan C.J. Konya dan dilakukan penerapan dari salah satu rancangan geometri peledakan tersebut di lapangan sehingga didapatkan rancangan geometri peledakan optimum dan dapat diterapkan bagi perusahaan kedepannya.

No. Jenis Kegiatan

Minggu Ke-

Desember Januari

1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Literatur 2. Orientasi Lapangan 3. Pengambilan Data

4. Pengolahan dan Analisis Data 5. Penyusunan Laporan

6. Evaluasi dan Pengumpulan Laporan

39 3.3 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari lapangan sehingga dapat diperoleh data yang objektif. Adapun urutan pengambilan datanya meliputi observasi lapangan dan pengambilan data secara langsung. Data yang diperoleh akan disesuaikan dengan data yang akan dibutuhkan nantinya pada saat pengolahan data. Adapun data tersebut, yaitu:

- Geometri peledakan (Burden, Spacing, Kedalaman lubang ledak, Stemming, dan Charge Length)

- Penggunaan perlengkapan dan peralatan peledakan - Fragmentasi hasil peledakan

- Digging time excavator 2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh tanpa melakukan pengamatan langsung di lapangan atau secara garis besar merupakan data yang sebelumnya sudah dikumpulkan oleh PT. Lotus SG Lestari dan dapat digunakan untuk kajian lain. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diberikan PT. Lotus SG Lestari, referensi dari internet dan jurnal serta laporan terkait. Adapaun data sekunder yang digunakan meliputi:

- Metode peledakan

- Kondisi geologi lokasi penelitian - Data UCS dan densitas batuan

- Biaya pemboran, peledakan dan pemuatan 3.4 Teknik Pengambilan Data

Prosedur pengambilan data dalam proses penelitian ini yaitu sebagai berikut : a. Pengamatan dan Pengukuran Geometri Aktual Lapangan

40 Pengambilan data geometri aktual peledakan terdiri dari jarak burden, spacing, stemming, kedalaman lubang bor dan tinggi jenjang, diukur dengan alat berupa meteran dengan ukuran sepanjang 50 m, kemudian hasil dari pengukuran tersebut dicatat ke dalam buku catatan menggunakan pulpen. Untuk memperoleh data geometri aktual peledakan dapat dilakukan seperti langkah berikut:

1. Menyiapkan meteran dan buku catatan.

2. Bentangkan meteran dari lubang ke lubang untuk mendapatkan ukuran burden dan spacing. Untuk pengukuran burden, dilakukan dengan cara menarik meteran tegak lurus dengan arah free face. Untuk pengukuran spacing, dilakukan dengan cara mengukur jarak diantara lubang tembak dalam baris (row) yang sama, sejajar dengan free face.

3. Pengukuran kedalaman lubang bor diperleh dengan cara memasukkan meteran yang ujungnya telah diikat dengan batu kedalam lubang ledak.

4. Pengukuran stemming diambil ketika lubang bor pada lokasi yang akan diledakkan sudah diisi dengan bahan peledak.

5. Pengukuran tinggi jenjang dilakukan dengan menggunakan meteran yang ujungnya telah diikat dengan batu, kemudian meteran tersebut diulurkan dari crest (atas jenjang) menuju toe (kaki jenjang) lokasi peledakan.

b. Pengamatan Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan

Untuk dapat mengetahui fragmentasi batuan hasil kegiatan peledakan, pengambilan gambar dari batuan hasil peledakan perlu dilakukan untuk membantu mengetahui fragmentasi batuan hasil peledakan. Pengambilan gambar fragmentasi hasil peledakan pada penelitian ini menggunakan bantuan kamera handphone. Pengambilan gambar dilapangan sangat berpengaruh pada proses perhitungan.

c. Pengamatan digging time alat muat

Pengamatan waktu digging alat muat pada lokasi yang telah diledakkan bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu penggalian terhadap fragmentasi batuan hasil peledakan. Waktu digging alat muat

41 dapat diketahui dengan cara menekan tombol start pada stopwatch saat

41 dapat diketahui dengan cara menekan tombol start pada stopwatch saat