• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat penelitian

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir alamiah, sistematis berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapakan mampu menjadi masukan bagi instansi yang terkait sehingga dapat memberikan pengawasan dan pelayanan publik dalam bidang administrasi.

3. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik langsung bagi kepustakaan Program Studi Ilmu Administrasi Publik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi

2.1.1 Pengertian Koordinasi

Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi merupakan kegiatan untuk mengimbangi dan menggerakan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan ini dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi

diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling

memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu. Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja Ndraha (2003:290)

Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para

bawahaan dalam mencapai tujuan organisasi Hasibuan (2011:85). Secara artian kegiatan koordinasi itu melakukan pengarahaan, integrasi terhadap unsur-unsur dalam manajemen demi mencapai sebuah tujuan.

(White dalam Kencana, 2011:33) :

“Koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerrakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok, sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil”

Koordinasi diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. (Djamin dalam Hasibuan 2011:86).

Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.

Harold Koontz & Cyyril O’Donnell (1989:121) Koordinasi adalah pencapaian keselarasan usaha individu dalam usaha mencapai tujuan serta sasaran kelompok.

Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling berhubungan karena koordinasi hanya dapat tercapai sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk administrasi yang membantu tercapainya koordinasi. Oleh karena itu dikatakan bahwa hasil akhir daripada komunikasi (hubungan kerja) adalah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien).

Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa kordinasi adalah proses kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen, fungsi dan kepentingan antar pemerintah yang diperintah, sehingga disatu sisi semua kegiatan dikedua belah pihak terarah pada tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan disisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.

2.1.2 Bentuk Koordinasi

Koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan dan aktivitas dalam suatu perusahaan atau antar organisasi agar mempunyai keselarasan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki organisasi. Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber daya dalam mencapai suatu tujuan. Koordinasi diidentifikasikan melalui ada tidaknya jenis dan hubungan antar unit kerja dalam lingkungan pemerintahan. Kencana (2011:35), bentuk Koordinasi adalah :

a. Koordinasi Horizontal

Koordinasi Horizontal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron antar lembaga lembaga yang sederajat misalnya antar Muspika Kecamatan (Camat, Kapolsek, Danramil), antar Muspida Kabupaten (Bupati, Danramil, Kapolres), dan Muspida Provinsi (Gubernur, Pangdam, Kapolda).

b. Koordinasi Vertikal

Koordinasi Vertikal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron dari lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembaga lembaga lain yang derajatnya lebih rendah. Misalnya antar Kepala Unit suatu Instansi kepada Kepala Sub Unit lain diluar mereka, Kepala Bagian (Kabag), suatu Instansi Kepada Kepala Sub Bagian (Kasubag) lain diluar bagian mereka, Kepala Biro suatu Instansi kepada Kepala Sub Biro lain di luar biro mereka.

c. Koordinasi Fungsional Koordinasi Fungsional adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron antar lembaga lembaga yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan misalnya antar sesama para kepala bagian hubungan masyarakat.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa bentuk koordinasi terdiri dari koordinasi horizontal, koordinasi vertikal, koordinasi fungsional yang menyelaraskan kerjsama yang harmonis antara lembaga yang sederajat yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan.

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk mencapai atau melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2011:86), tipe koordinasi yaitu :

a. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya atasan mengkoordinasikan semua anggota yang ada dibawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sangsi kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi horisontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat. Koordinasi horisontal ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu :

a. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan–tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern ataupun secara ekstern pada unit yang sama tugasnya.

b. Interrelated adalah koordinasi antar badan atau unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergatung atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf, koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sangsi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

Dari penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa koordinasi merupakan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dalam penyatuan dan pengarahan dalam

tingkat organisasi. Serta memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit di atur.

Ndraha (2003) bentuk Koordinasi adalah :

a. Koordinasi waktu. Koordinasi waktu atau sinkronisasi merupakan proses untuk menentukan, mana kegiatan yang dapat berjalan serentak dan mana yang harus berurutan; jika berurutan, bagaimana urut-uratanya. Koordinasi ini dilakukan terhadap kegiatan antar unit kerja yang berhubungan dependen, kausal, dan sebangsanya.

b. Koordinasi ruang. Koordinasi ruang dapat disebut juga koordinasi wilayah. Koordinasi ini ditempuh jika suatu kegiatan melalui berbagai daerah kerja.

c. Koordinasi interenstitusional, yaitu koordinasi antar berbagai unit kerja yang berkepentingan atas suatu projek serba guna atau produk-bersama tertentu.

d. Koordinasi fungsional, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh unit kerja yang satu terhadap unit kerja yang lain yang kegiatannya secara objektif berhubungan fungsional

e. Koordinasi struktural, yaitu koordinasi antarunit kerja yang berada di bawah struktur tertentu, tanpa melalui superordinasi. Koordinasi seperti ini murni kehendak berkoordinasi unit kerja yang satu dengan unit kerja yang lain secara sukarela.

f. Koordinasi perencanaan, oleh James G. March dan Herbert A. Simon (1958) disebut coordination by plan, guna mengantisipasi terjadinya gejala kehancuran keberhasilan unit kerja yang satu oleh keberhasilan unit kerja yang lain. Koordinasi ini berlangsung antarunit kerja yang berhubungan interdependen dan independen.

g. Koordinasi masukan-balik, oleh March dan Simon disebut coordination by feedback, yaitu koordinasi hasil kontrol terhadap setiap kegiatan unit kerja, agar dapat dilakukan adjustment, improvement, koreksi, dan sebagainya.

Dari penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa bentuk koordinasi dilakukan oleh unit kerja yang satu terhadap unit kerja lainnya secara sekarela yang berhubungan interdependen dan independen.

2.1.3 Ciri-Ciri Koordinasi

Koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi

sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Handayaningrat (1989:118) menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab daripada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.

b. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.

c. Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process).

Artinya suatu proses yang berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

d. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan didalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang berkejasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

e. Konsep kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan daripada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam sebagai kelompok dimana mereka bekerjasama.

f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa koordinasi memiliki ciri-ciri yaitu suatu proses dalam melakukan kerjasama yang merupakan konsep kesatuan tindakan yang dilakukan secara teratur dan tanggung jawab terletak pada pimpinan.

2.1.4 Hakikat Koordinasi

Koordinasi proses penyepakatan bersama yang mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa, sehingga disisi yang satu semua kegiatan atau unsur tersebut terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Sisi lain keberhasilan kegiatan yang satu tidak merusak keberhasilan

kegiatan yang lain. Handayaningrat (1989:118-119) pada hakikatnya koordinasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

b. Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, dimana setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi.

c. Koordinasi juga akibat adanya rentang/jenjang pengendalian, dimana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

d. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

e. Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk organisasi ini ialah masalah koordinasi.

f. Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa koordinasi adalah hasil akhir daripada hubungan kerja (komunikasi).

g. Pada hakikatnya koordinasi adalah perwujudan daripada kerjasama, saling bantu membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap satuan kerja (unit) dalam melakukan kegiatannya, tergantung atas bantuan dari satuan kerja (unit) lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau interpedensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa hakikat koordinasi adalah perwujudan dari sebuah kerjasama, saling menghargai atau menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab karena adanya prinsip pembagian membagi tugas, fungsionalisasi dan akibat adanya rentang atau jenjang pengendalian, dimana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

2.1.5 Fungsi Koordinasi

Kegiatan yang dikerjakan oleh banyak pihak dari satu organisasi yang sederajat dan untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan kesepakatan masing-masing pihak agar tidak terjadi kesalahan dalam bekerja baik mengganggu pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Handayaningrat (1989:119-121) menjelaskan fungsi koordinasi adalah sebagai berikut :

a. Sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan. Dengan kata lain koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan.

b. Untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan yang timbul antara sesama komponen organisasi dan mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama di antara komponen-komponen tersebut.

c. Sebagai usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan yang mengandung makna adanya keterpaduan (integrasi) yang dilakukan secara serasi dan simultan/singkronisasi dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Hal itu sesuai dengan prinsip koordinasi, integrasi, dan singkronisasi.

d. Sebagai faktor dominan dalam kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat tertentu dan ditentukan oleh kualitas usaha koordinasi yang dijalankan. Peningkatan kualitas koordinasi merupakan usaha yang perlu dilakukan secara terus menerus karena tidak hanya masalah teknis semata tetapi tergantung dari sikap, tindakan, dan langkah dari pemegang fungsi organik dari pimpinan

e. Untuk melahirkan jaringan hubungan kerja atau komunikasi. Jaringan hubungan kerja tersebut berbentuk saluran hubungan kerja yangmembutuhkan berbagai pusat pengambilan keputusan dalam organisasi. Hubungan kerja ini perlu dipelihara agar terhindar dari berbagai rintangan yang akan membawa organisasi ke situasi yang tidak berfungsi sehingga tidak berjalan secara efektif dan efisien.

f. Sebagai usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana. Dalam organisasi yang besar dan kompleks, pertumbuhan organisasi akan menyembabkan penambahan beban kerja, penambahan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dan penambahan jabatan yang perlu dikoordinasikan.

g. Untuk penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas.

Karena timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa fungsi koordinasi adalah usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana, penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas, melahirkan jaringan hubungan kerja/komunikasi atau dapat dikatakan sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi.

2.1.6. Tujuan Koordinasi

Koordinasi ialah kemampuan yang dilakukan sebuah organisasi untuk saling berkerja sama dalam mencapai tujuan dan hal tersebut pun memiliki tujuan-tujuan seperti demi menciptakan efektifitas suatu organisasi secara maksimal yaitu agar dalam satu organisasi mempunyai keberhasilan dalam mencapai semua tujuan secara tepat dan benar kemudian koordinasi mempunyai tujuan yaitu menyatukan pihak luar dan pihak dalam untuk selalu selaras dalam melakukan proses kegiatan sehingga tidak merusak satu organisasi hal tersebut merupakan salah satu kunci pokok dalam mencapai tujuan bersama dan yang terakhir koordinasi bertujuan untuk menstabilkan efisiensi dalam satu organisasi. Tujuan Koordinasi menurut Taliziduhu Ndraha (2003:295), yaitu :

1. Menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan, dan kesinambungan, antar berbagai dependen suatu organisasi.

2. Mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tinginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan-kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan.

3. Menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif-antisipatif di kalangan unit kerja interdependen dan independen yang berbeda-beda, agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak rusak oleh keberhasilan unit kerja yang lain, melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa tujuan organisasi menciptakan sebuah aktivitas, mencegah konflik dan menciptakan efesiensi dalam setiap kegiatan organiasi. Sehingga kebutuhan dalam organisasi dapat terpenuhi demi kepentingan organisasi.

2.1.7. Unsur-Unsur Koordinasi

koordinasi ialah proses dimana masing-masing pihak menyelaraskan menyeimbangkan dan berkomunikasi secara baik dan benar dengan batasan waktu untuk mencapai tujuan bersama dan keberhasilan masing-masing pihak menentukan hasil akhirnya.Unsur-unsur Koordinasi menurut Kencana (2002:168) adalah sebagai berikut :

a. Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi b. Sinkronisasi, yaitu kegiatan koordinasi berjalan secara serentak dan

berurutan

c. Kepentingan bersama, yaitu koordinasi merupakan pandangan menyeluruh dalam mencapai sasaran bersama

d. Tujuan bersama, yaitu koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama

Dari penjekasan di atas unsur-unsur koordinasi terdapat pengaturan waktu secara serentak dan berurutan yang mencapai sasaran bersama dengan tujuan yang di tetapkan

Harold Koontz dan Cyrill O’Donel (1989 : 124) pada pelaksanaan koordinasi ada beberapa kategori-kategori yang digunakan untuk mencapai sasaran dalam koordinasi secara optimal diantaranya :

1. Rencana Kerja

Pelaksanaan koordinasi yang paling utama adalah rencana kerja yang disusun dimana dalam rencana kerja telah digambarkan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya koordinasi dan siapa yang menjadi sasaran dalam kegiatan.

rencanaan kerja yang akan dikoordinasikan diperlukan adanya penjabaran mengenai sasaran yang dikoordinasikan.

2. Pertemuan atau Rapat

Agar terjadinya sinkronisasi atau keselarasan dari pihak-pihak yang dikoordinir maka peranan dari pada pertemuan atau rapat dapat menunjang kelancaran tugas untuk menyatu padukan kegiatan yang sudah diprogramkan, pertemuan atau rapat bertujuan untuk melakukan evaluasi pada pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat terlihat adanya penyimpangan-penyimpangan program.

3. Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan koordinasi merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam kerjasama. komunikasi adalah pemberian informasi kepada orang lain dengan harapan orang yang menerima informasi dapat memahami dan melaksanakan informasi yang disampaikan.

4. Pembagian kerja

Tumpang tindihnya pekerjaan yang dilakukan oleh suatu unit organisasi atau kelompok dalam melaksanakan program yang dilakukan oleh suatu organisasi adanya unsur pembagian kerja yang tidak jelas atau adanya ketidak pahaman antara pelaksana program yang menyebabkan pencapaian hasil kerja belum dapat optimal sesuai rencana kerja.

Sasaran dan tindakan dalam Koordinasi dapat dilihat berdasarkan Rencana Kerja, Pertemuan atau rapat, Komunikasi, dan Pembagian Kerja. Yang dapat menunjang terjalinnya Koordinasi yang baik. Kategori-kategori yang diungkapkan oleh Harold Koontz dan Cyrill O’Donel merupakan teori yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini.

2.2 State Auxilliary Bodies,

State Auxilliary Bodies (SAB) yang apabila diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia berarti institusi negara penunjang. Lembaga negara pembantu, lembaga negara penunjang, lembaga negara melayani, lembaga negara indepeden dan lembaga negara mandiri. Pembentukan lembaga tersebut dikarenakan adanya

tujuan yang ingin dicapai dalam sutu negara dinilai tidak dapat dicapai hanya dengan lembaga utama saja (Main State Organ). Maka, dibentuklah lembaga-lembaga pembantu (Auxiliary State Bodies), yang mempunyai fungsi melayani.

Arjomand (dalam basarah 2014:2), lembaga negara penunjang, telah mendominasi proses pembangunan hukum (legal development) diera modern ini, khususnya dalam reformasi konstusi dibeberapa negara. Atau ketika terjadinya transisi demokrasi yakni proses transisi dari otoritarian ke demokrasi. Dominasi ini hampir terjadi di seluruh negara, mengingat begitu kompleksnya kebutuhan masyarakat modern. Hamdi (dalam Basarah 2014:6) hampir semua negara memiliki lembaga yang dapat disebut sebagai Auxiliary State Bodies. lembaga ini umumnya berfungsi untuk mendukung lembaga negara utama. Auxiliary state Bodies dapat dibentuk dari fungsi lembaga negara utama yang secara teori

menjalankan tiga fungsi, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pembentukan organisasi pendukung ini, dalam rangka efektivitas pelaksanaan kekuasaan yang menjadi tanggung jawabnya.

State Auxilliary Bodies merupakan ekspresi dari perubahan paradigma

pemerintahan dari government ke arah governance. Kehadiran lembaga penunjang ini menjamur sebagai akibat dari banyaknya urusan baru pemerintah atau kenegaraan yang karakteristik tugasnya sulit dilaksanakan oleh perangkat pemerintah konvensional, baik kementerian negara maupun lembaga pemerintah non kementerian. Arifin (dalam Trisilo, 2012:18) lahirnya berbagai macam komisi pembantu negara tersebut lebih disebabkan oleh tingginya public distrust terhadap lembaga lembaga negara yang ada karena dianggap belum berfungsi secara maksimal khususnya dalam mendukung agenda perubahan di bidang hukum.

Trusilo (2012:77) menjelaskan secara sederhana bahwasanya ada empat jenis State Auxilliary Bodies (SAB) dalam sistem administrasi publik di Indonesia, yaitu:

1. SAB yang melakukan pengawasan, SAB umumnya dibentuk negara melalui undang-undang dasar untuk mengawasi aparatur ataupun organ-organ dalam sistem administrasi publik.

2. SAB yang melaksanakan pelayanan bidang tertentu. SAB ini dibentuk oleh Presiden, Kementerian Negara, dan Pemerintah Daerah.

2. SAB yang melaksanakan pelayanan bidang tertentu. SAB ini dibentuk oleh Presiden, Kementerian Negara, dan Pemerintah Daerah.