• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI LEMBAGA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOORDINASI LEMBAGA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KOORDINASI LEMBAGA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PELAYANAN

PUBLIK DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas

Sumatera Utara OLEH :

INDRA HERMAN SYAHPUTRA 150903083

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

ABSTRAK

Pelayanan adalah kegiatan sadar yang dilakukan oleh seseorang dalam memenuhi kebutuhan orang lain dengan cara yang baik. Kebutuhan akan tanah dari hari ke hari semakin meningkat, antara lain disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan, sedangkan luas tanah terbatas atau tetap. Salah satu tugas pokok Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaksanakan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Pelayanan publik yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional selama ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat. Hadirnya lembaga Ombudsman dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan permasalahan maupun keluhan terhadap pelayanan pertanahan yang tidak optimal. Ombudsman Republik Indonesia telah menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintahan salah satunya dengan Badan Pertanahan Nasional.

Koordinasi ini merupakan komitmen untuk meningkatkan pelayanan publik yang optimal. Namun koordinasi yang terjalin selama ini belum terlihat efektif karena masih banyak pelanggaran-pelanggaran maladministrasi yang terjadi dibidang pertanahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana Koordinasi Ombudsman Republik Indonesia Sumatera Utara dengan Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dalam pelayanan publik di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan pencatatan dokumen terkait koordinasi yang dilakukan oleh Ombudsman dengan Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara . Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan yang didukung oleh hasil wawancara dengan pendekatan teori yang dikemukakan oleh Harold Koontz dan Cyrill O’Donel bahwa koordinasi antar organisasi dapat dilihat melalui rencana kerja, Pertemuan atau Rapat, Komunikasi, Pembagian Kerja.

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa Koordinasi Ombudsman dengan Badan Pertanahan Sumatera Utara dalam pelayanan publik di Provinsi Sumatera Utara belum Optimal. Hal ini diketahui dari rencana kerja yang belum disusun sesuai kebutuhan di provinsi Sumatera Utara, pertemuan atau rapat yang minim dilakukan, komunikasi yang kurang efektif, serta kurang nya aparatur memahami fungsi dan tungas masing masing instansi.

Kata Kunci : Pelayanan Publik, Koordinasi, Ombudsman, Badan Pertanahan Nasional

(3)

ABSTRACT

Service is a conscious activity carried out by someone in meeting the needs of others in a good way. The need for land from day to day is increasing, among others, caused by increasing population and development activities, while the land area is limited or fixed. One of the main tasks of the National Land Agency (BPN) is to carry out land services to the community. Public services carried out by the National Land Agency have so far still found many weaknesses so that they have not been able to meet the quality of services expected by the community. The presence of the Ombudsman institution in overseeing the implementation of public services provides space for the public to convey problems and complaints about land services that are not optimal. The Ombudsman of the Republic of Indonesia has coordinated with one of the government institutions with the National Land Agency. This coordination is a commitment to improve optimal public services. However, the coordination that has been established so far has not been seen as effective because there are still many maladministration violations that have occurred in the land sector.

This study aims to see how the Coordination of the Ombudsman of the Republic of Indonesia of North Sumatra with the Land Agency of the Province of North Sumatra in public services in North Sumatra Province. The research method used is descriptive research method with a qualitative approach. The technique of data collection is done by interviewing, observing and recording documents related to the coordination carried out by the Ombudsman with the Land Agency of North Sumatra Province. The data that has been obtained is then analyzed qualitatively by examining all the data that has been collected supported by the results of interviews with the theoretical approach put forward by Harold Koontz and Cyrill O'Donel that coordination between organizations can be seen through work plans, meetings or meetings, communication, distribution Work.

From the results of the study, it can be seen that the Coordination of the Ombudsman with the North Sumatra Land Agency in public services in North Sumatra Province has not been optimal. This is known from the work plan that has not been prepared according to the needs in the province of North Sumatra, minimal meetings or meetings are carried out, ineffective communication, and lack of apparatus to understand the functions and benefits of each agency.

Keywords: Public Service, Coordination, Ombudsman, National Land Agency

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Nikmat, Hidayah dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul: KOORDINASI LEMBAGA

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN BADAN

PERTANAHAN NASIONAL DALAM PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Adapun penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan di Program studi Ilmu Administrasi publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Publik. Semoga Rahmat dan Karunia dari Allah SWT selalu mengalir dan menyertai penulis dalam menyempurnakan karya ilmiah ini.

Pada kesempatan ini, penulis akan mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Erman Sutan Marajo dan Ibunda Elida yang tiada henti untuk memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

Terima kasih untuk doa, kasih sayang, nasehat, kerja keras yang kalian berikan untuk membesarkan dan mendidik penulis.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan dan pengalaman penulis dalam menyusun karya ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan adanya kritik maupun saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini.

(5)

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, dan semangat dari berbagai pihak. Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang khusus dan tulus kepada berbagai pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, Selaku Dekan FISIP USU dan Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III, beserta seluruh Staf yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam rangka penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU.

4. Ibu Dra. Asima Yanti S Siahaan, M.A, PhD, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU dan Pembimbing yang senantiasa menuntun penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi, dan selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skrips ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan yang bermanfaat dan berguna bagi penulis sekarang dan nanti.

6. Kak Dian dan Bang Hendry selaku staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang selalu bersedia membantu penulis.

(6)

7. Bapak Abyadi Siregar selaku Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, yang telah bersedia menerima dan menolong penulis selama penelitian.

8. Bapak Bambang Priyono selaku Kepala Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara, yang telah menerima dan menolong penulis selama penelitian.

9. Orang tua penulis, Bapak Erman Sutan Marajo dan Ibunda Elida , Kakak Rina Ariani, dan adikku Aditya Purnama serta seluruh keluarga besar penulis yang banyak membantu dan mendukung penulis hingga saat ini.

10. Uda Roni Edrian SE. MM dan keluarga besar yang telah banyak membantu penulis selama masa sekolah dan perkuliahan

11. Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol USU yang telah banyak memberikan penulis pengalaman berorganisasi.

12. Pengurus Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol USU Periode 2017/2018 yang telah bekerjasama dalam setahun kepengurusan di IMIB USU.

13. Keluarga besar kost Harmonika No.22 Yang telah menjadi keluarga selama 4 tahun di Medan

14. Sahabat-sahabat penulis Praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Kuala Tanjung Yaitu: Amalia, Sari, Anggi, Munawir, Nova, Mira, Yolanda, Nisa, Gita, Desi, Liza.

15. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah, Fazar Maulana, Winda Lestari, Cindy Apriana, Indri Astuti, Elga Tarigan, Winda Wildani, Aulia Hakim Nasution, Wilda Rahma, Amanda Bella Safira, Saufika Rahmi dan teman- teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

(7)

16. Sahabat-sahabat penulis IMIB USU Stambuk 15 Mesi, Abel, Nela, Kamal, Weddy, Bima, Tiara S, Tiara A, Indra, Nunul, Nurul, Ella, Mila, Wulan, Arie, Ana, Ainal, Ani, Dila, Reza, Yola, Ilsa, Suci, Taufik dan teman- teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

17. Teman-teman Ilmu Administrasi Publik stambuk 2015 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

18. Rizka Oktawahyuni yang telah banyak memberikan semangat kepada penulis sewaktu masa-masa sekolah.

19. Yunila Agriani yang selama ini sudah memberikan semangat kepada penulis selama masa penulisan skripsi.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.Terima kasih.

Medan, 15 Oktober 2019

Indra Herman Syahputra 150903083

(8)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Koordinasi…... ... 10

2.1.1 Pengertian Koordinasi ... 10

2.1.2 Bentuk Koordinasi ... 12

2.1.3 Ciri-ciri Koordinasi ... 14

2.1.4 Hakikat Koordinasi ... 15

2.1.5 Fungsi Koordinasi ... 16

2.1.6 Tujuan Koordinasi ... 18

2.1.7 Unsur-Unsur Koordinasi ... 19

2.2 State Auxilliary bodies ... 19

2.3 Ombudsman ... 23

2.4 Pelayanan Publik ... 28

2.4.1 Pengertian Pelayanan Publik... 28

(9)

2.4.2 Unsur-unsur Pelayanan Publik... 32

2.4.3 Tujuan Pelayanan Publik... 34

2.5 Defenisi Konsep... 35

2.6 Hipotesis Kerja... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Bentuk Penelitian ... 37

3.2 Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Informan Penelitian ... 38

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5 Teknik Analisa Data ... 43

3.6 Keabsahaan Data... 44

3.6.1 Triangulasi... 44

BAB VI HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 46

4.1 Hasil deskripsi Lokasi Penelitian... 46

4.1.1 Profil Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara... 46

4.1.2 Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara ... 50

4.2. Koordinasi Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Dengan Badan Pertanahan Nasional Dalam Pelayanan Publik di Provinsi Sumatera Utara... 57

4.2.1 Rencana Kerja... 59

4.2.1.1 Percepatan penanganan pengaduan masyarakat.... 62

4.2.1.2 Koordinasi perkembangan pelaksanaan rekomendasi Ombudsman... 65

(10)

4.2.1.3 Pertukaran Data dan Informasi... 67

4.2.1.4 Peningkatan kapasitas dan sumber daya... 68

4.2.2 Pertemuan atau Rapat... 70

4.2.3 Komunikasi... 75

4.2.1 Pembagian Kerja... .. .. 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 90

5.1. Kesimpulan... 90

5.2. Saran... . . 94

DAFTAR PUSTAKA... 95

(11)

Daftar Tabel

Tabel 1. matrik informan penelitian...39

Tabel 2. Pertemuan Ombudsman dan Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018...74

(12)

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Struktur Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara ...50

Gambar 4.2 Struktur BPN Sumatera Utara...55

Gambar 4.3 Koordinasi Ombudsman dan BPN Sumut ...58

Gambar 4.4 Nota kesepakatan Ombudsman dan BPN...61

Gambar 4.5 Pertemuan antara Ombudsman Sumut dan BPN Sumut...72

Gambar 4.6 pertemuan antara Ombudsman Sumut dan BPN Sumut...74

Gambar 4.7 alur penyelesaian laporan...78

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Kegiatan pelayanan adalah kegiatan sadar yang dilakukan oleh seseorang dalam memenuhi kebutuhan orang lain dengan cara yang baik (Muwafik 2010:1).

Pelayanan yang baik merupakan suatu keharusan yang harus didapat oleh setiap warga negara, mendapatkan perlakuan yang sama tanpa ada perbedaan satu sama lain diantara warga negara merupakan hak warga negara yang harus dipenuhi oleh setiap aparatur pemerintahan sebagai pelayan publik. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menjelaskan empat aspek utama pelayanan yang harus dijalankan aparatur pemerintahaan, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam mewujudkan empat aspek utama itu diperlukan sistem dan konsep yang jelas sehingga dalam pelaksanaan pelayanan publik tidak mengalami ketimpangan, dan masyarakat dapat merasakan pelayanan yang nyaman, adil, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah untuk dilaksanakan.

Kebutuhan dasar merupakan permasalahan utama dalam pelayanan publik, seperti pelayanan KTP, akte kelahiran, sertifikasi tanah, dan perizinan, merupakan pelayanan yang diselenggarakan untuk menjamin hak dan kebutuhan dasar warga negara. Pelayanan KTP dan akte kelahiran sangat vital dalam kehidupan warga negara karena keduanya menjamin keberadaan, identitas warga, dan hak-hak sipil

(14)

lainnya. Sertifikasi tanah menjamin kepastian dan melindungi hak dan kepemilikan warga terhadap properti. Pelayanan seperti itu tentu sangat penting dan menjadi bagian dari pelayanan publik yang harus diselenggarakan oleh negara (Dwiyanto 2015:20).

Kebutuhan akan tanah dari hari ke hari semakin meningkat, antara lain disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan, sedangkan luas tanah terbatas atau tetap. Dengan meningkatnya pembangunan disegala bidang, dan adanya tuntutan akan adanya mutu kehidupan yang lebih baik sebagai dampak positif dari keberhasilan pembangunan yang sedang dilaksanakan, semuanya ini memerlukan tanah sebagai sarana dasarnya. Pada saat ini masyarakat masih beranggapan bahwa pelayanan dibidang pertanahan masih terlalu sulit dan berbelit-belit dalam prosedur, lamanya waktu pemprosesan serta biaya yang tinggi. Penyebabnya bisa dikarenakan pelayanan kantor pertanahan yang kurang optimal. Hal ini menunjukkan adanya tuntutan masyarakat akan perlunya keterbukaan dalam pelaksanaan tugas, prosedur pembayaran yang sederhana, kepastian waktu dan biaya yang harus dibayar oleh masyarakat dalam penyelesaian urusan hak atas tanahnya, serta berbagai kemudahan dalam pelayanan maupun perlindungan hak-hak serta menyangkut kepentingan

masyarakat dalam administrasi pertanahan

(https://nasional.sindonews.com/topic/1174/masalah-pertanahan diakses rabu 28 November 2018).

Salah satu tugas pokok Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaksanakan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Oleh sebab itu kiranya wajar apabila pelaksanaan tugas Badan Pertanahan Nasional akan selalu menjadi pusat perhatian

(15)

masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perhatian terhadap upaya-upaya lebih meningkatkan pelayanan pertanahan. Upaya peningkatan pelayanan pertanahan kepada masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas, dari tingkat kebijakan termasuk penerbitan ketentuan peraturan yang diperlukan sampai tingkat pelaksanaannya. Sehingga dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sering disebut dengan pelayanan publik.Pelayanan publik yang dilakukan selama ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, maupun langsung kepada pimpinan Badan Pertanahan Nasional, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan.

Hadirnya lembaga Ombudsman di Indonesia didasari oleh lemahnya pengawasan beberapa lembaga yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. lembaga inspektorat jenderal dan badan pengawas daerah yang tidak optimal melaksanakan tugasnya dalam pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena posisinya yang secara struktural cenderung yang tidak independen dan tidak mengakomodasi partisipasi dan keinginan masyarakat Sujata (2000:36). Oleh sebab itulah dibentuk lembaga Ombudsman yang berfokus mengawasi pelayanan publik dan menerima pengaduan dari masyarakat terkait dengan pelayanan publik dan dapat diharapkan program-program yang telah dibuat dapat mencegah terjadinya praktek maladministrasi.

(16)

Dalam Undang Undang 37 tahun 2008 tentang Ombudsman dijelaskan bahwa Ombudsman Republik Indonesia diberikan kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggaraan negara dan pemerintah.

Penyelenggaraan yang dimaksud adalah lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahaan Nasional, Pemerintah daerah, instansi departemen dan non departemen, BUMN, Badan Perguruan Tinggi Negeri serta Badan Swasta dan perorangan yang anggaranya menggunakan APBN/APBD. Mengingat masih rendahnya kualitas pelayanan publik yang hadir pada saat hari ini dibirokrasi pemerintahaan menuntut Ombudsman Republik Indonesia dapat meningkatkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang melaksanakan pelayanan publik supaya melaksanakan pelayanan yang anti terhadap maladministrasi yang dapat merenggut hak setiap warga negara.

Fungsi Ombudsman Republik Indonesia sebagai pengawas pelayanan publik merupakan salah satu upaya perwujudan good governance melalui tiga unsur pokok yang menjadi dasar asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) yaitu akuntabilitas publik, kepastian hukum dan transparansi publik.

Keberadaan Ombudsman Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menurut konsep pembagian kekuasaan pada prinsipnya berperan sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara. Dengan tugas dan fungsi seperti itu, keberadaan Ombudsman RI sangat vital dalam pemenuhan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian tujuan bernegara.

Berdasarkan laporan tahunan Ombudsman Republik Indonesia tahun 2017 ada peningkatan maladministrasi yang terjadi dalam pelayan publik di Indonesia.

(17)

Ombudsman Republik Indonesia tahun 2017 menerima laporan pengaduan masyarakat atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 9.446 laporan. Selain laporan pengaduan masyarakat Ombudsman juga menindak lanjuti laporan surat pengaduan sebanyak 1.112 laporan. Ombudsman menerima ribuan laporan masyarakat yang dikategorikan sebagai maladministrasi (Ombudsman 2017).

Maladministrasi terbanyak terjadi di lapangan yaitu maladministrasi penyimpangan prosedur, maladministrasi tidak memberikan pelayanan, maladministrasi tidak kompeten, maladministrasi penyalahgunaan wewenang, dan maladministrasi permintaan imbalan uang dan jasa. permasalahan penyidikan oleh kepolisian, permasalahan tidak jelasan penanganan perkara di tingkat Mahkamah agung, serta permasalahan lamanya pengiriman salinan berupa putusan oleh Mahkamah agung kepada pengadilan sehingga memperlama penanganan kasus (https://news.detik.com/berita/3790125/ombudsmansebutlaporanterbanyakdi2017- terkaitpenegakan-hukum diakses 28 November 2018).

Ombudsman bertugas dalam menerima, memeriksa dan menindaklanjuti laporan atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik, melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik, melakukan koordinasi, kerjasama dan membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak (Manurung 2018:5). Dalam melaksanakan tugasnya lembaga Ombudsman Republik Indonesia memerlukan koordinasi Kerja sama yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menyebutkan salah satu tugas Ombudsman RI adalah melakukan koordinasi Dan kerjasama dengan lembaga

(18)

negara atau lembaga pemerintahaan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perorangan. Ombudsman Republik Indonesia berpandangan bahwa penyelesaian laporan masyarakat membutuhkan ikhtikad baik dari instansi terkait dalam menyelesaikan laporan masyarakat sehingga mempermudah kinerja dari ombudsman (http://www.ombudsman.go.id/news/r/percepatan- penyelesaianaduanombudsman-kementerian- atrbpn-sepakat-kerja-sama, diakses 23 November 2018).

Ombudsman Republik Indonesia telah menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintahaan salah satunya dengan Badan Pertanahaan Nasional.

Koordinasi ini merupakan komitmen untuk meningkatkan pelayanan publik yang optimal. Namun koordinasi yang terjalin selama ini belum terlihat efektif karena masih banyak pelanggaran-pelanggaran maladministrasi yang terjadi dibidang pertanahaan seperti penundaan berlarut dengan lamanya pengurusan pemecahaan sertifikat yang ketentuan seharusnya selesai hanya lima belas hari, jutru bisa

sampai satu bulan bahkan satu tahun

(http://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--ombudsman-temukan maladministrasi-pemecahan-sertipikat, diakses11 Desember 2018).

Sumatera Utara merupakan Provinsi yang kasus Sengketa lahan umum terjadi, sengketa yang sering terjadi sengketa antara masyarakat dengan perusahaan, sengketa masyarakat dengan pemerintah, dan sengketa masyarakat dengan masyarakat. Permasalahan tanah yang terjadi di Sumatera Utara diharapkan dapat segera diselesaikan dan dicari solusi penanganannya. Hal ini agar permasalahan tanah di Sumatera Utara tidak menimbulkan persengketaan

(19)

maupun konflik (http://www.rmolsumut.com/read/2017/09/14/50991/Sengketa- Lahan-Di-Sumut-Sering-Kali-Disebabkan-Lahan-HGU- diakses 8 Januari 2018).

Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara merupakan yang ikut bertanggungjawab sebagai pelaksana dalam administrasi dan pelayanan bidang pertanahan belum mampu mengatasi permasalahan pertanahan di Provinsi Sumatera Utara. Supaya terwujud pelayanan publik yang lebih optimal yaitu perintahan yang jujur, bertangggung jawab, bersih, dan transparansi, dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Sumatera Utara. Koordinasi yang terjalin antara Ombudsman dan Badan Pertanahan Nasional sangat diperlukan mengingat banyaknya laporan yang masuk ke Ombudsman Provinsi Sumatera Utara terkait tentang pertanahan yang sangat tinggi. Dengan kerjasama ini diharapkan semakin memudahkan proses penyelesaian laporan-laporan masyarakat yang selama ini yang disampaikan ke Ombudsman. sampai saat hari ini belum terlihat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara bersama antara Ombudsman Provinsi Sumatera Utara dengan badan pertanahan Provinsi Sumatera Utara yang menyebabkan kurangnya komunikasi yang terjalin antara lembaga tersebut dalam menangani kasus administrasi pertanahan.

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan diatas membuat penulis untuk tertarik melakukan sebuah penelitian dengan judul “Koordinasi Lembaga Ombudsman Republik Indonesia dengan Badan Pertanahan Nasional dalam Pelayanan Publik di Provinsi Sumatera Utara”

1.2 Rumusan masalah

(20)

Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting karena perumusan masalah berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian ini ada dan dapat dilakukan, dengan adanya perumusan masalah peneliti maka mempermudah penulis dalam menentukan batasan permasalahan penelitian yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta dapat jawaban yang sesuai diharapkan.

Berdasarkan latar belakang diatas telah dipaparkan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Koordinasi Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Dengan Badan Pertanahan Nasional Dalam Pelayanan Publik di Provinsi Sumatera Utara?”

1.3 Tujuan penelitian

Setiap penulisan penelitian yang dilakukan mempunyai sasaran dan tujuan yang hendak dicapai. Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk Mendeskripsikan Bagaimana Koordinasi Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Dengan Badan Pertanahan Nasional Dalam Pelayanan Publik di Provinsi Sumatera Utara”.

1.4 Manfaat penelitian

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir alamiah, sistematis berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(21)

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapakan mampu menjadi masukan bagi instansi yang terkait sehingga dapat memberikan pengawasan dan pelayanan publik dalam bidang administrasi.

3. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik langsung bagi kepustakaan Program Studi Ilmu Administrasi Publik.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi

2.1.1 Pengertian Koordinasi

Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi merupakan kegiatan untuk mengimbangi dan menggerakan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan ini dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi

diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling

memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu. Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja Ndraha (2003:290)

Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para

(23)

bawahaan dalam mencapai tujuan organisasi Hasibuan (2011:85). Secara artian kegiatan koordinasi itu melakukan pengarahaan, integrasi terhadap unsur-unsur dalam manajemen demi mencapai sebuah tujuan.

(White dalam Kencana, 2011:33) :

“Koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerrakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok, sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil”

Koordinasi diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi. (Djamin dalam Hasibuan 2011:86).

Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.

Harold Koontz & Cyyril O’Donnell (1989:121) Koordinasi adalah pencapaian keselarasan usaha individu dalam usaha mencapai tujuan serta sasaran kelompok.

Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling berhubungan karena koordinasi hanya dapat tercapai sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk administrasi yang membantu tercapainya koordinasi. Oleh karena itu dikatakan bahwa hasil akhir daripada komunikasi (hubungan kerja) adalah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien).

Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya.

(24)

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa kordinasi adalah proses kesepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur (yang terlihat dalam proses) pemerintahan yang berbeda-beda pada dimensi waktu, tempat, komponen, fungsi dan kepentingan antar pemerintah yang diperintah, sehingga disatu sisi semua kegiatan dikedua belah pihak terarah pada tujuan pemerintahan yang ditetapkan bersama dan disisi lain keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak keberhasilan pihak yang lain.

2.1.2 Bentuk Koordinasi

Koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan dan aktivitas dalam suatu perusahaan atau antar organisasi agar mempunyai keselarasan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki organisasi. Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber daya dalam mencapai suatu tujuan. Koordinasi diidentifikasikan melalui ada tidaknya jenis dan hubungan antar unit kerja dalam lingkungan pemerintahan. Kencana (2011:35), bentuk Koordinasi adalah :

a. Koordinasi Horizontal

Koordinasi Horizontal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron antar lembaga lembaga yang sederajat misalnya antar Muspika Kecamatan (Camat, Kapolsek, Danramil), antar Muspida Kabupaten (Bupati, Danramil, Kapolres), dan Muspida Provinsi (Gubernur, Pangdam, Kapolda).

b. Koordinasi Vertikal

Koordinasi Vertikal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron dari lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembaga lembaga lain yang derajatnya lebih rendah. Misalnya antar Kepala Unit suatu Instansi kepada Kepala Sub Unit lain diluar mereka, Kepala Bagian (Kabag), suatu Instansi Kepada Kepala Sub Bagian (Kasubag) lain diluar bagian mereka, Kepala Biro suatu Instansi kepada Kepala Sub Biro lain di luar biro mereka.

(25)

c. Koordinasi Fungsional Koordinasi Fungsional adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan sinkron antar lembaga lembaga yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan misalnya antar sesama para kepala bagian hubungan masyarakat.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa bentuk koordinasi terdiri dari koordinasi horizontal, koordinasi vertikal, koordinasi fungsional yang menyelaraskan kerjsama yang harmonis antara lembaga yang sederajat yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan.

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk mencapai atau melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2011:86), tipe koordinasi yaitu :

a. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit- unit kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya atasan mengkoordinasikan semua anggota yang ada dibawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sangsi kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi horisontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat. Koordinasi horisontal ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu :

a. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan–tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern ataupun secara ekstern pada unit yang sama tugasnya.

b. Interrelated adalah koordinasi antar badan atau unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergatung atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf, koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sangsi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

Dari penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa koordinasi merupakan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dalam penyatuan dan pengarahan dalam

(26)

tingkat organisasi. Serta memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit di atur.

Ndraha (2003) bentuk Koordinasi adalah :

a. Koordinasi waktu. Koordinasi waktu atau sinkronisasi merupakan proses untuk menentukan, mana kegiatan yang dapat berjalan serentak dan mana yang harus berurutan; jika berurutan, bagaimana urut- uratanya. Koordinasi ini dilakukan terhadap kegiatan antar unit kerja yang berhubungan dependen, kausal, dan sebangsanya.

b. Koordinasi ruang. Koordinasi ruang dapat disebut juga koordinasi wilayah. Koordinasi ini ditempuh jika suatu kegiatan melalui berbagai daerah kerja.

c. Koordinasi interenstitusional, yaitu koordinasi antar berbagai unit kerja yang berkepentingan atas suatu projek serba guna atau produk-bersama tertentu.

d. Koordinasi fungsional, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh unit kerja yang satu terhadap unit kerja yang lain yang kegiatannya secara objektif berhubungan fungsional

e. Koordinasi struktural, yaitu koordinasi antarunit kerja yang berada di bawah struktur tertentu, tanpa melalui superordinasi. Koordinasi seperti ini murni kehendak berkoordinasi unit kerja yang satu dengan unit kerja yang lain secara sukarela.

f. Koordinasi perencanaan, oleh James G. March dan Herbert A. Simon (1958) disebut coordination by plan, guna mengantisipasi terjadinya gejala kehancuran keberhasilan unit kerja yang satu oleh keberhasilan unit kerja yang lain. Koordinasi ini berlangsung antarunit kerja yang berhubungan interdependen dan independen.

g. Koordinasi masukan-balik, oleh March dan Simon disebut coordination by feedback, yaitu koordinasi hasil kontrol terhadap setiap kegiatan unit kerja, agar dapat dilakukan adjustment, improvement, koreksi, dan sebagainya.

Dari penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa bentuk koordinasi dilakukan oleh unit kerja yang satu terhadap unit kerja lainnya secara sekarela yang berhubungan interdependen dan independen.

2.1.3 Ciri-Ciri Koordinasi

Koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi

(27)

sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Handayaningrat (1989:118) menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab daripada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.

b. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.

c. Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process).

Artinya suatu proses yang berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

d. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan didalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang berkejasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

e. Konsep kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan daripada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam sebagai kelompok dimana mereka bekerjasama.

f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa koordinasi memiliki ciri-ciri yaitu suatu proses dalam melakukan kerjasama yang merupakan konsep kesatuan tindakan yang dilakukan secara teratur dan tanggung jawab terletak pada pimpinan.

2.1.4 Hakikat Koordinasi

Koordinasi proses penyepakatan bersama yang mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa, sehingga disisi yang satu semua kegiatan atau unsur tersebut terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Sisi lain keberhasilan kegiatan yang satu tidak merusak keberhasilan

(28)

kegiatan yang lain. Handayaningrat (1989:118-119) pada hakikatnya koordinasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

b. Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, dimana setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi.

c. Koordinasi juga akibat adanya rentang/jenjang pengendalian, dimana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

d. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

e. Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk organisasi ini ialah masalah koordinasi.

f. Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa koordinasi adalah hasil akhir daripada hubungan kerja (komunikasi).

g. Pada hakikatnya koordinasi adalah perwujudan daripada kerjasama, saling bantu membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap satuan kerja (unit) dalam melakukan kegiatannya, tergantung atas bantuan dari satuan kerja (unit) lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau interpedensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa hakikat koordinasi adalah perwujudan dari sebuah kerjasama, saling menghargai atau menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab karena adanya prinsip pembagian membagi tugas, fungsionalisasi dan akibat adanya rentang atau jenjang pengendalian, dimana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

(29)

2.1.5 Fungsi Koordinasi

Kegiatan yang dikerjakan oleh banyak pihak dari satu organisasi yang sederajat dan untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan kesepakatan masing- masing pihak agar tidak terjadi kesalahan dalam bekerja baik mengganggu pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Handayaningrat (1989:119-121) menjelaskan fungsi koordinasi adalah sebagai berikut :

a. Sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan. Dengan kata lain koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan.

b. Untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan yang timbul antara sesama komponen organisasi dan mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama di antara komponen-komponen tersebut.

c. Sebagai usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan yang mengandung makna adanya keterpaduan (integrasi) yang dilakukan secara serasi dan simultan/singkronisasi dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Hal itu sesuai dengan prinsip koordinasi, integrasi, dan singkronisasi.

d. Sebagai faktor dominan dalam kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat tertentu dan ditentukan oleh kualitas usaha koordinasi yang dijalankan. Peningkatan kualitas koordinasi merupakan usaha yang perlu dilakukan secara terus menerus karena tidak hanya masalah teknis semata tetapi tergantung dari sikap, tindakan, dan langkah dari pemegang fungsi organik dari pimpinan

e. Untuk melahirkan jaringan hubungan kerja atau komunikasi. Jaringan hubungan kerja tersebut berbentuk saluran hubungan kerja yangmembutuhkan berbagai pusat pengambilan keputusan dalam organisasi. Hubungan kerja ini perlu dipelihara agar terhindar dari berbagai rintangan yang akan membawa organisasi ke situasi yang tidak berfungsi sehingga tidak berjalan secara efektif dan efisien.

f. Sebagai usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana. Dalam organisasi yang besar dan kompleks, pertumbuhan organisasi akan menyembabkan penambahan beban kerja, penambahan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dan penambahan jabatan yang perlu dikoordinasikan.

(30)

g. Untuk penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas.

Karena timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa fungsi koordinasi adalah usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana, penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas, melahirkan jaringan hubungan kerja/komunikasi atau dapat dikatakan sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi.

2.1.6. Tujuan Koordinasi

Koordinasi ialah kemampuan yang dilakukan sebuah organisasi untuk saling berkerja sama dalam mencapai tujuan dan hal tersebut pun memiliki tujuan- tujuan seperti demi menciptakan efektifitas suatu organisasi secara maksimal yaitu agar dalam satu organisasi mempunyai keberhasilan dalam mencapai semua tujuan secara tepat dan benar kemudian koordinasi mempunyai tujuan yaitu menyatukan pihak luar dan pihak dalam untuk selalu selaras dalam melakukan proses kegiatan sehingga tidak merusak satu organisasi hal tersebut merupakan salah satu kunci pokok dalam mencapai tujuan bersama dan yang terakhir koordinasi bertujuan untuk menstabilkan efisiensi dalam satu organisasi. Tujuan Koordinasi menurut Taliziduhu Ndraha (2003:295), yaitu :

1. Menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan, dan kesinambungan, antar berbagai dependen suatu organisasi.

(31)

2. Mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tinginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan- kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan.

3. Menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif- antisipatif di kalangan unit kerja interdependen dan independen yang berbeda-beda, agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak rusak oleh keberhasilan unit kerja yang lain, melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa tujuan organisasi menciptakan sebuah aktivitas, mencegah konflik dan menciptakan efesiensi dalam setiap kegiatan organiasi. Sehingga kebutuhan dalam organisasi dapat terpenuhi demi kepentingan organisasi.

2.1.7. Unsur-Unsur Koordinasi

koordinasi ialah proses dimana masing-masing pihak menyelaraskan menyeimbangkan dan berkomunikasi secara baik dan benar dengan batasan waktu untuk mencapai tujuan bersama dan keberhasilan masing-masing pihak menentukan hasil akhirnya.Unsur-unsur Koordinasi menurut Kencana (2002:168) adalah sebagai berikut :

a. Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi b. Sinkronisasi, yaitu kegiatan koordinasi berjalan secara serentak dan

berurutan

c. Kepentingan bersama, yaitu koordinasi merupakan pandangan menyeluruh dalam mencapai sasaran bersama

d. Tujuan bersama, yaitu koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama

Dari penjekasan di atas unsur-unsur koordinasi terdapat pengaturan waktu secara serentak dan berurutan yang mencapai sasaran bersama dengan tujuan yang di tetapkan

Harold Koontz dan Cyrill O’Donel (1989 : 124) pada pelaksanaan koordinasi ada beberapa kategori-kategori yang digunakan untuk mencapai sasaran dalam koordinasi secara optimal diantaranya :

(32)

1. Rencana Kerja

Pelaksanaan koordinasi yang paling utama adalah rencana kerja yang disusun dimana dalam rencana kerja telah digambarkan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya koordinasi dan siapa yang menjadi sasaran dalam kegiatan.

rencanaan kerja yang akan dikoordinasikan diperlukan adanya penjabaran mengenai sasaran yang dikoordinasikan.

2. Pertemuan atau Rapat

Agar terjadinya sinkronisasi atau keselarasan dari pihak-pihak yang dikoordinir maka peranan dari pada pertemuan atau rapat dapat menunjang kelancaran tugas untuk menyatu padukan kegiatan yang sudah diprogramkan, pertemuan atau rapat bertujuan untuk melakukan evaluasi pada pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat terlihat adanya penyimpangan-penyimpangan program.

3. Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan koordinasi merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam kerjasama. komunikasi adalah pemberian informasi kepada orang lain dengan harapan orang yang menerima informasi dapat memahami dan melaksanakan informasi yang disampaikan.

4. Pembagian kerja

Tumpang tindihnya pekerjaan yang dilakukan oleh suatu unit organisasi atau kelompok dalam melaksanakan program yang dilakukan oleh suatu organisasi adanya unsur pembagian kerja yang tidak jelas atau adanya ketidak pahaman antara pelaksana program yang menyebabkan pencapaian hasil kerja belum dapat optimal sesuai rencana kerja.

Sasaran dan tindakan dalam Koordinasi dapat dilihat berdasarkan Rencana Kerja, Pertemuan atau rapat, Komunikasi, dan Pembagian Kerja. Yang dapat menunjang terjalinnya Koordinasi yang baik. Kategori-kategori yang diungkapkan oleh Harold Koontz dan Cyrill O’Donel merupakan teori yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini.

2.2 State Auxilliary Bodies,

State Auxilliary Bodies (SAB) yang apabila diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia berarti institusi negara penunjang. Lembaga negara pembantu, lembaga negara penunjang, lembaga negara melayani, lembaga negara indepeden dan lembaga negara mandiri. Pembentukan lembaga tersebut dikarenakan adanya

(33)

tujuan yang ingin dicapai dalam sutu negara dinilai tidak dapat dicapai hanya dengan lembaga utama saja (Main State Organ). Maka, dibentuklah lembaga- lembaga pembantu (Auxiliary State Bodies), yang mempunyai fungsi melayani.

Arjomand (dalam basarah 2014:2), lembaga negara penunjang, telah mendominasi proses pembangunan hukum (legal development) diera modern ini, khususnya dalam reformasi konstusi dibeberapa negara. Atau ketika terjadinya transisi demokrasi yakni proses transisi dari otoritarian ke demokrasi. Dominasi ini hampir terjadi di seluruh negara, mengingat begitu kompleksnya kebutuhan masyarakat modern. Hamdi (dalam Basarah 2014:6) hampir semua negara memiliki lembaga yang dapat disebut sebagai Auxiliary State Bodies. lembaga ini umumnya berfungsi untuk mendukung lembaga negara utama. Auxiliary state Bodies dapat dibentuk dari fungsi lembaga negara utama yang secara teori

menjalankan tiga fungsi, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pembentukan organisasi pendukung ini, dalam rangka efektivitas pelaksanaan kekuasaan yang menjadi tanggung jawabnya.

State Auxilliary Bodies merupakan ekspresi dari perubahan paradigma

pemerintahan dari government ke arah governance. Kehadiran lembaga penunjang ini menjamur sebagai akibat dari banyaknya urusan baru pemerintah atau kenegaraan yang karakteristik tugasnya sulit dilaksanakan oleh perangkat pemerintah konvensional, baik kementerian negara maupun lembaga pemerintah non kementerian. Arifin (dalam Trisilo, 2012:18) lahirnya berbagai macam komisi pembantu negara tersebut lebih disebabkan oleh tingginya public distrust terhadap lembaga lembaga negara yang ada karena dianggap belum berfungsi secara maksimal khususnya dalam mendukung agenda perubahan di bidang hukum.

(34)

Trusilo (2012:77) menjelaskan secara sederhana bahwasanya ada empat jenis State Auxilliary Bodies (SAB) dalam sistem administrasi publik di Indonesia, yaitu:

1. SAB yang melakukan pengawasan, SAB umumnya dibentuk negara melalui undang-undang dasar untuk mengawasi aparatur ataupun organ-organ dalam sistem administrasi publik.

2. SAB yang melaksanakan pelayanan bidang tertentu. SAB ini dibentuk oleh Presiden, Kementerian Negara, dan Pemerintah Daerah.

3. SAB yang melakukan koordinasi pada rumpun bidang tertentu. SAB dibentuk oleh Presiden dan Pemerintahan Daerah.

4. SAB yang memberikan saran dan pertimbangan SAB ini dibentuk oleh Presiden, Kementerian Negara, dan Pemerintahan Daerah.

Salah satu sifat negara penunjang State Auxilliary Bodies yakni Independen, yang sering disebut dengan istilah seperti komisi negara indepeden atau lembaga negara independen. Komisi negara independen adalah organ negara (state organs) yang diidealkan independen dan karenanya berada di luar kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pengertian dasar dari istilah independen adalah adanya kebebasan, kemerdekaan, kemandirian, otonom (otonomi), tidak dalam dominasi personal maupun institusional.

Keberadaan lembaga independen sering disamakan dengan keberadaan lembaga penunjang lainnya yang dibentuk oleh eksekutif. Keberadaan lembaga ini setidaknya harus dibedakan dengan lembaga negara eksekutif. Secara umum lembaga-lembaga pemerintah dapat dibagi kedalam empat katagori. Pertama, ada departemen eksekutif yang disebut dalam Konstitusi, yang disatukan dengan para pejabat kabinet yang mengontrol mereka. Kedua, ada sub-kelembagaan yang ada didalam departemen-departemen ini, tetapi secara organisasi terpisah. Ketiga, ada juga lembaga lembaga yang terpisah dari departemen eksekutif, tetapi sebenarnya

(35)

eksekutif. Keempat, lembaga-lembaga yang dibentuk secara independen oleh yudikatif dan juga dirujuk sebagai lembaga-lembaga regulasi.

Kehadiran lembaga-lembaga negara State Auxilliary Bodies sebagai salah satu implikasi era reformasi, memberi gambaran bahwa angin perubahan sepertinya sedang membawa bangsa ini ke arah perubahan nyata. Setidaknya, lahirnya beberapa State Auxilliary Bodies seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Penyiaran Independen (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Komisi Nasional Perlindungan Anak

2.3 Ombudsman

Ide pembentukan Ombudsman tidak terlepas dari pertanyaan tentang sejauh mana kinerja dan independensi yang dipersoalkan terhadap lembaga- lembaga pengawasan sebelumnnya. pengawasan bernama Ombudsman pertama kali lahir di Swedia. Meskipun demikian, pada dasarnya Swedia bukanlah negara pertama yang membangun sistem pengawasan Ombudsman.

Bryan Gilling dalam Budhi Masthuri (2005:1) mengungkapkan bahwa pada zaman Kekaisaran Romawi terdapat institusi Tribunal Plebis yang tugasnya hampir sama dengan Ombudsman yaitu melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan. Model pengawasan Ombudsman juga telah bayak ditemui pada masa kekaisaran Cina dan yang paling menonjol adalah ketika pada tahun 221 SM Dinasti Tsin mendirikan lembaga pengawas bernama Control Yuan atau kekaisaran (pemerintah) dan bertindak

(36)

sebagai “perantara” bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, laporan, atau keluhan kepada Kaisar.Swedia adalah negara monarki yang menganut sistem pemerintahan demokratik parlementer. Sebelum tahun 1809 terjadi situasi politik yang tidak stabil karena adanya ancaman monarki otokratik dan kekuasaan yang tak terkendali. Pada saat itu yang berkuasa adalah Raja Charles XII, dan beliau melarikan diri ke Turki karena kalah perang dengan Rusia dalam The Great Nothern War (1700-1721). Dalam kondisi vacuum kekuasaan, kemudian Raja Charles XII membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman (Highest Ombudsman).

Awalnya lembaga ini dibentuk sebagai pengganti Raja yang saat itu sedang berada di pengasingan. Meskipun keberadaannya saat itu mewakili kehadiran Raja, tetapi Highest Ombusman tidak memiliki otoritas politik. Ia hanya bertugas untuk memastikan bahwa hukum tetap dipenuhi, dan para pejabat negara tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk menjamin kepatuhan tersebut, Highest Ombudsman diberikan hak menuntut para pejabat negara yang melanggar hukum dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

Di Indonesia, kelahiran Ombudsman tidak terlepas dari proses transisi menuju demokrasi. Pasca reformasi, salah satu agenda pembaruan yang penting adalah perbaikan kondisi birokrasi yang penuh dengan praktik korupsi, kolusi da nepotisme (KKN). Pada saat yang sama, Indonesia memang sama sekali belum memeiliki lembaga negara yang khusus melakukan perngawasan terhadap pelayanan publik, padahal ada urgensi besar dibalik pengawasan pelayanan publik yang sangat berkolerasi dengan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Selain itu, kondisi birokrasi Indonesia juga sangat parah, seperti birokrasi yang

(37)

hanya berbenah ketika dilakukan pengawasan dan kembali kepada pola lama setelah berlalunya pengawasan. Kemudian lembaga-lembaga dan aparat pemerintah juga malas untuk bergerak dan melakukan perbaikan. Dan diperparah dengan kondisi pengawasan yang pasif dan tidak mampu memaksimalisasi kewenangan lembaga pengawasn yang ada. Hal-hal itulah yang antara lain melatarbelakangi kelahiran Ombudsman. (Mochtar, 2017:92) Kelahiran organ- organ baru negara, dengan masing-masing tugas dan kewenangannya, tidak lepas dari ide dasar tentang pembatasan dan pembagian kekuasaan, dalam pelaksanaan tugas kekuasaan negara. Ide tentang pembagian dan pembatasan kekuasaan pada mulanya berkembang sebagai manifestasi dari gagasan demokrasi konstitusional.

Gagasan konstitusionalisme demokrasi menghendaki sebuah upaya untuk membatasi kekuasaan agar pelaku tidak berperilaku sewenang-wenang dan korup.

Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang tidak memiliki hubungan struktural atau hierarkis dengan lembaga negara atau lembaga lain.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 menempatkan Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun tidak pula menjadi lembaga yang diperlakukan sebagai organisasi swasta ataupun lembaga non- pemerintah. Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia tidak diberikan secara langsung oleh Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Munculnya lembaga negara bantu (state auxiliary bodies) dimaksudkan pula untuk menjawab tuntutan masyarakat atas terciptanya prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan melalui lembaga yang akuntabel, independen, dapat dipercaya serta bebas dari kepentingan politik.

(38)

Masthuri (2005: 6) menyebutkan jenis-jenis Ombudsman, yaitu:

1. Dari kurun waktu pembentukannya, institusi Ombudsman dapat dibedakan menjadi Ombudsman Klasik dan Ombudsman Modern. Ombudsman klasik dapat ditelusuri sejak pertama kali Raja Charles XII di Swedia membentuk Highest Ombudsman, Chief Justice di Turki, Control Yuan di China sampai dengan Qadi Al Quadat di zaman Khalifah Umar.

Sedangkan Ombudsman modern berdiri sejak tahun 1953 di Denmark dan tahun 1962 di New Zealand.

2. Dilihat dari mandat dan mekanisme pertanggungjawabannya;

a. Ombudsman Parlementer yaitu Ombudsma yang dipilih oleh Parlemen dan bertanggung jawab (lapoiran) kepada Parlemen.

Contoh: Ombudsman Swedia, Ombudsman Finlandia, Ombudsman Denmark, dan sebagainya

b. Ombudsman Eksekutif yaitu Ombudsman yang dipilih oleh Presiden, Perdana Menteri atau Kepala Daerah dan bertanggung jawab kepada Presiden, Perdana Menteri da Kepala Daerah.

Contoh: Ombudsman Indonesia, Commonwealth Ombudsman Australia dan sebagainya.

3. Dilihat dari jenis isu dan institusi yang membentuk;

a. Ombudsman Publik adalah Ombudsman yang dibentuk oleh Institusi Publik untuk mengawasi proses pemberian pelayanan umum bagi masyarakat sebuah negara. Contoh: Ombudsman Indonesia, Ombudsman Polisi Irlandia Utara, Ombudsman Thailand, dan sebagainya.

b. Ombudsman swasta yaitu Ombudsman yang dibentuk oleh institusi swasta untuk mengawasi proses pelayanan umum perusahaan swasta terhadap kosumennya. Contoh: Ombudsman Asuransi, Ombudsman Perbankan, dan sebagainya.

c. Ombudsman Hybrid yaitu Ombudsman yang dibentuk oleh swasta atas mandat yang diberikan negara untuk mengawasi proses pelayanan umum di sektor swasta.

4. Dilihat dari batas wilayah yuridiksinya:

a. Ombudsman Nasional yang mana wilayah kerjanya mencakup seluruh wilayah negara dimana Ombudsman berada. Misalka Ombudsman Nasional Republik Indonesia

b. Ombudsman Daerah yang mana wilayah kerjanya hanya terbatas pada satu daerah tertentu disebuah negara, bisa dalam level Provinsi (province), Kabupaten/Kota (regency/municipal), maupun negara bagian (state). Contoh: Ombudsman Daerah Yogyakarta dan sebagainya.

c. Ombudsman Multinasional yang mana wilayah kerjanya sekaligus mencakup beberapa negara. Ombudsman ini dibentuk atas kesepahaman masing-masing negara akan perlunya membangun

(39)

sistem pengawasan bersama dalam proses pelayanan umum tertentu. Contoh: Ombudsman Eropa

Menurut klasifikasi Crossman (dalam Masthuri 2005:45), bentuk-bentuk tindakan yang dapat dikategorikan sebagai maladministrasi adalah: berprasangka, kelalaian, kurang peduli, keterlambatan, bukan kewenangan, tindakan tidak layak, jahat, kejam, dan semena-mena. Sedangkan Ombudsman Nasional sendiri membuat kategori tindakan maladministrasi sebagai:

a. Tindakan yang dirasakan janggal (inappropriate) karena dilakukan tidak sebagaimana mestinya

b. Tindakan menyimpang (deviate)

c. Tindakan yang melanggar ketentuan (irregular/illegitimate) d. Tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), dan

e. Tindakan penundaan yang mengakibatkan keterlambatan yang tidak perlu (undue delay)

f. Tindakan yang tidak patut (inequity).

Lahirnya Ombudsman di Indonesia bertujuan untuk membantu dan menciptakan dan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan KKN serta meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik. Awalnya tugas pokok Komisi Ombudsman Nasional adalah menyiapkan konsep RUU Ombudsman, menyebarluaskan pemahaman mengenai lembaga Ombudsman, melakukan koordinasi dan atau kerja sama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, para ahli, praktisi, organisasi profesi dan lain-lain. Serta melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi tentang penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara pada saat melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umun (Masthuri, 2005:18).

(40)

Keputusan, proses, rekomendasi, tindakan kelalaian atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum, aturan-aturan, atau pembebasan dari praktik atau prosedur yang sudah ada secara sewenang-wenang, tidak masuk akal, tidak adil, menyimpang, intmidtif atau diskriminatif Jeremy Pope (dalam Mochtar 2017:92).

Tindakan tersebut dilakukan berlandaskan dasar-dasar yang tidak relevan atau melibatkan penggunaan kekuasaan, dengan alasan KKN hingga keteledoran, ketiadaan perhatian , kelambanan, ketidakwenangan, ketidakefesienan, dan ketidakcakpan dalam administrasi dan pelaksanaan tugas dan tangggung jawab, menjadi hal utama yang akan ditangani oleh Ombudsman.

2.4 Konsep Pelayanan Publik

2.4.1 Pengertian Pelayan Publik

Pelayanan publik sangat erat kaitannya dengan pemerintah, karena salah satu tanggung jawab pemerintah ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kualitas pelayanan publik yang diterima masyarakat secara langsung dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas pemerintah. Pelayanan publik dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Pelayanan publik memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat saat ini dikarenakan tidak semua jasa atau pelayanan disediakan oleh pihak swasta, oleh karena itu pemerintah memiliki kuwajiban untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang tidak disediakan swasta tersebut.

Pelayanan menurut (Gronroos dalam Sabaruddin, 2015:10), adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat

(41)

diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen / pelanggan.

Sedangkan Kotler (dalam Juniarso dan Sudrajat, 2010:18), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Kencana (dalam Juniarso dan Sudrajat, 2010:19) mendefinisikan publik sebagai sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang ada.

Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu proses secara fisik.

Juniarso dan Sudrajat (2010:19), “pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.” Layanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi (organisasi massa atau organisasi negara). Layanan yang diberikan haruslah bersifat aktif dan dinamis karena dalam layanan tersebut pada dasarnya manusia lah yang menjadi sasaran ataupun tujuan layanan baik secara perorangan maupun perkelompok

Sinambela (dalam Pasolong 2015:148) pelayanan publik adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang

(42)

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Kurniawan (dalam Pasalong 2015:148) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian (melayani) keperluan orang lain sasuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat Nurcholis (2005:175-176).

Pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat banyak. Pelayanan publik diberikan oleh negara melalui organisasi atau perusahaan maupun instansi pemerintah demi menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat melibatkan kedua belah pihak untuk saling bekerjasama. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, yakni dengan memenuhi aturan dengan kesadaran dan menghargai administrator publik yang memberikan pelayanan. Suatu instansi pemerintah merasa dihargai dan akan bekerja dengan penuh tanggungjawab dalam memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumberdaya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Pelayanan publik dapat dikatakan sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah. Pelayanan publik juga

Gambar

Tabel 3.1. matrik informan penelitian.
Gambar 4.1 Struktur Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara
Gambar 4.2 Struktur BPN Sumatera Utara
Gambar 4.3 Koordinasi Ombudsman dan BPN Sumut                                      Sumber : Peneliti 2019 Rencana Kerja Ombudsman Provinsi Sumatera Utara  Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman   Peratu
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa bentuk tata letak laboratorium fisika SMAN 12 Makassar terdiri dari tiga aspek yaitu letak laboratorium, ventilasi cahaya

Tanpa membuang waktu lagi, sebelum sang bangsawan berubah pikiran, Biuqbiuq segera mengeluarkan tunas pohon pisang dari dalam kantong yang diikatkan di pinggangnya.. Tunas

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada disiplin ilmu Psikologi Konsumen, yang terkait dengan tema perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

Karang keras (Scleractinia) ditemukan di Pulau Panjang, Jawa Tengah mulai dari dataran terumbu karang yang dangkal hingga kedalaman 7 m baik pada sisi bawah

Setelah melalui proses simulasi dan proses pengujian, diketahui bahwa snort dapat mendeteksi setiap serangan dengan membuka paket data serangan, paket data serangan port

Tingkat kematangan DS10 Mengelola permasalahan 3.18 22 Kepastian akan minimnya dampak bisnis dalam kejadian gangguan layanan atau perubahan TI PO6 Mengkomunikasika

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberikan pelajaran menggunakan

Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan metode role playing pada mata pelajaran sistem peredaran