• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Ombudsman

Ide pembentukan Ombudsman tidak terlepas dari pertanyaan tentang sejauh mana kinerja dan independensi yang dipersoalkan terhadap lembaga-lembaga pengawasan sebelumnnya. pengawasan bernama Ombudsman pertama kali lahir di Swedia. Meskipun demikian, pada dasarnya Swedia bukanlah negara pertama yang membangun sistem pengawasan Ombudsman.

Bryan Gilling dalam Budhi Masthuri (2005:1) mengungkapkan bahwa pada zaman Kekaisaran Romawi terdapat institusi Tribunal Plebis yang tugasnya hampir sama dengan Ombudsman yaitu melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan. Model pengawasan Ombudsman juga telah bayak ditemui pada masa kekaisaran Cina dan yang paling menonjol adalah ketika pada tahun 221 SM Dinasti Tsin mendirikan lembaga pengawas bernama Control Yuan atau kekaisaran (pemerintah) dan bertindak

sebagai “perantara” bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, laporan, atau keluhan kepada Kaisar.Swedia adalah negara monarki yang menganut sistem pemerintahan demokratik parlementer. Sebelum tahun 1809 terjadi situasi politik yang tidak stabil karena adanya ancaman monarki otokratik dan kekuasaan yang tak terkendali. Pada saat itu yang berkuasa adalah Raja Charles XII, dan beliau melarikan diri ke Turki karena kalah perang dengan Rusia dalam The Great Nothern War (1700-1721). Dalam kondisi vacuum kekuasaan, kemudian Raja Charles XII membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman (Highest Ombudsman).

Awalnya lembaga ini dibentuk sebagai pengganti Raja yang saat itu sedang berada di pengasingan. Meskipun keberadaannya saat itu mewakili kehadiran Raja, tetapi Highest Ombusman tidak memiliki otoritas politik. Ia hanya bertugas untuk memastikan bahwa hukum tetap dipenuhi, dan para pejabat negara tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk menjamin kepatuhan tersebut, Highest Ombudsman diberikan hak menuntut para pejabat negara yang melanggar hukum dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

Di Indonesia, kelahiran Ombudsman tidak terlepas dari proses transisi menuju demokrasi. Pasca reformasi, salah satu agenda pembaruan yang penting adalah perbaikan kondisi birokrasi yang penuh dengan praktik korupsi, kolusi da nepotisme (KKN). Pada saat yang sama, Indonesia memang sama sekali belum memeiliki lembaga negara yang khusus melakukan perngawasan terhadap pelayanan publik, padahal ada urgensi besar dibalik pengawasan pelayanan publik yang sangat berkolerasi dengan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Selain itu, kondisi birokrasi Indonesia juga sangat parah, seperti birokrasi yang

hanya berbenah ketika dilakukan pengawasan dan kembali kepada pola lama setelah berlalunya pengawasan. Kemudian lembaga-lembaga dan aparat pemerintah juga malas untuk bergerak dan melakukan perbaikan. Dan diperparah dengan kondisi pengawasan yang pasif dan tidak mampu memaksimalisasi kewenangan lembaga pengawasn yang ada. Hal-hal itulah yang antara lain melatarbelakangi kelahiran Ombudsman. (Mochtar, 2017:92) Kelahiran organ-organ baru negara, dengan masing-masing tugas dan kewenangannya, tidak lepas dari ide dasar tentang pembatasan dan pembagian kekuasaan, dalam pelaksanaan tugas kekuasaan negara. Ide tentang pembagian dan pembatasan kekuasaan pada mulanya berkembang sebagai manifestasi dari gagasan demokrasi konstitusional.

Gagasan konstitusionalisme demokrasi menghendaki sebuah upaya untuk membatasi kekuasaan agar pelaku tidak berperilaku sewenang-wenang dan korup.

Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang tidak memiliki hubungan struktural atau hierarkis dengan lembaga negara atau lembaga lain.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 menempatkan Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun tidak pula menjadi lembaga yang diperlakukan sebagai organisasi swasta ataupun lembaga non-pemerintah. Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia tidak diberikan secara langsung oleh Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Munculnya lembaga negara bantu (state auxiliary bodies) dimaksudkan pula untuk menjawab tuntutan masyarakat atas terciptanya prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan melalui lembaga yang akuntabel, independen, dapat dipercaya serta bebas dari kepentingan politik.

Masthuri (2005: 6) menyebutkan jenis-jenis Ombudsman, yaitu:

1. Dari kurun waktu pembentukannya, institusi Ombudsman dapat dibedakan menjadi Ombudsman Klasik dan Ombudsman Modern. Ombudsman klasik dapat ditelusuri sejak pertama kali Raja Charles XII di Swedia membentuk Highest Ombudsman, Chief Justice di Turki, Control Yuan di China sampai dengan Qadi Al Quadat di zaman Khalifah Umar.

Sedangkan Ombudsman modern berdiri sejak tahun 1953 di Denmark dan tahun 1962 di New Zealand.

2. Dilihat dari mandat dan mekanisme pertanggungjawabannya;

a. Ombudsman Parlementer yaitu Ombudsma yang dipilih oleh Parlemen dan bertanggung jawab (lapoiran) kepada Parlemen.

Contoh: Ombudsman Swedia, Ombudsman Finlandia, Ombudsman Denmark, dan sebagainya

b. Ombudsman Eksekutif yaitu Ombudsman yang dipilih oleh Presiden, Perdana Menteri atau Kepala Daerah dan bertanggung jawab kepada Presiden, Perdana Menteri da Kepala Daerah.

Contoh: Ombudsman Indonesia, Commonwealth Ombudsman Australia dan sebagainya.

3. Dilihat dari jenis isu dan institusi yang membentuk;

a. Ombudsman Publik adalah Ombudsman yang dibentuk oleh Institusi Publik untuk mengawasi proses pemberian pelayanan umum bagi masyarakat sebuah negara. Contoh: Ombudsman Indonesia, Ombudsman Polisi Irlandia Utara, Ombudsman Thailand, dan sebagainya.

b. Ombudsman swasta yaitu Ombudsman yang dibentuk oleh institusi swasta untuk mengawasi proses pelayanan umum perusahaan swasta terhadap kosumennya. Contoh: Ombudsman Asuransi, Ombudsman Perbankan, dan sebagainya.

c. Ombudsman Hybrid yaitu Ombudsman yang dibentuk oleh swasta atas mandat yang diberikan negara untuk mengawasi proses pelayanan umum di sektor swasta.

4. Dilihat dari batas wilayah yuridiksinya:

a. Ombudsman Nasional yang mana wilayah kerjanya mencakup seluruh wilayah negara dimana Ombudsman berada. Misalka Ombudsman Nasional Republik Indonesia

b. Ombudsman Daerah yang mana wilayah kerjanya hanya terbatas pada satu daerah tertentu disebuah negara, bisa dalam level Provinsi (province), Kabupaten/Kota (regency/municipal), maupun negara bagian (state). Contoh: Ombudsman Daerah Yogyakarta dan sebagainya.

c. Ombudsman Multinasional yang mana wilayah kerjanya sekaligus mencakup beberapa negara. Ombudsman ini dibentuk atas kesepahaman masing-masing negara akan perlunya membangun

sistem pengawasan bersama dalam proses pelayanan umum tertentu. Contoh: Ombudsman Eropa

Menurut klasifikasi Crossman (dalam Masthuri 2005:45), bentuk-bentuk tindakan yang dapat dikategorikan sebagai maladministrasi adalah: berprasangka, kelalaian, kurang peduli, keterlambatan, bukan kewenangan, tindakan tidak layak, jahat, kejam, dan semena-mena. Sedangkan Ombudsman Nasional sendiri membuat kategori tindakan maladministrasi sebagai:

a. Tindakan yang dirasakan janggal (inappropriate) karena dilakukan tidak sebagaimana mestinya

b. Tindakan menyimpang (deviate)

c. Tindakan yang melanggar ketentuan (irregular/illegitimate) d. Tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), dan

e. Tindakan penundaan yang mengakibatkan keterlambatan yang tidak perlu (undue delay)

f. Tindakan yang tidak patut (inequity).

Lahirnya Ombudsman di Indonesia bertujuan untuk membantu dan menciptakan dan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan KKN serta meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik. Awalnya tugas pokok Komisi Ombudsman Nasional adalah menyiapkan konsep RUU Ombudsman, menyebarluaskan pemahaman mengenai lembaga Ombudsman, melakukan koordinasi dan atau kerja sama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, para ahli, praktisi, organisasi profesi dan lain-lain. Serta melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi tentang penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara pada saat melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umun (Masthuri, 2005:18).

Keputusan, proses, rekomendasi, tindakan kelalaian atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum, aturan-aturan, atau pembebasan dari praktik atau prosedur yang sudah ada secara sewenang-wenang, tidak masuk akal, tidak adil, menyimpang, intmidtif atau diskriminatif Jeremy Pope (dalam Mochtar 2017:92).

Tindakan tersebut dilakukan berlandaskan dasar-dasar yang tidak relevan atau melibatkan penggunaan kekuasaan, dengan alasan KKN hingga keteledoran, ketiadaan perhatian , kelambanan, ketidakwenangan, ketidakefesienan, dan ketidakcakpan dalam administrasi dan pelaksanaan tugas dan tangggung jawab, menjadi hal utama yang akan ditangani oleh Ombudsman.

2.4 Konsep Pelayanan Publik

2.4.1 Pengertian Pelayan Publik

Pelayanan publik sangat erat kaitannya dengan pemerintah, karena salah satu tanggung jawab pemerintah ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kualitas pelayanan publik yang diterima masyarakat secara langsung dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas pemerintah. Pelayanan publik dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Pelayanan publik memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat saat ini dikarenakan tidak semua jasa atau pelayanan disediakan oleh pihak swasta, oleh karena itu pemerintah memiliki kuwajiban untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang tidak disediakan swasta tersebut.

Pelayanan menurut (Gronroos dalam Sabaruddin, 2015:10), adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat

diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen / pelanggan.

Sedangkan Kotler (dalam Juniarso dan Sudrajat, 2010:18), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Kencana (dalam Juniarso dan Sudrajat, 2010:19) mendefinisikan publik sebagai sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang ada.

Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu proses secara fisik.

Juniarso dan Sudrajat (2010:19), “pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.” Layanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi (organisasi massa atau organisasi negara). Layanan yang diberikan haruslah bersifat aktif dan dinamis karena dalam layanan tersebut pada dasarnya manusia lah yang menjadi sasaran ataupun tujuan layanan baik secara perorangan maupun perkelompok

Sinambela (dalam Pasolong 2015:148) pelayanan publik adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Kurniawan (dalam Pasalong 2015:148) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian (melayani) keperluan orang lain sasuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat Nurcholis (2005:175-176).

Pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat banyak. Pelayanan publik diberikan oleh negara melalui organisasi atau perusahaan maupun instansi pemerintah demi menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat melibatkan kedua belah pihak untuk saling bekerjasama. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, yakni dengan memenuhi aturan dengan kesadaran dan menghargai administrator publik yang memberikan pelayanan. Suatu instansi pemerintah merasa dihargai dan akan bekerja dengan penuh tanggungjawab dalam memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumberdaya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Pelayanan publik dapat dikatakan sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah. Pelayanan publik juga

merupakan serangkaian atau sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah atau birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena pemerintah dan negara didirikan oleh masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan publik pada dasarnya memuaskan kebutuhan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah, oleh karena itu Moenir (2006:47) berpendapat bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan publik terbaik kepada publik, dapat dilakukan dengan cara:

1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan.

2. Mendapatkan pelayanan secara wajar.

3. Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih-kasih.

4. Mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang.

Pelayanan yang baik dan memuaskan yang dilakukan oleh institusi pemerintah ataupun organisasi publik lainnya terhadap masyarakatnya, bahwa pelayanan yang terbaik harus dilakukan dengan cara-cara diatas yaitu dengan cara harus memberikan kemudahan dalam pengurusan berbagai urusan agar pelayanan yang dilakukan bisa berjalan dengan cepat. Kedua, harus memberikan pelayanan yang wajar dan tidak berlebihan sesuai dengan keperluannya masing-masing.

Ketiga, harus memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih dan tidak membeda bedakan masyarakat dari segi ekonomi maupun dari segi apapun, sehingga masyarakat mendapatkan perlakuan yang adil dalam mengurus berbagai urusan tanpa membedakan status apapun. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang status, artinya apabila memang untuk mendapatkan pelayanan diharuskan antri secara tertib, hendaknya semuanya diwajibkan antri sebagaimana yang lain. Keempat,

masyarakat harus mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang tanpa membohongi masyarakat yang akan mengurus urusannya. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan. Cara tersebut menjadikan orang lebih mengerti dan akan menyesuaikan diri secara ikhlas tanpa emosi. Pelayanan yang memuaskan dapat memberikan dampak yang positif untuk masyarakat, sesuai dengan pendapat Moenir (2006:47) bahwa dampak positif tersebut adalah:

1. Masyarakat menghargai kepada korps pegawai 2. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan 3. Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai 4. Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, dan

5. Adanya peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila.

Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang diuraikan tersebut, dalam konteks pemerintah daerah, pelayanan publik dapat dinyatakan sebagai pemberian layanan atau melayani keperluan orang, masyarakat dan organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.

2.4.2 Unsur-unsur Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai jasa pelayanan yang mempunyai unsur-unsur didalamnya. Unsur-unsur proses pelayanan publik diperlukan agar dapat mendukung pelayanan yang diinginkan. Menurut kasmir (2006:34) adapun ciri-ciri pelayanan publik baik adalah memiliki unsur unsur sebagai berikut.

1. Tersedianya karyawan yang baik.

2. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik.

3. Bertanggung jawab kepada setiap pelanggan sejak awal hingga akhir.

4. Mampu melayani secara cepat dan tepat.

5. Mampu berkomunikasi.

6. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi.

7. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik.

8. Berusaha memahami kebutuhan nasabah (pelanggan) 9. Mampu memberikan kepercayaan kepada (pelanggan)

Berdasarkan uraian diatas dapat dinyatakan bahwa unsur-unsur pelayanan publik sangat diperlukan untuk mendukung proses pelaksanaannya agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Sehingga pelaksanaan pelayanan dapat terwujud sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat sebagai penerima layanan.

Pada dasarnya pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.Ibrahim (2008 : 19-20) asas-asas dalam pelayanan publik antara lain:

1. Hak dan kewajiban, baik bagi pemberi dan penerima pelayanan publik tersebut, harus jelas dan diketahui dengan baik oleh masing-masing pihak, sehingga tidak ada keragu-raguan dalam pelaksanaannya.

2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitasnya.

3. Mutu proses keluaran dan hasil pelayanan publik tersebut harus diupayakan agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan “terpaksa harus mahal”, maka Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan yang bersangkutan berkewajiban “memberi peluang” kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pelayanan publik akan berkualitas apabila memenuhi asas-asas diantaranya hak dan kewajiban pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan

dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mutu proses keluaran dan hasil pelayanan publik tersebut harus dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum dan apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan terpaksa harus mahal, maka Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan yang bersangkutan berkewajiban memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4.3 Tujuan Pelayanan Publik

Adapun tujuan dari pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima Ratminto (2006: 19-20) yang tercermin dari:

a. Transparansi yakni pelayanan yang bersifat terbuka,mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas yakni pelayanan yang dapat dipertanggung-jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

c. Kondisional yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas

d. Partisipatif yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak yakni pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain

f. Keseimbangan hak dan kewajiban yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Dalam pelaksanaan layanan yang diberikan kepada pelanggan harus memenuhi harapan pelanggan. Karenan pelanggan merupakan seseorang atau masyarakat yang menjadi tolak ukur dalam menentukan hasil dari pelayanan. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraan pelayanan yang bertujuan transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban merupakan harapan pelanggan dalam pelaksanaan pelayanan yang berkualitas sehingga pelayanan dapat merasakan kepuasaan dalam proses pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah selaku pelaksana pelayanan publik.

2.5 Definisi Konsep

Konsep adalah sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama Umar (2004:51). Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Koordinasi Ombudsman dan Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dilakukan guna sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan Administasi Petanahan yang berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Koordinasi Ombudsman dan Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif serta menyelesaikan kasus-kasus yang sering muncul dalam pelayanan publik khusunya dibidang Administrasi Pertanahan di Provinsi Sumatera Utara

2. Pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh Ombudsman dan Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara terhadap sejumlah maupun seluruh masyarakat yang memiliki setiap kegiatan khususnya pada administrasi pertanahan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.

2.6 Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono 2011:64). Berdasarkan pemaparan dari berbagai teori diatas, maka penulis merumuskan hipotesis kerja, yaitu Koordinasi lembaga Ombudsman dengan Badan Pertanahaan Nasional dalam Mewujudkan Pelayanan Publik di Sumatera Utara meliputi: Rencana kerja, Pertemuaan atau Rapat, Komunikasi, Pembagian Kerja.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada serta mampu menggambarkan secara baik mengenai fakta dilapangan sehingga peneliti memberikan informasi sesuai dengan faktanya.

Prastowo (2011:22) metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada hakikatnya penelitian kualitatif merupakan suatu kegiatan sistematis yang digunakan untuk menemukan teori dilapangan, bukan untuk menguji teori/ hipotesis. Nazie (1988:63) dalam buku metode penelitian, metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki

Penelitian ini juga akan memberikan gambaran yang nyata mengenai bagaimana keadaan dilapangan sesungguhnya. Dalam bentuk penelitian deskriptif pendekatan kualitatif peneliti juga dapat mengumpulkan informasi yang berkaitan

dengan Koordinasi yang meliputi: Rencana Kerja, Pertemuan atau Rapat , Komunikasi, Pembagian Kerja

3.2 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data sebagai bahan untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan, penelitian ini dilakukan pada kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara yang beralamat Jl.

Majapahit No.2, Petisah Hulu, Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara.

Peneliti juga melakukan penelitian di Badan Pertanahaan Provinsi Sumatera Utara

Peneliti juga melakukan penelitian di Badan Pertanahaan Provinsi Sumatera Utara