• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada peneliti sehingga peneliti lebih memahami dan mengetahui mengenai keputusan pembelian, perilaku konsumen, word of mouth dan Citra Merek

2. Bagi Toko Zara

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan referensi kepada toko Zara sehingga mereka dapat lebih memahami dan mengetahui mengenai faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pembelian atas produk mereka, terutama pengaruh dari word of mouth dan citra merek.

3. Bagi Peneliti Lainnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai acuan dan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya dimasa yang akan datang.

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1. Pemasaran

2.1.1. Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan proses kegiatan yang dimulai jauh sebelum barang-barang atau bahan-bahan masuk dalam proses produksi, seperti keputusan mengenai produk yang dibuat, pasarnya, harga dan promosinya” Assauri (2007:

3). Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat suskes dalam persaingan adalah “berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan” Levit (dalam Tjiptono, 2008: 19).

Menurut Kotler dan Amstrong (2008:6) pemasaran (marketing) adalah proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

Jadi, pemasaran merupakan semua usaha menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang menguntungkan. Prosesnya dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelangga lalu menentukan produk yang tepat, mengkoordinasikannya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya (fungsi keuangan, produksi, sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan), mengembangkan melalui program-program promosi yang sesuai dengan target pasar serta pendistribusian produk yang didukung dengan marketing management yang baik. Membangun hubungan

dengan pelanggan ini diharapkan mampu mempengaruhi keputusan pelanggan sehingga dapat meningkatkan profit perusahaa

2.1.2. Komunikasi Pemasaran

Menurut Kotler (2009:172) komunikasi pemasaran adalah sarana dimana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk, dan megingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual.

2.1.3. Bauran Komunikasi Pemasaran

Menurut Kotler dan Keller (2009 : 174), bauran komunikasi pemasaran terdiri dari :

1. Iklan yaitu semua bentuk terbayar dari presentasi nonpersonal dan promosi ide barang atau jasa melalui sponsor yang jelas.

2. Promosi penjualan yaitu berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong percobaan atau pembelian produk atau jasa.

3. Acara dan pengalaman yaitu kegiatan dan program yang disponsori perusahaan yang dirancang untuk menciptakan interaksi harian atau interaksi yang berhubungan dengan merek tertentu.

4. Hubungan masyarakat dan publisitas yaitu beragam program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individunya.

5. Pemasaran langsung yaitu penggunaan surat, telepon, faksimile, email atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau meminta respon atau dialog dari pelanggan dan propek tertentu.

6. Pemasaran interaktif yaitu kegiatan dan program online yang dirancang untuk melibatkan pelanggan atau prospek dan secara langsung atau tidak langsung meningkatkan kesadaran, memperbaiki citra, atau menciptakan penjualan produk.

7. Pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth) yaitu komunikasi lisan tertulis, dan elektronik antarmasyarakat yang berhubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli atau menggunakan produk dan jasa.

8. Penjualan personal yaitu interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif untuk tujuan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan pengadaan pesanan.

Bauran komunikasi pemasaran (Prisgunanto, 2006:27) terdiri dari : sales force (personal selling), periklanan, promosi penjualan, penjualan langsung, penjualan langsung (data base marketing, public relations, sponsorhip, eksebisi, coorporate identity, packaging (pengemasan), point of sale, merchandising, word of mouth, internet dan media baru.

2.1.4. Word of Mouth

Menurut Kotler dan Amstrong (2008 : 128), word of mouth adalah komunikasi pribadi tentang sebuah produk antara pembeli sasaran dan tetangga, teman-teman, anggota keluarga, dan rekan. Sedangkan, menurut Word Of Mouth Marketing Asosociation (WOMMA:2006) word of mouth merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan, dan menjual produk/ merek kita kepada pelanggan lainnya.

Widyatama (2011:73) berpendapat word of mouth merupakan komunikasi lisan dan elektronik antar masyarakat yang berhubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli atau menggunakan produk atau jasa

Menurut Lupiyoadi (2006:238), Word Of Mouth adalah suatu bentuk promosi yang berupa rekomendasi dari mulut ke mulut tentang kebaikan dalam suatu produk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Word Of Mouth merupakan komunikasi yang dilakukan oleh konsumen yang telah melakukan pembelian dan menceritakan pengalamannya tentang produk atau jasa tersebut kepada orang lain sehingga secara tidak langsung konsumen tersebut telah melakukan promosi yang dapat menarik minat konsumen lain yang mendengarkan pembicaraan tersebut.

2.1.5. Karasteristik Penting dalam Word of Mouth

Menurut Kotler dan Keller (2009 : 192), ada tiga karakteristik penting dalam word of mouth, yaitu :

1. Kredibel, karena orang lebih mempercayai orang lain yang mereka kenal dan hormati, pemasaran dari mulut ke mulut bisa sangat berpengaruh.

2. Pribadi, pemasaran dari mulut ke mulut bisa menjadi dialog yang sangat akrab yang mencerminkan fakta, pendapat, dan pengalaman pribadi.

3. Tepat waktu, pemasaran dari mulut ke mulut terjadi ketika orang menginginkannya dan ketika mereka paling tertarik, dan sering kali mengikuti acara atau pengalaman penting.

2.1.6. Elemen – Elemen Word of Mouth

Word of mouth bisa dikatakan sebagai promosi gratis bagi suatu merek.

Apabila citra merek sudah buruk maka konsumen atau pelanggan akan

membicarakan hal yang buruk tentang produk tersebut, hal tersebut tentu sangat berbahaya bagi perusahaan. Namun, jika citra merek tersebut baik maka info-info yang tersebar antar konsumen akan berupa informasi yang baik. Pengalaman yang baik yang dirasakan konsumen akan suatu produk akan ia sebarkan kepada orang lain.

Adapun Menurut Sernovitz (2009:31) terdapat lima elemen yang dibutuhkan agar Word Of Mouth dapat menyebar yakni :

1. Talkers

yaitu yang pertama dalam elemen ini adalah kita harus tahu siapa pembicara dalam hal ini pembicara adalah konsumen kita yang telah mengkonsumsi produk atau jasa yang telah kita berikan, terkadang orang lain cenderung dalam memilih atau memutuskan suatu produk tergantung kepada konsumen yang telah berpengalaman menggunakan produk atau jasa tersebut atau biasa disebut dengan referral pihak yang merekomendasikan suatu produk atau jasa.

2. Topics

yaitu adanya suatu word of mouth karena tercipta suatu pesan atau perihal yang membuat mereka berbicara mengenai produk atau jasa, seperti halnya pelayanan yang diberikan, karena produk kita mempunyai keunggulan tersendiri, tentang perusahaan kita, lokasi yang strategis.

3. Tools

yaitu setelah kita mengetahui pesan atau perihal yang membuat mereka berbicara mengenai produk atau jasa tersebut dibutuhkan suatu alat untuk

membantu agar pesan tersebut dapat berjalan, seperti website game yang diciptakan untuk orang-orang bermain, contoh produk gratis, postcards, brosur, spanduk, melalui iklan di radio apa saja alat yang bisa membuat orang mudah membicarakan atau menularkan produk anda kepada temannya.

4. Taking Part atau partisipasi perusahaan

yaitu partisipasi perusahaan seperti Universitas Sumatera Utara 16 seperti halnya dalam menanggapi respon pertanyaan-pertanyaan mengenai produk atau jasa tersebut dari para calon konsumen dengan menjelaskan secara lebih jelas dan terperinci mengenai produk atau jasa tersebut, melakukan follow up ke calon konsumen sehingga mereka melakukan suatu proses pengambilan keputusan.

5. Tracking

Pengawasan akan hasil word of mouth marketing perusahaan setelah suatu alat tersebut berguna dalam proses word of mouth dan perusahaanpun cepat tanggap dalam merespon calon konsumen, perlu pula pengawasan akan word of mouth yang telah ada tersebut yaitu dengan melihat hasil seperti dalam kotak saran sehingga terdapat informasi banyaknya word of mouth positif atau word of mouth negatif dari para konsumen.

2.1.7. Indikator Word of Mouth

Dalam word of mouth communication terdapat beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah word of mouth berhasil

atau tidak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Barry J. dkk. dalam Sagala (2014), mereka mengukur word of mouth dengan indikator sebagai berikut :

1. Kemauan konsumen dalam membicarakan hal-hal positif tentang kualitas pelayanan perusahaan kepada orang lain.

2. Kemauan konsumen untuk merekomendasikan produk yang digunakannya kepada orang lain.

3. Sebagai masukan atau dorongan terhadap teman atau relasi-relasi lainnya untuk melakukan pembelian terhadap jasa perusahaan.

Menurut Budi Wiyono (2009:1) word of mouth terjadi karena:

a. Membicarakan, Seseorang mungkin begitu terlibat dengan suatu produk tertentu dan bermaksud membicarakan mengenai hal itu dengan orang lain, sehingga terjadi proses komunikasi word of mouth.

b. Mempromosikan, Seseorang mungkin menceritakan produk yang pernah dikonsumsinya dan tanpa sadar ia mempromosikan produk tersebut kepada orang lain (teman atau keluarganya).

c. Merekomendasikan, Seseorang akan merekomendasikan suatu produk yang pernah dibelinya kepada orang lain (teman atau keluarganya).

d. Menjual, Menjual tidak berarti harus merubah konsumen menjadi salesman layaknya agen MLM tetapi konsumen kita berhasil mengubah (transform) konsumen lain yang tidak percaya, persepsi positif dan akirnya mencoba.

2.2. Merek

2.2.1. Pengertian Merek

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, dimana merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono 2011: 3).

Selain membedakan satu produk dengan produk yang lain, merek juga memberikan manfaat bagi konsumen, diantaranya mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen akan lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan sama (Ferrinadewi, 2008:135).

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa bentuk suara, hologram, bahkan aroma juga dimasukkan dalam lingkup definisi merek. Definisi ini memiliki kesamaan defenisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator (Tjiptono, 2011:

4).

Menurut Kotler (2010:123) merek merupakan suatu simbol yang kompleks yang dapat menyampaikan enam tingkat pengertian, antara lain :

1. Atribut (Attributes)

Suatu merek mendatangkan atribut tertentu ke dalam pikiran konsumen.

2. Manfaat (Benefits)

Atribut yang ada harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional terdiri atas :

a. Functional benefits berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan, sebagaimana juga untuk keinginan untuk memindahkan dan menghindari masalah.

b. Symbolic benefits berhubungan dengan kebutuhan dasar untuk sosial, ekspresi pribadi atau kepercayaan diri.

c. Experiental benefits berkaitan dengan apa yang dirasakan ketika menggunakan produk. Hal tersebut terkait dengan sensor dan stimulasi afektif.

3. Nilai (values)

Merek juga menyatakan suatu tentang nilai pembuat atau produsen.

4. Budaya (culture)

Merek dapat mempresentasikan budaya.

5. Kepribadian (personality)

Merek dapat menjadi proyeksi dan pribadi tertentu.

6. Pengguna (user)

merek dapat mengesankan tipe konsumen tertentu.

2.2.2. Fungsi Merek

Fungsi merek dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 2.1

Fungsi Merek Bagi konsumen

No Fungsi Manfaat Bagi Pelanggan

1. Identifikasi Bisa dengan jelas memberikan makna bagi produk, gampang mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.

2. Praktikalisasi Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.

Lanjutan

Tabel 2.1

Fungsi Merek Bagi konsumen

No Fungsi Manfaat Bagi Pelanggan

3. Jaminan Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan ditempat berbeda.Etis Kepuasan berkatian dengan perilaku bertanggungjawab merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat

4. Optimisasi Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik.

5 Karakteristik Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada orang lain.

6 Kontinuitas Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun.

7 Hedonistik K epuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan komunikasinya

8 Etis Kepuasan berkatian dengan perilaku

bertanggungjawab merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.

Sumber: Tjiptono (2011:44) 2.2.3. Manfaat Merek

Menurut Tjiptono (2011: 43) merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai:

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi.

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten dan kemasan bisa

diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari asset bernilai tersebut.

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini mengahasilkan predictability dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hokum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Bagi konsumen, merek bisa memberikan beranekaragam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial.

Kotler (2010:78) mengemukakan 7 manfaat merek bagi konsumen : 1. Identifikasi sumber produk

2. Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu 3. Pengurangan resiko

4. Penekanan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal 5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen

6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri

7. Dan signal kualitas 2.2.4. Ekuitas Merek

Ekuitas merek menurut Kotler (2009 : 263) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.

Ekuitas merek memiliki dua jenis model yaitu :

1. Penilaian aset merek, ada lima komponen atau pilar kuncinya :

a) Diferensiasi, yaitu mengukur tingkat sejauh mana merek dianggap berbeda dari merek lain.

b) Energi, yaitu mengukur arti momentum merek.

c) Relevansi, yaitu mengukur cakupan daya tarik merek.

d) Harga diri, yaitu mengukur seberapa baik merek dihargai dan dihormati.

e) Pengetahuan, yaitu mengukur kadar keakraban dan keintiman konsumen dengan merek.

2. Brands, menurut model ini pembangunan merek mengikuti sederet langkah yang berurutan, masing-masing bergantung pada keberhasilan pencapaian langkah sebelumnya.

Model Aaker, ekuitas merek dipandang sebagai kesadaran merek, loyalitas merek, dan asosiasi merek yang bersama-sama menambah atau mengurangi nilai yang diberikan kepada sebuah produk atau jasa. Manajemen merek dimulai dengan mengembangkan identitas merek yaitu sekumpulan asosiasi merek yang

unik yang mewakili tujuan dan janji merek kepada pelanggan, sebuah citra merek yang aspirasional.

Model resonansi merek, model ini memandang pembangunan merek sebagai sederet langkah yang menapak naik, dari bawah keatas :

a) Memastikan teridentifikasinya merek oleh pelanggan dan memastikan asosiasi merek dalam pikiran pelanggan dengan satu kelas produk atau kebutuhan pelanggan tertentu;

b) memastikan tertanamnya arti merek secara total dalam pikiran pelanggan dengan mengaitkan sejumlah asosiasi merek yang nyata dan tidak nyata secra strategis;

c) mendapatkan respons pelanggan yang tepat dalam hubungannya dengan penilaian dan perasaan terkait dengan merek ; dan

d) mengubah respons merek untuk menciptakan hubungan loyalitas yang intesns dan aktif antara pelanggan dan merek.

Menerapkan keempat langkah ini berarti membangun sebuah piramid yang terdiri dari enam “kotak pembangunan merek” dengan pelanggan, yaitu :

1. Keutamaan merek adalah seberapa sering dan seberapa mudah pelanggan memikirkan merek dalam berbagai situasi pembelian atau konsumsi.

2. kinerja merek adalah seberapa baik produk atau jasa memenuhi kebutuhan fungsional pelanggan.

3. Pencitraan merek menggambarkan sifat ekstrinsik produk atau jasa, termasuk cara di mana merek betusaha memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan.

4. Penilaian merek berfokus pada pendapat atau evaluasi pribadi pelanggan sendiri.

5. Perasaan merek adalah respons dan reaksi emosional pelanggan terhadap merek.

6. Resonansi merek mengacu pada sifat hubungan yang dimiliki pelanggan dengan merek dan sejauh mana mereka merasa “sinkron”

dengan merek.

2.2.5. Citra Merek

Menurut Suryani (2008: 113) Citra merek umumnya didefinisikan segala hal yang terkait dengan merek yang ada dibenak ingatan konsumen. Citra merek mempresentasikan keseluruhan persepsi konsumen terhadap merek yang tertentu karena informasi dan pengalaman konsumen terhadap suatu merek. Citra merek mempunyai peran penting dalam mempengaruhi perilaku pembelian. Konsumen mempunyai citra positif terhadap merek cenderung memilih merek tersebut dalam pembelian.

Menurut Hossain (2007) citra merek adalah totalitas persepsi konsumen tentang merek, atau bagaimana mereka melihatnya, yang mungkin tidak sesuai dengan identitas merek. Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen beralasan atau emosional.

Kotler dan Keller (2009:346) juga menyatakan bahwa “citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti yang tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam ingatan konsumen”. Citra merek (brand image) merupakan keseluruhan persepsi terhadap merek yang terbentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu.

Sejarah masa lalu ekuitas merek diukur untuk menjadi sikap merek dan citra merek, dan hasil dari ekuitas merek yang disengaja untuk menjadi tujuan preferensi merek dan pembelian, citra merek sangat mempengaruhi kualitas dan kepercayaan yang dianut oleh konsumen . Citra diri korespondensi dapat memanipulasi preferensi merek , kepuasan merek dan niat beli (Malik et al, 2012).

Menurut Ferinnadewi (2008:165), citra merek terdiri dari dua komponen yaitu:

1. Brand association atau asosiasi merek, konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan atribut produk, manfaat produk dan keseluruhan evaluasinya atau sikapnya terhadap merek. Kekuatan asosiasi merek ditentukan dari pengalaman langsung konsumen dengan merek, pesanpesan yang sifatnya non komersial maupun yang sifatnya komersial. Pada awalnya asosiasi merek dibentuk dari kombinasi antara kuantitas perhatian konsumen pada merek dan ketika konsumen menemukan relevansi juga konsistensi antara konsep dirinya dengan merek.

2. Favorability, strenght, dan uniqueness of brand association atau sikap positif, kekuatan dan keunikan merek. Sikap positif dan keunikan

asosiasi merek terdiri dari tiga hal dalam benak konsumen yaitu adanya keinginan, kemudian keyakinan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginannya dan yang terpenting adalah keyakinan konsumen bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan merek lainnya.

Menurut Stern (dalam Ferrinadewi, 2008: 167) terdapat beberapa aspek yang membuat citra merek menjadi begitu bervariasi yaitu:

1. Dimana letak citra (image) artinya apakah citra tersebut berada dalam benak konsumen atau memang pada objeknya.

2. Sifat alaminya artinya apakah citra tersebut mengacu pada proses, bentuk atau sebuah transaksi.

3. Jumlah artinya berapa banyak dimensi yang membentuk citra.

2.2.6. Indikator Citra Merek

Menurut Ferrinadewi (2008:166) komponen dari citra merek adalah:

1. Favorability (Sikap positif)

2. Strenght of brand association (Kekuatan asosiasi merek) 3. Uniqueness of brand association (Keunikan asosiasi merek)

Menurut Aaker dalam Hasibuan (2012:33), terdapat 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam membentuk sebuah brand yaitu:

1. Recognition, tingkat dikenalnya sebuah merek (brand) oleh konsumen.

2. Reputation, tingkat atau status yang cukup tinggi bagi sebuah merek (brand) karena lebih terbukti mempunyai “track record” yang baik.

3. Affinity, semacam emotional relationship yang timbul antar sebuah merek (brand) dengan konsumennya.

4. Brand loyalty, ukuran dari kesetiaan pelanggan terhadap suatu merek.

2.3. Perilaku Konsumen

2.3.1. Pengertian Perilaku Konsumen

Konsumen membuat banyak keputusan pembelian setiap hari. Kebanyakan perusahaan meneliti keputusan pembelian konsumen secara sangat rinci untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, berapa banyak, dan mengapa mereka membeli. Perilaku pembelian konsumen (consumer buyer behaviour) mengacu pada perilaku pembelian konsumen akhir−perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa.

2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Periaku Konsumen

Keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh perusahaan, tetapi harus benar-benar diperhitungkan untuk mengkaji pengaruh-pengaruhnya terhadap perilaku pembelian (Kotler dan Amstrong, 2008 : 159).

1. Faktor Kebudayaan

Faktor-faktor budaya memiliki pengaruh yang paling luas dalam perilaku konsumen. Kebudayaan sendiri memiliki pengertian seperangkat nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga-lembaga kemasyarakatan penting lainnya. Kebudayaan merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling

mendasar. Perilaku manusia akan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dimana ia bertempat tinggal dan pengaruh tersebut akan terus ada dan terus berubah mengikuti perkembangan zaman.

2. Faktor Sosial

Faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen diantaranya : kelompok acuan, keluarga, peran dan status dalam masyarakat.

a. Kelompok Acuan

Kelompok acuan seseorang terdiri atas semua kelompok di sekitar individu yang mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku individu tersebut. Kelompok acuan mempengaruhi pendirian dan konsep pribadi seseorang karena individu biasanya berhasrat untuk berperilaku sama dengan kelompok acuan tersebut.

b. Keluarga

Keluarga sendiri biasanya menjadi sumber orientasi dalam perilaku. Anak akan cenderung berperilaku sama dengan orang tua saat mereka melihat perilaku orang tua mereka mendatangkan manfaat atau keuntungan.

c. Peran dan status dalam masyarakat

Peranan adalah kegiatan yang diharapkan untuk dilakukan mengacu pada orang-orang disekellilingnya. Sedang status adalah pengakuan umum masyarakat sesuai dengan peran yang dijalankan. Setiap individu dan status yang

Peranan adalah kegiatan yang diharapkan untuk dilakukan mengacu pada orang-orang disekellilingnya. Sedang status adalah pengakuan umum masyarakat sesuai dengan peran yang dijalankan. Setiap individu dan status yang

Dokumen terkait