• Tidak ada hasil yang ditemukan

NEGARA DAN PEREMPUAN

MASA SOEHARTO ( ORDE BARU )

Pada masa Soeharto ada juga kemajuan penting yang dicapai perempuan. Salah satu kemajuan yang perlu dicatat adalah dijadikannya masalah perempuan sebagai masalah publik dan adanya kebijakan-kebijakan publik yang secara eksplisit bertujuan untuk menangani masalah-masalah perempuan. Adapun salah satu bentuk kebijakan atau respon negara terhadap perempuan selama masa pemerintahan Soeharto adalah terbentuknya Undang-undang No.5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.50

50Achie Sudiarti Luhulima, Op.cit., hal.175.

Adapun di dalam Pasal 9 Ayat ( 2 ) menyatakan bahwa

“ Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarga. “

Pasal ini sudah sangat maju, yang menentukan hak, kesempatan dan manfaat yang sama dan adil, mengenai pemilikan dan pemanfaatan tanah, bagi perempuan dan laki-laki.

Pekerjaan kaum ibu akan bertambah berat jika banyak anak yang harus diurusnya dan dididik. Karena itu kesehatan ibu sangat mempengaruhi kesehatan keturunannya. Dalam usaha memperbaiki kesehatan maka pemerintah pada masa Soeharto telah mengaturnya dalam suatu bentuk kebijakan.

Dalam Undang-undang Pokok Kesehatan No.9 Tahun 1960 telah ditetapkan sebagai berikut51

• Pasal 1 : Tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha kesehatan pemerintah

:

• Pasal 2 : Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, rohaniah (mental) dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan

Masalah-masalah kesehatan yang memerlukan perhatian kaum ibu ialah masalah Gizi dan ASI.

Instruksi Presiden RI Nomor 14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu

Makanan Rakyat52

Program meningkatkan pemanfaatan ASI adalah salah satu usaha yang terbentuk dalam Inpres No.14 Tahun 1974 tentang perbaikan menu makanan rakyat. Namun sisi lain ada yang perlu diperhatikan dimana terlampau cepat atau berturut-turut melahirkan anak. Maka Keluarga Berencana ( KB ) sangat diperlukan untuk mengatur dan jika perlu membatasi kelahiran anak, supaya tidak membahayakan kesehatan ibu dan anak.

menyebutkan bahwa :

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan berbagai usaha yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan menu makanan rakyat, dengan lebih menganekaragamkan jenis dan meningkatkan mutu gizi, makanan rakyat baik kualitas dan kuantitas.

51Nani Soewondo, Op.cit., hal.284.

Selain itu terbentuk juga undang-undang lain sebagai suatu bentuk perjuangan perempuan yaitu Undang-undang Perkawinan Tahun 1974. Sangat penting bahwa keluarga mendapat perlindungan menurut undang-undang. Ketentaraman jiwa kaum ibu sangat mempengaruhi kebahagiaan hidup Rumah Tangga. Kaum wanita tidak dapat hidup tenang, bila mereka sewaktu-waktu mereka dapat dicerai meskipun tidak bersalah apapun juga seperi yang sering terjadi. Maka dibentuklah Undang-undang Perkawinan.

Pokok-pokok Undang-undang Perkawinan53 a) Peraturan yang berlaku dalam perkawinan

:

Hukum perkawinan diatur dalam Undang-undang Perkawinan yang disahkan pada akhir tahun 1973 dan diundangkan sebagai Undang-undang No.1 Tahun 1974. Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Perkawinan ditetapkan pula Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah dan tata kerja peradilan agama dan Petunjuk Mahkamah Agung MA/Pemb/0807/75.

b) Dasar dan tujuan Perkawinan

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 1 UUP )

c) Sahnya perkawinan dan Pencatatan Perkawinan

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu ( Pasal 2 ayat ( 1 ) UUP ).

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 2 ayat ( 2 ) UUP ).

d) Poligami ( beristri lebih dari satu )

Meskipun diakui asas monogami, tetapi pengadilan dapat memberi izin untuk poligami atas permintaan yang bersangkutan ( Pasal 3 UUP ).

Pengadilan hanya dapat memberi izin demikian kepada suami, jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; istri tidak dapat melahirkan keturunan (Pasal 4 UUP).

Suami harus mengajukan permohonan dengan terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat: persetujuan istri/ istri; suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka serta jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak ( Pasal 4, 5 UUP ).

e) Hak dan Kewajiban Suami Istri

Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga ( Pasal 31 UUP )

f) Harta Benda dalam Perkawinan

Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing sebagai hadiah dan warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang pihak yang bersangkutan tidak menentukan lain (Pasal 35

UUP). Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

g) Perceraian

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak ( Pasal 39 ayat ( 1 ) UUP ).

Pada masa pemerintahan Soeharto ada suatu kebijakan meningkatkan peranan wanita yang diatur dalam Ketetapan MPR/No.IV/MPR/1973 tentang

GBHN, BAB IV, Pola Umum Pelita Kedua, mengenai Pendidikan, Ilmu

Pengetahuan Teknologi dan Pembinaan Generasi Muda,54

Peranan wanita tersebut dalam proses pembangunan selanjutnya memperoleh perhatian pemerintah sejak keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi I Perserikatan Bangsa-bangsa tentang perempuan di Mexico pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1978

sub 8 di cantumkan sebagai berikut : “ Pembinaan keluarga yang sejahtera adalah sarana bagi pembinaan Generasi Muda. Untuk pembinaan keluarga yang demikian itu maka hak-hak wanita dijamin serta kedudukannya dalam keluarga dan masyarakat dilindungi.”

55

54Nani Soewondo, Ibid., hal.305.

55Muhadjir, Op.cit., hal.72.

telah ditunjuk seorang

Menteri Muda Urusan Peranan Wanita sebagai anggota Kabinet Pembangunan

Selanjutnya Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ( GBHN ),

Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 antara lain menyatakan mengenai Keluarga

Berencana dan Kependudukan, dalam hubungannya pula dengan masalah pembangunan sebagai berikut56

“ Erat hubungannya dengan masalah kependudukan adalah pelaksanaan program KB yang dalam Pelita Kedua telah menunjukkan hasil-hasilnya. Program tersebut perlu diperluas dan diintensifkan agar dalam jangka panjang benar-benar dapat menjamin terkendalikannya pertumbuhan

:

“ Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui program Keluarga Berencana, yang mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil, karena kegagalan pelaksanaan KB akan mengakibatkan hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang. Pelaksanaan KB ditempuh dengan cara-cara sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu diperlukan pula usaha penyebaran penduduk yang lebih wajar melalui transmigrasi sebagai sarana dalam meningkatkan kegiatan pembangunan secara merata di seluruh tanah air.” ( GBHN BAB III,B,8 )

Kemudian dalam Pola Umum Pelita Ketiga telah dicantumkan juga sebagai berikut :

penduduk Indonesia dan dapat menciptakan keluarga yang sejahtera.” ( GBHN, BAB IV, D, 21 ).

Selain mengatur tentang kependudukan pemerintah juga meningkatkan Peranan Wanita dalam Pembangunan dan Pembinaan Bangsa berdasarkan

Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 tentang GBHN, BAB IV, Pola Umum Pelita Ketiga57

a) Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal di segala bidang. Oleh karena itu, wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.

:

b) Peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.

c) Untuk lebih memberikan peranan dan tanggung jawab kepada kaum wanita dalam pembangunan, maka pengetahuan dan keterampilan wanita perlu ditingkatkan di berbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhannya.

Pada tahun 1981, pemerintah mengeluarkan kebijakan lain diantaranya

Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No.80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi

Perburuhan Internasional No.100 mengenai Pengupahan yang sama bagi Buruh laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.58

57Nani Soewondo, Ibid., hal. 305.

58Achie Sudiarti Luhulima, Op.cit., hal.247.

Pasal 3 menentukan bahwa :

Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Selanjutnya dalam GBHN, Ketetapan MPR No.II/MPR/1983 Pelita

Keempat ditegaskan kembali mengenai Kependudukan dan Keluarga Berencana

sebagai berikut59

a) Kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh dan terpadu perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan serta diarahkan untuk menunjang peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya.

:

b) Pelaksanaan kebijaksanaan dan program-program kependudukan yang meliputi antara lain pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian terutama tingkat kematian anak-anak, perpanjangan harapan hidup, penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang lebih serasi dan seimbang perlu lebih ditingkatkan.

c) Program Keluarga Berencana bertujuan ganda, ialah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan pengendalian kelahiran, dan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia.

d) Dalam rangka mengendalikan pertumbuhan penduduk perlu diambil langkah-langkah untuk mempercepat turunnya tingkat kelahiran.

e) Jumlah peserta keluarga berencana perlu makin ditingkatkan kesadaran dan secara sukarela dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

f) Penerangan dan pendidikan mengenai masalah kependudukan bagi seluruh lapisan masyarakat baik wanita maupun pria, terutama generasi muda, perlu ditingkatkan dan lebih diperluas agar makin disadari mendesaknya masalah kependudukan serta pentingnya keluarga kecil sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.

Terdapat juga didalamnya adanya peningkatan posisi Menteri menjadi

Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( Men UPW ) serta adanya Ketetapan MPR No.II/MPR/1983 tentang GBHN, BAB IV, Pola Umum Pelita Keempat, peranan wanita dalam pembangunan bangsa adalah60

a) Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal di segala bidang. Dalam rangka ini wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta dalam segala kegiatan pembangunan.

:

b) Peranan wanita dalam pembangunan berkembang selaras dan serasi dengan perkembangan tanggung jawab dan peranannya dalam mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat dan sejahtera, termasuk

60Nani Soewondo, Ibid., hal. 306.

pembinaan generasi muda anak-anak remaja dan anak-anak di bawah lima tahun, dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

c) Peranan dan tangung jawab wanita dalam pembangunan makin dimantapkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

d) Dalam rangka mendorong partisipasi wanita dalam pembangunan perlu makin dikembangkan kegiatan wanita dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga antara lain melalui organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga ( PKK )

Indonesia meratifikasi Konvensi Perempuan dengan Undang-undang

Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan