• Tidak ada hasil yang ditemukan

tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita61 (Convention on the

NEGARA DAN PEREMPUAN

Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita61 (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) dengan persyaratan (resevation) terhadap Pasal 29 ayat (1).62

61 Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

62 Pasal 29 ayat (1) Konvensi Perempuan: “Setiap perselisihan antara dua atau lebih negara mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini yang tidak diselesaikan melalui perundingan, diajukan untuk arbitrasi atas permohonan salah satu diantara Negara-negara tersebut. Jika enam bulan sejak tanggal permohonan untuk arbitrasi pihak-pihak tidak dapat bersepakat mengenai penyelenggaraan arbitrasi itu, salah satu dari pihak-pihak tersebut dapat menyerahkan perselisihan itu kepada Mahkamah Internasional melalui permohonan yang sesuai dengan peraturan Mahkamah itu.

Maka dari ratifikasi suatu konvensi internasional dengan undang-undang ialah suatu perjanjian internasional (treaty) yang menciptakan kewajiban dan akuntabilitas Negara yang meratifikasinya. Ratifikasi oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan Konvensi sebagai hukum formal dan bagian dari hukum nasional.

Konsekuensi dari ratifikasi Konvensi internasional ialah bahwa Negara Peserta (peratifikasi konvensi) memberikan komitmen, mengikatkan diri untuk menjamin melalui peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan tindakan khusus sementara, mewujudkan kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perenpuan, serta terhapusnya segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. 1. Prinsip-prinsip Konvensi Perempuan

Konvensi Perempuan menekankan pada persamaan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki (equality and equity), yaitu persamaan hak dan kesempatan serta penikmatan mamfaat disegala bidang kehidupan dan segala kegiatan.

Konvensi Perempuan mengakui bahwa :

• Ada perbedaan biologis atau kodrati antara perempuan dan laki-laki

• Ada perbedaan perlakuan yang berbasis gender yang mengakibatkan kerugian pada perempuan. Kerugian itu berupa subordinasi kedudukan dalam keluarga dan masyarakat, maupun pembatasan kemampuan dan kesempatan dalam memamfaatkan peluang yang ada. Peluang itu dapat berupa peluang untuk tumbuh kembang secara optima, secara menyeluruh dan terpadu, peluang untuk menikmati manfaat yang sama dengan laki-laki dari hasil-hasil pembangunan untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

• Ada perbedaan kondisi dan posisi antara perempuan dan laki-laki, dimana perempuan ada dalam komdisi dan posisi yang lebih lemah karena mengalami diskriminasi atau menanggung akibat karena perlakuan

diskriminatif dimasa lalu, atau karena lingkungan, keluarga dan masyarakat tidak mendukung kemandirian perempuan.

Dengan memperhatikan keadaan dan kondisi itu, Konvensi Perempuan menetapkan prinsip-prinsip serta ketentuan-ketentuan untuk menghapus kesenjangan, subordinasi serta tindakan yang merugikan hak dan kedudukan perempuan dalam hukum, keluarga dan masyarakat.

Prinsip-prinsip yang dianut oleh Konvensi sebagai alat untuk advokasi. Prinsip-prinsip tersebut merupakan pula kerangka untuk merumuskan strategi pemajuan dan penegakan hak perempuan. Prinsip-prinsip Konvensi Perempuan dapat digunakan pula sebagai alat untuk menguji apakah suatu kebijakan, aturan atau ketentuan mempunyai dampak, dalam jangka pendek atau jangka panjang, yang merugikan perempuan.

Konvensi perempuan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

• Prinsip Persamaan Substantif, yaitu persamaan hak, kesempatan, akses dan penikmatan mamfaat.

• Prinsip Non-Diskriminasi

• Prinsip Kewajiban Negara

Prinsip-prinsip tersebut yang berasaskan kemanusiaan (lihat Mukadimah Konvensi) merupakan suatu kesatuan, saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

a. Prinsip persamaan substantif

Secara ringkas, prinsip persamaan substantif yang dianut Konvensi Perempuan adalah :

• Langkah tindak untuk merealisasi hak perempua yang ditujukan untuk mengatasi adanya perbedaan, disparitas/kesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan.

• Langkah-tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesempatan dan akses yang sama dengan laki-laki serta mempunyai manfaat yang sama.

• Konvensi Perempuan mewajibkan negara untuk mendasarkan kebijakan dan langkah-tindakpada prinsip-prinsip : (a) kesempatan yang sama bagi laki-laki, (b) akses yang sama bagi perempuan dan laki, (c) perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil-hasil menggunakan kesempatan dan akses tersebut.

• Hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki (i) dalam kewarganegaraan,(ii) dalam wadah perkawinan dan hubungan keluarga, (iii) dalam perwalian anak.

• Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

b. Prinsip non-diskriminasi

Definisi mengenai diskriminasi terhadap perempuan dimuat dalam Pasal 1 Konvensi Perempuan:

”Istilah diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan”

Pasal 1 Konvensi Perempuan merupakan definisi kerja arti diskriminasi terhadap perempuan. Pasal 1 digunakan untuk melakukan identifikasi kelemahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan formal atau netral.63

- Langkah-tindak khusus sementara, Pasal 4 (1) Konvensi Perempuan, yaitu langkah-tindak yang dilakukan untuk mencapai persamaan kesempatan dan perlakuan bagi perempuan dan laki-laki, dan mempercepat persamaan de facto antara laki-laki dan perempuan. Dikenal sebagai affirmative action, tetapi sekarang dikenal sebagai langkah-langkah-tindak atau tindakan khusus sementara, temporary special measure.

Yang tidak dianggap sebagai diskriminasi ialah:

- Perlindungan kehamilan Pasal 4 (2), dan kehamilan sebagai fungsi sosial Pasal 5(2) Konvensi Perempuan.

Sebaliknya suatu tidakan proaktif, seperti melarang perempuan melakukan suatu jenis pekerjaan tertentu dapat dianggap sebagai suatu tindak diskriminatif, karena dalam jangka panjang dapat bertentangan dengan kepentingan perempuan.

c. Prinsip kewajiban negara

Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar kewajiban negara meliputi hal-hal sebagai berikut:

- Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

- Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah-tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yag ada, dan menikmati manfaat yang sama/adil dari hasil menggunakan peluang itu.

- Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasi hak perempuan. - Tidak saja menjamin secara de jure tetapi juga secara de facto.

- Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya di sektor publik, tetapi juga melaksanakanya terhadap tindakan orang-orang dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan sektor swasta.

Dalam pasal 2-5 Konvensi Perempuan :