• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kamu akan membaca cerita anak. Kemudian, kamu akan menceritakannya kembali dan memberi komentar tentang cerita yang telah kamu baca.

Menceritakan Kembali Cerita Anak

Kamu dapat menceritakan kembali cerita anak jika memahami isi cerita. Ikuti langkah-langkah berikut agar kamu dapat menceritakan kembali cerita.

1. Menentukan pokok-pokok cerita.

Kamu dapat menemukan pokok-pokok cerita. Pokok-pokok cerita digunakan untuk memahami cerita . Pokok-pokok cerita disebut unsur- unsur cerita. Unsur-unsur cerita sebagai berikut.

a. Tema cerita berupa masalah, gagasan, atau persoalan yang menjadi dasar sebuah cerita.

b. Amanat atau pesan dalam cerita.

c. Watak atau sifat-sifat tokoh dalam cerita.

d. Alur cerita atau rangkaian kejadian atau peristiwa. e. Pelajaran atau manfaat yang dapat diambil dari cerita. 2. Mencatat peristiwa-peristiwa dalam cerita.

3. Merangkaikan peristiwa-peristiwa dalam cerita menjadi urutan cerita. Kamu dapat menggunakan kata penghubung untuk merangkaikan peristiwa-peristiwa cerita. Setelah itu, urutkan peristiwa dalam cerita tersebut.

4. Menceritakan kembali cerita dengan kalimat sendiri baik secara lisan maupun tertulis.

Apakah kamu suka membaca buku cerita anak? Bagaimana isi buku tersebut? Kamu dapat menceritakan kembali cerita anak yang telah kamu baca.

A. Diskusikan pokok-pokok cerita dari cerita anak ”Seruling Gembala”! Pokok-pokok cerita digunakan untuk memahami isi cerita.

B. Lakukan kegiatan di bawah ini!

1. Catatlah pokok-pokok cerita anak ”Seruling Gembala”!

2. Catat pula peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita anak ”Seruling Gembala”!

3. Rangkaikan peristiwa-peristiwa tersebut menjadi alur cerita yang berurutan!

4. Ceritakan kembali cerita anak ”Seruling Gembala” yang telah kamu buat secara tertulis berdasarkan rangkaian cerita yang telah kamu catat! 5. Ceritakan cerita anak ”Seruling Gembala” dengan kalimatmu sendiri!

Terdengarlah alunan suara buluh perindu itu memecah kesunyian. Lagu-lagu klasik Bima dibawakannya dengan baik. Lancar sekali jari-jarinya menekan lubang yang berderet.

Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang.

”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian.

Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup.

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi. ”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.

Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil sebatang seruling. Bagus sekali kelihatannya. Diukir dengan gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.

”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi. ”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu. ”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi.

. . . .

Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto.

Sumber: LAFANDA, Arsyad Siddik, Balai Pustaka, 2000 ”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang

pada Kawi.

”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.

Mengomentari Cerita Anak

Selain menceritakan kembali, kamu dapat mengomentari cerita anak tersebut. Cara mengomentari cerita sebagai berikut.

1. Tentukan terlebih dahulu unsur cerita yang akan dikomentari. Hal-hal yang perlu dikomentari berupa unsur-unsur cerita.

Fungsi dan Makna Kata Sapaan dan Kata Panggilan

Perhatikan kembali cerita anak ”Seruling Gembala”! Dalam cerita anak tersebut terdapat kalimat di bawah ini.

”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang kepada Kawi.

Kata bercetak miring pada kalimat di atas disebut kata sapaan. Kata sapaan digunakan untuk menyapa lawan bicara secara langsung. Kata sapaan ditulis dengan diawali huruf kapital dan diawali dengan tanda koma dalam kalimat.

Kamu telah mencermati contoh kalimat di atas. Bandingkan dengan contoh kalimat di bawah ini!

Mbawa menjuluki Kawi si baik hati.

Pada kalimat tersebut terdapat kata panggilan. Seseorang biasanya mempunyai kata panggilan atau julukan karena ia mempunyai kelebihan, kekhasan, dan keunikan dalam hal atau bidang tertentu yang membedakan dengan orang lain. Misalnya Kawi, ia mempunyai julukan si baik hati. Kawi mendapat julukan itu karena Kawi mau membuatkan seruling untuk Mbawa.

Contoh lain:

1. Orang yang suka mencuri biasa dijuluki si panjang tangan. 2. Orang yang tidak mempunyai harta di juluki si miskin. Kata julukan sama dengan panggilan.

2. Mengomentari cerita disertai alasan yang logis dan bahasa yang santun.

Contoh:

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang mem- buatkannya?” tanya Mbawa kepada Kawi.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. Berdasarkan kutipan cerita tersebut, cerita ”Seruling Gembala” mengajarkan kepada kita sopan santun dalam berbicara. Selain itu, cerita tersebut memberikan penanaman rasa tolong-menolong antarsesama manusia.

C. Lakukan kegiatan berikut!

1. Baca kembali cerita anak ”Seruling Gembala”. Tentukan bagian-bagian cerita yang akan kamu komentari!

2. Ungkapkan komentarmu mengenai cerita anak ”Seruling Gembala” dengan alasan yang logis dan kalimat yang santun!

D. Lakukan kegiatan di bawah ini!

1. Perhatikan kembali cerita anak yang telah kamu baca!

2. Cari dan catatlah kata sapaan dan kata panggilan yang terdapat pada cerita anak yang kamu baca!