• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Kasus: Strategi dan Instrumen Pengumpulan Data

Indonesia: Membangun Studi Kasus

3.3. Membangun Kasus: Strategi dan Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memahami persoalan aneka kelompok rentan di Indonesia dalam kaitannya dengan media, seti- daknya dibutuhkan tiga langkah penting, yaitu (i) mengidentifikasi kelompok-kelompok rentan dan ke- prihatinan mereka; (ii) menentukan dampak industri media dan kebijakan media terhadap kehidupan dan hak kelompok rentan; (iii) menganalisis narasi yang dibawakan oleh kelompok-kelompok rentan. Ketiga hal inilah yang menjadi pertimbangan utama kami ketika mengamati serangkaian data sekunder yang tersedia untuk kami. Demikian, kami menaruh perhatian pada aspek historis dan konteks eko- nomi politik, untuk mengukur sebuah pemahaman yang tepat dari kehidupan kelompok rentan ini. Data sekunder ini terutama dikumpulkan melalui studi pustaka.

Centre for Innovation Policy and Governance Media dan Kelompok Rentan di Indonesia: Empat Kisah 33 Sebagaimana telah dijelaskan, kami memilih empat kelompok rentan untuk studi kasus nasional dalam pemenuhan hak mereka bermedia. Pilihan kami didasarkan pada kesan umum bahwa keempat ke- lompok ini mengalami marjinalisasi dalam masyarakat Indonesia. Riset ini bertujuan untuk menunjuk- kan bagaimana dugaan marjinalisasi ini secara bersamaan tercermin pula dalam peminggiran hak dan akses mereka di media. Dalam kasus Ahmadiyah, kami berkonsultasi dengan juru bicara JAI dan para korban aksi kekerasan. Kami juga berkonsultasi dengan pakar untuk dialog agama demi memperdalam persoalan yang ada. Responden dari komunitas LGBT dipilih dari para aktivis LGBT dan mereka yang memiliki pemahaman mendalam mengenai gerakan kelompok dan upaya-upaya untuk memperjuang- kan hak LGBT. Untuk kelompok difabel, kami meminta sejumlah aktivis difabel untuk memberi gamba- ran mengenai hubungan problematis antara difabilitas dan media, termasuk beberapa responden dari luar Jawa. Kombinasi aktivis, akademisi, serta para ibu dipilih untuk mewakili kelompok perempuan dan anak demi memperoleh pemahaman yang mengena tentang kompleksitas persoalan yang dialami oleh kelompok ini.

Guna mendapatkan cerita langsung dari kelompok-kelompok ini, kami melakukan sejumlah wawancara dengan perwakilan dari kelompok-kelompok rentan ini, baik warga biasa sebagai bagian dari komuni- tas bersangkutan, mereka yang berjuang untuk isu-isu tertentu (para aktivis), atau akademisi yang memiliki pemahaman mendalam mengenai isu-isu tertentu. Daftar rinci para responden ini dapat dili- hat di Lampiran 2. Wawancara kami dengan para responden bertujuan untuk mendapatkan jawaban dari beberapa pertanyaan pokok berikut: (i) persoalan utama kelompok bersangkutan dalam aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik; (ii) bagaimana kelompok bersangkutan mengakses dan meng- gunakan media untuk menguatkan suara mereka; dan (iii) sampai sejauh apakah media (massa) dapat mewakili kelompok/komunitas dalam publik. Selain itu, kami juga melakukan pengamatan sederhana atas beberapa media terpilih untuk memberi bukti bagaimana kelompok rentan digambarkan dalam program/materi media.

Kami mengikuti best practice umum dalam riset kualitatif yang ketat untuk memproses data yang di- dapat dari fase pengumpulan (Denzin and Lincoln, 1994, Cassell and Symon, 2004, Creswell, 2003). Tentunya, setelah mendapat persetujuan dari para responden, kami merekam semua percakapan dan membuat transkrip atasnya. Lantas, kami menyusun data kualitatif untuk analisis konten (lihat Lampi- ran 1 untuk protokol wawancara).

3.4. Keterbatasan

Kendati kami berusaha memastikan keabsahan riset ini, kami sadar akan adanya sejumlah keterba- tasan. Pertama, meskipun kami berusaha keras untuk memastikan bahwa rancangan riset kami men- cakup rentang luas dari kelompok-kelompok khusus ini, hampir tidak mungkin untuk mengumpulkan semua data dari seluruh kepulauan Indonesia. Untuk menanggulangi keterbatasan metodologis ini, secara hati-hati kami memastikan bahwa para responden yang kami pilih memiliki pengetahuan yang cukup tentang isu-isu (kelompok rentan) dan sungguh dapat mewakili suara dari kelompok/komunitas mereka.

Kedua, kami menemukan bahwa akses data, apakah itu berupa statistik atau dokumen sejarah, ling- kup data yang ada sangat terbatas di Indonesia. Data mengenai konsumsi media dari seluruh Indone- sia contohnya, sering tidak secara menyeluruh terwakili, karena institusi yang melakukan survei tidak melakukan survei secara nasional. Hal ini juga menjadi kritik tersendiri bagi metode Nielsen dan insti- tusi sejenis: ada keterbatasan metodologis di mana survei atas rumah tangga hanya dilakukan di kota- kota tertentu – dalam kasus Nielsen, hanya terdapat 2.423 rumah tangga di 10 kota – dan karenanya tidak memenuhi harapan akan gambaran keterwakilan. Kami menanggapi hal ini dengan melakukan pembelian data sesuai kemampuan kami (dalam jangkauan dana riset kami yang terbatas). Lagipula, data yang terbatas juga menjadi masalah bagi lembaga masyarakat sipil yang kami jumpai. Menang-

Centre for Innovation Policy and Governance

Media dan Kelompok Rentan di Indonesia: Empat Kisah 34

gapi hal ini, kami mengambil pendekatan yang cukup fleksibel: kami menggunakan data apapun yang tersedia dan dapat kami akses untuk kemudian melakukan analisis atasnya.

Ketiga, di antara kelompok-kelompok rentan itu sendiri, muncul tanggapan yang bervariasi terhadap isu yang diangkat. Ada sebagian responden yang memiliki ketertarikan besar terhadap isu media dan kelompok rentan. Namun, ada pula responden lain yang kurang kritis atau bahkan tidak peduli akan isu ini. Dalam beberapa kesempatan, ada beberapa responden yang menolak menceritakan “narasi penuh” karena memiliki pengalaman sangat buruk dengan wawancara sejenis di masa lalu. Hal ini terutama terjadi untuk (calon) responden dari kelompok Ahmadiyah. Dalam cerita mereka, kesanggu- pan untuk melakukan wawancara justru berbalik membahayakan hidup dan keluarga mereka. Kendati kami menawarkan opsi anonimitas (off-the-record) pada saat memulai wawancara, masih ada sebagian kandidat yang memilih untuk tetap bungkam. Mempertimbangkan hal ini, derajat kedalaman dari ke- empat kasus yang kami lakukan boleh jadi bervariasi: satu studi kasus boleh jadi dianalisis jauh lebih dalam dibandingkan yang lain. Namun, kami berusaha melakukan yang terbaik untuk menempatkan aneka kisah ini dalam perspektif yang tepat dalam upaya memotret dinamika hak bermedia warga Indonesia.