GURU DAN MURID DALAM PERSPEKTIF AL-MÂWARDÎ
2) Mempersiapkan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kondisi belajar
Untuk kesuksesan belajar, al-Mâwardî mengajukan sembilan syarat yang dapat membantu murid memperoleh pengetahuan, yaitu: (1) akal (al-‘aql) yang dapat mencapai hakikat-hakikat berbagai persoalan, (2) kecerdasan (al-fithnah) yang dapat memahami berbagai hal yang abstrak pada ilmu, (3) kepandaian (al-dzakâ`) yang dapat mengokohkan hafalan dan mengokohkan pemahaman dari sesuatu yang telah diketahui, (4) keinginan kuat (al-syahwah) yang selalu mendorongnya
untuk menuntut ilmu dan mencegahnya dari kejenuhan, (5) memfokuskan diri (al-iktifâ`) pada ilmu yang menjadi kewajibannya dalam menuntut ilmu, (6) menyelesaikan ilmu yang digeluti dengan sempurna (belajar tuntas) dan berusaha memperoleh ilmu sebanyak mungkin, (7) tidak memiliki penghalang yang mengacaukan pikiran baik dalam bentuk gangguan psikis seperti kecemasan atau
duka cita (humûm) maupun gangguan fisik seperti
penyakit (amrad), (8) memiliki waktu yang lapang
(panjang umur dan memiliki keluasan waktu) untuk mencapai tingkat kesempurnaan dengan ilmu yang
melimpah, dan (9) memperoleh guru (‘âlim) yang
dermawan (murah hati) terhadap ilmunya dan tidak tergesa-gesa dalam pengajarannya. Jika sembilan syarat ini dapat dipenuhi, al-Mâwardî menjamin murid akan menjadi mahasiswa (thâlib) yang paling bahagia dan pelajar (muta’allim) yang paling sukses. Selain itu, al-Mâwardî juga mengutip pernyataan al-Iskandar bahwa seorang penuntut ilmu (thâlib al-‘ilm) membutuhkan empat hal, yaitu (1) waktu (muddah), (2) kesungguhan (jidd), (3) bakat atau pembawaan (qarîhah), dan (4) keinginan yang kuat (al-syahwah). Empat aspek ini disempurnakan dengan aspek kelima yaitu guru yang penasihat (mu’allim nâshih).147
Dari sekian syarat yang dikemukakan oleh al-Mâwardî di atas dapat diambil beberapa poin penting yang menentukan kesuksesan studi akademik murid yaitu: (1) intelektualitas atau akal (al-‘aql) dan kecerdasan (al-fithnah dan al-dzakâ`), (2) keinginan yang kuat ( al-syahwah), (3) bakat (qarîhah), (4) tidak mengalami gangguan psikis (humûm: duka cita) dan fisik (amrad: penyakit), (5) panjang usia dan memiliki waktu luang
yang memungkinkannya belajar sebanyak mungkin, dan (6) guru yang berkualitas dan berkepribadian (mu’allim nâsih).
Kesiapan psikis yang paling penting dalam perspektif al-Mâwardî sebagaimana disebutkan di atas adalah akal. Akal merupakan ilmu yang dicapai secara
dharurî (aksiomatis) yang bersumber dari panca inderawi (al-hawâs) dan jiwa (al-nufûs), akal juga merupakan cahaya dalam hati yang mampu membedakan antara yang hak dan yang batil.148 Menurut al-Mâwardî, akal itu ada dua yaitu al-‘aql al-gharîzî (akal potensial) dan al-‘aql al-muktasab (akal bentukan). Akal bawaan menurut al-Mâwardî adalah akal yang berada di dalam hati yang memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengambil pelajaran. Sedang akal bentukan adalah hasil dari kerja akal bawaan yang merupakan puncak pengetahuan, kevalidan strategi, dan kebenaran berpikir.149 Akal bentukan inilah menurut al-Mâwardî yang harus dipertajam dan dikembangkan (lihat bahasan sebelumnya).
Persyaratan yang disebutkan oleh al-Mâwardî di atas merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi belajar seseorang. Faktor internal-psikologis merupakan syarat terbanyak yang harus dikondisikan secara positif oleh sang murid agar ia sukses dalam belajar. Ini menunjukkan pula bahwa faktor in-ternal merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Sementara faktor eksternal yang disebut al-Mâwardî hanya satu yaitu guru. Guru yang memenuhi syarat adalah guru yang masuk kategori guru yang suka memberi nasihat, (
al-148 Al-Mâwardî, Adab, h. 25. 149 Al-Mâwardî, Adab, h. 26.
mu’allim al-nâshih), murah hati dan sabar dalam mengajar.
Di atas telah disebutkan beberapa syarat guru. Syarat-syarat itu dapat dijadikan instrumen oleh murid untuk menyeleksi guru. Di tempat lain al-Mâwardî menyebutkan urgensi murid menyeleksi terlebih dahulu guru yang akan dijadikannya sebagai tempat belajar dengan menggunakan beberapa kriteria. Kriteria pertama, memiliki murid-murid yang terkenal (nabîh) dan tidak terkenal (khâmil). Al-Mâwardî memperingatkan agar murid jangan mencari popularitas dan prestise dengan cara hanya mau belajar kepada ulama yang memiliki kedudukan saja. Kriteria kedua, guru itu secara umum telah berhasil memberi manfaat kepada orang lain. Jika kemampuan memberi manfaat antara guru yang popu-lar dan guru yang tidak popupopu-lar setara, belajar ilmu kepada guru yang populer dan tinggi kedudukannya lebih diutamakan karena menisbatkan diri kepadanya lebih bagus dan memperoleh ilmu kepadanya lebih popu-lar dilakukan.150Kriteria ketiga, informasi tentang guru itu bagus dan jelas. Jika murid dihadapkan pada pilihan antara guru yang diketahui informasinya dan guru yang tidak diketahui informasi dirinya, murid sebaiknya memilih untuk belajar kepada guru yang sudah diketahui secara jelas informasi tentangnya, sebab berguru kepada
orang yang tidak dikenal akan membahayakan.151
Kriteria keempat, berkaitan dengan kedekatan tempat belajar. Jika ilmu itu dapat diperoleh pada tempat yang dekat maka tidak perlu mencari ilmu ke tempat yang jauh. Sebab, meninggalkan yang dekat untuk mendapatkan yang jauh adalah usaha yang
150 Al-Mâwardî, Adab, h. 77. 151 Al-Mâwardî, Adab, h. 77.
menyusahkan. Kriteria kelima, berkaitan dengan sulit tidaknya ilmu. Jika pada satu aspek ilmu itu mudah maka tidak perlu mencari yang sulit. Sebab, meninggalkan yang mudah untuk mendapatkan yang sulit adalah bencana (balâ‘).152 Menurut al-Mâwardî, terkadang orang mengikuti orang yang jauh karena ingin merendahkan yang orang dekat; mencari ilmu yang sulit karena meremehkan ilmu yang mudah; dan berpindah kepada orang yang tidak diketahui kondisinya (tidak dikenal) untuk mencela orang yang telah diketahui kondisinya (dikenal). Menyeleksi guru dengan sikap dan motif seperti ini akan berakibat tidak ditemukannya guru yang diinginkan.153
Kriteria-kriteria yang dikemukakan al-Mâwardî di atas memperlihatkan bahwa dasar pencarian dan pemilihan guru yang tepat tidak didasarkan pada popularitas dan ketinggian jabatan guru, jauhnya tempat sang guru, sulitnya ilmu yang diajarkan, dan bukan pula didasarkan pada adanya unsur sikap merendahkan yang lain, tetapi yang terpenting adalah sejauhmana seorang guru terbukti mampu memberikan manfaat kepada orang lain melalui ilmu yang diajarkannya dan sejauhmana informasi tentang kualitas sang guru diketahui. Di sinilah ketepatan seorang murid untuk menemukan guru otoritatif berdasarkan pilihan independennya sangat menentukan. Kesalahan memilih guru karena meng-gunakan kriteria dan sikap yang salah akan berdampak pada murid sendiri.
Dalam perspektif al-Mâwardî, jika semua persyaratan di atas baik internal maupun eksternal dapat dipenuhi oleh murid, ia menjamin bahwa murid itu akan
152Al-Mâwardî, Adab, h. 77. 153Al-Mâwardî, Adab, h.77
menjadi murid yang berhasil dan sukses dalam studinya. Atas dasar ini dapat pahami bahwa semua syarat atau faktor di atas akan mendukung keberhasilan murid dalam mencapai tujuan belajar.