• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempertimbangkan /menganjurkan tindakan operatif

Dalam dokumen Modul Neuro Infeksi Panduan Peserta (Halaman 96-106)

Neuronal Damage

Tujuan 8 Mempertimbangkan /menganjurkan tindakan operatif

Tujuan - 3 : Menjelaskan epidemiologi spondilitis

• Mengetahui penyebab spondilitis

• Mengetahui jenis bakteri spesifik penyebab dan proses yang terjadi

• mengetahui farmakologi OAT dan efek samping

Tujuan 4 : Mengetahui komplikasi

 Mengetahui komplikasi yang terjadi pada spondilitis

 Menjelaskan komplikasi awal, intermediate, spesifik dan longterm  Mengetahui cara mengatasi komplikasi

• Antisipasi kelainan otonom

Tujuan 5 : Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan penunjang

• Mengetahui interpretasi pemeriksaan rontgen polos vertebra

• Mengetahui kelainan khas dan interpretasi CT Scan dan MRI vertebra

Tujuan 6 : Mengetahui indikasi pemeriksaan Rontgen polos vertebral, CT Scan dan MRI vertebrae thorakal

Tujuan 7 : Melakukan dan menjelaskan terapi spondilitis dan manajemen serta resistensi antibiotik

o Mengetahui manajemen dan pengobatan spondilitis

• Mengetahui manajemen dan terapi

• melakukan tindakan emergensi

• pertimbangan terapi empirik

• mengevaluasi hasil terapi

Tujuan 8 : Mempertimbangkan /menganjurkan tindakan operatif

• Mempertimbangkan tindakan operatif pada spondilitis

Kasus untuk pembelajaran

Laki-laki usia 24 tahun, tidak bekerja , datang kerumah sakit dengan keluhan utama nyeri seperti terikat pada dada dan perutnya. Sejak 1 bulan terakhir pasien mengeluh nyeri seperti terikat pada bagian perut dan dada pasien, keluhan kadang disertai

demam yang tidak terlalu tinggi, terutama malam hari dan disertai penurunan berat badan, kemudian keluhan dirasakan memberat hingga pasien mengeluh tungkainya berjalan terasa berat kesulitan memakai sendal. Keluhan terkadang disertai gangguan saat buang air kecil dan buang air besar. Lebih kurang 6 bulan terakhir pasien menjalai terapi pengobatan TB paru, dan tidak teratur pengobatannya.

a. Hasil pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut :

• kesadaran compos mentis

• Tekanan darah : 110/70 mmHg

• Frekuensi nadi 85 x/ menit

• Suhu 37 C

• Respirasi 21 x / menit

• Jantung dan paru dalam batas normal

• Abdomen supel, hepar dan lien tak teraba

• Punggung daerah thorakal teaba gibus, tidak terasa nyeri

• Ekstremitas tidak ada edema

• Status neurologis

 Glasgow Coma Scale : E 4 M 6 V 5  Status mental : dalam batas normal  Tanda rangsangan meningeal negatif  Pupil isokor, refleks positif/positif  Nervi kranialis : paresis (-)

 Motorik : paraparesis inferior, spastis

 Sensorik hipestesi setinggi thorakal VII kebawah  Refleks fisiologis +++/+++

 Refleks patologis -/- Klonus +/+

 Saraf otonom : retensi urin g. Hasil pemeriksaan penunjang :

• Pemeriksaan laboratorium : darah perifer lengkap, hitung jenis, laju endap darah,

• Pemeriksaan foto thoraks dan vertebra

• Pemeriksaan CT Scan dan MRI vertebral dengan kontras h. Monitoring

• Kesadaran

• Tanda vital

• Defisit fokal

Diskusi

2. Apakah terdapat spastisitas pada kedua tungkai yang mengalami kelemahn ? 3. Apakah diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk melakukan

pengobatan segera?

4. Apakah punksi lumbal segera dilakukan untuk menegakkan diagnosis?

5. Apakah pemeriksaan CT Scan/MRI vertebra dilakukan setelah atau sebelum punksi lumbal ?

MATERI BAKU

Spondilitis Tuberkulosis

Spondilitis Tuberkulosis (TB) atau penyakit Pott telah terdokumentasi pada mumi dari Mesir dan Peru dan merupakan penyakit tertua yang diketahui pada manusia. Pada tahun 1779, Percivall Pott menggambarkan deskripsi klasik dari tuberkulosis spinal. Sejak penemuan obat anti tuberkulosis, tuberkulosis tulang belakang mulai jarang ditemukan di negara maju, namun masih banyak ditemukan di negara berkembang.

Dari seluruh kasus TB 17,9%-19.4% adalah kasus ekstra pulmonal, dimana 11%nya melibatkan osteoartikuler.

Spondilitis TB pada orang dewasa biasanya merupakan infeksi sekunder dengan fokus infeksi di tempat lain dan tidak selalu berasal dari paru. Banarjee dan Tow menemukan 31% dari 499 pasien spondilitis TB menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan rontgen paru, dimana 78%nya adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya menunjukkan hasil negatif. Pada orang dewasa fokus primer dapat juga berasal dari usus, ginjal dan tonsil.

Patogenesis dan Patofisiologi

Penyebaran dari fokus primer dapat secara hematogen dan limfogen. Infeksi korpus vertebra biasanya dimulai pada bagian tulang yang berdekatan dengan diskus intervertebralis atau dibagian anterior dibawah periosteum korpus vertebra, sedangkan

arkus neuralis jarang terkena. Mycobacterium tuberculosis mengakibatkan resorpsi masif vertebra spinal. Patogenesis penyakit Pott belum jelas, namun telah diidentifikasi sebuah protein M tuberkulosis (Mt) chaperonin (cpn) 10 yang bertanggung jawab untuk aktifitas proteolitik bakteri ini. Mt cpn10 rekombinan ini merupakan stimulator poten untuk resorpsi tulang dan menginduksi rekrutmen, menginhibisi proliferasi pembentukan tulang oleh osteoblast. Chaperonin 60 (cpn60) memiliki struktur heptamer yang homolog dengan cpn10. Cpn60 ini akan menghambat pembentukan heptamer cpn10 sehingga diperkirakan pada masa mendatang menjadi target teraputik untuk tuberkulosis tulang.

Karena distribusi suplai arteri vertebralis, tulang vertebra yang berdekatan dapat terkena. Perubahan tulang terlihat dalam 2 hingga 5 bulan setelah infeksi. Biasanya bagian subkondral dari korpus vertebra terkena. Bila bagian anterior dan lateral korpus yang terkena maka akan mengakibatkan terjadinya kifosis dan gibus. Bila bagian posterior korpus yang terkena mengakibatkan kavitasi dan massa ekstradura. Selain itu didapatkan penyebaran limfogen yang berasal dari tuberkulosis ginjal yang tidak bermanifestasi.

Tuberkulosis menyebar dari fokus tulang belakang melalui penyebaran langsung melalui ruang diskus. Bola abses paravertebral terbentuk, penyakit kemudian menyebar melalui ligamentum longitudinalis anterior/posterior hingga ruang pleura. Abses dapat juga menyebar melalui fasia menimbulkan abses psoas atau menyebar ke posterior membentuk abses ekstradura.

Destruksi vertebra ,mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra bersamaan dengan pembentukan baji anterior. Kompresi medula spinalis pada spondilitis terutama diakibatkan oleh tekanan dari abses paraspinal yang berada retrofaringeal pada daerah cervikal dan terbentuk spindel pada daerah torakal dan torakolumbal. Defisit neurologis juga dapat berasal dari invasi intradural oleh jaringan granulasi dan kompresi dari pecahan tulang yang hancur, destruksi diskus intervertrebralis, atau dislokasi tulang vertebra. Penyebab yang jarang adalah insufisiensi vaskuler arteri spinalis anterior. Kelainan neurologi ini dapat terjadi pada semua stadium spondilitis dan bahkan terjadi bertahun-tahun setelah pengobatan akibat tarikan medula spinalis di dalam kanalis spinalis yang mengalami deformasi.

Gejala dan Tanda

Spondilitis TB dapat memberikan gambaran yang sangat bervariasi. Gambaran yang sering dan paling awal didapatkan adalah nyeri tulang belakang, dapat berupa nyeri lokal maupun radikuler. Selain itu didapatkan juga gambaran manifestasi penyakit kronis seperti penurunan berat badan, rasa lemah, demam, dan / atau keringat malam. Gejala timbul antara 2 minggu hingga 3 tahun, dengan rata-rata 1 tahun.

Nyeri lokal memiliki karakteristik dalam, membosankan, dan seperti pegal (deep,

boring, aching). Nyeri ini dibangkitkan oleh stres mekanik pada vertebra. Tirah baring

biasanya dapat mengurangi nyeri. Nyeri lokal timbul sebagai akibat dari iritasi pada vertebra pada bagian yang memiliki persarafan (periosteum, ligamen, duramater, apophiseal joint) dan struktur-struktur penunjuangnya.

Nyeri radiluker ditimbulkan oleh iritasi dorsalis dan disroyeksikan sesuai dengan distribusi dermatom. Nyeri dirasakan tajam, seperti ditembak/ditikam. Nyeri bertambah berat dengan aktifitas yang meningkatkan kompresi pada nervus ataupun menimbulkan regangan pada radiks seperti batuk, bersin, hiperekstensi tulang belakang.

Kompresi medula spinalis oleh paraspinal abses ataupun korpus vertebra yang kolaps dapat menimbulkan kelainan neurologis. Gambaran klinis yang ditimbulkan tergantung pada level dari medula spinalis atau radiks yang terkompresi. Kelainan neurologis ditemukan pada 13% pasien, dapat berupa paraparesis (66%), gangguan sensorik (34%) dan gangguan otonom (31%). Defisit neurologis dapat muncul segera setelah infeksi terjadi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan deformitas dari tulang belakang (gibus) yang disertai spasme otot disekitarnya dan nyeri tekan. Pergerakan menjadi terbatas. Dapat pula ditemukan massa di pangkal paha, paha ataupun panggul. Pada pemeriksaan neurologis dapat ditemukan defisit neurologis sesuai dengan kompresi medula spinalisnya.

Pemeriksaan Penunjang

• Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil peningkatan LED, dan tuberkulin tes positif. CRP yang meningkat menunjukkan telah terbentuk pus (abses). Mantoux test biasanya

positif (84-95%), namun hal ini hanya menunjukkan riwayat pernah terpapar TB. Selain itu juga pemeriksaan ini juga tidak spesifik karena pada orang-orang yang pernah terinfeksi mycobakterium non tuberkulosa juga akan memberikan hasil yang positif. Kultur sampel urin pagi positif bila ada tuberkulosis renal. Pemeriksaan sputum positif hanya bila infeksi akut paru-paru. Pemeriksaan laboratorium yang memastikan penyakit adalah kultur positif dari hasil biopsi lesi vertebra.

• X Foto rontgen

Foto polos vertebra menunjukkan gambaran destruksi korpus vertebra terutama di bagian anterior, kolaps vertebra, diskus intervertebra menyempit atau bahkan hancur. Juga gambaran abses paravertebra, berupa bayangan di daerah paravertebra.

• Imejing

Pemeriksaan pencitraan tomografi komputer (CT Scan) menunjukkan gambaran tulang, jaringan lunak sekitar vertebra dan dalam kanalis dengan lebih jelas. CT Scan dapat mendeteksi kerusakan tulang yang baru timbul serta lebih efektif untuk melihat bentuk tulang dan kalsifikasi abses paravertebra yang merupakan gambaran klasik dari penyakit Pott.

Pencitraan resonansi magnetik (MRI) merupakan pilihan pencitraan karena dapat melihat baik tulang maupun jaringan lunak yang terkena dan penyebaran di bawah ligamentum longitudinal anterior dan posterior, juga dapat membedakan antara tuberkulosis dan piogenik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ditujukan untuk eradikasi infeksi, mencegah atau memperbaiki defisit neurologi dan deformitas tulang belakang. Penatalaksanaan primer adalah medikamentosa. US CDC dan British Medical Research Council merekomendasikan kombinasi OAT selama 6-9 bulan pada spondilitis Tuberkulosa. Pada kasus yang melibatkan beberapa vertebra dianjurkan pengobatan selama 9-12 bulan. Kombinasi yang

digunakan paling sedikit terdiri dari 3 jenis OAT dan salah satunya harus bersifat bakterisidal. Diberikan pada 2 bulan pertama dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin sampai masa terapi selesai. Dosis yang digunakan adalah INH 300 mg oral, rifampisin 10 mg/KgBB, tidak melebihi 600 mg. Untuk pirazinamid dosis yang diberikan adalah 15-30 mg/KgBB, etambutol 15-25 mg/KgBB dan Streptomisin 15 mg/KgBB, tidak melebihi 1 g/hari.

Penatalaksanaan nyeri juga penting. Pengobatan akut dapat menggunakan antiinflamasi nonsteroid, inhibitor COX-2, opioid lemah (kodein dan tramadol). Bila masih timbul nyeri dapat diberikan opioid yang kuat (morfin dan oksikodon). Bila timbul nyeri kronik dapat diberikan antidepresan trisiklik atau anti konvulsi. Fisioterapi untuk mengatasi nyeri dilakukan pemanasan, pendinginan, terapi ultrasound, massotherapy, TENS, dan akupuntur. Pasien juga diajarkan teknik relaksasi dengan biofeedback, guided

imagery, meditasi. Kadang-kadang diperlukan konseling psikologi.

Penatalaksanaan bedah dilakukan pada pasien bila terdapat defisit neurologi, deformitas tulang belakang dengan instabilitas, tidak ada respon terhadap pengobatan medikamentosa, tidak patuh minum obat, dan diagnostik belum jelas. Pembedahan dikontraindikasikan jika prolaps tulang vertebra tidak besar (korpus vertebra yang kolaps kurang dari 50% atau deformitas tulang belakang kurang dari 50.

Teknik operasi yang sering digunakan adalah debridemen radikal fokal anterior dan stabilisasi posterior, selain itu dapat juga dilakukan debridemen radikal anterior, dekompresi dan fusi menggunakan instrumentasi tulang belakang anterior dan penggantian dengan alograft dari fibula. Darwish et al (2001) berpendapat bahwa dalam penatalaksanaan penyakit ini, kombinasi kemoterapi dengan pembedahan merupakan kombinasi terbaik.

Fisioterapi diperlukan untuk mencegah timbulnya dekubitus, pencegahan fraktur dan deformitas tulang belakang yang lebih berat. Kadang-kadang diperlukan frame, plaster bed, plaster jacket, dan brace. Pasien dilatih untuk mobilisasi aktif namun dengan menjaga stabilitas tulang belakang direncanakan pemasangan korset torakolumbal.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding spondilitis tuberkulosis adalah infestasi jamur, kanker metastasis, abses medula spinalis, tumor tulang belakang, infeksi mikobakterioum lainnya (avium, kansasii).

Prognosis

Prognosis tergantung dari derajat penyakit. Bila tidak ada deformitas tulang belakang berat dan defisit neurologi yang jelas maka hasil pengobatan akan baik. Prognosis juga bergantung pada kepatuhan pasien minum obat. Paraplegia yang timbul juga mengalami perbaikan dengan kemoterapi yang tepat, bila tidak ada perbaikan maka diperlukan pertimbangan tindakan operatif. Paraplegi ini dapat menetap jika terjadi kerusakan medula spinalis yang permanen

V. Tetanus

o Referensi :

 Standar kompetensi spesialis saraf 2006, KNI PERDOSSI

 Ropper A.H., Robert HB., Adams and Victor, Principles of Neurology, eight ed. Mc Graww Hill, 2005, 11-13, 541-542.

 Scheld WM et.al., Infection of the central nervous system, third ed., 2004, 10-12

 William J.W et all, Emergent and urgent Neurology, Second edition, 1999

 Wood. M, Neurological Infection, 1988

Kompetensi

• Menegakkan diagnosis dan tatalaksana tetanus mencakup epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan patofisiologi, gambaran klinik, pemeriksaan penunjang dan interpretasinya disertai manajemen pengobatan terpadu.

KETERAMPILAN

Setelah menyelesaikan modul ini, peserta didik diharapkan memiliki keterampilan:

• Menguasai mekanisme terjadinya tetanus

• Identifikasi, anamnesis dan diagnosis tetanus

• Menguasai tatalaksana dan pengelolaan pasien dengan tetanus

• Mengetahui efek samping obat-obatan yang digunakan pada tetanus

• Memprediksi dan mengelola komplikasi yang terjadi pada tetanus

Gambaran umum

Maksud pelatihan adalah untuk memberi bekal pengetahuan praktek dan manajemen tetanus secara komprehensif melalui pendekatan berbasis kasus (case based learning). Subyek yang dipelajari secara mandiri dan aktif oleh peserta didik adalah tentang terjadinya tetanus, diagnosis, dan evaluasi serta terapi farmakologi.

Contoh kasus

Laki-laki usia 24 tahun, pekerja bangunan , datang kerumah sakit dengan keluhan utama kejang seperti kaku seluruh tubuh. Lebih kurang 2 hari yang lalu pasien mengeluh tampak kejang dan kaku seluruh tubuh, kaku pada mulut dan sukar dibuka, dan bila mendengar suara atau dikagetkan pasien kembali kejang. Pasien masih tetap sadar. Keluhan disertai demam tinggi dan seperti menggigil. Lebih kurang 1 minggu sebelumnya, pasien mengalami tertusuk paku pada telapak kaki kanannya, namun lukanya hanya kecil sehingga pasien tidak berobat ke dokter.

Diskusi

1. Mengapa terjadi kejang kaku pada seluruh tubuh pada tetanus ? 2. Kenapa pasien sensitif terhadap suara ?

3. Apakah diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk melakukan pengobatan segera?

4. Apakah luka yang kecil dapat menyebabkan masuknya toksin tetanus ? 5. Apakah indikasi terapi di tempat perawatan intensif pada pasien tetanus ?

Tujuan pembelajaran

o Identifikasi kelainan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik o Mengetahui penyebab tetanus

o Menjelaskan epidemiologi tetanus o Mengetahui komplikasi

o Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan penunjang

o Melakukan dan menjelaskan terapi tetanus dan manajemen pasien tetanus o Mempertimbangkan /menganjurkan tindakan perawatan di ruangan

intensif

Tujuan – 1 : Identifikasi kelainan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik

.

• Mengetahui Anamnesis dan pemeriksaan klinik

tetanus

Tujuan- 2 : Mengetahui penyebab tetanus

o Mengetahui penyebab tetanus

o Mengetahui mekanisme terjadinya tetanus

o Mengetahui jenis bakteri anaerob, penyebab dan

proses molekular yang terjadi sampai terjadi tetanus

o Mengetahui farmakologi obat dan efek samping

obat

Tujuan - 3 : Menjelaskan epidemiologi tetanus

• mengetahui distribusi penderita tetanus di negara berkembang

Tujuan 4 : Mengetahui komplikasi

 Mengetahui komplikasi yang terjadi pada tetanus

 Menjelaskan komplikasi awal, intermediate, spesifik dan longterm  Mengetahui cara mengatasi komplikasi

Tujuan 5 : Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan penunjang

• Mengetahui interpretasi pemeriksaan elektromiografi

Tujuan 6 : Melakukan dan menjelaskan terapi tetanus dan manajemen serta

Dalam dokumen Modul Neuro Infeksi Panduan Peserta (Halaman 96-106)