• Tidak ada hasil yang ditemukan

Obat antimalaria

Dalam dokumen Modul Neuro Infeksi Panduan Peserta (Halaman 124-132)

Neuronal Damage

DIAGNOSTIK PENUNJANG

5. Obat antimalaria

Malaria serebral menjadi fatal setelah beberapa hari infeksi. Pengobatan segera sangat penting karena imunitas alamiah malaria belum diketahui sehingga pencegahan adalah cara yang terbaik. Semua kasus malaria berat harus dirawat di rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan, pengobatan dan pengawasan. Pengobatan yang diberikan adalah suntikan antimalaria intravena (klorokuin, kinin, artemisin) untuk mencapai kadar level plasma obat yang adekuat. Obat – obat baru yang ada penggunaannya secara oral seperti meflokin, halofantrin harus dihindari pada kasus malaria berat.37 Penggunaan dosis tinggi apalagi dalam jangka waktu lama tidak memberikan manfaat yang lebih baik, sebaliknya hanya menambah efek samping obat42.

Obat Dosis Awal Dosis pemeliharaan

Klorokuin 10 mg basa/kg IV infus

selama 8 jam 15 mg basa/kg infus IV selama 24 jam, atau 3,5 mg/kg IM atau SC disuntik 4-8 jam, setiap 8 jam, atau 10 mg/kg IM setiap 8 jam

Artemeter 3,2 mg/kg IM 1,6 mg/kg setiap 24 jam

untuk selama hari

Artesunat 2,4 mg/kg IV atau IM 1,2 mg/kg IM pada 12 dan

24 jam, kemudian 1,2 mg/kg IM perhari selama 4 hari Kuinidin 10 mg/kg IV infus selama 1 jam 0,2 mg/kg/min infus IV dengan monitor EKG

PROGNOSIS

Infeksi malaria P. falciparum yang tidak diobati prognosisnya buruk dengan angka kematian tinggi.42 Malaria serebral menyebabkan kematian pada dewasa berkisar 20 % dan pada anak-anak 15 %. Gejala sisa jarang pada dewasa 3%, dan lebih kurang 10 % pada anak-anak (terutama mereka yang mengalami hipoglikemia berulang, anemia berat, kejang berulang dan koma dalam), mereka yang bertahan hidup dapat mengalami defisit neurologik menetap. Dengan diagnosis dini dan terapi yang sesuai akan mempunyai prognosis baik 43.

Indikator prognosis buruk adalah kejang, koma dalam, perdarahan retina, leukosit >12.000/mm kubik, laktat CSS tinggi dan glukosa LCS rendah, level antitrombin III rendah dan parasitemia perifer.44,45

PENUTUP

Komplikasi sistem saraf karena malaria dapat terjadi di saraf pusat dan saraf perifer. Keluhan dan gejala yang terjadi seperti ensefalopati , gangguan serebelar ataupun neuritis perifer.

Malaria P. falciparum sering menyebabkan komplikasi sistem saraf karena merusak sirkulasi mikrovaskuler. Namun demikian patofisiologinya masih belum diketahui dengan pasti.

Efek samping neurologik obat antimalaria dan gangguan metabolisma yang terjadi menimbulkan manifestasi klinis serta komplikasi neurologik yang kompleks. Diagnosis cepat dan tepat serta manejemen yang sedini mungkin dapat mempengaruhi hasil prognosis.

MALARIA SEREBRAL

GEJALA KLINIS PEMERIKSAAN

PENUNJANG TERAPI KHUSUS

 Demam  Ensefalopati sindrom otak organic akut:  Delirium  Disorientasi  Agitasi  Mental disorder  Kejang umum  Kesadaran menurun (koma persisten)

 Lesi UMN simetris  Sindrom ekstra pyramidal:  chorea  athetosis  myoklonus  sindrom Parkinson  Sikap eksitasi  Perdarahan retina  Anemia berat  Ikterus  Oliguria  Edema paru  Hipoglikemia  Infeksi penyerta lain  Hepatosplenomegali  Pemeriksaan hapusan darah tipis tebal dengan pewarnaan Field untuk tetes tebal

 Kuantitatif buffy coat: pewarnaan DNA dan RNA parasit

 Uji serologis zat anti malaria: (+ / -)  Pemeriksaan LCS:  liquor jernih  tekanan < 200 mm  limfosit < 10 / mikro liter  rasio glukosa LCS dan darah normal  protein < 150 mg / dl  Gula darah  Darah rutin  AGD  Ureum / kreatinin  Elektrolit

 Kultur darah untuk menyingkirkan bakteremia  Brain CT scan

Kemoterapi anti malaria:

1. Untuk daerah yang tidak resisten Kloroquin fosfat 600 mg (10 mg/kgBB)  10 mg/kgBB untuk 24 jam  5 mg/kgBB pada 48 jam

 Untuk kasus berat:

Kloroquin HCl 0,83 mg/kgBB/jam maksimum 30 jam atau

kloroquinoral 25 mg/kgBB 2. Untuk daerah yang resisten

kloroquin dipakai quinine 3. Pada malaria tanpa komplikasi

Quinine sulfat 10 mg/kgBB/8 jam selama 7 hari atau sulfadoxine 20 mg/kgBB maksimum 1500 mg dan pyrimethamine 1 mg/kgBB maksimum 75 mg

Jika resisten: doxycycline 3 mg/kgBB/hari selama 7 hari 4. Jika resistensi obat ganda

Mefloquine 15 mg/kgBB lalu diikuti 10 mg/kgBB selama 8 – 24 jam maksimal 1500 mg

5. Pada kasus yang berat dan resistensi obat ganda

Quinine HCl 20 mg/kgBB IV loading dose lebih dari 4 jam, disusul maintenance 10 mg/kgBB selama 3 kali (lebih dari 4 jam) atau quinidine 10 mg/kgBB/infus (lebih dari 1 jam) diikuti 0,02 mg/kgBB/menit dengan monitoring EKG

6. Arthemeter 3,2 mg/kgBB IM dilanjutkan 1,6 mg/kgBB/hari 7. Halofantrine dosis tinggi (8

mg/kgBB diulang pada jam ke-6 dan 1). Hati-hati pada

memanjangnya interval QT dan aritmia ventrikular.

KEPUSTAKAAN

1. Garg RK, Karak B, Misra S. Neurological Manifestation of Malaria: An Update. Neurology India vol.47# 2, 1999

2. Bhabha SK, Bharucha NE, Bharucha EP. Fungal and Parasitic Infections, in : Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Neurology in Clinical Practice, Vol. II, 2nd Ed., Butterworth-Heinemann, Boston, 1996, p.1249-51. 3. Warrell DA. Cerebral Malaria. In: Shakir RA, Newman PK,, Posser CM.

Tropical Neurology, WB. Saunders Co.Ltd. London ,1996, pp. 213-45 4. Kakkilaya BS. Malaria. Simplified. http // www. rational medicine.

org/malaria/malaria_india.htm.

5. Fernandez MC, Bobb BS. Malaria from Emergency Medicine/Infectious Diseases.

6. Cegielski JP, Durack DT. Protozoal Infections of the Central Nervous System. In : Scheld WM, Whitley RJ, Durack DT. Infections of the Central Nerous System, Raven Press, New York, 1991,pp. 767-77.

7. Gilles HM. Management of the Severe and Complicated Malaria. A Practical Handbook, WHO, Geneva, 1991

8. Kakkilaya BS. Complications of P. falciparum Malaria. http//www. rationalmedicine.org/ malaria_india.htm.

9. Kakkilaya BS. Central Nervous System Involvement in Falciparum Malaria. Http // www. malariasite.com.

10. Harianto PN, Datau E. Presentasi Klinik, Komplikasi dan Mortaliti malaria Serebral di RS. Bethesda, Minahasa. Bul.Penelit.Kesehat.19(2),1991, hal. 22-30. 11. Senanayake N, Roman GC. Neurological Complications of Malaria . Southeast

Asean J.Trop.Med.Publ.Htlh. vol 23,no.4 Dec 1992.pp.672-9 12. Cerebral Malaria. http//www.malariasite.com

13. White NJ, Warrell DA. The Management of Severe Malaria. In : Malaria

14. Sarumpaet B, Hoffmah SL, Punjabi NH, Dimpudus AJ, dkk. Malaria Serebral pada Penderita Dewasa di RSUP Jayapura.

15. Zulkarnain A. Malaria, dalam : Suparman. Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, FKUI, Jakarta, 1993, hal :

16. White NJ, Plorde JJ. Malaria, in : Harrison’s Principle of Internal Medicine, vol.1, 12th ed., Mc graw Hill Inc., New York, 1991; p.782-8.

17. Pongponratn E, Riganti M, Harisuta T, Bunnag D. Electron Microscopy of the Human Brain in Cerebral Malaria. Southeast Asian J.Trop.MedPub.Hlth. vol.16 No.2, June 1985, pp. 219-26

18. ArdanaK, Soehaaaryo, KarnadiE. Malaria Serebral.

19. Boonpucknavig V, Boonpucknavig S, Udomsangpetch R, Nitiyanant P. An Immunoflorecence Study of Cerebral Malaria. Ach.Pathol.Lab.Med.-vol114, October 1990,pp1028-34.

20. Phillips RH, Solomon T. Cerebral Malaria in Children. The Lancet vol.336, Dec 1 1009,pp.1355-60.

21. Carlson J, Helmry H, Hill AV, Brewster D, et al. Human Cerebral Malaria : Association with Erythrocyte Rosetting and Lack of Anti-rosetting Antibodies. The Lancet vol 336, Dec15, 1990,pp.1457-60.

22. Fredrickson R. Identification of a Plasmodium falciparum intercellulear adhesion molecule-1 binding dominan : a parasite adhesion trait implicated in serebral malaria. Proc.Natl.Acad.Sci.USA 97, 2000; p.1766-1771

23. Mori O, Ohaki Y, Oguro T, Shimizu H, et al. Adhesion Molecule Detection in a Case of Early Cerebral Malaria. Http//www.ncbi.nlm.gov.

24. Warrell DA, White NJ, Veall N, Looareensuwan S, et al. Cerebral Anaerobic Glycolysis and Reduced Cerebral Oxygen Transport in Human Cerebral Malaria. The Lancet , Sept 3, 1988,pp.534-7.

25. Kern P, Hemmer CJ, van Damme J, GrussH, Dietriech MR. Elevated Tumor Necrosis Factor Alpha and Interleukin-6 Serum Levels as Markers for Complicated P.falciparum Malaria. American Juornal of Medicine vol 87, August 1989,pp.139-43.

26. Hemmer CJ,Kern P, Holst FGE, Radtke KP, et al. Activation of the Host Response in Human P. falciparum Malaria : Relation of Parasitemia to Tumor Necrosis Factor/Cachectin, Thrombin-Antithrombin III, and Protein C Levels. 27. Maneerat Y, Viriyavejakul P, Punpoowong B, Jones M, et al. Inducible Nitric

Oxide Synthase Expression is Increased in the Brain in Fatal Malaria Cerebral. Http//www.ncbi.nlm.gov.2000.

28. Inducible Nitric Oxide Synthase Polymorphism and Fatal Cerebral Malaria. Http//www.thelancet.com.1998.

29. Fauser S, Deininger MH, Kremsner PG, Magdolen V, et al. Lesion Associated Expression of Urokinase-tipe Plasminogen Activator Receptor (uPAR, CD87) in Human Cerebral Malaria. Http//www.ncbi.nlm.nih.gov.2000.

30. Warrell DA, Molyneux ME, Beales PF.Severe and Complicated Malaria. 2nd ed., WHO, London, 1990

31. Molynux ME. Impact of Malaria on the Brain and its Prevention. Http//www.findarticles.com.2000.

32. Roy MK, Gangopadhyay PK, Guha D, Roy T, Maiti B. Malaria in Epileptics-An Additional Hazard.Http//www.thelancet.com

33. Newton CR, Hien TY, White N. Cerebral Malaria. Http//www.ncbi.nlm.nih.gov. 34. Eadie MJ, Ferrier TM. Chloroquine Myopathy. J.Neurol.Neurosurg.Psychiat.,

1966,pp.331-7.

35. Nguyen THM. Post-malaria Neurological Syndrome. Http//www.findarticles.com. 1996

36. Aung KZ, Khin MU, Myo T. Endotoxaemia in Complicated Falciparum Malaria. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 1988, 82, pp. 513-4.

37. Areekul S, Churdchu K, Yamarat P. Acetylcholinesterase Activites in Cerebrospinal Fluid of Patienrs with P.falciparum Cerebral Malaria. Southeast Asian J.Trop.Med.Pub.Hlth.vol.16, Sept 3, 1985, pp.431-4.

38. Kakkilaya BS. Treatment of Malaria .Http//www.rationalmedicine.org

39. White NJ, Looareensuwan S, Phillips RE, Chanthavanich P, et al. Single Dose Phenobarbitone Prevents Convulsions in Cerebral Malaria. The Lancet July 9, 1988, pp.64-5.

40. Prasad K, GarnerP. Steroids for Treating Cerebral Malaria. Http//www.update-software.com.

41. White NJ. Not Much Progress in Treatment of Cerebral Malaria. Http//www.thelancet.com.1998.

42. Hoffman SL, Rustama D, Punjabi NH, Sarumpaet B, et al. High –Dose Dexamethasone in Quinine Treated Patients with Cerebral Malaria : A Double-Blind, Placebo-Controlled Trial. The Juornal of Infectious Diseases vol.158, August, 1988, pp.326-31.

43. Kakkilaya BS. Error File. Http//www.rationalmedicine.org. 2000.

44. Molyneux ME, Taylor TE, Wirima JJ, Borgstein A. Clinical Features and Prognostic Indicators in Paediatric Cerebral Malaria : A Study of 131 Comatose Malawian Children. Quarterly Journal of Medicine, May 1989, pp. 441-59.

45. Stuby U, Kaiser W, Beisenbach G, Zazgornik J. Succesful Treaaatment of Malaria Tropica with Acute Renal Faileure and Cerebral Involvement by Plasmapheresis and Hemodialysis. Infection 16,1988, pp. 362-4.

VII. Rabies

o Referensi :

 Standar kompetensi spesialis saraf 2006, KNI PERDOSSI

 Ropper A.H., Robert HB., Adams and Victor, Principles of Neurology, eight ed. Mc Graww Hill, 2005, 11-13, 541-542.

 Scheld WM et.al., Infection of the central nervous system, third ed., 2004, 10-12

 William J.W et all, Emergent and urgent Neurology, Second edition, 1999

 Wood. M, Neurological Infection, 1988

Kompetensi

• Menegakkan diagnosis dan tatalaksana rabies mencakup epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan patofisiologi, gambaran klinik, pemeriksaan penunjang dan interpretasinya disertai manajemen pengobatan terpadu.

KETERAMPILAN

Setelah menyelesaikan modul ini, peserta didik diharapkan memiliki keterampilan:

• Menguasai mekanisme terjadinya rabies

• Identifikasi, anamnesis dan diagnosis rabies

• Menguasai tatalaksana dan pengelolaan pasien dengan rabies

• Mengetahui efek samping obat-obatan yang digunakan pada rabies

• Memprediksi dan mengelola komplikasi yang terjadi pada rabies

Gambaran umum

Maksud pelatihan adalah untuk memberi bekal pengetahuan praktek dan manajemen rabies secara komprehensif melalui pendekatan berbasis kasus (case based learning). Subyek yang dipelajari secara mandiri dan aktif oleh peserta didik adalah tentang terjadinya rabies, diagnosis, dan evaluasi serta terapi farmakologi.

Contoh kasus

Laki-laki usia 24 tahun, pemelihara hewan, datang kerumah sakit dengan keluhan utama gelisah dan rasa seperti tercekik. Lebih kurang 7 hari yang lalu pasien mengeluh kakinya digigit anjing kampung saat dia bekerja. Tiga hari kemudian pasien mengeluh demam, sakit kepala, pegal-pegal otot, dan terasa lemas. Keluhan juga disertai rasa nyeri

pada tenggorokan. Rasa baal dirasakan pada luka bekas gigitan. Dua hari kemudian pasien tampak gelisah dan ketakutan terutama bila mendengar suara atau melihat air, atau bila wajahnya terkena hembusan angin, pasien masih tetap sadar, pasien juga tampak selalu mengeluarkan air liur yang berlebihan dari mulutnya. Keluhan tidak disertai kelemahan anggota gerak, kesemutan sesisi, bicara pelo ataupun mulut mencong.

Diskusi

1. Apakah diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis ?

2. Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis pada pasien rabies ? 3. Apakah yang menyebabkan masuknya toksin rabies ke dalam tubuh pasien ? 4. Bagaimana tatalaksana seseorang dengan riwayat tergigit hewan namun belum

timbul gejala patognomonis rabies ?

5. Bagaimana tatalaksana seseorang dengan rabies ?

6. Kapan pemberian anti toksin ataupun toksin rabies diberikan ?

7. Apakah indikasi terapi di tempat perawatan intensif pada pasien rabies ?

Tujuan pembelajaran

o Identifikasi kelainan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik o Mengetahui penyebab rabies

o Menjelaskan daerah endemis dengan hewan menderita rabies o Mengetahui komplikasi rabies

o Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan penunjang

o Melakukan dan menjelaskan terapi rabies dan manajemen pasien rabies o Mempertimbangkan /menganjurkan tindakan perawatan di ruangan

intensif

Tujuan – 1 : Identifikasi kelainan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik

.

• Mengetahui Anamnesis dan pemeriksaan klinik

pasien dengan rabies

Tujuan- 2 : Mengetahui penyebab rabies

o Mengetahui penyebab rabies

o Mengetahui mekanisme terjadinya rabies

o Mengetahui jenis virus, penyebab dan proses

molekular yang terjadi sampai terjadi rabies

o Mengetahui farmakologi obat dan efek samping

obat anti rabies

Tujuan - 3 : Menjelaskan dan mengetahu daerah pandemi hewan dengan rabies

Tujuan 4 : Mengetahui komplikasi

 Mengetahui komplikasi yang terjadi pada rabies

 Menjelaskan komplikasi awal, intermediate, spesifik dan longterm  Mengetahui cara mengatasi komplikasi

Tujuan 5 : Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan penunjang

• Mengetahui interpretasi pemeriksaan EEG dan MRI

kepala pada penderita rabies

Tujuan 6 : Melakukan dan menjelaskan terapi rabies dan manajemen penggunaan

Dalam dokumen Modul Neuro Infeksi Panduan Peserta (Halaman 124-132)