• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI PROFILAKTIK

Dalam dokumen Modul Neuro Infeksi Panduan Peserta (Halaman 31-36)

MENGITIS SEPTIK AKUT

TERAPI PROFILAKTIK

Diberikan pada kontak - Keluarga

- Pegawai RS yang langsung merawat penderita. Obat yang diberikan adalah :

1. Jika sensitif sulfonamid dapat digunakan sulfadiazin 1 gr. peroral/12 jam pada dewasa, 500 mg/12 jam (usia 1-12 tahun) dan 500 mg (0-1 tahun).

2. Bila sensitif terhadap organisme yang tidak diketahui terapi resisten sulfa, maka diberikan rifampisin 600 mg/peroral/12 jam untuk 4 dosis (dewasa), 10 mg/kg/(anak-anak) 1 tahun) dan 5 mg minosiklin (200 mg) per oral kemudian 100 mg per oral /12 jam/5 dosis.

3. Kontak dekat.

Orang lain yang kontak langsung dengan penderita dapat diberikan procain penisilin 600.000 u i.m/8 jam untuk 6 dosis kemudian penisilin v 500 mg per oral/8 jam untuk 8 hari.

Komplikasi Meningitis Septik Akut

Pada meningitis septik akut, komplikasi dapat terjadi :

- Akut (terjadi hari 1 dan kedua perawatan) dan spesifik

- Intermediate (manifest selama perawatan dan menetap setelah dipulangkan) - Lanjut dengan gejala sisa infeksi

Komplikasi akut :

1. Edema otak

Pada penelitian eksperimental (kelinci), edema terjadi pada meningitis karena escheria coli yang diobati dengan antibiotik bakterisid secara cepat dan menyebabkan konsenstrasi endotoksin dalam likuor dihubungkan dengan tingkat edema. Studi ini menerangkan bahwa

pelepasan cepat endotoksin oleh antibiotik litik mempercepat disfungsi otak. Efek yang sama juga terjadi pada fragmen dinding sel pneumokok.

Edema menyebabkan peninggian tekanan intrakranial. Pada keadaan ekstrim terdapat tanda-tanda impending herniasi (anisokor, pola pernafasan abnormal, refleks pupil tidak ada). Bila ringan menimbulkan gejala subjektif nyeri kepala berat dan penurunan kesadaran.

2. Peningkatan tekanan intrakranial

Biasanya disebabkan oleh kegagalan absorpsi likuor serebro-spinalis karena akumulasi fibrin dan sel radang sekeliling vili arakhnoid dan membaik dengan terapi. Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi karena adanya edema otak atau hidrosefalus.

Edema terjadi pada proses difus yang disebabkan produk bakteri dan lekosit yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler (edema vasogenik) dan bersama dengan integritas membran sel (edema sitotoksik).

Edema otak dapat fokal, atau sekunder karena terjadinya arteritis atau tromboplebitis venosa kortikal dengan disertai iskemia dan infark otak.

Terapi

- Tekanan umumnya menurun cepat bila responsif terhadap antibiotik

- Bila pasien afebril, sadar tanpa tanda fokal dapat diperkirakan peningkatan CSF membaik

- Tetapi peningkatan tekanan intrakranial (ICP) pada meningitis adalah konservatif - Bradikardia dan peninggian tekanan darah (refleks cushing) dapat menjadi pertanda

peningkatan ICP. Tetapi bila terjadi hipotensi dan syok seringkali karena meningkatnya ICP.

- Keseimbangan cairan

Diberikan perfusi adekuat 1500 cc NaCl 0,9 % /hari. Batasi pemberian cairan berlebihan. Bila pasien dapat mengatur cairan serebri, cairan dibatasi < 2000 cc intake total sehari (per oral + i.v.) sampai tekanan CSF tidak meningkat

- Steroid

Dexametason 10 mg.iv. , dilanjutkan dengan (4-6) mg.iv, setiap 6 jam sampai ICP terkontrol. Dosis diturunkan setelah (5-10) hari.

- Zat hiperosmolar

Manitol 1,0 –1,5 gr/kg pada keadaan peningkatan ICP ↑ karena bahaya terjadinya herniasi transtentral. Dosis diturunkan 0,25-0,5 gr/kg 2 s/d 4 jam interval.

- Furosemid (0,5 mg/kg) digunakan sebagai kekurangan Na & Air dari atas akan mengurangi pembentuk likuor serebro-spinalis.

3. Abnormalitas Aliran Darah Otak (CBF)

Mekanisme terjadi karena melibatkan beberapa faktor, termasuk penurunan CPP disebabkan oleh hipertensi intrakranial, hipotensi sistemik atau trombus antara vaskulitis serebral, vasospasmus atau trombosis atau kemungkinan penurunan metabolisme otak. Ditambahkan, hilangnya autoregulasi cerebrovaskuler dengan menurunnya CPA. Cerebral Perfusion Pressure (CPP) Iskemia serebral ditandai dengan menurunnya kesadaran.

Terapi

Tidak ada spesifik terapi untuk memperbaiki aliran darah

Komplikasi spesifik

1. Syndrome of Inappropriate Antiduretic Hormon Release (SIADH). Sindrom ini terjadi kira-kira pada 30 % penderita Meningitis akut pada anak-anak. ADH dilepaskan oleh neuron pada Nucleus Supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam lobus posterior kelenjar hipofise. Dalam keadaan tidak normal, hormon ini dilepaskan untuk menurunkan volume sirkulasi dan bekerja untuk meningkatkan absorpsi air bebas dari duktu di nephron. Pada beberapa pasien meningitis, mungkin dilepaskan dalam jumlah banyak, menyebabkan intoksikasi air.

Terjadi biasanya pada 24 jam pertama. Pasien memperlihatkan oliguri biarpun tidak ada tanda klinis dehidrasi. Seluruh pasien dengan meningitis seharusnya diperiksa elektrolit urine dan osmolalitas.

SIADH menampakkan hiponatremia disertai osmolalitas urin lebih besar dari osmolalitas serum.

Terapi

Bila ada SIADH, pemberian cairan dibatasi (2/3 kebutuhan maintenans). Monitor serum elektrolit setiap 6 jam sampai natrium serum kembali normal. Setelah itu pemberian cairan dapat seperti biasa.

2. Seizure (Kejang)

Terdapat pada (15-25 %) penderita Meningitis, dapat fokal/umum. Umumnya seizure terjadi awal infeksi dan mungkin karena peningkatan tekanan intrakranial atau efek iritatif infeksi dan karena respons radang. Bila kejang terjadi terlambat maka dicurigai ada lesi masa empiema. Seandainya terjadi kejang dalam 24 jam pertama biasanya prognosa tidak buruk, tetapi bila menetap atau refrakter antikonvulsan, menjadi petunjuk kelainan otak serius. Apabila terjadi kejang fokal kemungkinan karena peninggian tekanan intrakranial atau akibat adanya infark arteri/vena.

Seizure merupakan pertanda komplikasi sering infeksi susunan saraf pusat seperti : - ensefalitis bakteri

- trombosis vena kortikal dengan infark venosa - efusi subdural /empiema

- vaskulitis - abses otak

- abnormalitas metabolit misalnya : Hiponatremia karena SIADH.

3. Ventrikulitis

Biasanya terjadi pada 30 % pasien meningitis. Kita curiga ventrikulitis bila seizure sukar untuk dikontrol. Pada keadaan ini sebaiknya dibuat kultur Lss.

Komplikasi Intermediat 1. Efusi subdural

Biasanya pada anak-anak pada hari ke 5 – 7 perawatan. Pasien mengalami panas yang turun naik disertai penurunan kesadaran. Kadang-kadang disertai tanda peninggian intrakranial dengan akibat kelumpuhan saraf kranial dan hilangnya upward gaze. Seluruh gejala ini harus dibedakan dengan empiema subdural/epidural menggunakan CT/MRI

- Observasi, efusi ini jarang menyebabkan masalah klinik, tapi seringkali diragukan dengan kelainan intrakranial lain.

- Apabila terdapat peninggian tekanan intrakranial, dilakukan evaluasi pemberian cairan

2. Empiema subdural /epidural

Jarang terjadi (1-2)%. Terjadinya empiema karena penetrasi organisme melalui membran arakhnoida atau durameter. Lebih sering terjadi akibat infeksi streptokokkus pneumonia. Gejala dan tanda kelainan ini sama seperti efusi subdural dengan gejala kejang dan kelumpuhan sesisi. Bila diagnosis tegak, dilakukan tindakan bedah dan pemberian antibiotik yang tepat.

3. Panas (fever)

Panas pada penderita Meningitis septik akut akan menurun setelah hari 3,4 pengobatan. Bila terjadi panas sekunder maka harus dicurigai penyebab lain.

4. Abses otak

Merupakan komplikasi yang jarang kecuali bila disebabkan oleh Citrobacter sp. (50% kasus) atau Listeria. Kelainan ini timbul segera pada minggu kedua penyakit tetapi paling sering setelah minggu ke 3 dan ke 4.

Penderita abses otak akan panas dengan tanda dan gejala lesi massa intrakranial. Terapi dan tindakan operatif dipertimbangkan dengan melihat lokasi/besarnya abses.

Patofisiologi terjadinya abses diawali dengan edema dan kerusakan jaringan otak (serebritis). Pada keadaan ini pengobatan antibiotik sangat bermanfaat tanpa tindakan operasi. Tetapi apabila lebih dari 4-9 hari pusat infeksi membentuk pus semi likuid dan jaringan otak nekrotik. Pada keadaan ini pengobatan antibiotik tidak berhasil. Selanjutnya terjadi encapsulasi jaringan gliotik dan membentuk abses bebas dengan gambaran penyangatan

(ring enhancement) pada CT Sken.

Tanda dan Gejala frekuensi

Nyeri kepala ……… 75 %

Perubahan mental ……….…… 50 %

Demam ……….………. 40 – 80 %

Hemiparesis………. 30 %

Kelumpuhan saraf kranial ……… 15 – 30 %

Kejang ……….. 25 – 45 %

Nausea & Muntah ………. 20 – 50 %

Kaku Kuduk ……….. 25-30 %

Edema papil ………. 25 – 30 %

Aphasia……… ………. 10 %

5. Hidrosefalus

a. Hidrosefalus komunikans, merupakan komplikasi meningitis septik akut karena gangguan absorpsi likuor serebro spinalis karena meningen menebal dan fibrotik setelah peradangan. Sindroma ini dapat terjadi segera atau setelah dipulangkan. Umumnya terdapat tanda peninggian intrakranial.

Keadaan ini bukan merupakan kedaruratan dan dapat membaik spontan tanpa “shunting”. b. Hidrosefalus non komunikans

Jarang terjadi karena komplikasi meningitis septik karena umumnya yang terjadi adalah obstruksi parsial.

- Obstruksi total “ventricular outflow” jarang.Tetapi bila ada obstruksi total ini merupakan tindakan emergensi.

Bila pada pemeriksaan terdapat koma, tanda Babinski bilateral dan paralisis

“upwward gaze” dapat membantu menegakkan diagnosis yang dapat dikonfirmasi

dengan CT Scan/MRI. Kadang-kadang papiledema tidak ada.

- Obstruksi parsial pada akuaduktus atau ventrikel IV “outflow” bukan tindakan emergensi. Pada kondisi ini perlu diperhatikan obstruksi total.

Komplikasi lanjut dan gejala sisa infeksi 1. Kegagalan fungsi kognitif

Dapat terjadi ringan (“learning disability”) sampai kelainan global. Usia merupakan determinan kritis terhadap keluaran, skuele serius terjadi pada usia muda.

2. Deafness (Tuli)

Kejadian berkisar antara (5-25) %. Tidak diketahui pasti apakah cedera karena kerusakan vaskuler N VIII atau straktur telinga dalam. Biasanya terjadi pada awal-awal kejadian, tetapi diketahui setelah dipulangkan.

3. Handicap (cacat) motorik

Dapat terjadi paresis saraf kranial kuadriplegia. Kelemahan terjadi pada kelompok otot-otot tertentu seperti ptosis, hemiparesis/plegia. Semua kelainan ini bila diketahui setelah dipulangkan, umumnya menetap sampai dengan 1 tahun follow up.

KESIMPULAN

Meningitis septik akut merupakan problema penting karena tingginya angka kematian dan adanya skuele. Banyak kasus terjadi pada usia muda sehingga akan menurunkan produktivitas kerja yang akan mempengaruhi ekonomi keluarga.

Dewasa ini, pengertian tentang patogenesis terjadi cedera otak karena infeksi belum dimengerti sepenuhnya. Beberapa penelitian pada binatang dan trial klinik mencoba menerangkan secara lebih mendasar studi masa depan. Dilakukan penelitian pada bakteri dan faktor-faktor pejamu, metabolisme asam arakhidonat, sitokin, neuro-transmiter eksitatorik dan konsekuensi patofisiologis dari infeksi dengan tujuan pemberian pengobatan tambahan sehingga hasil terapi akan lebih nyata.

Dalam dokumen Modul Neuro Infeksi Panduan Peserta (Halaman 31-36)