• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

6. Metode Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Metode Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru dalam menjalankan fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamzah B Uno, 2008:2). Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat penerapan. Dengan kata lain, metode yang dipilih oleh masing-masing guru sama, tetapi menggunakan teknik yang berbeda. Pembelajaran kooperatif

(Cooperative Learning) adalah suatu sistem pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010:39).

Priyanto (dalam Made Wena 2009:189) menjelaskan bahwa metode pembelajaran kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang berbentuk kelompok kecil dimana setiap anggota kelompoknya bekerjasama dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2009:27) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1) setiap anggota memiliki peran;

2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;

3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya;

4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan

5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. c. Keuntungan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sugiyanto (2010:43-44), keuntungan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1) meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial,

2) memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan,

3) memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial,

4) memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen,

5) menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois,

6) membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa,

7) berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8) meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia,

9) meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif,

10)meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih baik, dan

11)meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson (dalam Agus Suprijono, 2009) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2 pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu : a) menumbuhkan perasaan siswa bahwa dirinya terintegrasi dalam

kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan,

b) mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan,

c) mengatur sedemikian rupa sehingga setiap siswa dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok, dan

d) setiap siswa ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan siswa lain dalam kelompok.

2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Tanggung jawab perseorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. 3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah :

a) saling membantu secara efektif dan efisien;

b) saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan;

c) memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien d) saling mengingatkan;

e) saling percaya; dan

f) saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. 4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :

a) saling mengenal dan mempercayai;

b) mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius; c) saling menerima dan saling mendukung; dan

d) mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. 5) Group processing (pemrosesan kelompok)

Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Menurut Wina Sanjaya (dalam Rusman, 2011:206), pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif yaitu:

1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok.

2) Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar. Karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.

3) Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu metode pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi (saling ketergantungan) peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.

e. Beberapa Tipe Pembelajaran Kooperatif

Secara umum, pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe. Berikut ini merupakan beberapa macam tipe dari pembelajaran kooperatif.

1) STAD (Student Team Achievement Divisions)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin (Made Wena, 2009:192). Tipe STAD adalah pembelajaran kooperatif untuk pengelompokkan kemampuan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Keanggotaan campur dikelompokkan menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, nilai awal, dan suku (Suyatno, 2009:52). Menurut Slavin (2009:23) pada pembelajaran kooperatif siswa ditempatkan dalam tim-tim

pembelajaran yang beranggotakan empat orang atau lebih yang bercampur tingkat, kinerja, jenis kelamin, dan kesukuannya.

Menurut Arends (2008:37) pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa di kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok/ tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender, dari berbagai kelompok rasial atau etnis, dan dari nilai awal siswa yang memperoleh nilai tinggi, cukup, dan rendah. Jadi, yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif tie STAD adalah salah satu pembelajaran kooperatif dimana siswa dikelompokkan ke dalam kelompok yang heterogen (berbeda tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku). Ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu kelas terdiri dalam kelompok-kelompok kecil, tiap kelompok terdiri 4-5 anggota yang heterogen dan belajar dengan metode pembelajaran kooperatif serta prosedur kuis (Suyatno, 2009:52).

2) TGT (Team Game Tournament)

Kinerja siswa dalam pembelajaran dengan tipe ini tidak dinilai dengan kuis individual, tetapi dengan turnamen perbaikan akademik. Siswa mewakili timnya berlomba dengan anggota tim lain yang setara kinerja akademiknya berdasarkan hasil penelitian yang lalu. Siswa dari seluruh tingkat kinerja pada tiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk menyumbang poin bagi timnya jika mereka berbuat yang terbaik. Ada 5 komponen utama dalam TGT (Huda, 2011), yaitu:

a. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas.

b. Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri atas 4-5 orang. c. Game

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.

d. Turnamen

Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1, terbesar kedua sebagai chalenger 1, terbesar ketiga sebagai chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader 2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila menurut chalenger 1

jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader 1, chalenger 1, chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban . Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader 1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, challenger 3 menjadi chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader 2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru. 3) Team Assisted Individualization (TAI)

Tipe pembelajaran TAI merupakan kolaborasi antara pembelajaran individual dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 (delapan) komponen (Agus Suprijono, 2009), yaitu:

a. Team yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 siswa.

b. Placement test yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam bidang tertentu.

c. Student creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

d. Team study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.

e. Team scores and team recognition yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching group yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g. Facts test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h. Whole class units yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Masih banyak lagi macam-macam tipe yang lain, namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perbandingan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran kooperatif lain seperti TAI, TGT dan TSTS

dapat dilihat dari berbagai sisi adalah sebagai berikut (Sugiyanto, 2010).

Tabel 2.1 Perbedaan Metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan Metode Pembelajaran Lainnya

STAD TAI TGT TSTS

Tim-tim belajar heterogen beranggota 4-5 orang

Siswa ditempatkan dalam tim-tim belajar

beranggotakan 4-5 siswa yang heterogen. Adanya penghargaan dari hasil penilaian.

Siswa ditempatkan dalam tim-timbelajar

beranggotakan 4-5 siswa. Siswa permainan dengan tim lain untuk memperoleh skor tambahan bagi timnya.

Siswa ditempatkan dalam tim-tim belajar beranggotakan 4 siswa yang heterogen. Komponen-komponen STAD yaitu: presentasi kelas, kelompok (team), kuis, skor kemajuan

individual, penghargaan kelompok.

Komponen-komponen TAI yaitu: kelompok (teams), tes penempatan (placement test), materi, kurikulum, kelompok belajar, penilaian dan pengakuan tim, mengajar kelompok, tes fakta, mengajar seluruh kelas.

Komponen-komponen TGT yaitu: materi, kelompok (teams), game, turnamen, penghargaan kelompok. Komponen-komponen TSTS yaitu: materi, kelompok (teams), pembagian permasalahan, mendiskusikan permasalahan (kerja kelompok), presentasi kelas, penghargaan kelompok. Kelebihan: mendorong siswa berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan.

Kelebihan:meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan tim. Siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi dengan cepat dan akurat, dapat mengecek pekerjaan satu sama lain, mengurangi perilaku mengganggu, konflik antar pribadi dan menimbulkan sikap positif, siswa yang berkemampuan lemah akan terbantu.

Kelebihan: memotivasi siswa karena belajar dikombinasikan dengan game/ menggunakan permainan dan siswa dilatih untuk bekerjasama.

Kelebihan: mudah dipecah menjadi

berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah

memonitor.

Kekurangan: dalam penerapannya membutuhkan manajemen waktu yang baik. Mengacu pada belajar kelompok sehingga kurangnya kesempatan untuk individu Kekurangan: dalam penerapannya membutuhkan manajemen waktu yang baik.

Kesempatan individu mendominasi.

Kekurangan: dalam penerapannya

membutuhkan manajemen waktu yang baik.

Kekurangan: Membutuhkan lebih banyak waktu, kurang kesempatan untuk kontribusi individu, dan siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan.

f. TipeSTAD (Student Team Achievement Divisions)

STAD (Student Team Achievement Divisions) dikembangkan oleh Slavin, dkk dan merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif di dalam kelas (Slavin, 2008:143).

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu kelas terdiri dalam kelompok-kelompok kecil, tiap kelompok terdiri 4-5 anggota yang heterogen dan belajar dengan metode pembelajaran kooperatif serta prosedur kuis (Suyatno, 2009:52). Slavin (2008:143-146) mengemukakan bahwa tipe STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu:

1) Presentasi kelas

Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas. Presentasi kelas dapat dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau pengajaran diskusi dengan guru, tetapi dapat juga presentasi menggunakan audio-visual.

Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena dalam STAD hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian, siswa dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena hal tersebut juga

akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya juga akan mempengaruhi skor dari kelompok mereka.

2) Kerja kelompok

Tim atau kelompok terdiri dari empat atau lima orang siswa mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi, jenis kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari kerja kelompok adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai materi yang diberikan dan juga untuk mempersiapkan anggota kelompok dalam menghadapi kuis, sehingga semua anggota kelompok dapat mengerjakan dengan baik. Setelah guru mempresentasikan materi, anggota kelompok secara bersama-sama mempelajari lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru.

Dalam hal ini, siswa mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban dari masing-masing anggota kelompok yang maju ke depan kelas dan membetulkan kesalahan jawaban dari anggota kelompok lain. Dalam setiap langkah, titik beratnya adalah membuat anggota kelompok melakukan yang terbaik untuk kelompok, dan kelompok pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.

3) Kuis

Setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu sampai dua kali praktik kelompok, para siswa menjalani kuis

perseorangan. Siswa-siswa tidak diijinkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap siswa secara perseorangan bertanggung jawab atas pengetahuan yang mereka peroleh.

4) Skor kemajuan perseorangan

Gagasan di balik skor kemajuan perseorangan adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari nilai kinerja siswa tersebut sebelumnya. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk kelompok mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Tingkatan skor kemajuan (Slavin, 2010:159), adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2

Skor Kemajuan Perseorangan

Skor Kuis Skor kemajuan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal

Nilai kuis/tes terkini turun 1-10 poin di bawah nilai awal

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 poin di atas nilai awal

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal

Nilai kuis/tes sempurna (terlepas dari skor awal) 5 10 20 30 30

5) Penghargaan kelompok

Kelompok akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor kelompok siswa akan digunakan untuk menentukan tingkat pemahaman siswa. Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut:

a) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

b) Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok.

c) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai daasr (awal) masing-masing siswa.

Rusman (2011:216) menjelaskan, tiga macam tingkatan penghargaan yang diberikan berdasarkan pada rata-rata skor tim adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3

Kriteria Penghargaan Kelompok

Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan

0 ≤ N ≤ 5 -

6 ≤ N≤ 15 Kelompok Baik ( GOOD TEAM) 16 ≤ N≤ 20 Kelompok Hebat (GREAT TEAM)

21 ≤ N≤ 30 Kelompok Istimewa ( SUPER TEAM)

7. Media Audio-Visual a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, sehingga secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medòë adalah perantara atau pengantar pesan dari penerima pesan (Sri, 2010:4). Menurut Webster Dictonary 1960 (dalam Sri, 2010:4), media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang, atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal.

Gagne (dalam Sadiman dkk, 2008:6) menyatakan, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Briggs (dalam Sadiman dkk, 2008:6) berpendapat, media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya. Sadiman dkk (2008:17) berpendapat, kegunaan media dalam proses belajar mengajar antara lain:

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, seperti objek yang terlalu besar, objek terlalu kecil, gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, kejadian atau peristiwa yang terjadi di

masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, objek terlalu kompleks, dan konsep yang terlalu luas.

3) Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik.

4) Memberi perangsang yang sama. 5) Mempersamakan pengalaman. 6) Menimbulkan persepsi yang sama.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan media merupakan suatu alat yang digunakan untuk menerima pesan dalam lingkungan siswa untuk merangsang berpikir dalam belajar. Peran media dalam proses belajar agar dapat memperjelas penyajian materi yang akan dipergunakan, membuat siswa tertarik sehingga tidak merasa bosan, dan dapat memberikan rangsangan otak siswa supaya dapat memahami apa yang dijelaskan oleh guru.

b. Media Audio-Visual

Menurut Anitah (2010:48), media audio-visual adalah media yang menunjukkan unsur auditif (pendengar) maupun visual (penglihatan). Konsep media audio-visual terdiri dari dua segi yang satu sama lain saling menunjang, yaitu perangkat keras (hardware) dan materi atau bahan yang disebut perangkat lunak (sofware). Fungsi dari media audio-visual untuk mempermudah menyampaikan dan menerima pelajaran atau informasi serta dapat menghindarkan salah pengertian; artinya, dapat menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara

yang lebih mudah daripada yang disampaikan dengan kata-kata yang diucapkan, dicetak atau ditulis. Siswa mudah dan lebih cepat belajar dengan melihat-lihat alat sensori seperti penggunaan media audio-visual dan pembelajaran bahasa Indonesia.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis berasumsi pengertian media audio-visual adalah suatu media yang berperan untuk memberikan suatu informasi yang berupa suara maupun gambar kepada penyimak, sehingga informasi yang disajikan lebih mudah ditangkap dan dipahami. Dalam penelitian ini, media audio-visual berperan untuk menyajikan materi berupa power point dan menampilkan rekaman video berita kepada siswa.