3.2 Metode dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul Tangis Berru Sijahe dalam Masyarakat Pakpak: Kajian Multimodal, merupakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010:4), menjelaskan bahwa metode kualitatif merupakan
sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang dapat diamati.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif sebagai pendekatan penelitian. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menjadi instrumen penelitian karena pada penelitian kualitatif mengharuskan peneliti terjun langsung sebagai instrumen dalam penelitian. Dengan demikian, jelas diketahui bahwa penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif.
3.3 Instrumen Penelitian
Sebagai penelitian kualitatif, kedudukan peneliti dalam penelitian ini menjadikan peneliti sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria yang dipahami. Kriteria tersebut berdasarkan aspek multimodal yang harus dipahami oleh peneliti yang terdapat dalam tradisi Tangis Berru Sijahe dalam Masyarakat Pakpak. Oleh karena itu peneliti secara langsung berperan aktif dalam proses penelitian. Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Selanjutnya Nasution (1988) dalam Sugiono (2013) menyatakan bahwa:
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, focus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidata dapat ditentukan secara pasti dan jelass sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.”
Dari kedua pernyataan ahli di atas tentang instrumen penelitian kualitatif, jelaslah bahwa peneliti menjadi alat utama dalam melakukan penelitian kualitatif.
Kemudian, instrumen penelitian pendukung pada penelitian ini adalah menggunakan alat perekam suara (MP3 player), kamera digital, serta alat tulis.
MP3 player digunakan untuk merekam data lisan saat wawancara, kamera digital untuk mengambil gambar atau foto. Alat tulis digunakan untuk mencatat, cacatan tersebut berupa catatan lapangan.
3.4 Data dan Sumber Data 3.4.1 Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang telah dikutip oleh Moleong dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Data dalam penelitian deskriptif merupakan data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (Moleong, 2010: 11). Data deskriptif diperoleh dalam sebuah penelitian kualitatif yang hasilnya dideskripsikan berdasarkan pada tujuan penelitian. Data ini biasa ditemukan dalam struktur internal bahasa, yaitu struktur bunyi (fonologi), struktur kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis), struktur wacana dan struktur semantik (Chaer, 2007: 9).
Sejalan dengan pernyataan Moleong, data utama dalam penelitian ini adalah klausa verbal dan gambar visual yang berasal dari rekaman tradisi tangis berru sijahe. Untuk lebih rinci, data dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu data teks verbal (klausa) yang terdapat dalam tradisi tangis berru sijahe dan data teks visual (gambar) yang terdapat dalam tradisi tangis berru sijahe.
3.4.2 Sumber Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas 2 bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer penelitian ini adalah dari para subjek penelitian.
Subjek penelitian merupakan dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian ini, data primer penelitian merupakan rekaman tradisi tangis berru sijahe yang akan dilakukan oleh Sorti br Tumangger. Rekaman berlangsung selama 9 menit 23 detik yang terdiri atas beberapa adegan beserta kluasa yang diucapkan selama proses tradisi tangis berru sijahe. Rekaman tersebut merupakan dokumentasi pribadi dari Bapak Mansehat Manik, merupakan salah satu budayawan Pakpak yang masih menjaga serta melestarikan budaya Pakpak. Secara alamiah, tradisi tangis berru sijahe sudah sulit untuk diperoleh oleh karena itu penelitian ini menggunakana data rekaman dokumentasi pribadi Bapak Mansehat Manik.
Selanjutnya, penelitian ini menggunakan wawancara melalui proses pengumpulan data yang diperoleh dari beberapa informan. Dalam pemilihan informan, peneliti harus memperhatikan beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh para informan. Maka perlu dipaparkan kriteria informan yang harus dipenuhi dalam proses wawancara. Kriteria informan dalam wawancara adalah sebagai berikut:
1. Berjenis kelamin wanita atau pria 2. Bersedia dijadikan sebagai informan.
3. Berusia diatas 60 tahun
4. Berdomisili di daerah kabupaten Pakpak Bharat dan belum pernah mengalami perpindahan domisili.
5. Memahami dan mengerti tentang tradisi Tangis Berru Sijahe 6. Sehat jasmani dan rohani
Selain itu, penelitian ini juga memiliki data sekunder, data sekunder pada penelitian ini ini merupakan sumber tertulis yang sudah ada. Sumber tertulis
tersebut merupakan buku-buku ilmiah tentang suku Pakpak yang ditulis oleh Bapak Lister Berutu yang merupakan budayawan Pakpak.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2013:4) menyatakan pada penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (setting alamiah) dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Oleh karena itu, peneliti mengartikan teknik pengumpulan data sebagai suatu cara untuk memperoleh data melalui beberapa langkah atau tahapan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Langkah-langkah tersebut berfungsi untuk mempermudah peneliti dalam proses pemerolehan data. Berikut adalah bagan teknik pengumpulan data.
Bagan 3.2: Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan interview serta dokumentasi. Observasi dilakukan terhadap sejumlah fenomena yang dapat dijadikan sebagai data konkrit dalam penelitian ini. Fenomena yang dimaksud adalah tradisi tangis berru sijahe yang terdapat pada masyarakat Pakpak. Kemudian interview juga dilakukan terhadap sejumlah informan yang akan dilibatkan dalam penelitian ini, untuk memudahkan proses
Teknik Pengumpulan Data
Observation (Observasi) Interview (wawancara) Documentation
(Dokumentasi)
interview, maka disusunlah sejumlah pertanyaan yang akan diberikan kepada informan. Baik itu informan pangkal maupun informan kunci. Dari hasil wawancara diperoleh sejumlah data yang dapat menjelaskan tradisi tangis berru sijahe dari segi visual. Selain itu teknik dokumentasi juga dilakukan untuk mendukung data yang diperoleh dari lapangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan rekaman tradisi tangis berru sijahe. Rekaman tersebut dibagi ke dalam dua bentuk data, yaitu data verbal dan data visual.
Selanjutnya, dokumen juga merupakan cara untuk mengumpulkan data pada penelitian ini. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiono, 2013:9). Dokumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah dokumen ilmiah tentang masyarakat Pakpak yang ditulis oleh Bapak Lister Berutu.
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus-menerus sampai data tersebut mengalami titik jenuh. Dengan pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus tersebut mengakibatkan variasi data yang tinggi sekali. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif walaupun tidak menolak data kuantitatif. Oleh karena itu, analisis data kualitatif dapat dilakukan dengan analisis deskriptif bukan dengan analisis statistik seperti pada analisis data kuantitatif dengan menggunakan sistem berfikir sistematik.
Untuk menguatkan analisis deskriptif yang telah dipaparkan sebelumnya, Sudaryanto (1993:19) nenawarkan dua metode dalam menganalisis data kualitatif.
Kedua metode tersebut metode Padan dan metode Agih. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan metode padan sebab dalam penelitian ini alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pilah unsure Penentu (PUP) yang mana alat analisis datanya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Dengan demikian, langkah-langkah analisis data penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Data penelitian berbentuk rekaman tangis berru sijahe dan dialog dari hasil observasi, wawancara, dan dokumen yang bersumber dari para informan dan dokumen-dokumen terkait yang dapat menjelaskan tradisi Tangis Berru Sijahe tersebut.
2. Mendeskripsikan komponen multimodal yang terdapat dalam tradisi Tangis Berru Sijahe tersebut. Deskripsi komponen tersebut dilakukan secara alamiah tanpa ada menambah atau mengurang runtunan tradisi tersebut. Sebab pada waktu sekarang ini, tradisi tersebut hanya sebatas kegiatan yang hanya dilakukan bagi masyarakat yang masih melakukannya dan bahkan tidak semua runtunan tersebut dilakukan. Oleh sebab itu, fenomena ini harus di teliti secara alamiah mengingat konsep penelitian kualitatif bersifat alamiah. Tidak dibenarkan menghadirkan aspek yang pada kenyataaannya tidak terdapat di dalam tradisi Tangis Berru Sijahe tersebut.
3. Menganalisis komponen multimodal berdasarkan analisis metafungsi visual dan verbal yang ada dalam tradisi tersebut. Teks verbal dianalisis berdasarkan
komponen metafungsi ideasional (partipan I: aktor/ senser/ sayer, proses:
material/ mental/ verbal, dan partisipan II: gol/sirkumtan/vokatif) dan metafungsi visual dianalisis berdasarkan komponen interpsersonal (jarak, interaksi, tonjolan, dan klasifikasi multimodal) dan komponen tekstual (letak gambar, hubungan antar partisipan, bingkai).
4. Menyimpulkan komponen multimodal yang terdapat di dalam tradisi Tangis Berru Sijahe tersebut.
Adapun langkah-langkah analisis data dapat dilakukan sebagai berikut:
Bagan 3.3: Teknik Analisis Data
Untuk lebih jelas dipaparkan beberapa contoh analisis data tradisi tangis berru sijahe di bawah ini:
1. Contact (hubungan) yang terdiri atas offer (ketidak keterlibatan partisipan yang terdapat pada gambar dengan khalayak) dan deman (keterlibatan partisipan dengan khalayak yang terlihat pada gambar).
Data Penelitian
Menganalisis mengklasifikasi kan
menyimpulkan
Hasil
Penelitian
2. Social Distance, pengambilan jarak gambar yang meliputi pengambilan gambar jauh atau dekat.
3. Salience, tonjolan yang terdapat pada gambar dan yang mendominasi dari gambar tersebut
4. Information Value yang terdiri atas centred (posisi partisipan yang terlihat pada gambar berada terpusat) atau polarized (tidak terpusat).
5. Framing, keterhubungan antara partisipan yang terdapat pada gambar.
6. Teks Verbal, analisis teks verbal dalam klausa yang terdapat dalam tradisi tangis berru sijahe menggunakan analisis komponen Ideasional. Berikut beberapa contoh analisis terhadapa teks verbal.
Data 1
Ulang Ko tergampar-gampar i ladang ni kalak da berru Jangan Kamu Tersesat di ladang orang wahai anakku
‘janganlah kamu tersesat di ladang orang wahai anakku’
Aktor proses material Gol Vokatif
Data 2
laus lebbe Aku mi ladang ni kalak da pa
Pergi Aku ke ladang orang wahai ayahku
‘aku pergi ke ladang orang wahai ayah’
Proses Material Aktor Gol Vokatif
Data 3
nggo mo kepeken karinana memurpurken daging si melala inang ni permenna Semuanya memercikkan orang yang hina wahai bibi
‘rupanya kalian semua sudah seperti memercikkan air kepada aku yang hina bibiku’
Aktor proses material gol Vokatif
Dari hasil analisis data nantinya akan hadir kesimpulan yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini secara menyeluruh tentang kajian yang telah diteliti, dalam kesempatan ini hasil penelitian tentang kajian multimodal yang
diapplikasikan ke dalam tradisi Tangis Berru Sijahe pada masyarakat Suku Pakpak di Kabupaten Pakpak Bharat.
3.7 Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria kredibilitas. Untuk mendapatkan data yang relevan, maka peneliti melakukan pengecekan keabsahan data hasil penelitian dengan cara:
1. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk pengecekan data tentang keabsahannya, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen dengan memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini penulis membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan juga membandingkan hasil wawancara dengan wawancara lainnya.
2. Perpanjangan Pengamatan
Peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Perpanjangan pengamatan peneliti akan memungkinan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini setelah dicek kembali pada sumber data asli atau sumber data lain ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. Dalam hal pengecekan data ini
akan dilakukan terhadap pelaku adat, tokoh adat, pemuka adat setempat yang tau dan mengerti tentang tangis berru sijahe. Kemudian dalam penelitian ini peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, dengan kembali lagi ke lapangan untuk memastikan apakah data yang telah penulis peroleh sudah benar atau masih ada yang salah. Namun, pada penelitian ini perpanjangan pengamatan tidak diperlukan sebab validasi data dilakukan terhadap salah satu dosen pembimbing peneliti yaitu Bapak Prof. Hamzon Situmorang, P.hD,
3.8 Teknik Penyajian Data
Setelah analisis terhadap data penelitian selesai dilakukan, lahirlah buah dari jerih tersebut. Buah yang dimaksud selalu berupa kaidah atau simpulan tentang hasil penelitian. Berkaitan dengan hal itu, peneliti menyajikan hasil penelitian ke dalam dua bentuk penyajian yaitu metode penyajian informal dan penyajian formal. Pada penyajian data yang bersifat informal, maka hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk deskripsi kata-kata tentang hasil analisis multimodal tangis berru sijahe tersebut. Sedangkan penyajian data yang bersifat formal, akan disajikan dengan menggunakan tanda atau bagan dalam hal penelitian ini akan menggunakan tanda panah yang menjelaskan konstruksi multimodal tangis berru sijahe.
39 BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA
4.1 Paparan Data Tangis Berru Sijahe
Tangis berru sijahe dilaksanakan pada pagi hari. Bagi masyarakat Pakpak, waktu pagi merupakan waktu yang paling baik untuk memulai suatu rencana atau pekerjaan. Sorti br Tumangger, (nama perempuan yang maelakukan tangis berru sijahe) telah membuat kesepakatan dalam hal penetapan waktu pelaksanaan terlebih dahulu agar sanak saudaranya dapat mengkondisikan waktu mereka dengan Sorti yang akan melakukan tradisi tersebut agar tidak terbentur dengan waktu lain sebab pada umumnya masyarakat pakpak menghabiskan waktunya di ladang sebagai profesi utama masyarakat Pakpak yaitu Petani.
Setelah disepakati waktu untuk melakukan tangis berru sijahe. Maka terjadilah tradisi tangis berru sijahe ini. Sorti telah siap dengan segala perlengkapan yang akan digunakan untuk melakukan tangis berru sijahe. Pakaian adat Pakpak merupakan icon yang ditampilkan dalam pelaksaan tradisi ini. Di samping itu, berbagai perlengkapan juga telah disediakan seperti rabi munduk
‘golok’, napuren ‘sirih’, dan ucang ‘tas yang terbuat dari anyaman pandan’
merupakan perlengkapan wajib yang harus dibawa setiap kali berhadapan ketika meminta izin. Kemudian dalam pelaksaan tradisi ini, Sorti selalu ditemani oleh sahabat yang selalu ikut serta kemana pun Sorti pergi. Gambar di bawah merupakan tampilan Sorti yang sudah lengkap dengan segala propertinya ketika akan pergi melakukan tangis berru sijahe:
Gambar 4.1
Sorti ketika akan melakukan tangis berru sijahe
Sorti meminta izin untuk menikah akan menghadap ibunya dalam keadaan duduk berhadapan dengan sang ibu sambil melipat kedua kakinya dengan memakai pakaian adat lengkap dengan semua perlengkapan yang biasa dipakai seperti tudung penutup kepala, ucang yang berisi napuren, dan rabi munduk.
Gambar 4.2
Sorti melakukan tradisi tangis berru sijahe Kepada Inang
Dalam posisi seperti yang terlihat pada gambar, maka Sorti menyampaikan kalimat-kalimat yang diucapkan ketika meminta izin untuk menikah. Adapun kalimat-kalimat yang diucapkan Sorti adalah sebagai berikut:
1. tading mo ko le nang ni beruna.
‘tinggallah engkau disini wahai ibuku’
2. nggo mo ko peahen kono menuman berumu le nang niberuna.
‘kamu sudah memataskan anak gadismu wahai ibuku’
3. padan mo ko kepeken mengayak oles deba metem engket emas nggersing asa berumu i penuman numan kono inang ni beruna.
‘lebih baik kamu menerima pakaian dari orang lain serta emas yang kuning agar aku anakmu seperti orang lain’
4. molo padinken enda tah terjampa-jampa mo berumu i ladang ni kalak le nang ni beruna.
‘rupanya anakmu ini terjatuh di ladang orang wahai ibuku’
5. mela kalak menuman berumu tah tertingkah lae nciho si cegen, tertingkah lae meletuk molo cibon berumu i ladang ni kalak le inang ni beruna.
‘rupanya engkau telah memantaskan anakmu kalaupun’
6. mela kono menuman berumu pateari sada pe pateari dua bekas berumu, ulang ko sondat mermari mangan taba berumu le nang ni beruna.
‘apabila kamu telah memantaskan anakmu untuk menempati dua tempat, maka janganlah kamu terhalang mencari nafkah untuk anakmu ibuku’
7. mela kalak menuman berumu tah bage pilian mencalit sora ni kalak bage renggur mesora.
‘apabila kamu memantasskan anakmu seperti mendengar petir yang menyambar ketika berbicara dengan orang’
8. mela podinken enda berumu, tah terjampa-jampa berumu mengkuso kusoi bage manuk medemken berumu i ladang ni kalak le nang ni beruna.
‘rupanya anakmu ini ini bersusah payah mencari cari seperti ayam yang mengerami telurnya di ladang orang lain wahai ibuku’
9. tah mengkuso kusoi mo berumu dalan mi juma, tah dalan mi lae mo berumu podinken enda ladang ni kalak inang ni beruna.
‘bertanya-tanya anakmu jalan ke ladang atau jalan ke sungai rupanya jalan yang di tanya adalah jalan ke ladang orang lain’
10. menadingken page ntasak mendapatken page tuhur mo berumu menadingken si nggo ramah mendapatken lako ki tutur berumu le nang ni beruna.
‘seperti meninggalkan padi yang sudah masak dan meninggalkan apa yang sudah didapat untuk memulai pertuturan kepada orang lain wahai ibuku’
11. mela berumu podinken enda tah bage biah merdokar mo i ladang ni kalak ibaen deba berumu le nang ni beruna.
‘kalau anakmu lebih baik seperti anjing di ladang orang ibuku’
12. padin mo ko kepeken mengayaki emas deba nggersing, oles deba metem asa berumu i penuman numan ko le nang ni beruna.
‘sepertinya engkau lebih baik menerima emass yang kuning, kain yang bagus agar engkau dapat menyamakan aku seperti orang lain agar layak di mata calon suamiku wahai ibuku’
13. tah bage biahat merdokar me sora ni kalak ndahi berumu le nang ni beruna.
‘seperti anjing yang menggoggong untuk memanggil orang wahai ibuku’
Setelah Sorti selesai mengucapkan semua kalimat-kalimat meminta izin tersebut. Maka ibu sang membalas kalimat tersebut dengan kalimat-kalimat seperti di bawah ini:
14. ulang ko tergampar-gampar i ladang ni kalak da berru.
‘janganlah kamu seperti orang linglung di dalam keluarga orang wahai anakku’
15. ulang ko giam magin-magin i ladang ni kalak da berru.
‘janganlah engkau selalu sakit di dalam keluarga orang wahai anakku’
16. mela naing meridi ulang ko terkuso-kuso dalan mi lae da berru.
‘apabila engkau ingin mandi, maka janganlah engkau bingung jalan menuju sungai wahai anakku’
17. ulang ko lupa berre inangmu
‘jangan lah kamu lupa kepada ibumu ini’
Setelah selesai meminta izin kepada sang ibu, maka dilanjutkan kepada ayah.
Posisi ketika berhadapan dengan ayah sedikit berbeda dengan ketika berhadapan dengan ibu. Posisi ketika berhadapan dengan ayah hanya diwujudkan dengan menjabat kedua tangan sang ayah. Namum, wajah yang menunduk dan tatapan yang cendrung melihat ke bawah tetap ditampilkan ketika berhadapan dengan ayah. Perbedaan gender memberikan perbedaan perlakuan pada tangis berru sijahe ini. Adapun tampilan ketika berhadapan dengan ayah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.3
Sorti melakukan Tangis Berru Sijahe Kepada Bapa
Adapun kalimat-kalimat yang diucapkan ketika berhadapan dengan ayah adalah sebagai berikut:
18. laus lebbe aku da pa
‘aku pergi ya ayah’
19. ulang ko magin-magin
‘janganlah kau sakit’
20. laus lebbe aku mi ladang ni kalak pa
‘aku pergi ke rumah calon suamiku’
21. nggo dapet aku pana jodoh ku pa
‘rupanya aku sudah bertemu dengan jodohku’
22. asa Laus aku, tading mo ke
‘aku pergi, tinggallah engkau’
Kemudian ayah pun membalas permintaan izin untuk menikah dari anaknya dengan kalimat-kalimat di bawah ini:
23. ue, pidonku pe mende-mende mo ke
‘iya, permintaanku baik-baiklah engkau’
24. nggo belgah ke i pejaheken
‘karena kamu sudah dewasa, oleh sebab itu menikah’
25. mella oda deng belgah oda i pejaheken
‘kalau belum dewasa, maka tidak menikah’
26. en pe, mende-mende ke deket simatua mu
‘oleh karena itu, baiklah kepada mertuamu’
27. deket kalak kela i
‘juga kepada menantuku itu’
28. i mo ranangku mendahi ke
‘itulah pesanku kepadamu’
Setelah kepada kedua orang tua selesai, maka dilanjutkan kepada sanak saudara yang dikehendaki oleh Sorti. Pelaksanaan tangis berru sijahe kepada sanak saudara dilanjutkan pada hari kedua. Dalam tradisi tangis berru sijahe yang dilakukan oleh Sorti br Tumannger ini, dia memilih meminta izin kepada mbulu (bibi). Pemilihan terhadap bibi ini didasari oleh perspektif suku batak pada umumnya yang sedikit mewajibkan menikah dengan pariban (anak laki-laki bibi)
Setelah kepada kedua orang tua selesai, maka dilanjutkan kepada sanak saudara yang dikehendaki oleh Sorti. Pelaksanaan tangis berru sijahe kepada sanak saudara dilanjutkan pada hari kedua. Dalam tradisi tangis berru sijahe yang dilakukan oleh Sorti br Tumannger ini, dia memilih meminta izin kepada mbulu (bibi). Pemilihan terhadap bibi ini didasari oleh perspektif suku batak pada umumnya yang sedikit mewajibkan menikah dengan pariban (anak laki-laki bibi)