• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alvi Syahrin 4

H. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

2. Kondisi dan karakteristik hutan Aceh, serta kebijakan kehutanan di Provinsi Aceh saat ini.

3. Penguasaan atas pengelolaan hutan adat oleh masyarakat hukum adat Aceh (mukim). G. Manfaat Penelitian

Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu hukum, terutama bagi hukum kehutanan adat yang senyatanya hingga hari ini masih langka literatur dan peminatnya.

Selanjutnya, bagi kepentingan praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pengembangan Hukum Adat dan Hukum Kehutanan, serta dapat pula menjadi bahan masukan dalam rangka revisi Undang-Undang Kehutanan, penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Hutan Adat dan Masayrakat Hukum Adat, Qanun Kabupaten/Kota tentang Pemerintahan Mukim, serta Qanun Kabupaten/Kota tentang Hutan Adat, sehingga dengan masukan dari hasil penelitian ini, diharapkan substansi pengaturan hutan adat dapat bernuansa lebih ilmiah.

H. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Ditinjau dari spesifikasinya,67 penelitian ini lebih condong68 merupakan penelitian deskriptif analitik,69 yang berupaya menelaah dan mendeskripsikan secara sistematis       

67  Spesifikasi penelitian  merupakan  segala  persyaratan yang harus dipenuhi di dalam suatu  penelitian, yang didekatkan kepada jenis penelitian  apa yang akan dilakukan dan bagaimana menganalisis  permasalahan yang diajukan. Lihat; Idham, Kajian Kritis Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam  Perspektif Otonomi Daerah di Sumatera Utara, Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana, Univ. Sumatera  Utara,  Medan,  2004,  hlm  24.  Sehubungan  dengan  spesifikasi  penelitian,  Sumadi  Suryabrata  mengemukakan, berdasarkan sifat‐sifat masalahnya, rancangan penelitian dapat digolongkan menjadi 

 

hukum-hukum positif, baik hukum peraturan perundang-undangan maupun hukum adat yang berlaku pada masyarakat hukum adat (mukim) di lokasi penelitian penguasaan atas pengelolaan hutan adat.

2. Pendekatan penelitian

Untuk mengungkapkan permasalahan yang diajukan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (doktrinal) dan penelitian hukum empiris (non doctrinal).70 Artinya, disamping melakukan telahan terhadap asas-asas, norma-norma, dan aturan-aturan hukum, baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis (Hukum Adat), penelitian ini juga mengungkapkan fakta sosiologis bekerjanya hukum         sembilan macam, yaitu: 1. penelitian historis, 2. deskriptif, 3. perkembangan, 4. kasus, 5. korelasional, 6.  kausal‐komparatif, 7. eksperimental sungguhan, 8. eksperimental semu, dan 9. penelitian tindakan. Lihat;  Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali Pers, Jakarta, 1987, hlm. 16. Lihat juga; Bambang  Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 33. 

68 Dalam hal ini Soenarjati Hartono mengemukakan; kiranya sulit diterima, bahwa untuk sekian  banyak macam penelitian hanya satu metode penelitian saja yang paling cocok dan benar. Tambahan pula  beraneka ragam penelitian dan penulisan itu biasanya tidak muncul dalam bentuk yang murni, tetapi  menunjukkan sifat yang condong ke arah (overheersend) salah satu bentuk penelitian. Sehingga para  peneliti  tidak  menggunakan  satu  metode  penelitian  dan/atau  satu  gaya  penulisan  saja,  tetapi  menggunakan suatu kombinasi dari beberapa metode penelitian dan gaya penulisan secara serentak.  Lihat; Soenarjati Hartono,    Kembali ke Metode Penelitian Hukum, dalam  Kumpulan Bahan Bacaan  Penataran Metode Penelitian Hukum, FH UI, Jakarta, 1997, hlm. 120. 

69 Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis,  faktual, dan akurat mengenai fakta‐fakta dan sifat‐sifat atau daerah tertentu. Sumadi Suryabrata, Op. Cit.,  hlm. 19. Sedangkan untuk penelitian preskriptif –analitik terdapat hal yang sifatnya problematik yang  memerlukan pemecahan masalah secara preskriptif. Lihat, M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu & Penelitian Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 77. 

70 Istilah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris dikemukan oleh Soerjono  Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pers, Jakarta, 1986, hlm. 51. Penelitian hukum normatif  meliputi  penelitian  terhadap  asas‐asas  hukum,  penelitian  terhadap  sistematika  hukum,  penelitian  terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.  Penelitian  hukum  sosiologis atau  empiris teridiri dari  penelitian  terhadap  identifikasi hukum, dan  penelitian terhadap efektivitas hukum. Sedangkan Soetandyo Wignyosoebroto, Hukum dan Metoda‐ metoda Kajiannya, dalam Kumpulan Bahan Penataran   Metode Penelitian Hukum, FH UI, Jakarta, 1997,  hlm. 228‐246,   menggunakan istilah penelitian hukum doktrinal dan penelitian hukum non doktrinal.  Penelitian hukum doktrinal dimaksudkannya berupa : penelitian inventarirasi hukum positif, penelitian  penemuan asas‐asas hukum, dan penelitian penemuan hukum in concreto. Penelitian non doktrinal, yaitu  penelitian berupa studi‐studi empiris untuk menemukan teori‐teori mengenai proses terjadinya dan  mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat   Lihat juga; Bambang Sunggono, Metodologi    Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 43.  

 

dalam masyarakat hukum adat, khususnya yang berkaitan dengan penguasaan dan pengelolaan hutan.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu : Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan sampel lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan tehnik purposive sampling, yang mempertimbangkan kriteria-kriteria letak geografis, etnik, dan kultur. 71

Berdasarkan teknik dan kriteria tersebut, dipilih beberapa kecamatan dan mukim, yaitu : Kecamatan Leupung, Kecamatan Lhoong, dan Kecamatan Indrapuri di Kabupaten Aceh Besar; Kecamatan Tangse dan Kecamatan Geumpang di Kabupaten Pidie; Kecamatan Krueng Sabee dan Kecamatan Jaya di Kabupaten Aceh Jaya; Kecamatan Woyla, Kecamatan Samatiga, dan Kecamatan Sungai Mas di Kabupaten Aceh Barat. Selanjutnya, dari setiap kecamatan tersebut dipilih lagi beberapa kemukiman yang diperkirakan memiliki hutan adat dan dari segi keamanan peneliti relatif memungkinkan untuk dapat melakukan penelitian lapangan (field research). Kemukiman-kemukiman       

71  Penelitian  untuk  mendapatkan  informasi‐informasi  dengan  sampel  bertujuan  (purposive  sampling) ini dilakukan terhadap dua atau tiga daerah kunci (key‐areas) atau beberapa kelompok kunci  (key‐groups). Jadi tidak semua daerah, dan tidak semua kelompok dan rumpun dalam populasi yang  diselidiki. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm.  58. Purposive sampling (penarikan sampel bertujuan) dilakukan dengan cara   mengambil subyek yang  didasarkan pada tujuan tertentu, harus memenuhi persyaratan berikut: (1) harus didasarkan pada ciri‐ciri,  sifat‐sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri‐ciri utama populasi, (2) subyek yang diambil  sebagai sampel harus benar‐benar merupakan subyek paling banyak mengandung ciri‐ciri yang terdapat  pada populasi, dan (3) penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi pendahuluan.  Lihat; Oloan Sitorus dan Darwinsyah Minin, Cara Menyelesaikan Karya Ilmiah Bidang Hukum, Mitra  Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2003, hlm. 40.   

 

yang diteliti adalah Mukim Leupung, Mukim Blangmee, Mukim Reukih (Aceh Besar), Mukim Guci, Mukim Manee, Mukim Geumpang (Pidie), Mukim Krueng Sabee dan Mukim Teumarem (Aceh Jaya), Mukim Layan, Mukim Tungkop, Mukim Woyla Tunong (Aceh Barat).

4. Informan dan Responden

Informan dan responden penelitian ini adalah orang-orang yang dapat memberikan informasi atau jawaban-jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Mereka itu adalah:

ƒ Pejabat Biro Hukum Pemerintah Aceh,

ƒ Pejabat Dinas Kehutanan dan Balai Konservasi SDA Provinsi Aceh, ƒ Majelis Adat Aceh

ƒ Pegiat LSM Lingkungan (Walhi, PuGAR, WWF Aceh, FFI) ƒ Pegiat LSM Masyarakat Adat (JKMA, AMAN, YRBI) ƒ Para Camat setempat,

ƒ Para Imeum Mukim setempat, ƒ Para Pawang glee (panglima Uteun) ƒ Para Petua Seneuboek,

ƒ Para Keuchik, dan

ƒ Para tokoh masyarakat setempat. 5. Bahan hukum yang diteliti

Dokumen-dokumen hukum yang diteliti dikategorikan dalam bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer dimaksud

 

adalah peraturan perundang-undangan72 dan ketentuan-ketentuan adat sebagaimana dituturkan oleh petua-petua adat. Bahan hukum skunder, yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa: rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, rancangan qanun, hasil-hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum. Sedangkan bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; seperti: kamus, ensiklopedi, karya ilmiah non hukum, dan lain-lain.73

Mengacu pada jenis dan hirarkhi Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, maka bahan hukum primer yang ditelaah dalam penelitian ini adalah :74

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang / Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang 3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden; dan

5. Peraturan Daerah atau Qanun.

6. Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, maka dilakukan dua tahap penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk melakukan telaahan terhadap bahan-bahan hukum; baik bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier. Bahan-bahan-bahan hukum tersebut diperoleh pada:

      

72 Menurut Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group, Jakarta,  2007, hal. 144. Bahan primer utama dalam penelitian hukum di Indonesia yang menganut system civil law  adalah peraturan perundang‐undangan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang  berwenang dan mengikat secara umum.    

73  Soerjono Soekanto dan  Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat Rajawali Pers, Jakarta, 1985, hlm. 14‐15. Lihat Peter Mahmud Marzuki, Ibid, hal. 163. 

74  Lihat  Pasal  Undang‐Undang  Nomor  10  Tahun  2004  tentang  Pembentukan  Peraturan  Perundang‐undangan. 

  • Perpustakaan Universitas Syiah Kuala, • Perpustakaan Universitas Sumatera Utara,

• Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, • Perpustakaan Negeri Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, • Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh,

• Perpustakaan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, • Perpustakaan Departemen Kehutanan di Jakarta,

• Perpustakaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Jakarta, • Perpustakaan Universitas Indonesia, dan

• Perpustakaan Prof. Koesnadi Hardjasoemantri di Yogyakarta,

Prosedur pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara menulis, mengetik, scan, dan copy segala informasi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil dari penelitian kepustakaan tersebut, selanjutnya dilakukan identifikasi, inventarisasi dan telaahan secara cermat dan mendalam.

Sedangkan penelitian lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian dengan cara mewawancarai para informan dan responden, terutama dengan tokoh-tokoh masyarakat hukum adat yang bermukim di sekitar kawasan hutan adat. 75

Untuk memperoleh data primer yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, disiapkan pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data. Dalam penelitian ini digunakan pedoman wawancara yang bersifat tidak terstruktur,76 yang hanya memuat       

75 Dalam hal ini, Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pers, Jakarta, 1986, hlm 52.  mengemukakan, bahwa biasanya, pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau  data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sedangkan pada  penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk  kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat. 

76 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta, 1986,  hlm. 182. Menurutnya, secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara: (1) pedoman wawancara 

 

garis-garis besar yang akan ditanyakan kepada responden, yang relevan dengan permasalahan penguasaan dan pengelolaan hutan adat oleh masyarakat hukum adat (mukim) setempat.

7. Analisis Data

Pada dasarnya analisis data mulai dilakukan sejak dimulainya proses penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Sehingga sejak awal setiap data atau informasi dapat diklarifikasi kebenarannya. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu setelah data, baik data sekunder maupun data primer, yang diperlukan terkumpul, maka data yang diperoleh tersebut diolah, diorganisasikan dan dikelompokkan dalam klasifikasi menurut pokok permasalahan dan selanjutnya dibahas secara deskriptif analitik. 77

I. Sistematika Penulisan

Disertasi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I memuat pendahuluan yang mencakup; latar belakang, perumusan masalah, asumsi, kerangka teori dan konsepsi, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

        tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis‐garis besar yang akan ditanyakan.  Dalam hal ini diperlukan kreatifitas pewawancara, karena pedoman wawancara lebih banyak tergantung  pada pewawancara, dan (2) pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun  secara terperinci sehingga menyerupai chekslist, dimana pewawancara tinggal membubuhkan tanda v  (check) pada nomor yang sesuai. Dan modifikasi dari keduanya itu adalah pedoman wawancara yang semi  struktur. 

77 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 112‐ 113. Menuliskan bahwa analisis data bermaksud pertama‐tama mengorganisasikan data.  Pekerjaan  analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan  mengkategorikannya. Sedangkan pengolahan data adalah kegiatan pendahuluan dari analisis data, yang  meliputi kegiatan editing dan koding. Lihat; Soetandyo Wignyosoebroto, Pengolahan dan Analisa Data dalam Metode‐metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1989, hal. 270.   

 

Bab II tentang inventarisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kehutanan dan masyarakat hukum adat, yang membahas sejarah pengaturan kehutanan di Indonesia, peraturan perundang-undangan yang mengatur masyarakat hukum adat, sifat masyarakat hukum adat, hak ulayat masyarakat hukum adat, dan dasar hak penguasaan hutan oleh masyarakat hukum adat.

Bab III memuat tentang kondisi dan kebijakan kehutanan di Provinsi Aceh. Pembahasannya meliputi kondisi dan karakteristik hutan Aceh, pemanfaatan sumberdaya hutan, kerusakan hutan Aceh, kebijakan kehutanan di Aceh dan strategi pengelolaan hutan Aceh yang berkelanjutan.

Bab IV tentang kekuasaan mukim atas hutan adat. Pembahasannya meliputi; mukim dan eksistensinya, penguasaan hutan adat oleh mukim, proses peralihan hak mukim untuk hak perorangan, dan pengelolaan hutan adat di Aceh.

Bab V sebagai bab penutup memuat tentang kesimpulan dan saran, daftar pustaka, riwayat hidup penulis, dan lampiran-lampiran.

               

 

BAB II