• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Metode Worked Examples

Dasar dari worked examples adalah Cognitive Load Theory (CLT). CLT merupakan teori yang dikembangkan berdasarkan sistem kognitif manusia. CLT

meminimalkan beban kognitif pada working memory yang kapasitasnya menjadi terbatas ketika mengolah materi pembelajaran yang baru, sehingga sistem kognitif mampu bekerja secara optimal ( Sweller, 2011: 57-68). Teori ini dikembangkan dengan asumsi bahwa working memori memiliki kapasitas yang terbatas untuk mengolah informasi baru yang kompleks, memori jangka panjang memiliki kapasitas yang tidak terbatas dan belajar adalah membangun pengetahuan schema acqusition ( melatih pengetahuan baru) dan schema automation (melatih pengetahuan yang telah dipelajari) (Retnowati, 2015:15). Siswa membangun pemahaman dengan mengaitkan, mengorganisasikan atau mengoneksikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya (Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011: 4-11). Oleh karena itu, pengetahuan awal adalah komponen penting dalam pembelajaran. Apabila siswa tidak mempunyai pengetahuan awal yang relevan, siswa akan kesulitan dalam memahami materi baru (Retnowati, 2016:55).

Menurut CLT, worked examples memfasilitasi siswa dengan contoh cara menyelesaikan masalah yang masih baru untuk siswa. Karena materi masih baru, maka siswa belum memiliki pengetahuan awal yang relevan dan cukup kuat.

Adanya contoh membantu siswa untuk membangun pengetahuan awal (schema acquisition), sehingga dapat memfasilitasi siswa untuk memahami problem solving dengan lebih efektif. Kemudian, CLT menjelaskan bahwa siswa perlu difasilitasi dengan problem solving setelah worked example. Problem solving ini dikerjakan oleh siswa tanpa melihat contoh yang diberikan. Dengan ini siswa melakukan schema automation, untuk melatih pemahaman awal yang

diperolehnya melalui worked example sebelumnya. Worked example dirasa efektif untuk mengurangi beban muatan kognitif pada siswa menengah kerena lebih berfokus pada bagaimana membantu siswa untuk mampu menyelesaikan permasalahan dibanding menantang siswa untuk menentukan jalannya sendiri.

Hal ini diungkap peneliti Sweller (1999) bahwa worked example mampu mengurangi beban kognitif yang tinggi dibandingkan dengan problem solving bagi pemula.

Dalam mengembangkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan worked example, Globe dan Renkl (2007:613) menyatakan bahwa dalam penyusunannya, LKS harus berisi permasalahan, langkah – langkah pengerjaannya dan solusi penyelesaian. Indikator dari pendekatan worked example adalah contoh yang relevan dan penyelesaiannya dengan persoalan yang ada. Dalam contoh tersebut dtunjukkan langkah – langkah secara rinci untuk menyelesaikan masalah serupa.

Oleh karenanya, Globe dan Renkl (2007) dan Sweller, Ayres dan Kalyuga (2011) mengungkapkan bahwa worked example mampu

1. Mengelola intrinsic cognitive load (beban kognitif intrinsik) dari kekompleksan materi dengan efisien. Kekompleksan materi yang dimaksud adalah terkait dengan materi yang pernah dipelajari sebelumnya atau dapat dicek melalui apersepsi yang diberikan di awal pembelajaran untuk memunculkan kembali prior knowledge siswa.

2. Memotivasi siswa untuk mempelajari suatu materi. Disusun dalam pasangan worked example yang keduanya mirip. Materi yang dijadikan contoh dengan

setipenya disajikan dalam pasangan kanan-kiri, atau atas-bawah sesuai dengan penyajian lembar kerja yang akan dikembangkan.

3. Mengelola extraneous cognitive load (beban kognitif tambahan) dengan efisien, antara lain dengan menghindari split attention effect, redundancy effect dan expertise reversai effect.

Adapun contoh penyajian worked example dan permasalahan pada materi aljabar disajikan pada tabel dibawah ini.

Worked example / contoh kerja

Permasalahan Sederhanakan:

4π‘₯ βˆ’ 7 βˆ’ 5π‘₯ + 9 Solusi

Langkah 1

Kelompokkan suku sejenis 4π‘₯ βˆ’ 5π‘₯ βˆ’ 7 + 9

Langkah 2

Operasikan koefisien suku sejenis (4 βˆ’ 5)π‘₯ + (9 + 7) = βˆ’1π‘₯ + 2 Langkah 3

βˆ’1π‘₯ ditulis – π‘₯ Sehingga βˆ’1π‘₯ + 2 = βˆ’π‘₯ + 2 Maka bentuk sederhana dari

4π‘₯ βˆ’ 7 βˆ’ 5π‘₯ + 9 adalah βˆ’π‘₯ + 2

D. HOTS ( Higher Order Thingking Skill )

HOTS ( Higher Order Thinking Skill ) merupakan suatu proses berpikir siswa dalam level kognitif yang lebih tinggi dari hanya sekedar menghafal dan memahami. HOTS dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving klurik dan Rudnick (1998), taksonomi Bloom (1956), dan taksonomi pembelajaran, pengajaran,dan penilaian dari Anderson dan Krathwohl dalam Saputra Hatta (2016 : 67).

Tujuan utama dari HOTS adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada level yang lebih tinggi, terutama berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam berbagai jenis informasi, berpikir secara kritis dalam memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi – situasi yang kompleks (Saputra, 2016:91-92).

Tabel 2.1 Dasar Konsep Higher Order Thinking Skills ( Menurut : Saputra Hatta, 2016 : 91 )

Dari tabel di atas, Bloom membagi domain kognitif menjadi enam level berpikir. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dirancang oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Tujuan pendidikan dibagi kedalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun ketiga ranah dalam taksonomi Bloom tersebut lebih bersifat linier,sehingga seringkali menimbulkan kesukaran bagi guru dalam menempatkan isi pembelajaran. Akhirnya tahun 1990 seorang murid Benjamin Bloom yang bernama Lorin W. Anderson melakukan penelitian dan menghasilkan perbaikan terhadap taksonomi Bloom, revisinya diterbitkan tahun 2001. Perbaikan yang dilakukan adalah dari kata benda (noun) menjadi kata kerja (verb). Ini penting dilakukan karena taksonomi Bloom sesungguhnya adalah penggambaran proses berfikir. Selain itu juga dilakukan pergeseran urutan taksonomi yang menggambarkan dari proses berfikir tingkat rendah ( low order thinking) ke proses berpikir tingkat tinggi ( high order thinking).

Dalam revisi taksonomi Bloom, Anderson dan Krathwohl menambahkan satu istilah untuk kompetensi kognitif tertinggi yaitu creation. Anderson dan Krathwohl berasumsi bahwa kemampuan mensintesis pada taksonomi Bloom lama merupakan kompetensi tertinggi karena merupakan akumulasi dari kelima kompetensi lainnya. Dengan alasan itu dipindahkan di puncak piramida domain kognitif tetapi mengubah menjadi creation (penciptaan).

Gambar 1. Tingkatan Berpikir Taksonomi Bloom Revisi

( Anderson & Krathwohl, 2015:42)

Dari piramida tersebut diklasifikasikan proses berpikir yang termasuk kedalam HOTS menurut taksonomi Bloom revisi. Merujuk revisi dari taksonomi bloom, HOTS merupakan aktivitas berpikir siswa yang melibatkan level kognitif tingkat tinggi dari taksonomi berpikir bloom meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta ( Anderson & Krathwohl, 2015:43).

Thomas dan Thorne (2009, hal. 1) menjelaskan HOTS merupakan keterampilan berpikir yang lebih daripada sekedar menghafalkan fakta atau konsep. HOTS mengharuskan siswa melakukan sesuatu atas fakta – fakta tersebut.

HOTS dapat ditingkatkan secara rutin ketika guru melakukan kegiatan pembelajaran yang melatih siswa untuk menganalisis, mengevaluasi dan mencipta dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya HOTS akan memudahkan siswa untuk

mengingat, memahami, dan mengaplikasikan dalam proses pembelajaran (Anderson &Krathwohl, 2015:354).

Selain dari taksonomi Bloom lama maupun baru, HOTS juga dapat mengacu pada PISA (Program for International Student Assessment). Dalam studinya, PISA disajikan dengan tes yang menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Siswa yang berkemampuan tinggi mampu mengidentifikasi masalah dengan menyebutkan informasi yang diketahui dari masalah PISA yang diberikan (Putra & Novita, 2015).

Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam level (tingkatan), level 6 sebagai tingkat pencapaian paling tinggi dan level 1 yang paling rendah. Setiap level tersebut menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa. Secara lebih rinci level-level yang dimaksud dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2. 2 Level Pada PISA ( Rahmah Johar 2012 : 36 ).

Level Kompetensi Matematika

6

Siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar secara matematika. Mereka dapat menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka temukan. Mereka melakukan penafsiran dan berargumentasi secara dewasa.

5

Siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya

dengan situasi yang dihadapi. Siswa dapat melakukan refleksi dari apa yang dikerjakan dan mengkomunikasikannya.

4

Siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks. Siswa dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada intepretasi dan tindakan siswa.

3

Siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya. Siswa dapat mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasannya.

2

Siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau konversi sederhana. Siswa mampu memberikan alasan secara langsung .

1

Siswa pada tingkatan ini dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal serta semua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang jelas.

Menurut analisis oleh Setiawan (2014) antara tingkatan kognitif menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi dengan tingkatan kognitif pada PISA, didapatkan bahwa level 4-6 soal pada PISA tergolong sebagai Higher Order Thingking. Sedangkan level 1-3 pada PISA tergolong sebagai Lower Order Thinking. Hal ini berarti bahwa dalam menyelesaikan soal PISA pada level 4-6 diperlukan kemampuan berpikir tinggi. Selain itu, soal – soal untuk mengukur HOTS juga dapat mengacu pada soal PISA pada level 4-6.

Dari beberapa pendapat yang mengacu pada HOTS, maka dapat disimpulkan bahwa HOTS bukan hanya belajar untuk menghafal atau memahami

saja, tetapi juga mengajak untuk berpikir kritis ( pada taksonomi Bloom revisi dan PISA pada level 4 ), berpikir kreatif ( pada taksonomi Bloom revisi dan PISA pada level 5), sampai dengan dapat membuat keputusan sendiri ( pada taksonomi Bloom dan PISA pada level 6 ).

Dalam mengukur HOTS siswa, dapat dilakukan dengan memberikan tes dengan soal- soal yang mengacu pada HOTS. Berikut akan diberikan contoh soal yang digunakan dalam mengukur kemampuan HOTS.

1. Dibawah ini adalah 3 tower yang memiliki tinggi berbeda dan tersusun dari dua bentuk yaitu bentuk segi-enam dan persegi panjang.

( Sumber : Rista Oktaviana 2017 : 8 ) Berapakah tinggi tower yang paling pendek tersebut?

2. Kebun Pak Budi ditanami 4 jenis pohon mangga : golek, indramayu, manalagi, dan harumanis. Pohon mangga golek mempunyai batang yang kokoh dan buah yang masam, sedangkan pohon mangga harumanis mempunyai batang yang tidak kokoh dan buah yang manis. Diagram lingkaran berikut menggambarkan mangga yang dihasilkan dari kebun Pak Budi.

( Sumber : Yudom Rudianto 2017 : 71 )

Bila mangga golek hasil panen ada 150 buah, berapakah jumlah seluruh mangga yang diperoleh pak Budi ?

3. Perhatikan gambar berikut!

Grafik di bawah ini memberikan informasi tentang ekspor dari Zedland, sebuah negeri yang menggunakan satuan mata uang zed.

Ekspor tahunan total dari Zedland dalam juta zed, 1996-2000

Sebaran ekspor dari Zedland di tahun 2000

(Sumber : Yudom Rudianto 2017 :76)

Berapakah harga jus buah yang diekspor dari zedland pada tahun 2000?

Jelaskan jawaban anda!

4. Ani memiliki dua tabung dengan volume 1500Ο€ π‘π‘š3 dan tinggi 15 cm serta tabung yang satunya memilki luas permukaan 1500Ο€ π‘π‘š2 dan jari – jarinya 10 cm. Apakah kedua tabung tersebut merupakan tabung dengan ukuran yang sama? Jelaskan jawabanmu!

Contoh soal diatas, soal nomor 1 dan 2 merupakan contoh soal pada tingkat 4, soal 3 dan 4 merupakan soal pada tingkat 5. Maka dari itu, ke empat soal tersebut sudah termasuk dalam HOTS.

E. Materi Pembelajaran

1. Bentuk Aljabar dan Unsur-unsurnya

Bentuk aljabar adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat huruf – huruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Contoh bentuk aljabar antara lain 2π‘₯, 5𝑦 + 4, (π‘₯ + 1)(π‘₯ βˆ’ 3). Huruf – huruf π‘₯ dan 𝑦 pada bentuk aljabar tersebut disebut variabel. Pada suatu bentuk aljabar terdapat unsur – unsur aljabar, meliputi variabel, konstanta, faktor, suku sejenis, dan suku tak sejenis.

Variabel adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya dengan jelas. Variabel disebut juga peubah dan biasanya dilambangkan dengan huruf kecil. Konstanta adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan dan tidak memuat variabel. Koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk aljabar.

Sementara suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta pada bentuk aljabar yang dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih. Dalam bentuk aljabar terdapat suku sejenis dan suku tak sejenis. Suku-suku sejenis adalah suku

yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-masing variabel yang sama.

Sedangkan suku – suku tak sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-masing variabel yang tidak sama.

2. Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar

1. Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar

Pada bentuk aljabar, operasi penjumlahan dan pengurangan hanya dapat dilakukan pada suku-suku yang sejenis.

Contoh: Tentukan penjumlahan (7π‘Ž + 4𝑏) dengan (8π‘Ž βˆ’ 6𝑏).

Penyelesaian

(7π‘Ž + 4𝑏) + (8π‘Ž βˆ’ 6𝑏) = 7π‘Ž + 4𝑏 + 8π‘Ž + (βˆ’6𝑏) jabarkan

= 7π‘Ž + 8π‘Ž + 4𝑏 + (βˆ’6𝑏) kumpulkan suku sejenis = 15π‘Ž + (βˆ’2𝑏) operasikan suku sejenis = 15π‘Ž βˆ’ 2𝑏 sederhanakan

2. Perkalian antara dua bentuk aljabar

Pada bentuk aljabar, operasi perkalian dapat memanfaatkan sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan dan sifat distributif perkalian terhadap pengurangan.

Perhatikan perkalian antara bentuk aljabar suku dua dengan suku dua berikut.

(π‘Žπ‘₯ + 𝑏π‘₯)(𝑐π‘₯ + 𝑑) = π‘Žπ‘₯ Γ— 𝑐π‘₯ + π‘Žπ‘₯ Γ— 𝑑 + 𝑏 Γ— 𝑐π‘₯ + 𝑏 Γ— 𝑑 = π‘Žπ‘π‘₯2 + (π‘Žπ‘‘ + 𝑏𝑐)π‘₯ + 𝑏𝑑

Selain dengan cara skema seperti diatas, untuk mengalikan bentuk aljabar suku dua dengan suku dua dapat digunakan sifat distributif seperti berikut.

(π‘Žπ‘₯ + 𝑏)(𝑐π‘₯ + 𝑑) = π‘Žπ‘₯(𝑐π‘₯ + 𝑑) + 𝑏(𝑐π‘₯ + 𝑑)

= π‘Žπ‘₯ Γ— 𝑐π‘₯ + π‘Žπ‘₯ Γ— 𝑑 + 𝑏 Γ— 𝑐π‘₯ + 𝑏 Γ— 𝑑 = π‘Žπ‘π‘₯2+ π‘Žπ‘‘π‘₯ + 𝑏𝑐π‘₯ + 𝑏𝑑

= π‘Žπ‘π‘₯2+ π‘₯(π‘Žπ‘‘ + 𝑏𝑐) + 𝑏𝑑 F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pengalaman mengajar yang dilakukan peneliti, perlu ada model pembelajaran yang membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.

Kurikulum yang baru mengajak untuk pembelajaran berorientasi pada siswa dan menekankan siswa untuk aktif. Tetapi sebelum mengajar, seorang pendidik tentunya sudah menentukan strategi sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Maka dari itu, strategi yang tepat akan menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar dan dapat berpikir kritis.

SMPK Santa Maria Sawangan, Magelang merupakan sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013. Setiap tingkatan mulai dari kelas VII terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas unggulan dan kelas biasa. Pembagian kelas tersebut berdasarkan prestasi belajar siswa. Dalam kelas biasa, siswa akan cenderung sulit dalam mengikuti pembelajaran. Dari situasi tersebut, maka penelitian untuk meningkatkan HOTS siswa akan dilakukan. Sehingga siswa yang dikategorikan dalam kelas biasa tetap dapat bersaing dengan siswa yang dikategorikan dalam kelas unggulan.

Dalam proses pembelajaran yang akan dilakukan, diawal pembelajaran peneliti memberikan pre-test kepada siswa. Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai materi yang akan diajarkan. Selanjutnya, siswa diajak untuk membangun pengetahuan. Dimulai dengan worked examples untuk menerima pengetahuan baru dalam materi bentuk aljabar serta mengkombinasikannya dengan pengetahuan yang pernah diperoleh terkait dengan materi aljabar. Dengan worked examples siswa lebih diajak untuk membangun kemampuan dasar. Setelah itu, untuk memotivasi siswa tetap belajar dan dapat berkompetisi, akan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Sehingga pengetahuan – pengetahuan yang diperoleh sebelumnya akan digabungkan dalam kelompok.

Kegiatan pembelajaran akan dilakukan peneliti dalam beberapa pertemuan. Dalam kegiatan pembelajaran ini akan dilihat bagaimana antusias siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Maka dari itu, peneliti akan dibantu oleh observer. Setelah menyelesaikan beberapa pertemuan pembelajaran, peneliti akan memberikan post –test kepada siswa. Post-test bertujuan untuk menguji pemahaman siswa akan materi yang diberikan dan hasil post-test akan diabandingkan dengan hasil pre-test yang telah dilakukan, sehingga akan diketahui seberapa jauh pengaruh dari pengajaran yang telah dilakukan terhadap HOTS siswa.

Kemudian peneliti akan melakukan wawancara kepada beberapa siswa terkait pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples untuk mendukung hasil dari pre-test dan post-test.

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin Riadi dengan judul β€œProblem-Based Learning Meningkatkan Higher Order Thinking Skills Siswa Kelas VIII SMPN 1 Daha Utara dan SMPN 2 Daha Utara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pembelajaran matematika berbasis Problem Based Learning dapat meningkatkan HOTS siswa. Peningkatan tertinggi untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Daha utara ada pada keterampilan evaluating dan analysing, sedangkan untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Daha Utara ada pada keterampilan analysing, sehingga pembelajaran matematika berbasis PBL maksimal dalam meningkatakan kemampuan analysing.

2. Penelitian yang relevan selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suwarsi dengan judul β€œMeningkatkan Keterampilan HOTS Siswa melalui Permainan Kartu Soal dalam Pembelajaran PBL”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan membiasakan siswa berlatih soal HOT melalui kartu soal dalam pembelajaran PBL dapat meningkatkan HOTS siswa kelas VIII G SMPN Semarang dalam pembelajaran matematika.

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu berdasarkan kelas yang sudah ada, dengan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian yang bersifat kualitatif digunakan untuk memperoleh data berupa uraian kata – kata, yaitu hasil wawancara dan hasil pengamatan peneliti maupun observer pada saat pembelajaran berlangsung. Data penelitian yang bersifat kuantitatif digunakan untuk memperoleh data berupa skor yaitu hasil atau nilai dari pre-test, post-test, hasil observasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 30 Oktober – 6 November 2018 di kelas VII A SMP Katolik Santa Maria Sawangan, Magelang.

Pertemuan Hari / Tanggal Jumlah Jam

1 Selasa, 30 Oktober 2018 2 JP

2 Kamis, 1 November 2018 3 JP

3 Selasa, 6 November 2018 2 JP

C. Subyek Penelitian dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII A di SMP Katolik Santa Maria Sawangan, Magelang tahun ajaran 2018/2019. Objek yang diteliti adalah keterlaksanaan pembelajaran, penerimaan siswa dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples yang menekankan penanaman HOTS siswa pada materi bentuk aljabar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Observasi

Pengamatan selama pembelajaran dilakukan untuk memperoleh data keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif STAD dengan metode worked examples. Observasi akan dilakukan oleh satu observer.

2) Wawancara

Dalam penelitian ini, metode wawancara dilakukan dengan tujuan mengkonfirmasi penerimaan siswa terhadap metode worked examples dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menekankan penanaman HOTS, secara langsung dari beberapa siswa yang dipilih.

3) Tes Tertulis

Dalam penelitian ini, metode tes tertulis dilakukan untuk melihat prestasi belajar siswa. Metode tes tertulis yang diberikan yaitu pre-test dan post-test.

Isi dari pre-test adalah soal uraian terkait dengan materi bentuk aljabar serta operasi penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar. Pre-test dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa dan bertujuan untuk memberikan skor dasar pada setiap siswa. Pre-test sendiri diberikan sebelum pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Sementara itu, ada juga post-test yang diberikan sesudah pembelajaran. Post–test sendiri dilakukan untuk

mengetahui kemampuan HOTS siswa setelah pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri dari tiga kali pertemuan.

Sementara instrumen pengumpulan data yaitu berupa angket, lembar observasi, lembar pedoman wawancara, lembar tes tertulis (pre-test dan post-test).

1) Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yaitu berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dirancang agar dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan memiliki acuan dalam rangka menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) dalam penelitian ini didasarkan pada Kurikulum 2013.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mencakup beberapa komponen, antara lain: kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, rincian langkah-langkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, penilaian, serta materi yang akan diajarkan. Materi yang termuat dalam RPP mengacu pada kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian kompetensi sebagai berikut.

Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

K1 2 :Mengahayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, reponsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3 :Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai dengan bidang kajian matematika

Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang terukur sesuai dengan standar kompetensi kerja.

Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di

bawah pengawasan langsung. Menunjukkan keterampilan mempersepsi, kesiapan, meniru, membiasakan, gerak mahir, menjadikan gerak alami dalam ranah konkret terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.

Kompetensi Dasar

3.1 Menerapkan operasi aljabar yang melibatkan bilangan rasional Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Indikator KD pada KI pengetahuan

3.1.1 Peserta didik dapat mengubah bentuk cerita menjadi bentuk aljabar 3.1.2 Peserta didik dapat menggunakan aturan penjumlahan, pengurangan dan

perkalian bentuk aljabar untuk membantu memecahkan masalah.

2. Indikator KD pada KI keterampilan

4.1.1 Peserta didik dapat menerapkan aturan penjumlahan, pengurangan dan perkalian bentuk aljabar untuk memecahkan masalah.

2) Lembar Observasi

Lembar observasi ini digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengamatan aktivitas guru selama pembelajaran menggunakan dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Dalam observasi ini akan ada satu orang observer yang ikut serta dalam pembelajaran dari awal

Lembar observasi ini digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengamatan aktivitas guru selama pembelajaran menggunakan dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Dalam observasi ini akan ada satu orang observer yang ikut serta dalam pembelajaran dari awal