• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyarat MemperolehGelarSarjanaPendidikan Program StudiPendidikanMatematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyarat MemperolehGelarSarjanaPendidikan Program StudiPendidikanMatematika"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS DENGAN METODEWORKED EXAMPLES

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENANAMKAN HOTS ( HIGHER ORDER THINKING SKILL ) SISWA DI SMPK SANTA MARIA SAWANGAN KELAS VII A PADA MATERI BENTUK ALJABAR

SKRIPSI

DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyarat MemperolehGelarSarjanaPendidikan Program StudiPendidikanMatematika

Disusun oleh:

OSCAR ADI KUNCORO (141414009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(2)

i

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS DENGAN METODE WORKED EXAMPLES

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENANAMKAN HOTS ( HIGHER ORDER THINKING SKILL ) SISWA DI SMPK SANTA MARIA SAWANGAN KELAS VII A PADA MATERI BENTUK ALJABAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

OSCAR ADI KUNCORO (141414009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto:

“Masa depan disiapkan untuk diperjuangkan, bukan untuk ditunggu hingga lenyap oleh waktu.”

Dengan penuh syukur skripsi ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Kedua orang tua dan saudara, Keluarga dan sahabat, teman-teman, dosen-dosen Dan almamater tercinta Universitas Sanata Dharma.

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Januari 2019

Penulis

Oscar Adi Kuncoro

(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Oscar Adi Kuncoro

Nomor Induk Mahasiswa : 141414009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions dengan Metode Worked Examples dalam Pembelajaran Matematika untuk Menanamkan HOTS ( Higher Order Thinking Skill ) Siswa di SMPK Santa Maria Sawangan Kelas VII A pada Materi Bentuk Aljabar

Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalty selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 28 Januari 2019 Yang Menyatakan,

Oscar Adi Kuncoro

(8)

vii ABSTRAK

Oscar Adi Kuncoro. 2018. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Metode Worked Examples untuk Menanamkan HOTS Siswa Kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan dalam Materi Bentuk Aljabar. Skripsi.

Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples serta (2) mengetahui penerimaan dan (3) hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan model tersebut dalam upaya menanamkan HOTS pada materi bentuk aljabar.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Subjek dalam penelitian ini adalah 26 siswa kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, (2) lembar pedoman wawancara, (3) soal tes hasil belajar yang terdiri dari pre-test dan post-test. Dalam menganalisis, data hasil wawancara dianalisis secara kualitatif sementara data hasil observasi aktivitas guru selama mengajar dan tes hasil belajar (pre-test dan post-test) dianalisis secara kuantitatif.

Hasil penelitian adalah (1) Keterlaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples untuk menanamkan HOTS, terlaksana dengan kategori sangat tinggi dengan presentase keterlaksanaan 83,3 %, (2) Siswa menerima pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples untuk menanamkan HOTS, (3) hasil belajar siswa masih kurang dengan tingkat ketuntasan pada pre –test 0 % atau tidak ada siswa yang tuntas dan tingkat ketuntasan pada post – test 3,85% atau 1 siswa saja yang tuntas. Tetapi secara keseluruhan, sudah ada peningkatan hasil belajar sebesar 43,35 %.

Kunci : Pembelajaran Koopetarif tipe STAD, Worked Examples, HOTS, Hasil belajar.

(9)

viii ABSTRACT

Oscar Adi Kuncoro. 2018. STAD Type Cooperative Learning Model with Worked Examples Method to Embed HOTS in Class VII A Students of Santa Maria Sawangan Junior High School in Algebraic Material Forms. Essay.

Yogyakarta: Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Sciences Education, Teacher Training and Education Faculty, Sanata Dharma University.

This study aims to (1) know the feasibility of learning using the STAD type cooperative model with worked examples method, (2) and find student acceptance and (3) student learning outcomes after learning with the model in an effort to embed HOTS in algebraic material.

This study used qualitative and quantitative research methods. Subjects in this study were 26 students of class VII A SMPK Santa Maria Sawangan. The instruments used in this study were (1) learning implementation observation sheets, (2) interview guideline sheets, (3) learning outcomes test questions consisting of pre-test and post-test. In analyzing, interview results data were analyzed qualitatively while observational data on teacher activity during teaching and learning outcomes tests (pre-test and post-test) were analyzed quantitatively.

The results of the study were (1) The implementation of learning with the STAD type cooperative model with the worked examples method to embed HOTS, was carried out in very high categories with 83.3% implementation percentage, (2) Students receiving learning with STAD type cooperative models with worked examples methods for embed HOTS, (3) student learning outcomes are still lacking with completeness at pre-test 0% or no students complete and post-test completeness level 3.85% or 1 student is complete. But overall, there has been an increase in learning outcomes by 43.35%.

Key : STAD type cooperative learning, worked examples, HOTS,

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Metode Worked Examples untuk menanamkan HOTS siswa kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan pada Materi Bentuk Aljabar”. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dukungan, motivasi, dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsono, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.

4. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan membantu secara akademis selama penulis

(11)

x

menempuh studi di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Segenap Dosen Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu selama penulis belajar dan berproses.

7. Seluruh staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu penulis selama perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

8. Suster M. Priska Takarini SPM selaku kepala sekolah yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.

9. Ibu V. Rinik Dwiningsih S.Pd, selaku guru matematika kelas VII A yang telah memberikan kesempatan dan arahan.

10. Siswa kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan yang telah berpartisipasi dalam bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.

11. Kedua Orang Tua Agustinus Suroso dan Maria Goreti Sihwati serta saudara yang memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi.

12. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Matematika Angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma yang telah menjadi keluarga dan selalu memberikan dorongan dalam studi dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(12)

xi

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua pihak sebagai pembaca, khususnya bagi penulis demi peningkatan kemampuan penulis sebagai calon guru.

Jika terdapat kesalahan, penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut karena penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis meminta dan menerima berbagai kritik dan saran yang membangun demi kemajuan penulis dalam penyempurnaan skripsi ini, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 28 Januari 2019 Penulis,

Oscar Adi Kuncoro

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

LEMBAR PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...4

C. Tujuan Penelitian...5

D. Pembatasan Masalah...6

E. Batasan Istilah...6

F. Manfaat Penelitian...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA...9

A. Model Pembelajaran Kooperatif...9

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD...13

C. Metode Worked Examples...16

D. HOTS ( Higher Order Thinking Skill )...20

E. Materi Bentuk Aljabar...27

F. Kerangka Berpikir...29

G. Penelitian yang Relevan...31

BAB III METODE PENELITIAN...32

A. Jenis Penelitian...32

(14)

xiii

B. Tempat dan Waktu Penelitian...32

C. Subyek dan Objek Penelitian...32

D. Teknik Pengumpulan Data...33

E. Instrumen Pengumpulan Data...34

F. Teknik Analisis Data...40

G. Rencana Penelitian...45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...47

A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian...47

B. Hasil Penelitian...49

C. Analisis Data...51

D. Ulasan Data Beberapa Siswa...60

E. Pembahasan...65

F. Keterbatasan Penelitian...73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...74

A. Kesimpulan...74

B. Saran...75

DAFTAR PUSTAKA...76

LAMPIRAN...80

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dasar Konsep Higher Order Thinking Skill...20

Tabel 2.2 Level pada PISA...23

Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Wawancara...37

Tabel 3.2 Kisi – Kisi Soal...39

Tabel 3.3 Kriteria Keterlaksanaan...41

Tabel 3.4 Kriteria Hasil Belajar...42

Tabel 3.5 Presentase Hasil Belajar...43

Tabel 3.6 Kategori Penilaian Kecakapan Akademik...44

Tabel 4.1 Presentase Keterlaksanaan Pembelajaran...50

Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa...51

Tabel 4.3 Presentase Keterlaksanaan Pembelajaran...52

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Wawancara...53

Tabel 4.5 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa...57

Tabel 4.6 Statistik Hasil Belajar Siswa...58

Tabel 4.7 Kategori Hasil Belajar Siswa...58

Tabel 4.8 Presentase Peningkatan Hasil Belajar Siswa...59

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian...80

Lampiran B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )...81

Lampiran B.2 Lembar Observasi Aktivitas Guru...98

Lampiran B.3 Lembar Pedoman Wawancara...100

Lampiran B.4 Pre-test dan Post-test...101

Lampiran C.1 Lembar Validasi Observasi Aktivitas Guru...104

Lampiran C.2 Lembar Validasi Pedoman Wawancara...109

Lampiran C.3 Lembar Validasi Pre-test dan Post-test...111

Lampiran D.1 Hasil Observasi Aktivitas Guru...121

Lampiran D.2 Transkrip Wawancara...127

Lampiran D.3 Contoh Hasil Pre-test...134

Lampiran D.4 Contoh Hasil Post-test...138

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir dapat diartikan sebagai proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui tranformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks antara atribut – atribut mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah (Suharnan, 2005:280). Perkembangan zaman sekarang ini menuntut orang untuk semakin berpikir kreatif. Setiap individu akan bersaing dengan individu yang lain dalam berbagai hal. Perkembangan di berbagai bidang tentunya akan mengajak setiap individu untuk terus meningkatkan dan mengolah cara berpikirnya dalam melakukan sesuatu sehingga nantinya tidak tertinggal dengan individu lain dalam menghadapi perkembangan.

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk menyiapkan generasi yang mampu bersaing. Melalui pendidikan, generasi muda akan dilatih meningkatkan kemampuan berpikir sebagai salah satu upaya menghadapi perkembangan. Dalam dunia pendidikan, berpikir merupakan salah satu bagian penting yang dapat mempengaruhi perkembangan pendidikan seseorang. Dalam lingkup pendidikan, tingkat berpikir anak yang satu dengan anak yang lain tentunya berbeda karena karakteristik yang dimiliki setiap anak yang beraneka ragam. Tetapi disisi lain tingkat berpikir anak juga dapat dilatih. Hal tersebut mengacu pada HOTS (Higher Order Thinking Skill) yang akan menjelaskan proses berpikir pada tingkat yang lebih tinggi dan bukan hanya menghafal, memahami dan menerapkan.

(18)

HOTS ( Higher Order Thinking Skill ) merupakan suatu proses berpikir siswa dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving (Klurik dan Rudnick, 1998), taksonomi Bloom (1956), dan taksonomi pembelajaran, pengajaran,dan penilaian dari Anderson dan Krathwohl ( 2001).

Thomas dan Thorne (2009) menjelaskan HOTS atau berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir yang lebih daripada sekedar menghafalkan fakta atau konsep. Salah satu pembelajaran yang ada pada jenjang sekolah adalah pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika, akan banyak melibatkan rumus – rumus. Dengan melibatkan banyak rumus – rumus tersebut, anak akan cenderung hanya menghafalkan, memahami dan menerapkan rumus saja sudah dianggap cukup. Padahal dalam Taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses berpikir tersebut masih pada tingkatan berpikir yang masih dikatakan rendah. Maka dari itu, HOTS mengajak anak untuk lebih dari hanya sekedar menghafal, memahami, dan menerapkan tetapi lebih pada tingkat berpikir tersebut salah satunya anak dilatih untuk berpikir menganalisis suatu permasalahan.

Terkait dengan HOTS, sebenarnya pemerintah sudah mengupayakan dengan perubahan kurikulum yang dilakukan yaitu dengan Kurikulum 2013.

Tetapi dalam realisasinya, masih banyak kendala yang dihadapi dari segi pendidik dan peserta didik. Kurikulum 2013 yang menekankan pembelajaran lebih berorientasi pada siswa ( student – oriented ) dan mengarah pada HOTS, menjadikan siswa dituntut lebih mandiri untuk belajar. Mengingat kembali anak yang mempunyai karakteristik yang berbeda – beda menyebabkan tidak semuanya

(19)

dapat menerima dengan mudah terkait tantangan berpikir yang mengacu pada HOTS dalam Kurikulum 2013, sehingga menjadi tantangan yang berat bagi pendidik untuk mewujudkannya. Maka dari itu, selain dilihat dari karakteristik anak yang berbeda, pendidik atau guru juga harus mempunyai keberanian serta kreatifitas dalam menerapkan model atau metode belajar yang digunakan sehingga akan lebih efektif dalam upaya pembelajaran yang mengacu pada HOTS. Cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran yang mengacu pada HOTS (Higher Order Thinking Skill) dengan karakteristik siswa yang berbeda adalah dengan pembelajaran kelompok. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan metode worked examples dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada pembelajaran kelompok. Tetapi berbeda dengan hanya belajar kelompok biasa, karena dalam model pembelajaran STAD ada beberapa langkah pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD akan memberikan kesempatan untuk kelompok berkemampuan majemuk berlatih untuk mempelajari konsep bersama (Slavin dalam Paul Eggen & Kauchak 2012:144).

Kesempatan dalam kelompok yang beranggotakan anak dengan karakteristik berbeda tersebut akan mengajak siswa untuk belajar satu dengan yang lain.

Sehingga anak akan saling membantu dalam meningkatkan proses berpikir ke tingkat berpikir yang semakin tinggi.

(20)

Sementara dengan metode worked examples akan membantu dalam membangun pengetahuan, karena anak akan difasilitasi contoh soal dengan langkah – langkah yang diberikan dalam penyelesaian masalah sehingga akan menambah informasi yang dapat dijadikan bekal dalam berpikir. Sweller (1999) sudah membuktikan bahwa worked examples mampu mengurangi beban kognitif yang tinggi dibandingkan dengan problem solving bagi pemula. Sehingga dengan worked examples anak akan lebih fokus dan terarah dalam berpikir sesuai dengan apa yang dipelajari. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian untuk melihat apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode Worked Examples dapat menjadi alternatif untuk menanamkan HOTS pada siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama).

Sekolah yang dipilih adalah SMP Katolik Santa Maria, Sawangan. Peneliti memilih SMP tersebut karena sekolah menerapkan kelas unggulan dan kelas biasa. Pembagian kelas tersebut berdasarkan hasil belajar yang diperoleh pada tingkat sebelumnya. Sementara siswa yang bergabung di kelas biasa akan lebih sulit dalam mengikuti pembelajaran daripada anak – anak di kelas unggulan.

Maka dari itu, dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode Worked Examples akan membantu siswa dikelas biasa dalam meningkatkan HOTS sehingga tidak kalah bersaing dengan siswa di kelas unggulan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

(21)

dengan metode worked examples pada pembelajaran matematika kelas VII A di SMPK Santa Maria Sawangan ?

2. Bagaimana penerimaan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan metode worked examples yang menekankan penanaman HOTS di kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan?

3. Bagaimana prestasi belajar matematika siswa pada pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan metode worked examples yang menekankan penanaman HOTS di kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas, antara lain : 1. Untuk mengetahui bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika

model kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan metode worked examples pada pembelajaran matematika kelas VII A di SMPK Santa Maria Sawangan.

2. Untuk mengetahui penerimaan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan metode worked examples yang menekankan penanaman HOTS di kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan.

3. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa pada pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

(22)

Divisions) dengan metode worked examples yang menekankan penanaman HOTS di kelas VII A SMPK Santa Maria Sawangan.

D. Pembatasan Masalah

Agar lebih terarah dan menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian yang akan dilaksanakan, ruang lingkup masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Materi pembelajaran yang akan dijadikan penelitian adalah bentuk aljabar.

2. Tahun ajaran siswa adalah pada tahun ajaran 2018/2019 semester satu.

3. Kelas yang dijadikan penelitian adalah kelas VII A di SMPK Santa Maria Sawangan, Magelang.

4. Aspek yang akan dijadikan penelitian adalah aspek kognitif.

E. Batasan Istilah

1. STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan sebuah strategi pembelajaran kooperatif yang memberi tim berkemampuan majemuk latihan untuk mempelajari konsep dan keahlian, bersama dengan siswa (Slavin, 1986,1995). STAD mengarahkan siswa untuk berlatih secara kelompok. Dalam kelompok diberikan kesempatan untuk berlatih dan memberikan umpan balik terkait dengan pelajaran.

2. Worked examples merupakan metode yang memfasilitasi siswa dengan contoh menyelesaikan masalah yang masih baru. Metode tersebut didesain untuk siswa yang mempunyai pengetahuan dasar yang belum cukup.

(23)

3. HOTS ( Higher Order Thinking Skill ) merupakan aktivitas berpikir siswa yang melibatkan level kognitif tingkat tinggi dari taksonomi berpikir Bloom meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta ( Anderson &

Krathwohl, 2015:43).

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan metode Worked Examples dapat memberikan kontribusi dalam menanamkan HOTS pada siswa secara optimal kedepannya. Adapun beberapa manfaatnya sebagai berikut : 1. Manfaat bagi Siswa

a. Melalui pembelajaran dengan model pembelajaran STAD dan metode worked examples, diharapkan dapat menanamkan HOTS pada siswa.

b. Siswa dapat memperoleh pengalaman baru dalam pembelajaran matematika.

2. Manfaat bagi Guru

a. Menciptakan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada HOTS dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode worked examples.

b. Mengenal pembelajaran yang bervariasi sebagai salah acuan meningkatkan kualitas siswa.

3. Manfaat bagi Sekolah

a. Dengan adanya pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode worked examples, diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi sekolah untuk digunakan sebagai salah satu

(24)

strategi menanamkan HOTS pada siswa dalam meningkatkan kualitas lulusan.

4. Manfaat bagi Peneliti

a. Sebagai pembelajaran bagi peneliti untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

b. Menambah pengalaman peneliti dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode worked examples untuk menanamkan HOTS pada siswa, sehingga dapat dijadikan bekal sebagai calon guru

(25)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran berbeda dengan pendekatan maupun strategi pembelajaran. Model – model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip – prinsip pembelajaran, teori – teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori – teori lain yang mendukung (Joyce and Weil dalam Rusman, 2010:132). Joice and Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan – bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joice and Weil dalam Rusman, 2010:133). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Menurut Rusman (2010:133), Model pembelajaran memiliki ciri – ciri sebagai berikut:

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.

2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.

(26)

4. Memiliki bagian – bagian model yang dinamakan: (a) urutan langkah – langkah pembelajaran; (b) adanya prinsip – prinsip reaksi; (c) sistem sosial; dan (d) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (a) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (b) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

Salah satu dari jenis model pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori kontruktivisme. Menurut Slavin dalam Rusman (2010:201), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai falsafah kontruktivisme. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide – ide mereka.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurul Hayati, 2002:25). Dalam sistem belajar yang kooperatif siswa belajar bekerjasama dengan anggota lainnya sehingga siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu

(27)

mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompk yang dilakukan asal – asalan. Pelaksanaan prinsip dasar dengan pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa (a) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (b) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari model pembelajaran kooperatif. Berikut akan dijelaskan karakteristik atau ciri – ciri pembelajaran kooperatif.

(28)

1. Pembelajaran secara tim.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Mengacu pada tiga fungsi manajemen, yaitu: (a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah – langkah pembelajaran yang telah ditentukan. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

(c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

3. Keterampilan bekerjasama

Kemampuan bekerjasama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong utnuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Selain karakteristik, dalam model pembelajaran kooperatif juga mempunyai langkah – langkah pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Langkah –

(29)

langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.

1. Penjelasan Materi

Tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok – pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2. Belajar kelompok

Tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3. Penilaian

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes secara individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.

4. Pengakuan tim

Penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik.

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Student Teams Achivement Divisions (STAD) merupakan sebuah strategi pembelajaran kooperatif yang memberi tim berkemampuan majemuk latihan untuk mempelajari konsep dan keahlian, bersama dengan siswa (Slavin dalam

(30)

Paul Eggen & Don Kauchak 2012:144) . STAD mengarahkan siswa untuk berlatih secara kelompok. Dalam kelompok diberikan kesempatan untuk berlatih dan memberikan umpan balik terkait dengan pelajaran.

Terdapat empat langkah dalam merencanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD antara lain:

1. Melakukan perencanaan untuk mengajar kelas-utuh

Saat menggunakan STAD, merancang rencana untuk mempresentasikan materi yang akan dipraktikan siswa di dalam kelompok dengan cara yang sama. Sebagaimana semua strategi dan model, memiliki tujuan belajar yang jelas di dalam pikiran, menyiapkan contoh – contoh, dan mendorong interaksi sangatlah penting.

2. Membentuk kelompok

Sebagaimana pembelajaran kooperatif lainnya, untuk menerapkan STAD secara efektif harus mengatur tim terlebih dahulu. Tujuannya adalah menciptakan tim yang memiliki campuran kemampuan, gender, dan etnisitas.

Bob Slavin (1995), yang menciptakan STAD, menyimpulkan bahwa empat anak per kelompok adalah angka ideal, tetapi lima juga bisa digunakan.

Dalam pembentukan kelompok, dipastikan bahwa masing – masing kelompok mencakup siswa prestasi tinggi dan rendah, anak laki-laki dan perempuan, siswa dengan dan tanpa kesulitan belajar.

3. Merencanakan studi tim

Keberhasilan pembelajaran STAD tergantung pada adanya sumber – sumber belajar yang lengkap untuk memandu interaksi di dalam kelompok. Di sinilah

(31)

tujuan belajar yang jelas menjadi penting. Tujuan itu memastikan bahwa pengajaran kelompok dan studi tim selaras dengan tujuan belajar. Berbagai bahan studi tim bisa digunakan. Dalam matematika, bahan – bahan itu bisa berupa soal yang harus dipecahkan.

4. Menghitung skor dasar dan nilai perbaikan kesempatan

Keberhasilan bersama menjadi penting ketika menggunakan STAD.

Kesempatan untuk berhasil bersama berarti bahwa semua siswa, terlepas dari kemampuan atau latar belakang, bisa berharap untuk diakui upayanya. Ini dicapai dengan memberi siswa nilai perbaikan jika skor mereka di dalam satu tes atau kuis lebih tinggi daripada skor dasar mereka. Skor dasar ini, diperoleh dari nilai kuis atau tes sebelumnya dan ditentukan sebelum menggunakan diperkenalkan STAD kepada siswa. Nilai perbaikan diberikan berdasarkan kinerja siswa di dalam tes atau kuis setelah diperkenalkan STAD.

Dalam menerapkan pembelajaran menggunakan STAD, akan seperti menerapkan pengajaran kelas utuh yang berfokus pada konsep atau keterampilan.

Memperkenalkan pelajaran, menjelaskan dan mencontohkan materi, dan meminta siswa untuk berlatih dengan dibimbing guru. Kemudian, studi tim menggantikan latihan mandiri. Akan tetapi, pengajaran dalam kadar tertentu kerap dibutuhkan untuk memastikan transisi yang baik dari kelompok utuh ke studi tim. Menurut Paul Eggen & Don Kauchak ( 2012: 151), fase dalam menerapkan pembelajaran STAD, antara lain,

(32)

1. Fase pengajaran

Saat menggunakan STAD, pengajarannya serupa dengan pengajaran kelompok utuh standar yang berfokus pada konsep dan keterampilan.

2. Fase transisi ke tim

Sebagaimana semua bentuk kerja kelompok dan pembelajaran kooperatif, siswa harus belajar untuk bekerja secara efektif di dalam kelompok. Di dalam STAD, strategi kerja kelompok dan pembelajaran kooperatif lebih sederhana.

Sebab, siswa akan mengerjakan tugas yang sudah jelas.

3. Fase Studi tim

Studi tim memberikan kesempatan bagi siswa melatih materi baru dan mendapatkan umpan balik dari anggota kelompok. Memonitor siswa sangat penting dalam fase ini, untuk mendorong keterampilan sosial yang menjadi tujuan dari semua kegiatan kerja kelompok dan pembelajaran kooperatif. Jika melihat siswa tidak bekerja sama, ada siswa yang mendominasi kelompok, atau ada siswa yang tidak berpartisipasi, guru harus bertindak untuk memberikan bimbingan.

4. Fase mengakui prestasi

Saat menggunakan STAD, guru akan melakukan asesmen terhadap siswa dengan cara yang sama sebagaimana dilakukan. Dalam fase ini, juga sangat penting karena diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

C. Metode Worked Examples

Dasar dari worked examples adalah Cognitive Load Theory (CLT). CLT merupakan teori yang dikembangkan berdasarkan sistem kognitif manusia. CLT

(33)

meminimalkan beban kognitif pada working memory yang kapasitasnya menjadi terbatas ketika mengolah materi pembelajaran yang baru, sehingga sistem kognitif mampu bekerja secara optimal ( Sweller, 2011: 57-68). Teori ini dikembangkan dengan asumsi bahwa working memori memiliki kapasitas yang terbatas untuk mengolah informasi baru yang kompleks, memori jangka panjang memiliki kapasitas yang tidak terbatas dan belajar adalah membangun pengetahuan schema acqusition ( melatih pengetahuan baru) dan schema automation (melatih pengetahuan yang telah dipelajari) (Retnowati, 2015:15). Siswa membangun pemahaman dengan mengaitkan, mengorganisasikan atau mengoneksikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya (Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011: 4-11). Oleh karena itu, pengetahuan awal adalah komponen penting dalam pembelajaran. Apabila siswa tidak mempunyai pengetahuan awal yang relevan, siswa akan kesulitan dalam memahami materi baru (Retnowati, 2016:55).

Menurut CLT, worked examples memfasilitasi siswa dengan contoh cara menyelesaikan masalah yang masih baru untuk siswa. Karena materi masih baru, maka siswa belum memiliki pengetahuan awal yang relevan dan cukup kuat.

Adanya contoh membantu siswa untuk membangun pengetahuan awal (schema acquisition), sehingga dapat memfasilitasi siswa untuk memahami problem solving dengan lebih efektif. Kemudian, CLT menjelaskan bahwa siswa perlu difasilitasi dengan problem solving setelah worked example. Problem solving ini dikerjakan oleh siswa tanpa melihat contoh yang diberikan. Dengan ini siswa melakukan schema automation, untuk melatih pemahaman awal yang

(34)

diperolehnya melalui worked example sebelumnya. Worked example dirasa efektif untuk mengurangi beban muatan kognitif pada siswa menengah kerena lebih berfokus pada bagaimana membantu siswa untuk mampu menyelesaikan permasalahan dibanding menantang siswa untuk menentukan jalannya sendiri.

Hal ini diungkap peneliti Sweller (1999) bahwa worked example mampu mengurangi beban kognitif yang tinggi dibandingkan dengan problem solving bagi pemula.

Dalam mengembangkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan worked example, Globe dan Renkl (2007:613) menyatakan bahwa dalam penyusunannya, LKS harus berisi permasalahan, langkah – langkah pengerjaannya dan solusi penyelesaian. Indikator dari pendekatan worked example adalah contoh yang relevan dan penyelesaiannya dengan persoalan yang ada. Dalam contoh tersebut dtunjukkan langkah – langkah secara rinci untuk menyelesaikan masalah serupa.

Oleh karenanya, Globe dan Renkl (2007) dan Sweller, Ayres dan Kalyuga (2011) mengungkapkan bahwa worked example mampu

1. Mengelola intrinsic cognitive load (beban kognitif intrinsik) dari kekompleksan materi dengan efisien. Kekompleksan materi yang dimaksud adalah terkait dengan materi yang pernah dipelajari sebelumnya atau dapat dicek melalui apersepsi yang diberikan di awal pembelajaran untuk memunculkan kembali prior knowledge siswa.

2. Memotivasi siswa untuk mempelajari suatu materi. Disusun dalam pasangan worked example yang keduanya mirip. Materi yang dijadikan contoh dengan

(35)

setipenya disajikan dalam pasangan kanan-kiri, atau atas-bawah sesuai dengan penyajian lembar kerja yang akan dikembangkan.

3. Mengelola extraneous cognitive load (beban kognitif tambahan) dengan efisien, antara lain dengan menghindari split attention effect, redundancy effect dan expertise reversai effect.

Adapun contoh penyajian worked example dan permasalahan pada materi aljabar disajikan pada tabel dibawah ini.

Worked example / contoh kerja

Permasalahan Sederhanakan:

4𝑥 − 7 − 5𝑥 + 9 Solusi

Langkah 1

Kelompokkan suku sejenis 4𝑥 − 5𝑥 − 7 + 9

Langkah 2

Operasikan koefisien suku sejenis (4 − 5)𝑥 + (9 + 7) = −1𝑥 + 2 Langkah 3

−1𝑥 ditulis – 𝑥 Sehingga −1𝑥 + 2 = −𝑥 + 2 Maka bentuk sederhana dari

4𝑥 − 7 − 5𝑥 + 9 adalah −𝑥 + 2

(36)

D. HOTS ( Higher Order Thingking Skill )

HOTS ( Higher Order Thinking Skill ) merupakan suatu proses berpikir siswa dalam level kognitif yang lebih tinggi dari hanya sekedar menghafal dan memahami. HOTS dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving klurik dan Rudnick (1998), taksonomi Bloom (1956), dan taksonomi pembelajaran, pengajaran,dan penilaian dari Anderson dan Krathwohl dalam Saputra Hatta (2016 : 67).

Tujuan utama dari HOTS adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada level yang lebih tinggi, terutama berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam berbagai jenis informasi, berpikir secara kritis dalam memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi – situasi yang kompleks (Saputra, 2016:91-92).

Tabel 2.1 Dasar Konsep Higher Order Thinking Skills ( Menurut : Saputra Hatta, 2016 : 91 ) Problem Solving

Krulik & Rudnick (1998)

Taksonomi Kognitif Bloom Original (1956)

Taksonomi Bloom Revisi Anderson &

Krathwohl (2001)

Higher order Thinking Skills

Recall Basic (Dasar)

Critical Creative

Knowledge Comprehense

Application Analysis Synthesis Evaluation

Remember Understand

Apply Analize Evaluate

Create

Critical Thinking Creative Thingking Problem Solving Decision Making

(37)

Dari tabel di atas, Bloom membagi domain kognitif menjadi enam level berpikir. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dirancang oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Tujuan pendidikan dibagi kedalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun ketiga ranah dalam taksonomi Bloom tersebut lebih bersifat linier,sehingga seringkali menimbulkan kesukaran bagi guru dalam menempatkan isi pembelajaran. Akhirnya tahun 1990 seorang murid Benjamin Bloom yang bernama Lorin W. Anderson melakukan penelitian dan menghasilkan perbaikan terhadap taksonomi Bloom, revisinya diterbitkan tahun 2001. Perbaikan yang dilakukan adalah dari kata benda (noun) menjadi kata kerja (verb). Ini penting dilakukan karena taksonomi Bloom sesungguhnya adalah penggambaran proses berfikir. Selain itu juga dilakukan pergeseran urutan taksonomi yang menggambarkan dari proses berfikir tingkat rendah ( low order thinking) ke proses berpikir tingkat tinggi ( high order thinking).

Dalam revisi taksonomi Bloom, Anderson dan Krathwohl menambahkan satu istilah untuk kompetensi kognitif tertinggi yaitu creation. Anderson dan Krathwohl berasumsi bahwa kemampuan mensintesis pada taksonomi Bloom lama merupakan kompetensi tertinggi karena merupakan akumulasi dari kelima kompetensi lainnya. Dengan alasan itu dipindahkan di puncak piramida domain kognitif tetapi mengubah menjadi creation (penciptaan).

(38)

Gambar 1. Tingkatan Berpikir Taksonomi Bloom Revisi

( Anderson & Krathwohl, 2015:42)

Dari piramida tersebut diklasifikasikan proses berpikir yang termasuk kedalam HOTS menurut taksonomi Bloom revisi. Merujuk revisi dari taksonomi bloom, HOTS merupakan aktivitas berpikir siswa yang melibatkan level kognitif tingkat tinggi dari taksonomi berpikir bloom meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta ( Anderson & Krathwohl, 2015:43).

Thomas dan Thorne (2009, hal. 1) menjelaskan HOTS merupakan keterampilan berpikir yang lebih daripada sekedar menghafalkan fakta atau konsep. HOTS mengharuskan siswa melakukan sesuatu atas fakta – fakta tersebut.

HOTS dapat ditingkatkan secara rutin ketika guru melakukan kegiatan pembelajaran yang melatih siswa untuk menganalisis, mengevaluasi dan mencipta dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya HOTS akan memudahkan siswa untuk

(39)

mengingat, memahami, dan mengaplikasikan dalam proses pembelajaran (Anderson &Krathwohl, 2015:354).

Selain dari taksonomi Bloom lama maupun baru, HOTS juga dapat mengacu pada PISA (Program for International Student Assessment). Dalam studinya, PISA disajikan dengan tes yang menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Siswa yang berkemampuan tinggi mampu mengidentifikasi masalah dengan menyebutkan informasi yang diketahui dari masalah PISA yang diberikan (Putra & Novita, 2015).

Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam level (tingkatan), level 6 sebagai tingkat pencapaian paling tinggi dan level 1 yang paling rendah. Setiap level tersebut menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa. Secara lebih rinci level-level yang dimaksud dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2. 2 Level Pada PISA ( Rahmah Johar 2012 : 36 ).

Level Kompetensi Matematika

6

Siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar secara matematika. Mereka dapat menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka temukan. Mereka melakukan penafsiran dan berargumentasi secara dewasa.

5

Siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya

(40)

dengan situasi yang dihadapi. Siswa dapat melakukan refleksi dari apa yang dikerjakan dan mengkomunikasikannya.

4

Siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks. Siswa dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada intepretasi dan tindakan siswa.

3

Siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya. Siswa dapat mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasannya.

2

Siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau konversi sederhana. Siswa mampu memberikan alasan secara langsung .

1

Siswa pada tingkatan ini dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal serta semua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang jelas.

Menurut analisis oleh Setiawan (2014) antara tingkatan kognitif menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi dengan tingkatan kognitif pada PISA, didapatkan bahwa level 4-6 soal pada PISA tergolong sebagai Higher Order Thingking. Sedangkan level 1-3 pada PISA tergolong sebagai Lower Order Thinking. Hal ini berarti bahwa dalam menyelesaikan soal PISA pada level 4-6 diperlukan kemampuan berpikir tinggi. Selain itu, soal – soal untuk mengukur HOTS juga dapat mengacu pada soal PISA pada level 4-6.

Dari beberapa pendapat yang mengacu pada HOTS, maka dapat disimpulkan bahwa HOTS bukan hanya belajar untuk menghafal atau memahami

(41)

saja, tetapi juga mengajak untuk berpikir kritis ( pada taksonomi Bloom revisi dan PISA pada level 4 ), berpikir kreatif ( pada taksonomi Bloom revisi dan PISA pada level 5), sampai dengan dapat membuat keputusan sendiri ( pada taksonomi Bloom dan PISA pada level 6 ).

Dalam mengukur HOTS siswa, dapat dilakukan dengan memberikan tes dengan soal- soal yang mengacu pada HOTS. Berikut akan diberikan contoh soal yang digunakan dalam mengukur kemampuan HOTS.

1. Dibawah ini adalah 3 tower yang memiliki tinggi berbeda dan tersusun dari dua bentuk yaitu bentuk segi-enam dan persegi panjang.

( Sumber : Rista Oktaviana 2017 : 8 ) Berapakah tinggi tower yang paling pendek tersebut?

2. Kebun Pak Budi ditanami 4 jenis pohon mangga : golek, indramayu, manalagi, dan harumanis. Pohon mangga golek mempunyai batang yang kokoh dan buah yang masam, sedangkan pohon mangga harumanis mempunyai batang yang tidak kokoh dan buah yang manis. Diagram lingkaran berikut menggambarkan mangga yang dihasilkan dari kebun Pak Budi.

(42)

( Sumber : Yudom Rudianto 2017 : 71 )

Bila mangga golek hasil panen ada 150 buah, berapakah jumlah seluruh mangga yang diperoleh pak Budi ?

3. Perhatikan gambar berikut!

Grafik di bawah ini memberikan informasi tentang ekspor dari Zedland, sebuah negeri yang menggunakan satuan mata uang zed.

Ekspor tahunan total dari Zedland dalam juta zed, 1996-2000

Sebaran ekspor dari Zedland di tahun 2000

(Sumber : Yudom Rudianto 2017 :76)

Berapakah harga jus buah yang diekspor dari zedland pada tahun 2000?

Jelaskan jawaban anda!

(43)

4. Ani memiliki dua tabung dengan volume 1500π 𝑐𝑚3 dan tinggi 15 cm serta tabung yang satunya memilki luas permukaan 1500π 𝑐𝑚2 dan jari – jarinya 10 cm. Apakah kedua tabung tersebut merupakan tabung dengan ukuran yang sama? Jelaskan jawabanmu!

Contoh soal diatas, soal nomor 1 dan 2 merupakan contoh soal pada tingkat 4, soal 3 dan 4 merupakan soal pada tingkat 5. Maka dari itu, ke empat soal tersebut sudah termasuk dalam HOTS.

E. Materi Pembelajaran

1. Bentuk Aljabar dan Unsur-unsurnya

Bentuk aljabar adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat huruf – huruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Contoh bentuk aljabar antara lain 2𝑥, 5𝑦 + 4, (𝑥 + 1)(𝑥 − 3). Huruf – huruf 𝑥 dan 𝑦 pada bentuk aljabar tersebut disebut variabel. Pada suatu bentuk aljabar terdapat unsur – unsur aljabar, meliputi variabel, konstanta, faktor, suku sejenis, dan suku tak sejenis.

Variabel adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya dengan jelas. Variabel disebut juga peubah dan biasanya dilambangkan dengan huruf kecil. Konstanta adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan dan tidak memuat variabel. Koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk aljabar.

Sementara suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta pada bentuk aljabar yang dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih. Dalam bentuk aljabar terdapat suku sejenis dan suku tak sejenis. Suku-suku sejenis adalah suku

(44)

yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-masing variabel yang sama.

Sedangkan suku – suku tak sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-masing variabel yang tidak sama.

2. Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar

1. Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar

Pada bentuk aljabar, operasi penjumlahan dan pengurangan hanya dapat dilakukan pada suku-suku yang sejenis.

Contoh: Tentukan penjumlahan (7𝑎 + 4𝑏) dengan (8𝑎 − 6𝑏).

Penyelesaian

(7𝑎 + 4𝑏) + (8𝑎 − 6𝑏) = 7𝑎 + 4𝑏 + 8𝑎 + (−6𝑏) jabarkan

= 7𝑎 + 8𝑎 + 4𝑏 + (−6𝑏) kumpulkan suku sejenis = 15𝑎 + (−2𝑏) operasikan suku sejenis = 15𝑎 − 2𝑏 sederhanakan

2. Perkalian antara dua bentuk aljabar

Pada bentuk aljabar, operasi perkalian dapat memanfaatkan sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan dan sifat distributif perkalian terhadap pengurangan.

Perhatikan perkalian antara bentuk aljabar suku dua dengan suku dua berikut.

(𝑎𝑥 + 𝑏𝑥)(𝑐𝑥 + 𝑑) = 𝑎𝑥 × 𝑐𝑥 + 𝑎𝑥 × 𝑑 + 𝑏 × 𝑐𝑥 + 𝑏 × 𝑑 = 𝑎𝑐𝑥2 + (𝑎𝑑 + 𝑏𝑐)𝑥 + 𝑏𝑑

(45)

Selain dengan cara skema seperti diatas, untuk mengalikan bentuk aljabar suku dua dengan suku dua dapat digunakan sifat distributif seperti berikut.

(𝑎𝑥 + 𝑏)(𝑐𝑥 + 𝑑) = 𝑎𝑥(𝑐𝑥 + 𝑑) + 𝑏(𝑐𝑥 + 𝑑)

= 𝑎𝑥 × 𝑐𝑥 + 𝑎𝑥 × 𝑑 + 𝑏 × 𝑐𝑥 + 𝑏 × 𝑑 = 𝑎𝑐𝑥2+ 𝑎𝑑𝑥 + 𝑏𝑐𝑥 + 𝑏𝑑

= 𝑎𝑐𝑥2+ 𝑥(𝑎𝑑 + 𝑏𝑐) + 𝑏𝑑 F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pengalaman mengajar yang dilakukan peneliti, perlu ada model pembelajaran yang membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.

Kurikulum yang baru mengajak untuk pembelajaran berorientasi pada siswa dan menekankan siswa untuk aktif. Tetapi sebelum mengajar, seorang pendidik tentunya sudah menentukan strategi sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Maka dari itu, strategi yang tepat akan menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar dan dapat berpikir kritis.

SMPK Santa Maria Sawangan, Magelang merupakan sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013. Setiap tingkatan mulai dari kelas VII terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas unggulan dan kelas biasa. Pembagian kelas tersebut berdasarkan prestasi belajar siswa. Dalam kelas biasa, siswa akan cenderung sulit dalam mengikuti pembelajaran. Dari situasi tersebut, maka penelitian untuk meningkatkan HOTS siswa akan dilakukan. Sehingga siswa yang dikategorikan dalam kelas biasa tetap dapat bersaing dengan siswa yang dikategorikan dalam kelas unggulan.

(46)

Dalam proses pembelajaran yang akan dilakukan, diawal pembelajaran peneliti memberikan pre-test kepada siswa. Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai materi yang akan diajarkan. Selanjutnya, siswa diajak untuk membangun pengetahuan. Dimulai dengan worked examples untuk menerima pengetahuan baru dalam materi bentuk aljabar serta mengkombinasikannya dengan pengetahuan yang pernah diperoleh terkait dengan materi aljabar. Dengan worked examples siswa lebih diajak untuk membangun kemampuan dasar. Setelah itu, untuk memotivasi siswa tetap belajar dan dapat berkompetisi, akan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Sehingga pengetahuan – pengetahuan yang diperoleh sebelumnya akan digabungkan dalam kelompok.

Kegiatan pembelajaran akan dilakukan peneliti dalam beberapa pertemuan. Dalam kegiatan pembelajaran ini akan dilihat bagaimana antusias siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Maka dari itu, peneliti akan dibantu oleh observer. Setelah menyelesaikan beberapa pertemuan pembelajaran, peneliti akan memberikan post –test kepada siswa. Post-test bertujuan untuk menguji pemahaman siswa akan materi yang diberikan dan hasil post-test akan diabandingkan dengan hasil pre-test yang telah dilakukan, sehingga akan diketahui seberapa jauh pengaruh dari pengajaran yang telah dilakukan terhadap HOTS siswa.

(47)

Kemudian peneliti akan melakukan wawancara kepada beberapa siswa terkait pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples untuk mendukung hasil dari pre-test dan post-test.

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin Riadi dengan judul “Problem-Based Learning Meningkatkan Higher Order Thinking Skills Siswa Kelas VIII SMPN 1 Daha Utara dan SMPN 2 Daha Utara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pembelajaran matematika berbasis Problem Based Learning dapat meningkatkan HOTS siswa. Peningkatan tertinggi untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Daha utara ada pada keterampilan evaluating dan analysing, sedangkan untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Daha Utara ada pada keterampilan analysing, sehingga pembelajaran matematika berbasis PBL maksimal dalam meningkatakan kemampuan analysing.

2. Penelitian yang relevan selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suwarsi dengan judul “Meningkatkan Keterampilan HOTS Siswa melalui Permainan Kartu Soal dalam Pembelajaran PBL”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan membiasakan siswa berlatih soal HOT melalui kartu soal dalam pembelajaran PBL dapat meningkatkan HOTS siswa kelas VIII G SMPN Semarang dalam pembelajaran matematika.

(48)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu berdasarkan kelas yang sudah ada, dengan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian yang bersifat kualitatif digunakan untuk memperoleh data berupa uraian kata – kata, yaitu hasil wawancara dan hasil pengamatan peneliti maupun observer pada saat pembelajaran berlangsung. Data penelitian yang bersifat kuantitatif digunakan untuk memperoleh data berupa skor yaitu hasil atau nilai dari pre-test, post-test, hasil observasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 30 Oktober – 6 November 2018 di kelas VII A SMP Katolik Santa Maria Sawangan, Magelang.

Pertemuan Hari / Tanggal Jumlah Jam

1 Selasa, 30 Oktober 2018 2 JP

2 Kamis, 1 November 2018 3 JP

3 Selasa, 6 November 2018 2 JP

C. Subyek Penelitian dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII A di SMP Katolik Santa Maria Sawangan, Magelang tahun ajaran 2018/2019. Objek yang diteliti adalah keterlaksanaan pembelajaran, penerimaan siswa dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples yang menekankan penanaman HOTS siswa pada materi bentuk aljabar.

(49)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Observasi

Pengamatan selama pembelajaran dilakukan untuk memperoleh data keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif STAD dengan metode worked examples. Observasi akan dilakukan oleh satu observer.

2) Wawancara

Dalam penelitian ini, metode wawancara dilakukan dengan tujuan mengkonfirmasi penerimaan siswa terhadap metode worked examples dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menekankan penanaman HOTS, secara langsung dari beberapa siswa yang dipilih.

3) Tes Tertulis

Dalam penelitian ini, metode tes tertulis dilakukan untuk melihat prestasi belajar siswa. Metode tes tertulis yang diberikan yaitu pre-test dan post-test.

Isi dari pre-test adalah soal uraian terkait dengan materi bentuk aljabar serta operasi penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar. Pre-test dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa dan bertujuan untuk memberikan skor dasar pada setiap siswa. Pre-test sendiri diberikan sebelum pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Sementara itu, ada juga post-test yang diberikan sesudah pembelajaran. Post–test sendiri dilakukan untuk

(50)

mengetahui kemampuan HOTS siswa setelah pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri dari tiga kali pertemuan.

Sementara instrumen pengumpulan data yaitu berupa angket, lembar observasi, lembar pedoman wawancara, lembar tes tertulis (pre-test dan post-test).

1) Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yaitu berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri dari tiga kali pertemuan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dirancang agar dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan memiliki acuan dalam rangka menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) dalam penelitian ini didasarkan pada Kurikulum 2013.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mencakup beberapa komponen, antara lain: kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, rincian langkah- langkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, penilaian, serta materi yang akan diajarkan. Materi yang termuat dalam RPP mengacu pada kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian kompetensi sebagai berikut.

Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

(51)

K1 2 :Mengahayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, reponsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3 :Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai dengan bidang kajian matematika

Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang terukur sesuai dengan standar kompetensi kerja.

Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di

(52)

bawah pengawasan langsung. Menunjukkan keterampilan mempersepsi, kesiapan, meniru, membiasakan, gerak mahir, menjadikan gerak alami dalam ranah konkret terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.

Kompetensi Dasar

3.1 Menerapkan operasi aljabar yang melibatkan bilangan rasional Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Indikator KD pada KI pengetahuan

3.1.1 Peserta didik dapat mengubah bentuk cerita menjadi bentuk aljabar 3.1.2 Peserta didik dapat menggunakan aturan penjumlahan, pengurangan dan

perkalian bentuk aljabar untuk membantu memecahkan masalah.

2. Indikator KD pada KI keterampilan

4.1.1 Peserta didik dapat menerapkan aturan penjumlahan, pengurangan dan perkalian bentuk aljabar untuk memecahkan masalah.

2) Lembar Observasi

Lembar observasi ini digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengamatan aktivitas guru selama pembelajaran menggunakan dengan model kooperatif tipe STAD dengan metode worked examples. Dalam observasi ini akan ada satu orang observer yang ikut serta dalam pembelajaran dari awal sampai akhir. Observer akan mengisi lembar observasi dengan cara memberikan tanda centang (√) sesuai dengan aktivitas yang ditunjukkan guru selama mengajar. Dari lembar observasi inilah peneliti bisa mengetahui keterlaksanaan

Gambar

Tabel 2.1 Dasar Konsep Higher Order Thinking Skills                   ( Menurut : Saputra Hatta, 2016 : 91 )  Problem Solving
Gambar 1. Tingkatan Berpikir Taksonomi Bloom Revisi
Grafik di bawah ini memberikan informasi tentang ekspor dari Zedland,  sebuah negeri yang menggunakan satuan mata uang zed
Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

後項動詞 だす こむ あう あげる つける かける いれる つく あがる たてる きる なおす たつ あわせる でる かかる ぬく こめる いる とおす

konjungsi.. Oleh karena itu, teks eksplanasi kompleks sangat penting diajarkan pada siswa, agar siswa memahami struktur dan unsur kebahasaan yang ada pada teks tersebut. Serta

Pengambilan Pengetahuan, dimana tahapan ini menjelaskan bagaimana memproses suatu dokumen mulai dari usulan sampai dapat tersimpan dengan rapi di Knowledge Management

penentuan Kelulusan 4 Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat : - Menjelaskan pengolahan nilai ujian praktik kejuruan sesuai lembar penilaian ujian praktik -

Dengan diterapkannya sistem informasi penggajian karyawan pada toko Winscom Kabupaten Pacitan dapat membantu permasalahan yang sering terjadi ditoko Winscom Kabupaten Pacitan

Klinik Kecantikan Kusuma memiliki beberapa masalah yang diantaranya adalah tidak dapat menginformasikan secara akurat kepada pelanggan, layanan telepon klinik Kusuma yang

Walaupun tidak mendapat perlindungan hukum dari Undang-undang Jaminan Fidusia, yang mana dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia

Pada penelitian ini, semen anjing Retriever yang disimpan dengan berbagai bahan pengencer pada suhu ruangan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) untuk