• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA

H. Kerangka Berfikir

Untuk mempermudah suatu penelitian perlu di buat kerangka berfikir atau pemetaan konsep dengan tujuan membuat arah penelitian menjadi jelas. Dalam praktiknya Radikalisme tidak bisa di kaitkan dengan atribut ataupun simbol-simbol Keagamaan. Karena setiap Agama selalu

mengajarkan artinya perdamaian sesama umat beragama, terutama Agama Islam yang menjunjung tinggi Rahmatan Lil Alamin.

Aksi pemboman skala besar di Indonesia pertama kali terjadi pada peristiwa Bom Bali I dan II di tahun 2001 dan 2005, yang selanjutnya berturut turut menyebar di beberapa kota-kota besar di Indonesia. Sejak peristiwa yang banyak merenggut Masyarakat sipil hingga ribuan orang, Pemerintah mengecam keras tindakan aksi terorisme. Yang kemudian di tahun 2012 secara resmi Pemerintah membentuk lembaga non kementrian di bawah arahan Presiden langsung yaitu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dalam struktur kelembagaannya BNPT dikepalai oleh Kepala BNPT yang saat ini di jabat oleh Komjen Pol.Dr.Drs.Boy Rafli Amar,M.H.

kemudian posisi selanjutnya dalam garis struktur adalah Sekretariat utama lalu Inspektorat. Kepala BNPT juga membawahi 3 Deputi yang menjadi program pelaksanaan kerja dalam penanggulangan Terorisme yaitu Deputi Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan, dan Deputi Bidang Kerjasama Internasional.

Dalam penindakan terhadap aksi terorisme yang terjadi, BNPT memiliki program

Deradikalisasi, yaitu metode yang digunakan kepada para narapidana terorisme di dalam Lapas, salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Lembaga Pemasyarakatan Cipinang merupakan salah satu Lapas dengan

klasifikasi Lapas pengamanan Super Maximum Security.

Artinya, proses pembinaan kepada para narapidana hanya diberikan pembinaan khusus. Terlebih lagi pembinaan terhadap narapidana kasus terorisme, yang mengkhususkan pemberian pembinaan kepribadian saja. Yakni mengedepankan semangat komunitas dan perbaikan moral keagamaan, dengan rutin mengadakan senam bersama untuk mengolah raga para narapidana serta mengisi kekosongan aktivitas harian mereka. Selain itu Lapas Cipinang juga memiliki pembinaan perbaikan moral keagamaan dengan mengembangkan pesantren berbasis komunitas. Tampilan pesantren tersebut berwujud pada keberadaan mushola sebagai pusat kajian sekaligus pusat keseharian ibadah bagi para narapidana selama di dalam sel.

Program deradikalisasi yang digunakan lapas kepada narapidana terorisme Dilakukan dalam empat tahapan, Pertama Identifikasi, Kedua Rehabilitasi, Ketiga Reedukasi, Keempat Resosialisasi atau Reintegrasi Sosial.

Bagan 2. 1 Kerangka Berfikir

56 A. Profil BNPT

Upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, dalam hal ini mewajibkan Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus-menerus dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. Prinsip pelindungan Hak asasi manusia diartikan sebagai hak dasar yang memang dimiliki oleh setiap warga Negara semenjak ia lahir dalam sebuah negara hukum dan berdaulat. Sedangkan konteks Prinsip Kehati-Hatian ialah kebijakan tanpa hukum yang mempertimbangkan dengan cermat dan hati-hati terhadap fakta-fakta yang terlewatkan atau sengaja diabaikan dalam proses hukum49. Setelah terjadinya Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, pemerintah mengeluarkan intruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 dalam rangka menanggulangi tindakan terorisme. Presiden Megawati Soekarno Putri memberikan mandat kepada Mentri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang saat itu di jabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono, untuk membuat kebijakan dan strategi nasional penanganan terorisme.

Berdasarkan keputusan Mentri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nomor 26/Menko/Polkam/11/2002

49 Di akses dari

https://www.kompasiana.com/mirza_buana/55530d73b67e611c0c13096c/huku man-pidana-mati-dan-prinsip-kehatihatian pada tanggal 1 Februari 2020 pada pukul 13.30

dibentuklah : “Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme ( DKPT)”. Dengan tugas yaitu, membantu Mentri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dalam merumuskan kebijakan bagi pemberantasan tindak pidana terorisme, yang meliputi aspek penangkalan, pencegahan, penanggulangan, penghentian, penyelesaian dan segala tindakan hukum yang diperlukan. Atas perintah Mentri Polkam saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, ia mengangkat Irjen Pol.Drs.Ansyaad Mbai,M.M sebagai ketua DKPT pertama.

Pada rapat kerja antara Komisi 1 DPR dan Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan keamanan pada tanggal 31 Agustus 2009. Mendukung upaya Pemerintah dalam menanggulangi dan memberantas terorisme. Karena terorisme adalah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang harus dijadikan musuh bersama, oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan kapasitas dan keterpaduan penanggulangan terorisme, agar meningkatkan peran masyarakat, kemudian merekomendasikan kepada Pemerintah untuk membentuk suatu “Badan” yang berwenang secara operasional dalam melakukan tugas pemberantasan atau penanggulangan terorisme. Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR dan assessment terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal 16 Juli 2010 Presiden Republik Indonesia yang saat itu di jabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono, menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan mengangkat Irjen.Pol (Purn)

Drs. Ansyaad Mbai,M.M sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. ( Keputusan Presiden Nomor 121/M.Tahun 2010).50 BNPT sendiri di pimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pada awalnya Jabatan kepala BNPT setingkat Eselon I.a. namun sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012, tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Penanggulangan Terorisme. Jabatan kepala BNPT naik menjadi setingkat mentri.51

Selanjutnya Sesuai dengan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003, atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, berubah menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme, dan Pelindungam terhadap Penyidik, Penuntut umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan kepada Lembaga Penyelenggara Urusan di bidang Penanggulangan Terorisme.

B. Visi dan Misi BNPT 1. Visi

Mewujudkan penanggulangan terorisme dan radikalisme melalui upaya sinergi institusi pemerintah

50 Di akses dari http://.pubinfo.id/instansi-342-bnpt--badan-nasional-penanggulangan-terorisme.html pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 14.00

51 Di akses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 15.00

dan masyarakat meliputi pencegahan, perlindungan, penindakan dan deradikalisasi serta meningkatkan kewaspadaan nasional dan kerjasama internastional, untuk menjamin terpeliharanya keamanan nasional.52 2. Misi

a. Melakukan upaya pencegahan terjadinya aksi terorisme, meningkatkan kewaspadaan, dan memberikan perlindungan terhadap objek-objek vital yang potensial menjadi target serangan terorisme.

b. Melakukan deradikalisasi dan melawan propaganda ideologi radikal.

c. Melakukan penindakan aksi terorisme melalui penggalangan intelijen dan surveillance, dan penegakkan hukum melalui koordinasi da kerjasama dengan institusi terkait, masyarakat dan seluruh komponen bangsa.

d. Melaksanakan pembinaan kemampuan dan kesiapsiagaan nasional terhadap ancaman aksi terorisme.

e. Melaksanakan kerjasama international dalam penanggulangan terorisme.53

52 Di akses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 17 Februari 2020 pukul 16.20

53 Di akses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 17 Februari 2020 pukul 16.20

C. Tugas pokok dan Fungsi BNPT 1. Tugas pokok BNPT

a. Menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.

b. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme.

c. Melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk satuan tugas-satuan tugas yang terdiri dari, unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi, kewenangan masing-masing.54

2. Fungsi BNPT

a. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.

b. Monitoring, analisa, dan evaluasi di bidang penanggulangan terorisme.

c. Koordinasi dalam pencegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideology radikal di bidang penanggulangan terorisme.

d. Koordinasi pelaksanaan deradikalisasi.

e. Koordinasi pelaksanaan perlindungan terhadap objek-objek yang potensial menjadi target serangan terorisme.

54 Pasal 2 nomor 1,Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

f. Koordinasi pelaksanaan penindakan, pembinaan kemampuan, dan kesiapsiagaan nasional.

g. Pelaksanaan kerjasam internasional di bidang penanggulangan terorisme.

h. Perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program administrasi dan sumber daya serta kerjasama antar instansi.

i. Pengoperasian satuan tugas-satuan tugas dilaksanakan dalam rangka pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional di bidang penanggulangan terorisme.55

D. Strategi dan Program Nasional BNPT

BNPT dalam hal ini menjadi Lembaga pusat Analisis dan Pengendalian krisis, yang juga berfungsi sebagai fasilitator langsung kepada Presiden dalam Penetapan Kebijakan, Penanganan Krisis, dan Pengerahan Sumber Daya untuk menangani Terorisme. Selain memfasilitasi Presiden sebagai kepala Negara, BNPT juga menyusun dan menetapkan strategi serta program nasional di Bidang Penanggulangan Terorisme yang juga melibatkan pemerintah daerah untuk pelaksanaannya.Pencegahan Tindak Pidana Terorisme langsung di kordinatori oleh BNPT, yaitu dalam

55 Pasal 3, Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

upaya mencegah terjadinya tindak pidana terorisme dilakukan melalui :

1. Kesiapsiagaan Nasional

Adalah suatu kondisi siap siaga untuk mengantisipasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme melalui proses yang terencana, sistematis, dan berkesinambungan. Selain itu dilakukan untuk mengkordinasikan pelaksanaan-pelaksanaan Rapat Koordinasi, pertukaran data dan informasi, monitoring dan evaluasi yang dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu bulan atau sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam hal ini BNPT juga bersinergi dengan Pemerintah Daerah. Sebelum dilakukannya Rapat Koordinasi rutin dengan berbagai instansi, Kesiapsiagaan Nasional dilaksanakan melalui program56 :

a. Pemberdayaan Masyarakat

Merupakan dorongan kepada Kelompok dan Organisasi Masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan Tindak Pidana Terorisme yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain itu meningkatkan Kapasitas kelompok dan Organisasi Masyarakat untuk dapat terlibat aktif baik dalam Penyampaian ataupun menerima Informasi kepada khalayak Masyarakat, dan tak lupa memberikan

56 Pasal 3 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

edukasi mengenai bahaya serta dampak dari Tindak Pidana Terorisme melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal.57

b. Peningkatan kemampuan aparatur

Program ini diselenggarakan langsung oleh BNPT dan beberapa kementrian terkait dengan beberapa bentuk pendidikan dan pelatihan antara lain58 :

1) Pendidikan dan Pelatihan Terpadu

Yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparatur dalam pencegahan Terorisme dan merespon segala bentuk ancaman Terorisme, selain itu berfungsi sebagai badan Intelijen untuk meminimalisir kejadian teror, meningkatkan kerjasama serta sinkronisasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing aparatur dalam pencegahan terorisme dan terlibat dalam penyusunan kurikulum, metode dan modul pendidikan serta pelatihan terpadu dengan mengikutsertakan kementrian atau lembaga terkait.

57 Pasal 5, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

58 Pasal 6, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

2) Pelatihan Gabungan

Merupakan pelatihan yang menyinkronkan tugas dan fungsi kementrian atau lembaga dalam upaya pencegahan terorisme selain menyinkronkan pelatihan gabungan juga bertujuan meningkatkan kemampuan Aparaturnya, dengan tak lupa bersinergi antar kementrian atau lembaga terkait.

Saat dalam pelaksanaannya dilakukan secara berkala paling sedikit dua kali dalam satu tahun.

3) Pelatihan Bersama

Merupakan pelatihan yang dilakukan bersama dengan Negara lain dalam rangka meningkatkan kemampuan Aparatur setiap Negara. Selain meningkatkan kemampuan Aparatur, peningkatan Pengetahuan akan strategi pencegahan Terorisme tingkat nasional, Regional dan Global turut serta diberikan dan tak lupa peningkatan pengawasan wilayah perbatasan setiap Negara tak luput dalam pelatihan ini.59 c. Pelindungan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana

Program ini dilakukan terhadap objek vital yang strategis dan fasilitas publik berdasarkan standard minimum pengamanan, kriteria, parameter dan evaluasi dalam memaksimalkan Pelindungan dan

59 Pasal 8,9,10 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

Peningkatan Sarana Prasarana. BNPT bersama dengan kementrian dan lembaga yang terkait melakukan pengembangan dan peningkatan sistem Teknologi Informasi, menjadi jasa penyedia perlengkapan pendukung operasional, pengembangan dan juga penyelenggara sistem pengamanan Internal dan kegiatan peningkatan lain sesuai kebutuhan.

d. Pengembangan Kajian Terorisme

Program ini dilakukan untuk merumuskan Strategi Nasional Pencegahan Terorisme, yang langsung bekerjasama dengan pusat kajian dan lembaga pendidikan, kemudian membantu memahami perkembangan konsep pencegahan terorisme dengan mengintegrasikan seluruh kajian terorisme yang dilaksanakan langsung kepada kementrian atau lembaga yang terkait dan mengadakan studi perbandingan penanganan kasus terorisme yang selanjutnya dapat ditindak lanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing penanganan kajian kasus terorismenya.60

e. Pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme Bertujuan untuk mengetahui wilayah yang rawan akan terkena dampak radikal terorisme dengan melakukan inventarisasi tempat terjadinya Tindak

60 Pasal 15,16,17 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

Pidana Terorisme dan Jaringan atau Kelompok terorisme, serta dapat menjadi penghubung pertukaran data dan informasi antara kementrian atau lembaga yang terkait, selain itu mampu menentukan kriteria tingkat ancaman serangan Terorisme dan Eskalasi tingkat ancaman dengan pelaksanaan analisis pemetaan wilayah rawan paham radikal, lalu membuat parameter dan klasifikasi tingkat kerawanan, yang kemudian disusun dalam hasil pemetaan ke dalam sistem informasi wilayah rawan paham Radikal Terorisme. Yang terakhir ialah menentukan arah kebijakan karena hasil dari pemetaan wilayah rawan paham radikal bersifat rahasia. Dimana akses untuk mendapatkannya berdasarkan kebijakan kepala BNPT. Jika akses sudah di dapat lalu dapat diberikan melalui permintaan tertulis dari kementrian atau lembaga terkait.61

2. Kontra Radikalisasi

Adalah program yang dilakukan kepada orang atau kelompok atau jaringan yang rentan terpapar paham radikal terorisme. Dengan kriteria orang tersebut memiliki akses Informasi yang bermuatan paham radikal terorisme.

61 Pasal 18,19,20 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

Memiliki hubungan dengan kelompok atau jaringan yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme, memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit dan mengarah pada paham radikal terorisme serta, memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi atau budaya sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui62 :

a. Kontra Narasi, dilakukan melalui :

1) Penyusunan dan penyebarluasan narasi pesan perdamaian baik melalui media elektronik maupun non elektronik.

2) Penerapan pemahaman nilai Agama yang cinta damai secara berkesinambungan.

3) Penerapan pemahaman nilai kebangsaan secara berkesinambungan.

4) Sosialisasi program Kontra Radikalisasi secara berkesinambungan.

5) Pemantauan dan pemetaan konten dan sebaran narasi paham radikal Terorisme baik di media elektronik maupun non elektronik.

6) Kegiatan pelatihan, seminar, dan diskusi mengenai bahaya paham radikal Terorisme.

62 Pasal 21,22,23 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

7) Sosialisasi bahaya Terorisme di lembaga Pendidikan.

8) Pelatihan menyusun kontra narasi dan narasi alternatife untuk menghadapi bahaya terorisme.

9) Penelitian, pengkajian dan survey paham radikal terorisme.

10) Bentuk kegiatan lain berupa penigkatan daya tangkal dan daya tahan masyarakat dengan mengedepankan prinsip kearifan lokal.63

b. Kontra Propaganda, di lakukan melalui : a) Penggalangan.

b) Pengumpulan dan pengolahan data konten propaganda paham radikal Terorisme.

c) Pemantauan, analisis, dan kajian strategis ancaman penyebaran konten paham radikal Terorisme.

d) Pembinaan dan pemberdayaan bagi penggiat dunia maya atau komunitas.

e) Bentuk kegiatan lain berupa peningkatan daya tangkal dan daya tahan masyarakat dengan mengedepankan prinsip kearifan lokal.64

63 Pasal 24 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

64 Pasal 25 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

c. Kontra Ideologi

1) Pemetaan dan kajian strategis ancaman ideologi radikal Terorisme terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Pengumpulan dan pengolahan data potensi sebaran ideologi radikal Terorisme.

3) Penguatan wawasan kebangsaan dan ideologi Pancasila.

4) Penguatan pemahaman ideology Pancasila bagi Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia.

5) Pembinaan masyarakat, Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasioanl Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam upaya peningkatan semangat bela Negara.

6) Bentuk kegiatan lain berupa peningkatan daya tangkal dan daya tahan masyrakat dengan mengedepankan prinsip kearifan lokal.65

3. Deradikalisasi

Merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan

65 Pasal 26 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

paham Radikal Terorisme yang telah terjadi. Di lakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana dan narapidana Tindak Pidana Terorisme, dan mantan narapidana terorisme atau kelompok atau jaringan yang sudah terpapar paham radikal. Dalam pelaksanaannya BNPT bersinergi dengan kementrian yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain Aparat pemerintah, dalam hal ini BNPT juga melibatkan Akademisi, Praktisi, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat untuk turut serta dalam pelaksanaan program Deradikalisasi. Dalam proses pelaksanaan Deradikalisasi di dalam Lapas objek pembinaannya adalah mereka para tersangka, terdakwa, terpidana dan narapidana terorisme, yang selanjutnya mereka akan melalui tahapan yaitu66 :

a. Identifikasi

Identifikasi dan penilaian terbagi menjadi dua yaitu penilaian awal dan lanjutan, kemudian prosesnya dilakukan kepada terdakwa, terpidana dan narapidana secara periodic setiap enam bulan sekali atau sesuai akan kebutuhannya. Dalam identifikasi dan penilaian awal dilakukan Inventarisasi data tersangka seperti, Profil Psikologis, terkait persepsi,

66 Pasal28-31 ,Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

motivasi, identitas dan tingkat keterpaparannya terhadap paham radikal Terorisme, keterlibatannya dalam kelompok atau jaringan terorisme seperti peran dan posisinya, kemudian pengamatan dalam hal analisis risiko dan analisis kebutuhannya yang nantinya menentukan tersangka tersebut mendapatkan rekomendasi rehabilitasi, reedukasi dan reintegrasi sosialkah. Selanjutnya data dan informasi yang sudah di dapat di olah terlebih dahulu, setelah itu barulah di tindak lanjuti pada identifikasi dan penilaian lanjutan yaitu, monitoring dan evaluasi perilaku terdakwa atau narapidana yang berupa profil psikologis terkait persepsi, motivasi, identitas dan tingkat keterpaparannya terhadap paham radikal terorisme.

Setelah itu dilakukan wawancara, pengamatan dan klarifikasi terkait keterlibatan tersangka dalam jaringan atau kelompok seperti peran dan posisinya.

Dalam penilaian lanjutan pengamatan ditambah kepada perkembangan sikap dan perilaku. Yang menentukan dalam tahap tindak lanjut pengolahan data, bagaiman hasil analisis risiko dan kebutuhan yang nantinya terlampir dalam berkas perkara untuk menjadi pertimbangan dalam pemerikasaan di persidangan dalam menentukan tersangka untuk mendapatkan rekomendasi Rehabilitasi, Reedukasi dan Reintegrasi Sosial.67

67 Pasal 32,33,34, 35 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019

b. Rehabilitasi

Dalam penanganannya Rehabilitasi terdapat dua bentuk yaitu Konseling Individu dan pelaksanaan kelas kelompok dengan pemberian materi paling sedikit mengenai psikologi, keagamaan, wawasan kebangsaan, serta hukum dan perundang-undangan.

Materi-materi tersebut diberikan melalui metode Ceramah atau kuliah umum, diskusi bersama, pada saat pendampingan pembinaan, penyuluhan atau sosialisasi serta praktik latihan. Saat sesi pemberian materi tersebut petugas pemasyarakatan tidaklah menangani perseorangan, tetapi turut melibatkan Akademisi, Praktisi, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat atau Aparat Penegak Hukum. Untuk melihat perkembangan sikap dan perilaku narapidana para petugas pemasyarakatan mencatat hasil perkembangan dalam sebuah kartu pembinaan. Kartu pembinaan itu sendiri secara berkala dimuat dalam sistem database pemasyarakatan yang terintegrasi dengan sistem informasi penanggulangan Terorisme.

Pelaksanaan Rehabilitasi selain dilakukan oleh BNPT dilaksanakan juga secara bersamaan dengan program pelayanan di Rumah Tahanan Negara atau program pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan. Yang tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

selanjutnya tetap di monitoring untuk hasil penilaiannya sebagai dasar untuk menentukan pemberian Reedukasi atau ke tahap selanjutnya.68 c. Reedukasi

Dalam penanganannya pemberian materi Reedukasi berbentuk penguatan pemahaman keagamaan, penyuluhan mengenai wawasan kebangsaan dan isu perdamaian, pengetahuan mengenai penyelesaian konflik dan tak lupa pendidikan karakter. Pemberian materi-materi tersebut diberikan melalui metode ceramah atau kuliah umum, diskusi bersama, pembinaan dan pendampingan, penyuluhan atau sosialisasi dan praktik latihan. Sesi pemberian materi tersebut diberikan melalui ceramah atau kuliah umum, diskusi bersama, pembinaan dan pendampingan, penyuluhan atau sosialisasi dan praktik latihan. Sesi pemberian materi tersebut petugas masyarakat bersama dengan akademisi, praktisi, tokoh agama dan tokoh masyarakat atau Aparat penegak hukum ikut terlibat dalam memberikan materi untuk melihat perkembangan sikap dan perilaku narapidana, para petugas pemasyarakatan mencatat hasil perkembangan dalam kartu pembinaan. Kartu

68 Pasal 36,37,38 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

pembinaan ini sendiri secara berkala dimuat dalam sistem database pemasyarkatan yang terintegrasi dengan sistem Informasi penanggulangan Terorisme.

Pelaksanaan Reedukasi selain dilakukan oleh BNPT dilaksanakan juga secara bersamaan dengan program pelayanan di Rumah tahanan Negara atau program pembinaan di dalam lembaga Pemasyarakatan. Yang selanjutnya tetap di monitoring untuk hasil penilaiannya sebagai dasar untuk menentukan pemberian Reintegrasi sosial.69

d. Reintegrasi Sosial

Pelaksanaannya berbentuk penguatan rasa percaya diri untuk kembali kepada masyarakat agar tidak takut atau bergantung lagi dengan kelompok atau jaringannya, lalu peningkatan pemahaman dalam

Pelaksanaannya berbentuk penguatan rasa percaya diri untuk kembali kepada masyarakat agar tidak takut atau bergantung lagi dengan kelompok atau jaringannya, lalu peningkatan pemahaman dalam