• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITOS DEVELOPMENTALISME DI REMBANG

Dalam dokumen Laporan Investigasi Berebut Berkah Tan (Halaman 37-44)

pembangunan pabrik semen harus diprioritaskan. Pabrik semen mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesempatan kerja. namun hasilnya nihil. Alih-alih ditanggapi atau didengarkan, ibu-ibu malah dikenai jotos dan tindak kekerasan oleh oknum aparat yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.

Sekarang di Rembang, pembangunan terus berjalan dan

masyarakat telah menetapkan pilihannya, yakni untuk berhadapan

langsung dengan segala daya upaya menghentikan pembangunan.

Kondisi ambang ini sebenarnya adalah kondisi yang sangat tidak

menentu dan dihindari dalam konsep pembangunan.

Pembangunan sejatinya dimaknai sebagai segala upaya untuk menciptakan proses perubahan sosial (social change) dari kondisi

tertentu ke kondisi lain yang lebih baik. Dari fenomena ini saja, makna konsep pembangunan sudah dinafikan sama sekali. Masyarakat yang mengalami konflik dan tidak diperhatikan oleh

pihak pembangun merupakan sebuah bukti bahwa pembangunan bukan ditujukan untuk masyarakat, tapi untuk pihak pembangun

semata.

Ini adalah konsep yang sudah salah kaprah dan jelas-jelas memiliki kepentingan lain di baliknya. Secara logika, dalam hakikat konsep

pembangunan bukankah masyarakat semestinya menjadi subjek?

Apabila masyarakat Rembang digebuk seperti kini, bukankah ini

artinya mereka hanya menjadi objek? Lalu dengan kondisi perpecahan antara pihak pembangun dan masyarakat seperti sekarang, apa yang sebenarnya menjadi faktor utamanya? Berangkat dari ide pembangunan yang membicarakan soal perubahan sosial, maka harus ditarik lebih jauh dan mengakar lagi

hal-hal yang mempengaruhi dan menumbuhkan sebuah institusi

sosial; yaitu budaya dan pola pikir masyarakat yang digunakan dan

sedang berkembang. Faktor-faktor inilah yang menjadi inti dari perpecahan dan merupakan suatu kunci perbaikan di Rembang.

MITOS DEVELOPMENTALISME

DI REMBANG

Pola pikir suatu kelompok atau bangsa adalah manifestasi dari

budaya yang berasal dari pola hidup dan interaksi sehari-hari dengan lingkungannya. Di sini, Rembang adalah sebuah daerah

dengan manusia yang memiliki pola hidup agraris dimana

sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Hal ini juga berarti

bahwa masyarakatnya sangat dekat dengan alam dan memiliki

ikatan batin terhadap tanahnya. Pertanian dipandang bukan hanya persoalan perut, namun juga urusan spiritual. Ia merupakan

sumber pelajaran kehidupan tentang bagaimana seorang bisa

menuntun dan menata hidupnya lebih baik. Pola hidup ini sudah

meresap di benak setiap masyarakat dan sudah menjadi hal yang

digeluti sehari-hari.

36

I N V E S T I G A T I O N R E P O R T K O M U N E R A K A P A R E | R E M B A N G

yang ditimbulkan aktivitas pertambangan. Warga Samin yang memiliki pengalaman penolakan pabrik semen PT.SI di Pati pun terhadap tambang semen. Respon dan kekhawatiran akan adanya fakta-fakta historis kasus sebelumnya inilah yang menjadi latar belakang psikologi sosial masyarakat.

Interaksi masyarakat yang terbagi menjadi kutub-kutub ini tentunya membangun persepsi yang terbentuk karena nilai-nilai terhadap sumber daya. Jika elemen-elemen ini dipandang saling berhubungan dan akan melemahkan pihak tertentu, maka konflik akan mengeskalasi. Teori Citra Cermin menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat menciptakan citra paralel satu sama lain, banyak dianggap negatif. Kekerasan dan agresi diasosiasikan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok sendiri. Dalam konflik Rembang, dimana pihak yang kalah tidak akan semen. Masing-masing pihak pun menganggap dirinya mengemban tugas mulia. PT.SI dan kelompok pro PT.SI pembangunan ekonomi sekaligus kesejahteraan lokal. Sementara dan lingkungan.

berinteraksi dalam suatu lingkungan. Persepsi diri mendasari sosial-psikologis. Identitas dan persepsi diri ini nantinya menjadi memandang suatu hegemoni yang lain. Identitas bukanlah konsep pada momentum historis tertentu. Konsepsi identitas ini nantinya akan mempengaruhi proses-proses konflik. Dalam konflik Rembang pihak pabrik semen sebagai “sang liyan” dengan segala nilai-nilai urban modernis.

Pasca-Dependensi. Dalam konteks ini, negara tersebut mesti budayanya dalam sebuah proses pembangunan. Ketergantungan tersebut berada dalam format "neo-kolonialisme" yang diterapkan menghapuskan kedaulatan negara tersebut (Budiman, 1995). Posisi turunan dari konsep tersebut.

Seperti yang terjadi di Rembang, wacana developmentalisme masyarakat. Angka yang awam digunakan adalah angka Produk domestik bruto (GDP). Oleh karena itu peningkatan GDP sering disamakan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini maka produksi barang atau jasa dalam suatu wilayah meningkat. pertambahan devisa negara. Dengan semakin bertambahnya uang

Konflik serupa semacam ini sebenarnya tidak hanya terjadi di terjadi oleh banyak pihak, termasuk masyarakat. Gejolak berkembang. Saking seringnya, aksi perlawanan pun sudah modern dan hiper-industrialisasi. Konflik biasa terjadi dengan fundamental pembangunan, yaitu tanah dan manusia.

manusia. Ia memiliki banyak sekali potensi baik yang ada di atas ataupun di bawahnya. Maka dari itu, klaim kepemilikan tanah seringkali mengundang konflik. Karena hal tersebut, para bersangkutan. Manusia yang hidup dan memiliki klaim atas tanah para pihak pembangun.

yang dibangun di atas tanah. Pilihan kedua, apabila pemilik tanah pembangunan. Dalam pilihan ini, hanya akan terjadi dua kemungkinan, menang atau dikalahkan dalam pertarungan.

Sayangnya, pola hidup seperti itu dianggap sebuah keterbelakangan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia kini.

Menjadi petani bukanlah sebuah modal sosial yang baik dan disandingkan dengan istilah 'orang kampung', berpendidikan rendah dan harus diubah menjadi lebih baik seperti hidup

kebanyakan orang di kota. Sempit memang. Tapi yang patut

dipertanyakan adalah, dari mana sebenarnya pola pikir ini

berasal? Apa hubungannya dengan konflik yang ada di Rembang? Dalam konsep pembangunan (development), pembangunan

adalah proses untuk melakukan transformasi dari suatu kondisi ke kondisi yang lebih baik agar masyarakat mendapatkan

kesejahteraan dalam hidupnya. Acapkali pembangunan diberi

pengertian sebagai proses perubahan tatanan hidup masyarakat yang sengaja direncanakan (planned social change) untuk

membuat suasana serta sistem baru (Subangun, 1994). Jadi, secara definitif pembangunan semestinya ditafsirkan sebagai perbaikan

tata hidup secara terus menerus yang melingkupi seluruh sistem

kehidupan menuju kondisi yang lebih baik. Konsep pembangunan

melahirkan cara, gaya dan pola pikir pembangunan

(Developmentalisme). Maka dari itu ideologi normatif di atas biasanya bergeser di beberapa negara.

Developmentalisme sendiri lahir dari mazhab historis pemikiran ekonomi, antara lain perspektif pemikiran klasik, neo-klasik, sosialisme, dan semacamnya. Developmentalisme biasanya didasarkan pada dua jenis, yaitu culture specific (didasarkan pada negara mana yang melaksanakan) atau time specific (didasarkan pada waktu melaksanakan) (Katz, 1966). Indonesia sebagai mantan

negara koloni, dikategorikan sebagai Negara Dunia Ketiga atau

Negara Berkembang. Label tersebut diberikan karena Indonesia

dianggap sebagai sebuah negara yang memiliki keterbelakangan

dalam pertumbuhan ekonomi dan laju pembangunan. Konsep ini

biasanya dikenalkan oleh Negara Maju atau Negara Dunia

Pertama. Sayangnya dengan hubungan seperti ini, laju

pembangunan Dunia Ketiga selalu dicampur tangani dan

didominiasi oleh Negara Pertama. Jadi kita tahu betul bahwa

sebenarnya hubungan antara Dunia Pertama dan Ketiga memang

sengaja diciptakan. Dunia Ketiga dikategorikan sebagai negara

miskin dan terbelakang, sementara Dunia Pertama diberi label

negara industri maju. Hubungan semacam ini sejatinya mengacu pada hubungan imperialistis (Mueller, 1987).

37

I N V E S T I G A T I O N R E P O R T K O M U N E R A K A P A R E | R E M B A N G

dan lain sebagainya. Pertumbuhan GDP yang baik juga akan mendatangkan investor. Semakin banyak investor, semakin bertambah juga proyek-proyek yang bisa dilakukan, modal-modal dalam kancah perekonomian internasional. Pola pikir inilah yang mendasari niatan PT. SI untuk membangun pabrik semen di Rembang.

Developmentalisme dalam negara Dunia Ketiga menjadi sebuah konsep dan alternatif yang mau tak mau harus diselenggarakan. standar hidup: ia harus hadir sebagai sarana memperkuat negara, seragam dari negara satu ke negara lainnya. Dalam hal ini, realitas sebagai penyelenggara. Pandangan seperti inilah yang kemudian pembangunan.

Di balik pemerintah, bermain pula kepentingan investasi dan bisnis nasional. Nampaknya konsepsi ini diterima begitu saja oleh Indonesia tanpa kritik dan koreksi yang serius dan mendalam. Jika atau suara tersebut tidak didengarkan sama sekali.

Di Rembang, hal tersebut terlihat dengan sangat transparan. pembangunan pabrik semen harus diprioritaskan. Pabrik semen mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesempatan kerja. namun hasilnya nihil. Alih-alih ditanggapi atau didengarkan, ibu-ibu malah dikenai jotos dan tindak kekerasan oleh oknum aparat yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.

Sekarang di Rembang, pembangunan terus berjalan dan langsung dengan segala daya upaya menghentikan pembangunan. menentu dan dihindari dalam konsep pembangunan. tertentu ke kondisi lain yang lebih baik. Dari fenomena ini saja, makna konsep pembangunan sudah dinafikan sama sekali. Masyarakat yang mengalami konflik dan tidak diperhatikan oleh semata.

Ini adalah konsep yang sudah salah kaprah dan jelas-jelas memiliki kepentingan lain di baliknya. Secara logika, dalam hakikat konsep Apabila masyarakat Rembang digebuk seperti kini, bukankah ini

hal-hal yang mempengaruhi dan menumbuhkan sebuah institusi sedang berkembang. Faktor-faktor inilah yang menjadi inti dari perpecahan dan merupakan suatu kunci perbaikan di Rembang.

budaya yang berasal dari pola hidup dan interaksi sehari-hari dengan lingkungannya. Di sini, Rembang adalah sebuah daerah sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Hal ini juga berarti ikatan batin terhadap tanahnya. Pertanian dipandang bukan hanya persoalan perut, namun juga urusan spiritual. Ia merupakan menuntun dan menata hidupnya lebih baik. Pola hidup ini sudah digeluti sehari-hari.

Pasca-Dependensi. Dalam konteks ini, negara tersebut mesti budayanya dalam sebuah proses pembangunan. Ketergantungan tersebut berada dalam format "neo-kolonialisme" yang diterapkan menghapuskan kedaulatan negara tersebut (Budiman, 1995). Posisi turunan dari konsep tersebut.

Seperti yang terjadi di Rembang, wacana developmentalisme masyarakat. Angka yang awam digunakan adalah angka Produk domestik bruto (GDP). Oleh karena itu peningkatan GDP sering disamakan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini maka produksi barang atau jasa dalam suatu wilayah meningkat. pertambahan devisa negara. Dengan semakin bertambahnya uang

Konflik serupa semacam ini sebenarnya tidak hanya terjadi di terjadi oleh banyak pihak, termasuk masyarakat. Gejolak berkembang. Saking seringnya, aksi perlawanan pun sudah modern dan hiper-industrialisasi. Konflik biasa terjadi dengan fundamental pembangunan, yaitu tanah dan manusia.

manusia. Ia memiliki banyak sekali potensi baik yang ada di atas ataupun di bawahnya. Maka dari itu, klaim kepemilikan tanah seringkali mengundang konflik. Karena hal tersebut, para bersangkutan. Manusia yang hidup dan memiliki klaim atas tanah para pihak pembangun.

yang dibangun di atas tanah. Pilihan kedua, apabila pemilik tanah pembangunan. Dalam pilihan ini, hanya akan terjadi dua kemungkinan, menang atau dikalahkan dalam pertarungan.

Sayangnya, pola hidup seperti itu dianggap sebuah keterbelakangan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia kini.

kebanyakan orang di kota. Sempit memang. Tapi yang patut berasal? Apa hubungannya dengan konflik yang ada di Rembang? Dalam konsep pembangunan (development), pembangunan kesejahteraan dalam hidupnya. Acapkali pembangunan diberi membuat suasana serta sistem baru (Subangun, 1994). Jadi, secara definitif pembangunan semestinya ditafsirkan sebagai perbaikan kehidupan menuju kondisi yang lebih baik. Konsep pembangunan (Developmentalisme). Maka dari itu ideologi normatif di atas biasanya bergeser di beberapa negara.

Developmentalisme sendiri lahir dari mazhab historis pemikiran ekonomi, antara lain perspektif pemikiran klasik, neo-klasik, sosialisme, dan semacamnya. Developmentalisme biasanya didasarkan pada dua jenis, yaitu culture specific (didasarkan pada negara mana yang melaksanakan) atau time specific (didasarkan pada waktu melaksanakan) (Katz, 1966). Indonesia sebagai mantan Negara Berkembang. Label tersebut diberikan karena Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi dan laju pembangunan. Konsep ini Pertama. Sayangnya dengan hubungan seperti ini, laju didominiasi oleh Negara Pertama. Jadi kita tahu betul bahwa sengaja diciptakan. Dunia Ketiga dikategorikan sebagai negara negara industri maju. Hubungan semacam ini sejatinya mengacu pada hubungan imperialistis (Mueller, 1987).

dan lain sebagainya. Pertumbuhan GDP yang baik juga akan mendatangkan investor. Semakin banyak investor, semakin bertambah juga proyek-proyek yang bisa dilakukan, modal-modal dalam kancah perekonomian internasional. Pola pikir inilah yang mendasari niatan PT. SI untuk membangun pabrik semen di Rembang.

Developmentalisme dalam negara Dunia Ketiga menjadi sebuah konsep dan alternatif yang mau tak mau harus diselenggarakan. standar hidup: ia harus hadir sebagai sarana memperkuat negara, seragam dari negara satu ke negara lainnya. Dalam hal ini, realitas sebagai penyelenggara. Pandangan seperti inilah yang kemudian pembangunan.

Di balik pemerintah, bermain pula kepentingan investasi dan bisnis nasional. Nampaknya konsepsi ini diterima begitu saja oleh Indonesia tanpa kritik dan koreksi yang serius dan mendalam. Jika atau suara tersebut tidak didengarkan sama sekali.

Di Rembang, hal tersebut terlihat dengan sangat transparan. pembangunan pabrik semen harus diprioritaskan. Pabrik semen mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesempatan kerja. namun hasilnya nihil. Alih-alih ditanggapi atau didengarkan, ibu-ibu malah dikenai jotos dan tindak kekerasan oleh oknum aparat yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.

Sekarang di Rembang, pembangunan terus berjalan dan langsung dengan segala daya upaya menghentikan pembangunan. menentu dan dihindari dalam konsep pembangunan. tertentu ke kondisi lain yang lebih baik. Dari fenomena ini saja, makna konsep pembangunan sudah dinafikan sama sekali. Masyarakat yang mengalami konflik dan tidak diperhatikan oleh semata.

Ini adalah konsep yang sudah salah kaprah dan jelas-jelas memiliki kepentingan lain di baliknya. Secara logika, dalam hakikat konsep Apabila masyarakat Rembang digebuk seperti kini, bukankah ini

hal-hal yang mempengaruhi dan menumbuhkan sebuah institusi sedang berkembang. Faktor-faktor inilah yang menjadi inti dari perpecahan dan merupakan suatu kunci perbaikan di Rembang.

budaya yang berasal dari pola hidup dan interaksi sehari-hari dengan lingkungannya. Di sini, Rembang adalah sebuah daerah sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Hal ini juga berarti ikatan batin terhadap tanahnya. Pertanian dipandang bukan hanya persoalan perut, namun juga urusan spiritual. Ia merupakan menuntun dan menata hidupnya lebih baik. Pola hidup ini sudah digeluti sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut, terciptalah tiga metode pembangunan dalam Negara Ketiga, yakni Modernisasi, Dependensi dan

Pasca-Dependensi. Dalam konteks ini, negara tersebut mesti

bergantung pada negara luar dan melibatkan manusia dan

budayanya dalam sebuah proses pembangunan. Ketergantungan tersebut berada dalam format "neo-kolonialisme" yang diterapkan

oleh negara maju terhadap negara Dunia Ketiga tanpa harus

menghapuskan kedaulatan negara tersebut (Budiman, 1995). Posisi

penting konsep pertumbuhan ekonomi dalam skala makro serta konsep stabilitas ekonomi dan politik secara nasional adalah

turunan dari konsep tersebut.

Seperti yang terjadi di Rembang, wacana developmentalisme

menjadikan pendapatan nasional sebagai tolak ukur kesejahteraan

masyarakat. Angka yang awam digunakan adalah angka Produk domestik bruto (GDP). Oleh karena itu peningkatan GDP sering disamakan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini

logis jika dilihat secara makroskopis, dimana jika GDP meningkat

maka produksi barang atau jasa dalam suatu wilayah meningkat.

Produksi kemudian dikaitkan dengan keuntungan atau

pertambahan devisa negara. Dengan semakin bertambahnya uang

38

Konflik serupa semacam ini sebenarnya tidak hanya terjadi di terjadi oleh banyak pihak, termasuk masyarakat. Gejolak berkembang. Saking seringnya, aksi perlawanan pun sudah modern dan hiper-industrialisasi. Konflik biasa terjadi dengan fundamental pembangunan, yaitu tanah dan manusia.

manusia. Ia memiliki banyak sekali potensi baik yang ada di atas ataupun di bawahnya. Maka dari itu, klaim kepemilikan tanah seringkali mengundang konflik. Karena hal tersebut, para bersangkutan. Manusia yang hidup dan memiliki klaim atas tanah para pihak pembangun.

yang dibangun di atas tanah. Pilihan kedua, apabila pemilik tanah pembangunan. Dalam pilihan ini, hanya akan terjadi dua kemungkinan, menang atau dikalahkan dalam pertarungan.

Sayangnya, pola hidup seperti itu dianggap sebuah keterbelakangan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia kini.

kebanyakan orang di kota. Sempit memang. Tapi yang patut berasal? Apa hubungannya dengan konflik yang ada di Rembang? Dalam konsep pembangunan (development), pembangunan kesejahteraan dalam hidupnya. Acapkali pembangunan diberi membuat suasana serta sistem baru (Subangun, 1994). Jadi, secara definitif pembangunan semestinya ditafsirkan sebagai perbaikan kehidupan menuju kondisi yang lebih baik. Konsep pembangunan (Developmentalisme). Maka dari itu ideologi normatif di atas biasanya bergeser di beberapa negara.

Developmentalisme sendiri lahir dari mazhab historis pemikiran ekonomi, antara lain perspektif pemikiran klasik, neo-klasik, sosialisme, dan semacamnya. Developmentalisme biasanya didasarkan pada dua jenis, yaitu culture specific (didasarkan pada negara mana yang melaksanakan) atau time specific (didasarkan pada waktu melaksanakan) (Katz, 1966). Indonesia sebagai mantan Negara Berkembang. Label tersebut diberikan karena Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi dan laju pembangunan. Konsep ini Pertama. Sayangnya dengan hubungan seperti ini, laju didominiasi oleh Negara Pertama. Jadi kita tahu betul bahwa sengaja diciptakan. Dunia Ketiga dikategorikan sebagai negara negara industri maju. Hubungan semacam ini sejatinya mengacu pada hubungan imperialistis (Mueller, 1987).

yang kita punya, semakin mampulah kita untuk membangun infrastruktur seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, jalan aspal,

dan lain sebagainya. Pertumbuhan GDP yang baik juga akan mendatangkan investor. Semakin banyak investor, semakin bertambah juga proyek-proyek yang bisa dilakukan, modal-modal

baru untuk sebuah perusahaan, serta kekuatan untuk bersaing

dalam kancah perekonomian internasional. Pola pikir inilah yang mendasari niatan PT. SI untuk membangun pabrik semen di Rembang.

Developmentalisme dalam negara Dunia Ketiga menjadi sebuah konsep dan alternatif yang mau tak mau harus diselenggarakan.

Konsep pembangunan dipahami sebagai perbaikan umum dalam

standar hidup: ia harus hadir sebagai sarana memperkuat negara,

terutama melalui proses industrialisasi yang mengikuti pola

seragam dari negara satu ke negara lainnya. Dalam hal ini, realitas

pembangunan berkaitan erat dengan peran penting pemerintah

sebagai penyelenggara. Pandangan seperti inilah yang kemudian

memposisikan pemerintah sebagai subjek pembangunan dan memperlakukan rakyat sebagai objek, resipen, klien dan partisipan

pembangunan.

Di balik pemerintah, bermain pula kepentingan investasi dan bisnis

yang diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara

nasional. Nampaknya konsepsi ini diterima begitu saja oleh Indonesia tanpa kritik dan koreksi yang serius dan mendalam. Jika

masyarakat mengganggu pembangunan dengan pertanyaan maupun perlawanan, niscaya pentungan akan mendarat ke kepala

atau suara tersebut tidak didengarkan sama sekali.

Di Rembang, hal tersebut terlihat dengan sangat transparan.

Dengan dalih pembangunan untuk negara dan masyarakat,

pembangunan pabrik semen harus diprioritaskan. Pabrik semen

dibangun demi menumbuhkan kepentingan regional, sektoral dan nasional yang akan meningkatkan pendapatan dan kekayaan,

mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesempatan kerja.

Masyarakat yang melakukan perlawanan setahun belakangan telah berusaha melakukan pendekatan terhadap pemerintah,

namun hasilnya nihil. Alih-alih ditanggapi atau didengarkan, ibu-ibu malah dikenai jotos dan tindak kekerasan oleh oknum aparat yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.

39

I N V E S T I G A T I O N R E P O R T K O M U N E R A K A P A R E | R E M B A N G

Sekarang di Rembang, pembangunan terus berjalan dan langsung dengan segala daya upaya menghentikan pembangunan. menentu dan dihindari dalam konsep pembangunan. tertentu ke kondisi lain yang lebih baik. Dari fenomena ini saja, makna konsep pembangunan sudah dinafikan sama sekali. Masyarakat yang mengalami konflik dan tidak diperhatikan oleh semata.

Ini adalah konsep yang sudah salah kaprah dan jelas-jelas memiliki kepentingan lain di baliknya. Secara logika, dalam hakikat konsep Apabila masyarakat Rembang digebuk seperti kini, bukankah ini

hal-hal yang mempengaruhi dan menumbuhkan sebuah institusi sedang berkembang. Faktor-faktor inilah yang menjadi inti dari perpecahan dan merupakan suatu kunci perbaikan di Rembang.

budaya yang berasal dari pola hidup dan interaksi sehari-hari dengan lingkungannya. Di sini, Rembang adalah sebuah daerah sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Hal ini juga berarti ikatan batin terhadap tanahnya. Pertanian dipandang bukan hanya persoalan perut, namun juga urusan spiritual. Ia merupakan menuntun dan menata hidupnya lebih baik. Pola hidup ini sudah digeluti sehari-hari.

Pasca-Dependensi. Dalam konteks ini, negara tersebut mesti budayanya dalam sebuah proses pembangunan. Ketergantungan tersebut berada dalam format "neo-kolonialisme" yang diterapkan menghapuskan kedaulatan negara tersebut (Budiman, 1995). Posisi turunan dari konsep tersebut.

Seperti yang terjadi di Rembang, wacana developmentalisme masyarakat. Angka yang awam digunakan adalah angka Produk domestik bruto (GDP). Oleh karena itu peningkatan GDP sering disamakan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini maka produksi barang atau jasa dalam suatu wilayah meningkat. pertambahan devisa negara. Dengan semakin bertambahnya uang

Konflik serupa semacam ini sebenarnya tidak hanya terjadi di terjadi oleh banyak pihak, termasuk masyarakat. Gejolak berkembang. Saking seringnya, aksi perlawanan pun sudah modern dan hiper-industrialisasi. Konflik biasa terjadi dengan fundamental pembangunan, yaitu tanah dan manusia.

manusia. Ia memiliki banyak sekali potensi baik yang ada di atas ataupun di bawahnya. Maka dari itu, klaim kepemilikan tanah seringkali mengundang konflik. Karena hal tersebut, para bersangkutan. Manusia yang hidup dan memiliki klaim atas tanah

Dalam dokumen Laporan Investigasi Berebut Berkah Tan (Halaman 37-44)