BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Model dan Permodelan Sistem
Model adalah suatu representasi atau abstraksi dari suatu sistem atau dunia nyata (Turban 2005; Suryadi dan Ramdani 2000). Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem nyata untuk memahami bagaimana perilakunya dalam beberapa kondisi mungkin saja dilakukan. Tetapi pada kenyataan, kebanyakan sistem nyata itu terlalau kompleks atau masih dalam bentuk hipotesis atau tidak mungkin dapat dilakukan eksperimen secara langsung. Kendala ini yang menjadi alasan bagi analis untuk membuat model. Alasan lain adalah bahwa model merupakan representasi yang ideal dari suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem. Representasi ideal berarti hanya menampilkan elemen-elemen terpenting dari suatu persoalan sistem nyata, sehingga memungkinkan analis untuk mengkaji dan melakukan eksperimen atau manipulasi suatu sistuasi yang rumit sampai pada tingkat keadaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan pada sistem nyatanya.
Model yang dibuat harus memiliki kegunaan, sederhana dan mewakili persoalan. Kegunaan model bisa dipandang secara akademik dan manajerial. Model dari segi akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyek- obyek. Disini model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila terorinya sudah ada maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap terori tersebut. Model dari manajerial berfungsi sebagai alat pengambil keputusan, komunikasi, belajar dan memecahkan masalah. Model pada dasarnya terdiri dari tiga komponen dasar yakti meliputi decision variables, uncontrollable variables (dan/atau parameter), result (outcome) variables. Komponen-komponen tersebut
dihubungkan dengan hubungan matematik, pada model non kuantitatif hubungannya menggunakan simbol atau kualitatif (Turban 2005).
Model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran, tetapi juga mengadakan evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan rancang bangun terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiah. Suryadi dan Ramdhani (2000) menyebutkan bahwa secara umum model digunakan untuk memberikan gambaran (description), memberikan penjelasan (prescription), dan memberikan perkiraan (prediction) dari realitas yang diselidiki. Menurut Turban (2005) proses permodelan terdiri dari tiga fase utama yaitu meliputi : fase intelligence, fase disain dan fase pemilihan.
Konsep formulasi model merupakan suatu upaya membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel- variabel model. Secara garis besar langkah-langkah konsep formulasi model diawali dengan pemahaman terhadap sistem dan dengan sistem yang dibangun disusun model konseptual, variabel-variabel model dan formulasi model. Semua informasi, pengalaman dan hasil pengukuran yang diperoleh dari sistem dikumpulkan dalam satu wadah dan disebut sebagai data pengamatan. Data pengamatan ini menggambarkan keadaan sistem yang diperoleh secara empiris. Jadi keadaan sistem digambarkan dalam formulasi jika-maka atau penggambaran dalam bentuk hubungan input-output. Berdasarakan data pengamatan kemudian dilakukan analisis sistem untuk menyusun suatu model abstrak. Jadi model abstrak adalah gambaran tentang sistem yang ada dalam pikiran. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun model abstrak tersebut adalah sebagai berikut: 1) penentuan komponen-komponen dari model. Komponen model terdiri dari: nama, atribut (sifat) dan dinamik. Dinamik menggambarkan tentang perubahan yang terjadi pada atribut, 2) pendefinisian struktur dari model. Definisi struktur model adalah hubungan dan pengaruh yang terjadi diantara objek yang ada pada model, 3) mencari peran pengganti untuk pengaruh-pengaruh dari luar.
Model abstrak adalah sebuah kesatuan yang tertutup, sedang sistem real pada umumnya terbuka. Ini berarti bahwa sesuatu yang mempunyai pengaruh terhadap sistem yang akan diamati tetapi tidak termasuk ke dalam sistem tersebut
harus dicarikan peran penggantinya. Ini bisa dilakukan dengan cara memasang komponen sumber dan komponen muara. Dengan ketiga langkah tersebut di atas berarti telah dilakukan abstraksi dan idealisasi. Abstraksi artinya bahwa tidak semua obyek dan atribut dari sistem mendapatkan representasi dalam model abstrak. Objek-objek dan atribut dari sistem riil yang perannya tidak begitu signifikan tidak dimasukkan ke dalam model, sedangkan idealisasi berarti bahwa komponen-komponen yang ada dalam sistem akan diperankan oleh obyek-obyek ideal dalam model.
Untuk mendapatkan pernyataan tentang keadaan dari model abstrak dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu cara analitis (deduksi) dan simulasi. Jika model abstrak digambarkan dengan bantuan bahasa formal, untuk memperoleh pernyataan baru tentang keadaan model abstrak dapat dilakukan dengan menggunakan rumus turunan (analitis). Ini berarti bahwa pernyataan baru tentang keadaan model abstrak ini bisa dibuktikan secara formal. Untuk menggambarkan model abstrak yang keadaanya berkembang mengikuti perubahan waktu yang kontinyu digunakan persamaan deferensial yaitu dengan cara matematis-analitis. Penyelesaian ini dapat memberikan pernyataan tentang keadaan model abstrak secara umum. Pernyataan tentang model secara individual dapat diperoleh dengan cara memasukkan nilai dari tiap-tiap variabel. Metode lain untuk memperoleh pernyataan tentang keadaan model abstrak dapat dilakukan dengan cara simulasi, yaitu dengan cara mencari atau membuat sebuah sistem yang lain yang keadaannya sesuai dengan sistem riil yang akan diselidiki. Suatu eksperimen dengan menggunakan sebuah model simulasi hanya memberikan penyelesaian singular. Meskipun cara simulasi hanya memberikan penyelesaian singular, namun cara ini mempunyai kelebihan dibanding cara analitis, yaitu bahwa cara simulasi dapat dipakai untuk penyelidiakan model-model dengan tingkat kekompleksan yang tinggi, sedang cara analitis biasanya hanya digunakan untuk problem-problem sederhana. Jika ada sebuah sistem yang penyelesaiannya bisa diperoleh baik secara analitis maupun simulasi, nilai yang diperoleh dari kedua cara penyelesaian tersebut dapat dibandingkan. Keduanya tidak bisa persis sama, karena nilai-nilai tersebut diperoleh dengan cara yang berlainan. Perbedaan bisa
terjadi mungkin karena kesalahan pada waktu membuat model simulasi atau pada waktu dilakukan eksperimen.
Nilai-nilai yang diperoleh baik melalui cara analitis maupun cara simulasi juga bisa dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari pengukuran (eksperimen) pada sistem yang sesungguhnya. Nilai-nilai ini hanya bisa saling mendekati sampai batas interval tertentu. Validasi dilakukan dengan membandingkan antara data sistem dengan data model, untuk mengetahui seberapa jauh model yang dibuat dapat menggambarkan keadaan sistem yang riil. Pada dasarnya kesamaan mutlak antara sistem dengan data model tidak akan bisa tercapai, karena 1) setiap pengukuran yang dilakukan pada sistem riil selalu tidak terlepas dari ketidaktelitian pengukuran, meskipun hal itu kadang hanya kecil sekali, 2) model abstrak diperoleh melalui abstraksi dan idealisasi dari sistem. Oleh karena itu model abstrak memuat lebih sedikit faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan sistem daripada sistem riil, 3) jika data model diperoleh dengan cara simulasi maka kesalahan bisa disebabkan pada waktu pembuatan model atau pada waktu dilakukan eksperimen dengan model, misalnya kesalahan pembulatan yang dilakukan oleh komputer atau kesalahan perhitungan integral untuk persamaan diferensial dan sebagainya. Jadi kecocokan antara sistem dan model hanya bisa dicapai sampai batas toleransi tertentu saja.