• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

6.2 Model Penentuan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Kebun

6.2.1 Sasaran Strategi Kebun

Langkah awal dalam model penentuan IKK kebun adalah membuat sasaran strategi kebun. Sasaran strategi kebun diperoleh dengan cara menurunkan dari sasaran strategi PBUMN seperti tertera pada Tabel 14.

Tabel 14 Sasaran strategi kebun kelapa sawit PBUMN

Keterkaitan sasaran strategi yang dilihat dari enam perspektif BSC dipetakan dalam sebuah peta strategi kebun seperti pada Gambar 36.

Perspektif Sasaran Strategi

Keuangan - Pengendalian biaya

Pelanggan - Tingkat mutu

Lingkungan/Komunitas - Tingkat pengenalan publik terhadap perusahaan

Proses Bisnis Internal - Produktivitas tanaman

- Transportasi dan infrastruktur

Kepuasan Karyawan - Tingkat kepuasan karyawan

- Lingkungan kerja termotivasi

Pertumbuhan dan Pemelajaran - Peningkatan kompetensi

K eu an gan Pe lan ggan Pr os es B is ni s In te rn al P er tu m b u h a n d a n P em b el a ja ra n P en io n g k atan Kep u asanKary awan Exellence People Exellence Operasional Exellence Result P en g en d alian Biay a

Tin g k at P en gen alan terh ad ap P eru sah aan

K ep uas an K ar yaw an B in a L in gk un gan / M as yar ak at P ro d u k tivitasKeb un Kerja y an g Efek tif P en in g k atan Ko mp eten si P en in g k atan Ak ses In fo rmasi S trateg i M u tu , TBS T ran sp o rtasi d an In frastru k tu r

Gambar 36 Peta strategi kebun kelapa sawit PBUMN 6.2.2 Alternatif Kriteria Pengukuran Kinerja Kebun

Alternatif kriteria pengukuran kinerja kebun dibuat dengan teknik kajian literatur, diskusi dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk pertanyaan terbuka dengan pakar. Kriteria pengukuran kinerja ini nantinya digunakan untuk menentukan IKK. Pembobotan kriteria dilakukan dengan sistem berhirarki yaitu tujuan, perspektif dan kriteria. Untuk mengetahui bobot dari tujuan, perspektif dan kriteria kebun dibuat kuesioner penilaian berpasangan (dengan metode fuzzy-pairwaise comparison) yang dinilai oleh pakar. Tingkatan pertama adalah tujuan pengukuran kinerja kebun yang terdiri dari peningkatan produktivitas TBS, efisiensi biaya dan terjaganya kelestarian lingkungan. Tingkatan kedua adalah perspektif dari BSC yang terdiri dari perspektif keuangan, pelanggan, lingkungan/komunitas, proses bisnis internal, kepuasan karyawan serta pertumbuhan dan pembelajaran. Tingkatan ketiga adalah alternatif kriteria pengukuran kinerja untuk masing-masing perspektif yaitu penyusunan anggaran biaya, pengelolaan biaya kebun, mutu TBS, tingkat keluhan masyarakat, keterlibatan masyarakat sekitar, proses produksi ramah lingkungan, bahan tanaman, pemupukan, panen, produksi, pemeliharaan tanaman, tingkat kepuasan karyawan, fleksibilitas karyawan dalam pekerjaan, pengembangan karyawan dan teknologi informasi.

comparison, resume pembobotan untuk alternatif kriteria kebun berdasarkan tujuan, perspektif BSC dan alternatif kriteria tertera pada Gambar 37.

2. Efisiensi Biaya Kebun (19,21%) 3. Terjaganya Kelestarian Lingkungan (8,48%) 1. Peningkatan Prodktivitas Kebun (72,31%) Alternatif Kriteria Kebun 1. Proses Bisnis Internal (34,91%) 3. Pertumbuhan dan Pembelajaran (14,45%) 2. Keuangan (26,29%) 4. Kepuasan Karyawan (11,09%) 6. Pelanggan (4,67%) 5. Lingkungan/ Komunitas (8,59%) 3. Pengelolaan Biaya Kebun (8,77%) 2. Pemupukan (11,31%) 7. Pengembangan Karyawan (7,07%) 15. Teknologi Informasi (3,26%) 6. Produksi (7,74%) 5. Pemeliharaan Tanaman (8,39%) 8. Transportasi dan Infrastruktur (6,59%) 4. Panen (8,66%) 13. Tingkat Keluhan Masyarakat Sekitar (3,71%) 14. Keterlibatan Masyarakat Sekitar (3,59%) 9. Penyusunan Anggaran Biaya (5,91%) 10. Fleksibilitas Karyawan dalam Pekerjaan (4,51%) 11. Mutu TBS (4,23%) 12. Tingkat Kepuasan Karyawan (3,75%)

Gambar 37 Resume pembobotan untuk alternatif kriteria kebun berdasarkan tujuan, perspektif BSC dan alternatif kriteria

1. Bahan Tanaman (12,51 %)) )

adalah peningkatan produktivitas kebun dengan bobot 72,31 persen menyusul efisiensi biaya kebun dengan bobot 19,21 persen dan terjaganya kelestarian lingkungan dengan bobot 8,48 persen. Bobot penilaian kepentingan teringgi pada tingkatan kedua adalah perspektif proses bisnis internal dengan bobot 34,91 persen menyusul perspektif keuangan dengan bobot 26,29 persen, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dengan bobot 14,45 persen, perspektif kepuasan karyawan dengan bobot 11,09 persen, lingkungan/komunitas dengan bobot 8,59 persen dan perspektif pelanggan dengan bobot 4,67 persen. Bobot penilaian kepentingan tertinggi pada tingkatan ketiga adalah bahan tanaman dengan bobot 12,51 persen menyusul pemupukan dengan bobot 11,31 persen, pengelolaan biaya kebun dengan bobot 8,77 persen, panen dengan bobot 8,65 persen, pemeliharaan tanaman dengan bobot 8,39 persen, produksi dengan bobot 7,74 persen, pengembangan karyawan dengan bobot 7,07 persen, transportasi/infrastrukt persen ur dengan bobot 6,59 persen, penyusunan anggaran biaya dengan bobot 5,91 persen, fleksibilitas karyawan dalam pekerjaan dengan bobot 4,51 persen, mutu TBS dengan bobot 4,23 persen, tingkat kepuasan karyawan dengan bobot 3,75%, tingkat keluhan masyarakat dengan bobot 3,71 persen, keterlibatan masyarakat sekitar dengan bobot 3,59 persen dan teknologi informasi dengan bobot 3,27 persen.

Pembobotan untuk tujuan terhadap perspektif mempunyai nilai rasio konsistensi kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa matriks dari perhitungan adalah konsisten. Rasio konsistensinya masing-masing adalah untuk peningkatan produktivitas TBS mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,059, efisiensi biaya kebun mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,043 dan terjaganya kelestarian lingkungan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,073 (Gambar 38)

Gambar 38 Hasil perhitungan pembobotan tujuan terhadap perspektif dan rasio konsistensi kebun kelapa sawit

Pembobotan untuk perspektif terhadap kriteria mempunyai nilai rasio konsistensi kurang dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa matriks dari perhitungan adalah konsisten. Rasio konsistensinya masing-masing adalah untuk keuangan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,138, pelanggan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,091, lingkungan/komunitas mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,121, proses bisnis internal mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,049, kepuasan karyawan mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,120 dan pertumbuhan dan pembelajaran mempunyai nilai rasio konsistensi sebesar 0,099 (Gambar 39).

Gambar 39 Hasil perhitungan pembobotan perspektif terhadap kriteria rasio konsistensi kebun kelapa sawit

Hasil perhitungan pembobotan dijadikan acuan dalam pemilihan kriteria pengukuran kinerja kebun dengan memilih kriteria rangking 1 (satu) sampai 7 (tujuh) dengan pertimbangan kriteria mempunyai bobot diatas 7,0 persen, yaitu yaitu bahan tanaman, pemupukan, pengelolaan biaya kebun, panen, pemeliharaan tanaman, produksi dan pengembangan karyawan. Kriteria ini akan ditetapkan sebagai kriteria kebun terpilih karena kriteria tersebut dianggap telah mewakili untuk kriteria yang dapat menentukan kinerja kebun dengan total bobot diatas 50 persen dan digunakan sebagai variabel untuk menentukan IKK kebun.

Setelah dilakukan normalisasi terhadap hasil kriteria yang mempengaruhi kinerja maka pembobotan untuk kriteria kebun seperti terlihat pada Tabel 15. Tabel 15 Normalisasi kriteria yang mempengaruhi kinerja kebun

Berdasarkan analisis dan diskusi dengan pakar terhadap kriteria terpilih maka IKK untuk pengukuran kinerja kebun diperoleh 11 (sebelas) IKK. Hal ini sejalan dengan pendapat Hope dan Fraser (2003) bahwa IKK tidak harus banyak dan disarankan paling banyak menggunakan 10 (sepuluh) IKK agar kinerja dapat ditingkatkan dengan cepat. Hasil IKK yang diperoleh untuk penilaian kebun adalah realisasi pemeliharaan tanaman, realisasi tanaman sisipan, capaian hasil panen, biaya panen, biaya pemeliharaan, biaya pemupukan, realisasi bahan tanaman, realisasi pemupukan, persentase capaian produksi dibanding potensi, jumlah SDM yang mengikuti pelatihan dan karyawan yang berkompetensi.

Bahan tanaman yang digunakan hampir di seluruh PBUMN adalah persilangan D x P yang diproduksi oleh PPKS Medan dengan produktivitas 24 ton/ha, hanya beberapa PTPN yang sudah menggunakan bahan tanaman yang diproduksi oleh Lonsum dan Socfindo, terutama untuk areal replanting/peremajaan. Walaupun mempunyai bahan tanaman unggul tetapi jika

Kriteria Bobot Awal Bobot Setelah Normalisasi

Bahan Tanaman 12,51 19,41

Pemupukan 11,31 17,55

Pengelolaan Biaya Kebun 8,77 13,61

Panen 8,66 13,44

Pemeliharaan Tanaman 8,39 13,02

Produksi 7,74 12,01

maka akan mempengaruhi terhadap produksi TBS.

Pemupukan mempunyai peranan yang besar untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Untuk itu rekomendasi pemupukan harus ditaati agar pemupukan dapat dilakukan dengan efisien dan efektif. Rekomendasi pemupukan untuk PBUMN biasanya diberikan oleh PPKS dan ARAB berdasarkan hasil analisa tanah, analisa daun, kondisi iklim (curah hujan), produktivitas yang dihasilkan dan realisasi pemupukan tahun sebelumnya serta pengamatan visual di lapangan. Prinsip pemupukan yang dilakukan di PBUMN adalah dengan cara 4 (empat) T yaitu tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu dan tepat tabur/penempatan. Tepat dosis artinya mempertahankan keseimbangan hara atau dikenal dengan konsep neraca hara (nutrients balance). Dosis pemupukan untuk pembibitan dan tanaman belum menghasilkan tidak memerlukan rekomendasi dari balai penelitian karena sudah ada pedoman teknisnya sedangkan untuk areal TM harus mendapat rekomendasi dari balai penelitian.

Pengelolaan biaya kebun yang baik dapat dilihat dari besaran biaya produksi kebun. Biaya produksi kebun biasanya dinyatakan dengan harga pokok kebun yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari gaji, tunjangan staf; gaji, tunjangan non staf; pengangkutan, perjalanan dan penginapan; biaya percobaan; pemeliharaan emplasmen; biaya pemeliharaan bangunan rumah; pemeliharaan bangunan perusahaan, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi; pemeliharaan jalan, jembatan, saluran air; pemeliharaan alat pertanian dan inventaris kecil; pemeliharaan dan pemakaian system computer; iuran dan sumbangan; pajak dan sewa tanah/PBB; asuransi; biaya keamanan, biaya penerangan; biaya persediaan air, biaya lain-lain; andil biaya umum, andil ke TBM (kapitalisasi). Biaya langsung terdiri dari gaji, tunjangan staf tanaman; pemeliharaan TM; pemupukan; panen; pengangkutan ke pabrik.

Panen merupakan pekerjaan potong buah untuk mencapai produksi/ton TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah dan mutu produksi dengan ALB rendah. Cara panen yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi) dan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi (ALB)

keadaan baik. Hal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan panen yang optimal maka manajemen panen yaitu pengaturan sistem panen dan ketersediaan tenaga panen harus baik.

Pemeliharaan kelapa sawit terbagi atas pemeliharaan tanaman pada saat pembibitan, TBM dan pemeliharaan TM. Pemeliharan TBM tujuannya agar pertumbuhan dan perkembangan menjadi optimal dan pada saatnya TBM akan memasuki TM tepat waktu dengan kondisi sesuai standar. Jenis-jenis pemeliharan TBM adalah penyiangan piringan/gawangan, penyisipan, pemberantasan hama dan penyakit serta pemeliharan jalan, jembatan/gorong-gorong, teras kontour/tapak kuda saluran air/drainase. Sasaran pemeliharaan tanaman menghasilkan tujuannya adalah agar tanaman dapat berproduksi tinggi sesuai dengan potensi selama umur ekonomisnya. Sedangkan jenis pemeliharaan TM terdiri dari pemeliharaan piringan/pasar pikul, penyisipan, pemeliharan TPH, penjarangan pohon, memangkas/menunas,inventarisasi pohon, penomoran pohon, penomoran TPH, penomoran blok, pemeliharan piringan, tangga-tangga panen dan perhitungan tandan kelapa sawit .

Produksi TBS kebun yang diperoleh seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh tanaman berdasarkan umur tanaman (Lampiran 7).

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor penggerak bagi terlaksananya kegiatan operasional. PBUMN menyadari pentingnya sustainability kinerja melalui pengembangan SDM. Artinya perusahaan membutuhkan karyawan yang berkualitas. Salah satu upaya untuk memperoleh karyawan berkualitas adalah dengan pengembangan SDM berbasis kompetensi. Bentuk pengembangan yang dilakukan berupa pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jabatan dan kompetensinya. Kompetensi adalah suatu karateristik mendasar pada diri seseorang dan sangat berkorelasi dengan kinerja pada jabatannya. Seperti diketahui bahwa efektifitas kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh efektifitas kinerja individu. Dalam model yang diadopsi dari Boyatzis (makalah workshop Integrated Competency Based Human Resources Management Systems/ICHBHRMS kerjasama LPP Jokjakarta dan Kementerian BUMN, 2007) dikatakan bahwa terdapat keterkaitan antara lingkungan perusahaan dimana kita

efektifitas perilaku untuk mendapatkan kinerja yang efektif. 6.3 Model Penentuan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Pabrik