• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.5 Model Kooperatif

Glaserfeld, Bettencourt, dan Matthews dalam Siregar dan Hartini (2010:39)

mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil

konstruksi (bentukan) orang itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan Suyono dan

Hariyanto (2011:106) bahwa konstruktivisme melandasi pendapatnya “Pengetahuan

bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak dengan manusia dengan

alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu

sendiri”. Dari kedua uraian tersebut di atas, jika konteksnya adalah siswa maka pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil pembentukan aktif siswa itu

sendiri.

Dalam membentuk pengetahuan tentu saja siswa harus memiliki sikap yang

aktif seperti yang diungkapkan oleh Siregar dan Hartini (2010:41) sebagai berikut:

“Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan

memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala besar adalah niat belajar siswa itu sendiri, sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik berperan membantu

agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar”.

Selain sikap aktif, ada beberapa kemampuan lain yang diperlukan dalam proses

pengkonstruksi pengetahuan. Hal ini diungkapkan Von Glaserfeld dalam Siregar dan

Hartini (2010:40) yaitu adanya kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali

pengalaman, kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan mengenai

persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal, dan kemampuan untuk lebih menyukai

Mel Siberman dalam Suyono dan Hariyanto (2010:117) menuliskan puisinya

terkait learning by teaching sebagai berikut.

“Apa yang saya dengar, saya lupa

Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit

Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham

Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan

Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai”.

Hal menarik dari puisi tersebut di atas bahwa dengan mengajarkan pada orang lain

tentu saja seseorang dikatakan telah menguasai. Seorang siswa dikatakan dapat

menguasai materi pembelajaran dengan baik apabila didukung oleh situasi

lingkungan belajar yang baik pula. Seperti yang dijelaskan oleh Driver dan Bell

dalam Suyono dan Haryanto (2011:106) berkaitan dengan karakteristik pembelajaran

konstruktivisme, pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan

melibatkan pengaturan situasi lingkungan belajar dan harus mempertimbangkan

seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa. Dalam hal ini siswa tidak dipandang

sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, sebab pengetahuan bukan datang dari

luar melainkan dikonstruksi secara personal melalui kurikulum yang merupakan

seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Berdasarkan pemaparan di atas, konstruktivisme merupakan teori belajar yang

sesuai untuk membangun pemahaman pada diri siswa melalui pengalaman yang

diperolehnya. Pengalaman siswa berdiskusi kemudian menyampaikan kepada teman

membangun pemahaman atau pengetahuan yang lebih. Dengan demikian, teori

konstruktivisme ini mendasari model kooperatif teknik Jigsaw II.

Menurut Slavin (2005:4) model kooperatif merujuk pada berbagai

macam-macam pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.

Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling

berdiskusi, dan berargumentasi. Hal ini dilakukan untuk mengasah pengetahuan yang

mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Sependapat dengan Slavin, Sanjaya (2010:242) menyatakan bahwa model kooperatif

merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau

tim kecil yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang

kemampuan akademik, jenis kelamim, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Lie

(2003:12) juga mengemukakan bahwa model kooperatif merupakan sistem

pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama

dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Model kooperatif

merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil

yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,

setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran.

Dari penjelasan di atas, pada dasarnya model kooperatif tidak hanya sekedar

belajar berkelompok tetapi dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok yang

(2011:55) bahwa belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja

kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang

bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan

hubungan yang bersifat interdepensi efektif di antar anggota kelompok.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model kooperatif merupakan

sebuah model pembelajaran yang memiliki tujuan untuk mengaktifkan seluruh siswa

dengan membuat kelompok kecil dan melibatkan peran siswa terkait dengan

kelebihan serta kekurangan yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok, sehingga

siswa dalam kelompok dapat saling melengkapi untuk mencapai suatu keberhasilan

kelompok yaitu pemahaman pembelajaran dari setiap anggota kelompok. Dalam

proses ini, sikap atau perilaku aktif dan positif setiap siswa sangat mempengaruhi

keberhasilan dari kerjasama kelompok tersebut. Model kooperatif dirancang dengan

memberikan kesempatan kepada siswa serta bersama-sama untuk membangun

pengetahuannya sendiri. Peran guru tidak lagi mendominasi kegiatan pembelajaran,

guru lebih banyak menjadi fasilitator dan mediator dari proses itu sendiri.

2.1.5.2Unsur-unsur Model Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson dalam Sugiyanto (2010:58)

mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative

learning. Dalam upaya untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model

pembelajaran gotong-royong harus diterapkan yaitu adanya saling ketergantungan

positif artinya bahwa keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap

bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik; ada tatap muka, maksudnya

bahwa setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi; adanya komunikasi antar anggota artinya agar para pembelajar dibekali

dengan berbagai keterampilan berkomunikasi; diperlukannya evaluasi proses

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka

agar selanjutnya dapat bekerja sama lebih efektif. Sedangkan menurut Rusman

(2011:208) unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif meliputi siswa berbagi

kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama

proses belajarnya. Semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama,

untuk itu siswa haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan

bersama dan bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti

milik mereka sendiri. Di dalam kelompok, siswa memiliki tugas dan tanggung jawab

yang sama di antara anggota kelompoknya dan siswa diminta

mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok

kooperatif. Setelah proses selesai, siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan

hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

Dari paparan mengenai unsur-unsur model kooperatif di atas, dapat

disimpulkan bahwa menyelesaikan tugas dalam kelompok harus dimaknai dengan

rasa bergotong-royong. Antara satu anggota dengan anggota lainnya harus saling

memiliki ketergantungan yang positif serta beranggapan bahwa mereka sehidup

sepenanggungan bersama. Dalam hal ini, siswa diharapkan memiliki rasa tanggung

2.1.5.3 Macam-macam Model Kooperatif

Menurut Slavin dalam Rismiati dan Susento (2007:228), ada lima teknik

pembelajaran kooperatif di antaranya:

a. Student Teams Achievement Division (STAD)

Dalam teknik ini, siswa berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang yang terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Setelah semua kelompok sudah selesai mengerjakan soal, guru memberikan kunci jawaban dan meminta siswa untuk memeriksa hasil pekerjaan. Kemudian guru mengadakan kuis.

b. Teams Games Tournament (TGT)

Teknik ini hampir sama dengan STAD. Yang membedakan adalah dalam teknik TGT ini tidak ada kuis, tetapi hasil belajar akan dievaluasi dengan menggunakan permainan akademik seperti cepat tepat. Skor team secara keseluruhan akan ditentukan oleh prestasi kelompok.

c. Learning Together

Dalam teknik ini guru menjelaskan materi pembelajaran. Setelah itu siswa dibagi dalam kelompok heterogen yang terdiri dari empat sampai enam orang untuk mengerjakan lembar kerja. Guru menilai hasil kerja keompok. Kemudian siswa mengerjakan kuis secara individual yang mana kuis tersebut akan dinilai oleh guru sebagai hasil kerja individu.

d. Group Investigation

Dalam teknik ini, siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok mempelajari satu bagian materi pelajaran, kemudian menjelaskannya kepada seluruh siswa di kelas. Diharapkan untuk menerima tanggung jawab besar untuk menentukan apa yang dipelajari, mengorganisasikan kelompok mereka sendiri tentang bagaimana cara menguasai materi dan memutuskan bagaimana mengkomunikasikannya kepada seluruh siswa di kelas.

e. Jigsaw

Dalam teknik ini, tiap kelompok terdiri dari lima atau enam orang. Setiap anggota kelompok diminta untuk mempelajari satu bagian materi pelajaran kemudian menjelaskannya kepada anggota kelompok yang lain, kemudian guru mengadakan kuis.

Sedangkan Trianto (2010:67) juga menguraikan beberapa variasi dalam model

cooperative learning yaitu STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair

Share(TPS), dan Numbered Head Together (NHT). Dari variasi teknik pembelajaran

yang dikembangkan dari model kooperatif menurut Slavin dan Trianto di atas, terlihat

dengan jelas bahwa ada kesamaan teknik belajar yang dikembangkan oleh keduanya

yaitu Teams Games Tournament (TGT), Student Teams Achievement Division

(STAD), Jigsaw.

2.1.5.4 Manfaat Penggunaan Model Kooperatif

Menurut Sugiyanto (2009:43) ada banyak nilai dari pembelajaran model

kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif dapat memudahkan siswa melakukan

penyesuaian sosial yang meliputi meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial:

memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi,

perilaku sosial, dan pandangan-pandangan; memungkinkan terbentuk dan

berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen; menghilangkan sifat mementingkan

diri sendiri atau egois; membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa

dewasa; berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan

saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan; meningkatkan rasa saling

percaya kepada sesama manusia; meningkatkan kemampuan memandang masalah

dan situasi dari berbagai perspektif; meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang

lain yang dirasakan lebih baik; serta meningkatkan kegemaran berteman tanpa

memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas

sosial, agama, dan orientasi tugas.

Menurut Karli dan Yuliariatiningsih (2002:72), kelebihan dari pembelajaran

pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana pembelajaran yang bersifat

terbuka dan demokratis; dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang

telah dimiliki oleh siswa; dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai,

dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di

masyarakat; siswa tidak hanya sebagai objek belajar melainkan juga sebagai subjek

belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya; siswa dilatih

untuk bekerja sama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan

untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya;

serta memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami

pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih

bermakna bagi dirinya.

Dari penjelasan mengenai nilai dan kelebihan dari penggunaan model

kooperatif yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemaparan dari keduanya

memiliki kemiripan yang dapat dituliskan ke dalam manfaat menggunakan model

kooperatif. Manfaat yang bisa didapatkan dari penggunaan model kooperatif tertuju

pada siswa. Pada dasarnya, siswa akan aktif dalam bekerja sama untuk menyelesaikan

suatu tugas.

Dokumen terkait