• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL DAN WILAYAH AL-SYURA

Dalam dokumen EKONOMI DAN PEMBANGUNAN (Halaman 96-101)

Konsep syura dalam Islam tidak membolehkan pemilihan umum atau partisipasi langsung dalam proses politik. Maududi percaya bahwa majlis al-syura adalah ditunjuk oleh kepala negara bukan dipilih melalui pemilu.18

Mungkin pemikiran ini didasari kepada prilaku Umar bin Khattab yang menunjuk enam orang majlis syura atau ahlul halli wal ‘aqdi sebagai tim yang memilih penggantinya ketika menjelang beliau tiada. Lagi pula majlis syura yang memilih dan membai’at Abu Bakar menjadi Khalifah pertamapun tidak dipilih melalui pemilu.19

Karena ayat-ayat Al-Qur’an tentang syura bersifat umum dan bisa digunakan secara meluas, maka ini bermakna syura itu melingkupi semua urusan ummat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Artinya setiap urusan ummat Islam harus dimusyawarahkan. Namun demikian bentuk pemakaian yang meluas ini sebenarnya bukanlah menjadi tujuan pada nas yang mengatakan perintah tentang syura. Ini disebabkan adanya dua syarat yang harus diperhatikan berkaitan dengan syura.

Pertama, syura tidak bisa

diamalkan untuk membicarakan sesuatu perkara yang perintahnya terkandung dalam Al-Qur’an atau Hadith. Karena perintah tersebut menunjukkan hukum wajib. Perkara yang tergolong dalam kategori ini tidak boleh dimusyawarahkan. Kecuali jika tujuan syura adalah semata-mata untuk menta’rifkan perintah tersebut atau untuk melaksanakannya. Ini berlaku hanya pada zaman Rasulullah saja, karena Rasul mempunyai kewibawaan untuk menafsirkan dan melaksanakan perintah tersebut. Kedua, apabila sesuatu perkara diputuskan oleh majlis al-syura yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw, maka keputusan tersebut tidak boleh diikuti, walaupun dihasilkan melalui musyawarah.20

Para ulama berbeda pendapat mengenai ruang lingkup aplikasi syura. Al-Amidi, Zamakhsyari, Hasan al-Basri dan Al-Zahhak berpendapat bahwa syura tidak boleh diamalkan untuk membicarakan persoalan yang perintahnya terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Pendapat ini selaras dengan bunyi Hadith: “Rasulullah saw ditanya tentang apakah yang harus dilakukan oleh muslim pasca beliau berhubungan dengan persoalan yang kandungannya tidak disebut dengan jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Rasulullah saw. menjawab: “mereka harus menyelesaikan urusannya dengan musyawarah”.21

Ibnu Khuwayz berpendapat: “Khalifah dan pemerintah Islam diwajibkan bermusyawarah dengan ulama tentang persoalan agama, dengan

Konsep Syura...

pakar dan kepala tentara dalam urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat dalam perkara yang berhubungan dengan kebajikan masyarakatnya, dan dengan menteri yang berwibawa serta dengan pengurus negara yang berpengalaman dalam semua persoalan yang berhubung dengan pembangunan negara dan rakyatnya. Sementara Ibnu Taymiyah memberikan pemikiran: “syura hanya boleh diamalkan dalam persoalan yang tidak disebut dalam perintah Al-Qur’an seperti dalam persoalan yang berhubungan dengan kepentingan ummah dan hal lain yang boleh diijtihadkan.22

Menurut Muhammad Rasyid Ridha, objek yang dimusyawarahkan hanya yang berkaitan dengan persoalan dunia, bukan urusan agama. Menurut Al-Tabari, Fakhruddin ar-Razi, Muhammad Abduh dan al-Maraghi, persoalan yang dimusyawarahkan tidak hanya urusan-urusan keduniaan melainkan juga masalah-masalah agama, sebab banyak timbul masalah sosial, ekonomi, politik, pemerintahan, keluarga dan sebagainya yang penyelesaiannya memerlukan jawaban dari agama.23

Sebagai contoh nyata musyawarah yang dipamerkan Rasulullah saw dalam masa hidupnya adalah; ketika beliau beserta pasukan perangnya di hari Badr berkemah di suatu tempat yang tidak cocok pada pandangan Habbab ibn al-Munzir bin Jamuh. Lalu Habbab menanyakan kepada Rasulullah saw: ya Rasulullah adakah pilihan tempat ini merupakan wahyu Allah kepadamu atau kebijaksanaan militer darimu? Ketika

sendiri, al-Habbab mengatakan: “tidak wahai utusan Allah, mari kita pindah ke tempat lain yang dekat dengan mata air dan susah dideteksi musuh”, Rasulullah saw menyetujui rancangan Habbab dan mengikutinya.24

Kasus lainnya adalah ketika kafir Quraisy dari Makkah berjalan menuju Madinah untuk memerangi kaum muslimin. Rasulullah saw mengajak umat untuk bermusyawarah, apakah kaum muslim menunggu kafir di Madinah atau keluar kota untuk menyerbu mereka. Rasulullah sendiri cenderung kepada pilihan pertama, namun kaum muda menginginkan pilihan kedua untuk menyerbu kafir di luar kota, lalu Rasulullah saw menyetujuinya dan kaum muslimin bertemu kafir di kaki bukit Uhud.25 Apa yang disayangkan dari kasus ini adalah; hasilnya tidak menguntungkan kaum muslimin.

Dalam perang Uhud ini Rasulullah saw telah mengamanahkan kepada kaum Muslimin via pimpinan regu mereka Abdullah bin Jubair untuk tetap bertahan di bukit Uhud, namun sebahagian mereka berkata: “Allah telah mengalahkan musuh-musuh-Nya lalu apa gunanya kita tinggal di sini? Sebahagian mereka terpesona dengan harta rampasan kemudian mengabaikan perintah pimpinannya. Sesa’at kemudian datanglah serangan balik dari pihak lawan yang mengakibatkan syahidnya beberapa orang shahabat Nabi.26

Semasa terjadinya perang Khandaq sebuah musyawarah terjadi antara Rasulullah saw dengan para shahabat. Seorang pemuda dari Persi

Konsep Syura...

90

kepada Nabi: “kami di Persia dahulu apabila dikepung musuh maka kami menggali parit di sekeliling kami”. Lalu Nabi menyetujui dan memerintahkan penggalian parit di sekeliling Madinah dan Rasul sendiri ikut bersama menggalinya untuk meningkatkan semangat kaum muslumun.27 Ketika parit sempurna digali dan pasukan musuh datang menyerbu kaum muslimin, satu persatu mereka jatuh ke parit bersama dengan kenderaannya. Kondisi ini didukung pula oleh angin kencang yang memporak porandakan semua kemah-kemah mereka bersama isinya.

Pada tahun Hudaybiyah Nabi keluar menuju Ka’bah bersama Abubakar, ketika sampai di Ghadir Asytat, mata-mata Rasulullah saw datang dan mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya kaum Quraisy telah mengumpulkan pasukan dan menyiapkan orang-orang Habsyi untuk menyerang engkau, memerangi dan menghalangi engkau dari Ka’bah”. Lalu Nabi saw bermusyawarah dan bersabda: “kemukakanlah pendapatmu kepadaku wahai manusia apakah aku harus menyerah kepada keluarga dan keturunan mereka yang ingin menahan kita dari rumah Allah? Jika mereka datang kepada kita maka Allah sudah pernah menghancurkan kaum musyrikin”. Abubakar berkata: “Wahai Rasulullah! Engkau keluar sengaja menuju Rumah Allah, engkau tidak bermaksud membunuh atau memerangi seseorang karena itu teruskanlah perjalanan menuju rumah Allah ini; jika ada orang yang menghalangi kita maka kita akan memeranginya”. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Berjalanlah

dengan nama Allah”.28

Menyangkut dengan penerimaan shalat 50 waktu sehari semalam dalam peristiwa Israk dan Mi’raj, Nabi saw berhadapan dengan Nabi Musa. Musa berkata: “Wahai Muhammad, shalat 50 waktu sehari semalam akan memberatkan ummatmu, ummat saya saja yang besar-besar dan kuat-kuat tidak sanggup melaksanakannya apa lagi ummatmu yang kecil dan lemah. Dalam peristiwa ini sebuah proses musyawarah terjadi antara nabi Muhammad saw dengan Nabi Musa as. Dan Muhammad saw menerima saran Musa as untuk meminta dikurangi bilangan waktu shalat kepada Malaikat sehingga tinggal hanya lima waktu sehari semalam.

Dalam kasus pencemaran nama baik isteri Nabi Muhammad saw Aisyah oleh Abdullah bin Ubay yang bersifat sangat pribadi, Rasulullah saw juga bermusyawarah dengan para shahabat. Pada waktu itu Rasul memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah meminta pendapat mereka berdua berkenaan dengan rencana menceraikan isterinya ketika wahyu terlambat turun. Aisyah berkata: “Usamah memberikan pendapat kepada Rasulullah saw tentang apa yang diketahuinya berkenaan dengan kebersihan isteri Nabi sebagaimana yang diketahui orang banyak tentang dirinya”. Usamah berkata: “Keluarga (isteri Engkau) yang kami ketahui adalah baik.” Dan Ali bin Abi Thalib berkata: “wahai Rasulullah saw Allah tidak menyusahkan engkau, wanita selainnya masih banyak; tanyakanlah kepada hamba sahaya itu (maksudnya Barirah), pasti ia akan membenarkan engkau.”

Konsep Syura...

Aisyah berkaata: “Lalu Rasulullah saw memanggil Barirah dan bertanya: “Wahai Barirah, adakah engkau melihat sesuatu yang meragukanmu?” Barirah berkata kepadanya, Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak pernah melihat sesuatu yang meragukan padanya; ia hanyalah seorang gadis yang masih muda; ia menjadi tepung keluarganya lalu datang ayam memakannya (kiasan bagi anak-anak yang belum banyak mengetahui masalah).29

Pasca wafat Rasulullah saw, kaum mslimin berbeda pandangan mengenai pengganti Nabi. Dan orang-orang anshar berkumpul bersama Sa’d bin Ubadah di Saqifah Bani Sa’idah, lalu mereka berkata: “dari kalangan kami ada amir dan dari kalangan kamu juga ada amir...”30 Dalam kondisi seperti itu Abubakar berucap: “Kami adalah pemimpin (umara) dan tuan-tuan adalah menteri (wuzara). Lalu Habba bin Munzir berkata; “tidak, demi Allah kami tidak menerima itu; dari kami ada seorang amir dan dari tuan-tuan juga ada seorang amir”. Kemudian Abubakar berkata: “Tidak, kami umara dan tuan-tuan wuzara.” Mereka adalah orang-orang yang paling sederhana rumahnya dan lebih asli keturunan Arabnya, maka bai’atlaah Umar atau Abu Ubaidah.” Umar berkata: “Kami bai’at kamu, kamu adalah tuan kami, orang yang paling baik di antara kami dan orang yang paling dicintai Rasulullah saw. Kemudiana Umar mengambil tangan Abubakar dan membai’atnya, lalu orang banyakpun ikut membai’atnya.

Musyawarah lainnya terjadi dalam

adalah berkenaan dengan pembukuan Al-Qur’an yang diazaskan ide utamanya oleh Umar bin Khatta. Mula-mula Abubakar tidak berani melakukan tindakan itu karena tidak pernah dilakukan dan dianjurkan Rasulullah saw, namun setelah diyakinkan Umar, kemudian beliau bersedia melakukannya. Proses syura di sini melibatkan beberapa orang shahabat terutama para penulis dan penghafal wahyu Allah.

Pada masa kepemimpinan khalifah kedua, Umar bin Khattab pernah bermusyawarah dan meminta pendapat para shahabatnya tentang wanita yang menggugurkan kandungannya. Mughirah berkata: “Nabi saw memutuskan bahwa perbuatan itu sama dengan pembunuhan, baik ia janin lelaki maupun perempuan. Lalu Muhammad bin Maslamah memberi kesaksian bahwa Nabi saw pernah memutuskan demikian.31 Musyawarah lain pada masa Umar adalah berkenaan dengan peminum arak yang oleh Nabi sendiri dan Abubakar menyebatnya dengan 40 kali sebat (cambuk). Tapi pada masa Umar setelah bermusyawarah dan meminta pendapat Abdurrahman bin ‘Auf beliau kemudian menyebatnya delapan puluh kali sebat.

Berkenaan dengan musyawarah atau syura, Al-Qur’an telah menyebutkan beberapa perumpamaannya jauh sebelum Muhammad diutus menjadi Rasul, antara lain kisah Fir’aun bermufakat dengan pembesar-pembesar negerinya untuk menghadapi Mu’jizat Nabi Musa as. Fir’aun berkata kepada pembesar-pembesar yang ada

Konsep Syura...

92

ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai, ia ingin mengusir kamu dari negerimu dengan sihirnya; karenanya bagaimanakah pendapatmu?” Mereka menjawab: “Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah keseluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir), niscaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu.” (Q.S.Asy-Syu’arak: 34-37).

Sejarah mencatat bahwa syura ini bersifat umum, artinya ia berlaku pada setiap zaman sebelum kedatangan Rasulullah saw. Satu perumpaan lain adalah kebiasaan orang-orang Arab sebelum Rasulullah saw juga mengadakan musyawarah untuk keperluan pengaturan urusan-urusan kabilah mereka. Pada masa itu musyawarah diadakan di Daru an-Nadwah sebagai sebuah tempat untuk mengadakan sumpah-sumpah kaum jahiliyah di Makkah. Balai syura ini juga digunakan oleh kaun Quraisy untuk bermusyawarah bagaimana mengkonter aktivitas dakwah Nabi Muhammad saw setelah beliau diutuskan menjadi Rasul Allah.32 Kisah ini kemudian diabadikan Allah dalam kitab suci Al-Qur’an: “Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Q.S.Al-Anfal: 30).

Ibnu Kathir berkata dari Ibnu Abbas:33 “Sesungguhnya beberapa pembesar Quraisy dari setiap kabilah

pernah berkumpul di Dar an-Nadwah, lalu iblis menampakkan dirinya sebagai orang tua dari Nejed. Ketika mereka melihatnya, lalu bertanya: “Siapakah anda?”, orang tua dari Nejed itu menjawab: :Aku mendengar bahwa kalian mengadakan pertemuan, lalu aku ingin hadir bersama kalian agar kalian dapat mendengar pendapat dan nasihatku. Mereka menjawab; silakan masuk, maka orang tua dari Nejed itu masuk bersama mereka, lalu mereka berkata: “pertimbangkanlah urusan Muhammad”. Dia hampir saja menguasai kalian. Akhirnya majlis ini memutuskan agar mengumpulkan seorang pemuda dari setiap kabilah untuk membunuhnya; dengan demikian semua kabilah akan bertanggung jawab atas pembunuhannya. Namun Allah menggagalkan rencana jahat mereka dan menyelamatkan Rasulullah saw dengan hijrah,34 sementara mereka tidak mengetahuinya.

Keputusan kaum Quraisy dari hasil musyawarah di Dar an-Nadwa adalah hukuman pengasingan bagi Rasulullah saw beserta pengikutnya ke Syi’ab Shaffa dengan memblokir pemasukan makanan, minuman, memutuskan hubungan pernikahan dan perkawinan agar mereka mati kelaparan. Keputusan ini diambil kaum Quraisy setelah Umar bin Khattab memeluk Islam, dan dari sinilah kaum muslimin diperintahkan Nabi berhijrah kedu kalinya ke Ethipoia di tengah malam yang gelap gulita atas pimpinan Jafar bin Abi Thalib. Ikut serta dalam jama’ah ini paman Nabi sendiri Abu Thalib meskipun ia belum memeluk Islam.35

Konsep Syura...

Dalam dokumen EKONOMI DAN PEMBANGUNAN (Halaman 96-101)