B. Kajian Teori
2. Moderasi Beragama
4) Pendekatan rasional: Pendekatan rasional adalah pendekatan yang menggunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran nilai-nilai universal yang ditanamkan.
5) Pendekatan fungsional: Pengertian fungsional adalah usaha menanamkan nilai-nilai yang menekankan pada sisi kemanfaatan nilai bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
6) Pendekatan keteladanan: Pendekatan keteladanan yakni memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang harmonis antar warga sekolah yang mencerminkan sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
agamanya, paling baik akhlaknya, paling utama amalnya, paling sempurna amalnya. . dan orang-orang saleh yang berada di hari kiamat agar seluruh umat manusia dapat menyaksikan.30
Wasathiyah juga berarti istiqamah (lurus), manhaj pikiran dan perbuatan (Shirat al-Mustaqim) dalam arti lurus, jalan yang benar berada di tengah-tengah jalan yang lurus dan tidak jauh dari salah niat.
Itulah sebabnya Islam mengajarkan manusia untuk selalu berdoa agar selalu berada di jalan yang benar. Jalan yang menghindari jalan orang yang murka kepada Allah (Yahudi), bukan jalan orang yang sesat (Nasrani).31
Salah satu prinsip dasar kehati-hatian beragama adalah selalu menjaga keseimbangan antara dua hal, seperti keseimbangan antara akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, antara tugas dan kewajiban. kehendak bebas, ijtihad antara teks agama dan tokoh agama, idealisme antara ide dan realitas, dan keseimbangan antara masa lalu dan masa depan.32
Prinsip kedua, keseimbangan, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan, kemanusiaan, dan kesetaraan. Menjadi seimbang bukan berarti dia tidak punya pendapat. Sikap seimbang
30 M. Quraish Shihab, (ed.), Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: PSQ & Yayasan Paguyuban, 2007), 1071.
31 Maimun dan Mohammad Kosim, Moderasi Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: LkiS, 2019), 23.
32 Kementrian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementria Agama RI, 2019), 19.
berarti tegas, tetapi tidak kasar, karena mereka selalu berpihak pada keadilan, tujuannya tidak hanya untuk merugikan hak orang lain.
Keseimbangan dapat dianggap sebagai bentuk cara pandang untuk melakukan sesuatu dengan cukup, tidak berlebihan dan tidak kurang, tidak konservatif dan tidak liberal.
b. Nilai-nilai Moderasi beragama
Nilai-nilai moderasi beragama yang difokuskan dalam penelitian ini adalah antara lain: tawassuth, tasamuh dan al-musawah .
1) Nilai Tawasuth
Tawasuth adalah pemahaman dan amalan yang tidak ifrath (kelebihan dalam beragama) dan tafrith (ketidaktahuan akan ajaran agama). Tawazun dalam segala aspek kehidupan, seperti antara sekuler dan ukhraw, serta silaturahmi dalam menunaikan kewajiban dan hak. Ketiga kata ini memiliki arti yang hampir sama (mutaradif). Satu sikap tegas memilih jalan tengah untuk menciptakan keseimbangan antara dua kutub yang berseberangan.
Misalnya, antara sifat ketuhanan dan kemanusiaan, antara aspek jasmani dan rohani, antara sifat kepentingan duniawi dan akhirat, antara wahyu dan akal, antara sejarah masa lalu dan aspirasi masa depan, antara cita-cita dan realitas, antara individu dan masa depan. kepentingan kelompok. , antara hak dan kewajiban, antara
yang abadi dan berhala (berubah), antara statis dan dinamis, antara teks dan ijtihad.33
Tawasuth adalah pemahaman dan pengamalan agama yang tidak ifrath yaitu berlebihan dalam beragama dan tafrith yaitu pengurangan ajaran agama. Tawasuth adalah posisi di tengah atau di antara dua posisi, yaitu tidak terlalu ke kanan (fundamentalis) dan tidak terlalu ke kiri (liberal). Dengan sikap tawasuth ini, Islam mudah diterima di semua lapisan masyarakat. Sifat tawasut dalam Islam adalah titik tengah antara kedua ujung tersebut dan merupakan kebaikan yang diperintahkan Allah SWT sejak awal.
Nilai Tawasuth yang telah menjadi prinsip Islam harus diterapkan di segala bidang sehingga agama Islam dan ekspresi keagamaan umat Islam menjadi saksi yang mengukur kebenaran semua sikap dan perilaku.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan tawasuth adalah pertama-tama dalam menyebarkan agama, bukan ekstrim.
Kedua, tidak mudah mengebiri sesama umat karena perbedaan pemahaman agama. ketiga, integrasi ke dalam kehidupan sosial, selalu mengikuti prinsip persaudaraan (ukhuwah) dan toleransi, atau tasamuh, hidup berdampingan dengan umat Islam dan warga
33 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam, 1.
agama lain.34 Dalam Islam,prinsip tawasuth ini secara jelas disebut dalam Al-Qur’an:
Artinya: Dan demikianlah kami jadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan Kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S Al-Baqarah [2]: 143).35
Menurut Quraish Shibab, Surat Al Baqarah ayat 143 merupakan penjelasan terkait dengan gambaran Allah swt.
tentang umat yang wasat (pertengahan), dalam artian tidak memihak ke kiri dan ke kanan, sehingga manusia dapat berlaku adil dan dapat diteladani, dan yang dapat dilihat dari berbagai penjuru karena dia berada pada posisi tengah. Menjadi umat Wasatan yang menempuh jalan tengah, menerima hidup di dalam kenyataan.
Percaya kepada akhirat, lalu beramal di dalam dunia ini. Quraish Syihab juga menafsirkan bahwa menjadi saksi atas perbuatan
34 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam, 11.
35 Kementerian Agama RI, Al-Qur’anul Karim Tafsir Perkata Kode Arab, (Jakarta: Insan Media Pustaka), 21.
manusia dipahami juga dalam arti kaum muslimin akan menjadi saksi dimasa akan datang atas baik buruknya perbuatan manusia.
Tawassuth adalah sikap yang tidak kiri maupun kanan dan tidak radikal. Seperti yang dijelaskan oleh pendapat Alfan Dienk, hakikat tawassuth juga dapat dijadikan landasan dan kerangka yang mengatur bagaimana kita harus mengamalkan, mengarahkan pemikiran kita agar tidak terperosok dalam perangkap agama dan sich, belajar dan berkolaborasi dengan metodologi yang berbeda. . dan berpikir ilmiah. , dan ilmu-ilmu Islam dan Barat, serta dialog tentang agama, filsafat dan ilmu pengetahuan. Nur Hasan lebih lanjut mengungkapkan bahwa tindakan, sikap, pemahaman, dan pendapat seseorang atau kelompok yang moderat atau ekstrem dikatakan sebagai kesadaran individu dan sosial, tetapi bagi NU, kesadaran tersebut harus ditanamkan melalui pendidikan berkelanjutan.36
2) Nilai Tasamuh
Toleransi (tasamuh) adalah sikap toleran, atau sikap hormat dan hormat terhadap sesama, baik sesama muslim maupun non muslim. Keseimbangan batin berarti toleransi yang tidak egois atau memaksakan.37
36 Nur Cholid, Pendidikan ke NU an Konsepsi Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdiyah (Semarang:
Presisi Cipta Media, 2017), 75.
37 Kementerian Agama RI, Moderasi Islam (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), 35.
Keseimbangan batin adalah sikap atau sikap seseorang yang memanifestasikan dirinya sebagai kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan sikap yang berbeda, bahkan jika mereka tidak setuju dengannya. Tasamuh, atau toleransi, erat kaitannya dengan kebebasan, atau kemerdekaan, terhadap hak asasi manusia dan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat dan keyakinan. Orang dengan nilai alami yang seimbang, mengizinkan, mengizinkan sikap, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, perilaku, dll., Yang berbeda dari mereka sendiri. Kesetaraan berarti bersedia mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain. Jika tasamuh mengandung arti kebesaran jiwa, luasnya akal dan luasnya dada, ta'asub artinya kecilnya jiwa, sempitnya akal dan sempitnya dada.38
Dalam bahasa Jawa, toleransi ini sering disebut tepo seliro, artinya mengukur segala sesuatu dengan mawas diri. Kalau saya senang, yang lain senang, kalau saya tidak suka, yang lain juga tidak suka. Orang yang toleran selalu berusaha untuk meningkatkan persaudaraan dan menghindari konflik dengan orang lain. Dia memiliki prinsip dan filosofi hidup: "Ribuan teman tidak cukup, satu musuh terlalu banyak.39
38 Kementrian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam (Jakarta:
Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia, 2019), 13.
39 Kementerian Agama RI, Moderasi Islam, 36.
Islam mengajarkan bahwa orang yang sepaham harus bersatu dan tidak terpecah belah, bertengkar dan bermusuhan karena umat Islam adalah saudara. Umat Islam diperintahkan untuk bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain. Menoleransi non-Muslim terbatas pada urusan duniawi dan tidak ada hubungannya dengan agama, Syariah atau ibadah.
Menurut Yusuf Al-Qaradhawi yang dikutip oleh Saddam Husain dalam tesisnya, Toleransi itu dinamis, bukan pasif. Dengan demikian, toleransi digolongkan dalam tiga tingkatan: 1) toleransi dalam arti memberikan kebebasan kepada orang lain untuk menganut agama yang diyakininya, tetapi tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk menunaikan kewajiban agamanya. 2) memberikan hak untuk memeluk agama yang diyakininya dan tidak dipaksa untuk melakukan sesuatu yang dilarang dalam keyakinannya. 3) memperluas gerakan mereka menurut agama yang dianutnya dapat dilakukan meskipun menutup agama kita adalah ilegal.40
Moderasi dalam Islam dapat ditunjukkan dengan keterbukaan dan penerimaan terhadap pandangan yang berbeda. Berdasarkan kenyataan bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari bahkan oleh agama dan kepercayaan sekalipun.
40 Saddam Husain, “Nilai-nilai Moderasi Islam Di Pesantren”, (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020), 31.
Perbedaan merupakan keniscayaan dinyatakan dalam Firman Allah:
Artinya: kalau Allah menghendaki niscaya kamu dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikanNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberi tahukanNya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan. (Qs. Al-Maidah (5):
48).41
Sayyid Qutb (w. 1966 M). menurutnya, ayat tersebut justru penegasan atas risalah Islam sebagai syariat pamungkas, yang dengan sendirinya menolak segala bentuk hukum-hukum jahiliah.
Qutb menjelaskan bahwa risalah Muhammad adalah syariat yang disiapkan untuk seluruh umat manusia, yang senantiasa diberlakukan bagi kehidupan manusia di akhir zaman. Lebih dari itu, ayat tersebut juga seringkali dipahami oleh sebagian kalangan bahwa Allah swt. tidak pernah bermaksud untuk menggiring manusia kepada syariat yang tunggal. Selain itu, masih dalam ayat yang sama Allah swt. juga menyeru kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
41 Kementerian Agama RI, Al-Qur’anul Karim.., 116.
Selain itu, Al-Qur'an menganggap manusia sebagai ciptaan Tuhan, yang harus dihormati tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, kebangsaan, kebangsaan, warna kulit, dll..42
Toleransi juga harus di terapkan di sekolah, karena dalam lingkungan sekolah tersebut terdapat banyak orang yang melibatkan banyak suku, ras dan budaya. Oleh karena itu, sebagai manusia harus memiliki sikap toleransi dimanapun berada.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Zulyadain di sebutkan bahwa Salah satu komponen pendidikan adalah belajar. Untuk memperbaiki realitas masyarakat, perlu dimulai dengan belajar.
Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama Islam di sekolah swasta dan negeri diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai toleransi dalam pembelajaran sekolah yang digunakan dalam pendidikan, yang mengarah pada upaya menghargai perbedaan sesama manusia untuk menciptakan perdamaian. dan ketenangan, tatanan kehidupan sosial. Konsep pendidikan pluralistik toleran tidak hanya dibutuhkan oleh semua anak atau siswa, bukan hanya menjadi sasaran prasangka sosial budaya atau anak yang hidup dalam masyarakat yang heterogen, tetapi semua siswa, guru dan orang tua harus toleran, dalam hal ini anak, warga negara yang majemuk secara suku, budaya dan agama dapat secara aktif mempersiapkan diri, masyarakat yang menghargai perbedaan,
42 Saddam Husain, “Nilai-nilai Moderasi Islam, 32.
bangga terhadap diri sendiri, lingkungannya dan realitas pluralistik.43
3) Nilai al-Musawah
Secara bahasa, al-musawah berarti persamaan. Secara istilah, al-musawah adalah kesetaraan dan penghormatan yang diciptakan Tuhan terhadap orang lain. Semua orang memiliki harkat dan martabat yang sama tanpa memandang jenis kelamin, ras atau latar belakang etnis.
al-Musawah atau (kesetaraan), yaitu tidak boleh mendiskriminasi kelompok tertentu berdasarkan perbedaan keyakinan, status sosial ekonomi, tradisi, asal usul dan/atau jenis kelamin. Kesetaraan dicapai melalui sikap dan perlakuan yang sama terhadap sesama manusia tanpa memandang agama, latar belakang suku, warna kulit, jenis kelamin, strata sosial ekonomi, dll. Prinsip ini didasarkan pada pemahaman bahwa Tuhan menciptakan semua manusia dalam kedudukan yang sama mulia dan mereka memiliki hak asasi manusia yang sama. Kesetaraan bukan berarti setiap orang diperlakukan secara adil, sama dan tanpa diskriminasi. Namun lebih pada bagaimana mengakui dan memastikan kesetaraan status, kesempatan, hak dan kewajiban sebagai individu atau sebagai masyarakat.44
43 Zulyadain, Penanaman Nilai-nilai toleransi Beragama Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), (UIN Mataram, Vol. 10 No 1, April 2018), 141.
44 Saddam Husain, “Nilai-nilai Moderasi Islam, 32.
Allah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama dan sederajat di hadapan Allah, yang membedakan hanyalah kualitas ketaqwaannya. Dengan kata lain, kehormatan seseorang tidak ditentukan oleh hitamnya kulit, jenis kelamin, silsilah atau kriteria fisik lainnya, tetapi oleh spiritualitasnya.45 Sebagaimana hal ittu ditegaskan dalam firman-Nya,
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S al-Hujurat (49):13)46
Sayyid Qutb (w. 1966 M). menurutnya, ayat tersebut justru penegasan atas risalah Islam sebagai syariat pamungkas, yang dengan sendirinya menolak segala bentuk hukum-hukum jahiliah.
Qutb menjelaskan bahwa risalah Muhammad adalah syariat yang disiapkan untuk seluruh umat manusia, yang senantiasa diberlakukan bagi kehidupan manusia di akhir zaman. Lebih dari itu, ayat tersebut juga seringkali dipahami oleh sebagian kalangan bahwa Allah swt. tidak pernah bermaksud untuk menggiring
45 Saddam Husain, “Nilai-nilai Moderasi Islam, 32.
46 Kementerian Agama RI, Al-Qur’anul Karim Tafsir, 517.
manusia kepada syariat yang tunggal. Selain itu, masih dalam ayat yang sama Allah swt. juga menyeru kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Dengan mengenal satu sama lain, mereka bisa saling tolong-menolong, bantu-membantu, dan saling memenuhi hak-hak kerabat sekitar mereka. Ayat ini secara gamblang juga menjelaskan bahwa manusia di mata Allah SWT adalah sama dan setara. Tidak dibenarkan jika ada yang saling merendahkan satu sama lain. Yang mampu membedakan manusia satu dengan manusia lainnya hanyalah derajat ketakwaannya.
Ayat ini menekankan kesatuan asal usul manusia, menunjukkan persamaan kemanusiaan, baik laki-laki maupun perempuan. Intinya pria dan wanita itu sama, yang lain tidak masalah. Al-musawah Islam memiliki prinsip yang harus diketahui oleh setiap muslim, yaitu bahwa kesetaraan adalah buah dari keadilan Islam. semua sama, tidak ada keistimewaan di antara mereka sendiri, pemeliharaan hak-hak non-Muslim, persamaan pria dan wanita dalam tugas agama dan lainnya, perbedaan antara manusia dan masyarakat, persamaan di hadapan hukum dan persamaan dalam jabatan publik, dan nilai. kesetaraan didasarkan pada kesatuan asal usul manusia.47
Esensi ajaran Islam ini telah dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang berhasil menciptakan hubungan
47 Kementrian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama, 14.
kontraktual antara penduduk Madinah yang dikenal dengan Piagam Madinah. Beberapa pasal dalam Piagam Madinah, seperti Pasal 1, 12, 15, 16 dan seterusnya memuat prinsip persamaan dan keadilan.
Pasal-pasal ini saling mengikat bahwa semua penduduk Madinah pada waktu itu sama di mata hukum. Kesetaraan dalam perolehan hak dan tanggung jawab, dan yang paling penting, kesetaraan sebagai masyarakat yang mandiri.
Piagam Madinah memberikan contoh kepada masyarakat saat ini bahwa setiap orang memiliki status yang sama di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan suku dan komunitas, agama, jenis kelamin, status sosial, dll. Tujuan kesepakatan yang tertuang dalam Piagam Madinah adalah untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas dalam masyarakat.48
Sikap moderat Islam mensyaratkan kesetaraan dan menginginkan prinsip non-diskriminasi, dimana perbedaan berdasarkan ras, jenis kelamin, usia, disabilitas, orientasi seksual/keagamaan/politik, latar belakang sosial-ekonomi-geografis dll tidak diperbolehkan karena melanggar. hak asasi manusia, manusia. Moderasi Islam mensyaratkan hak yang sama bagi setiap individu dan kelompok untuk memperjelas perannya dalam masyarakat, karena semua makhluk Tuhan harus dihormati.49
48 Maimun dan Mohammad Kosim, Moderasi Islam, 38.
49 Saddam Husain, “Nilai-nilai Moderasi Islam, 33.
c. Karakteristik Moderasi dalam Islam
Dalam salah satu bukunya, Bulughul Amal fi Tahqiq Wasthiyah, yang dirujuk dalam buku Moderasi Islam Indonesia, al-Sudais menjelaskan secara rinci ciri-ciri moderasi Islam50, yaitu:
1) Berasaskan Ketuhanan (Rububiyah)
Moderasi yang menjadi landasan Islam dibangun adalah moderasi yang bersumber dari wahyu Allah, yang ditegaskan oleh ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, sebagai salah satu tujuan dan sasaran yang paling mendesak dalam syariah Islam.
2) Berlandaskan petunjuk kenabian
Hampir semua tindakan Nabi menyinggung ajaran Islam tentang moderasi. Kesederhanaan hidup dalam artian tidak terlalu berorientasi pada keduniawian tetapi tidak menolaknya sama sekali merupakan contoh yang pernah dipraktekkan Nabi dalam kehidupannya. Seorang nabi adalah manusia terbaik dan manusia paling saleh, namun tidak pernah berlebihan dalam beribadah kepada Allah.51
3) Kompatibel dengan fitrah manusia
Salah satu ciri Islam wasathiyah adalah selalu sesuai dengan fitrah manusia. Alam adalah potensi yang dibawa manusia sejak lahir. Beberapa ilmuwan menyebutnya insting. Alam, atau
50 Maimun dan Mohammad Kosim, Moderasi Islam, 27-30.
51 Maimun dan Mohammad Kosim, Moderasi Islam, 28.
alam yang tertanam dalam diri manusia, adalah kesempatan yang kuat untuk menerima agama yang benar yang Tuhan ciptakan ketika manusia masih dalam kandungan. Jika manusia memiliki potensi (kodrat) yang kuat untuk menerima agama yang benar, maka secara otomatis mereka juga memiliki kemungkinan untuk mengikuti konsep moderasi dalam beragama, karena pada dasarnya salah satu tujuan hukum agama adalah menjaga konsep moderasi dan keadilan.52
4) Terhindar dari pertentangan
Karena konsep Islam tentang moderasi merupakan ajaran yang selaras dengan fitrah beragama manusia, maka tidak ada alasan lagi untuk menentangnya, apalagi menentang konsep-konsep yang berkaitan dengan kebhinekaan. Karena konsep-konsep moderasi Islam memang ajaran Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwa konsep Islam tentang moderasi merupakan konsep yang sangat sempurna yang menghindari kesalahan dan rasa malu, karena konsep tersebut bersumber dari syariat Islam yang juga baik dan sempurna.
5) Ajek dan konsisten
Konsep moderasi Islam tidak hanya sulit dilawan dengan akal sehat, tetapi juga merupakan konsep yang permanen dan konsisten dalam artian merupakan ajaran yang tetap abadi dan
52 Maimun dan Mohammad Kosim, Moderasi Islam, 28.
relevan selama-lamanya, seperti halnya hukum Islam. sama melakukan
6) Bermuatan universal dan komprehensip
Konsep moderasi dalam Islam mencakup semua aspek kehidupan, sekuler, agama, sosial, ekonomi, politik, budaya, ilmiah, dll. Relevan kapan saja dan di mana saja. Hindari kekurangan dan kekurangan. Moderasi Islam juga mencakup aspek aqidah, ibadah, mu'amalah, manhaj (metodologi), pemikiran dan akhlak.
7) Bijaksana, seimbang dan bebas dari tindakan berlebihan
Salah satu ciri moderasi Islam adalah sifat arif dan seimbang dalam pelaksanaan berbagai aspek kehidupan.
Seimbang dalam mencari bekal antara dunia dan akhirat, seimbang dalam berhubungan dengan sesama manusia di bumi, seimbang dalam memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani, serta seimbang dalam segala hal. Ajaran Islam juga ada dalam arti kebahagiaan hidup manusia, untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dengan cara yang sederhana, yaitu. tanpa melebih-lebihkan atau mengabaikannya.53
53 Maimun dan Mohammad Kosim, Moderasi Islam, 30.