• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multi Kriteria Evaluasi (Multy Criteria Evluation)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7. Multi Kriteria Evaluasi (Multy Criteria Evluation)

Komparasi pemanfaatan teknologi pengolahan sampah secara parsial dan terintegrasi dilakukan dengan menggunakan multi kriteria evaluasi dengan

mempergunakan output analisis yang telah dilakukan dalam cost benefit analysis dan

Rp0,00 Rp50,00 Rp100,00 Rp150,00 Rp200,00 Rp250,00 Rp300,00

500 ton/hari 1000 ton/hari 2000 ton/hari 3000 ton/hari

SLF HRC WTE Insi Kombi 1 Kombi 2

b ia y a (R p x 1. 000/ ton)

output dari dampak lingkungan serta kondisi sosial. Selain itu juga memanfaatkan persepsi masyarakat terhadap pilihan alternatif teknologi pengolahan sampah, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Minimalisasi biaya pengolahan sampah (minimaizing tretment cost)

Kriteria ini diukur dengan seberapa besar biaya yang diperlukan untuk mengolah sampah per ton per satuan waktu. Semakin rendah biaya yang diperlukan untuk mengolah sampah, semakin baik atau semakin optimal sistem pengolahan yang dilakukan. Adanya pertimbangan bahwa biaya pengolahan sampah saat ini menjadi permasalahan bagi pemerintah DKI, dan penyediaan dana harus memadai bagi operasi dan pemeliharaan, maka kriteria ini menempati prioritas tertinggi dengan bobot 35%

2. Luas lahan yang diperlukan

Kriteria ini dipergunakan mengingat DKI menghadapi persoalan dalam penyediaan dan kesesuaian lahan sebagai tempat pengolahan sampah. Semakin effisien, atau semakin kecil luas lahan yang diperlukan dalam aplikasi teknologi pengolaahan sampah, semakin baik dan mudah bagi DKI untuk merealisasikannya. Kondisi kebalikannya, semakin luas lahan yang diperlukan dalam aplikasi teknologi pengolahan sampah semakin sulit untuk direalisasikan, mengingat tingginya biaya yang diperlukan untuk melakukan pembebasan lahan. Ketersediaan dan kesesuaian lahan tempat pengolahan sampah juga menjadi persoalan bagi DKI, mengingat sulitnya menempatkan pengolahan sampah di dalam wilayah DKI, dan mahalnya harga lahan, menjadi pertimbangan dengan prioritas tinggi, dan kriteria ini diberi bobot 25%.

3. Minimalisasi polusi (minimaizing pollution)

Kriteria ini dimaksudkan untuk mengukur penurunan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari teknologi yang dipergunakan dalam pengolahan sampah. Pada umumnya, makin besar penurunan pencemaran yang diakibatkan oleh aplikasi teknologi, makin optimal teknologi pengolahan sampah yang diaplikasikan. Pengukuran terhadap dampak polusi ini diukur dari potensi timbulan gas rumah

kaca (green house gases), yaitu karbon dioksida CO2 dan gas metan CH4 yang

keduanya dikonversi terhadap gas CO2. Kriteria ini memiliki bobot yang sama

pengolahan sampah, oleh karena itu maka kriteria ini diberi bobot sama dengan dampak sosial yaitu 20%.

4. Dampak Sosial

Sistem insinerator merupakan sistem yang tertutup, sehingga memberikan

dampak yang kecil pada penolakan masyarakat terhadap keberadaan sistem pengolahan sampah dengan sistem insinerator. Pada insinerator dengan proses pembakaran yang cepat, sistem ini dapat melakukan kontrol yang baik terhadap dampak lingkungan, termasuk penanganan abu dan asap yang ditimbulkan dari

proses pembakaran yang terjadi. Sistem sanitary landfill merupakan sistem yang

terbuka, walaupun telah dilengkapi dengan buffer zone, namun sistem ini masih

menimbulkan dampak lingkungan yang dapat mengganggu masyarakat yang sulit untuk dihindari.

Adapun dampak lingkungan yang ditimbulkan antara lain adalah timbulnya bau yang tidak sedap, baik yang ditimbulkan akibat terjadinya proses anaerob terhadap sampah yang telah tertanam ataupun yang masih belum tertanam, maupun bau yang

ditimbulkan dari air lindi (leacheate) yang diolah di dalam treatment plant. Bau yang

ditimbulkan yang terbawa angin ke arah permukiman, mengakibatkan timbulnya protes

dan bahkan penolakan terhadap keberadaan lokasi sanitary landfill. Di samping hal

tersebut, sistem sanitary landfill dalam pengoperasiannya mempergunakan peralatan

berat yang menimbulkan suara yang dapat mengganggu masyarakat.

Sistem komposting memerlukan waktu yang panjang, yakni minimal dua minggu untuk melakukan proses dekomposisi zat organik secara aerob. Namun demikian proses ini juga terkadang menimbulkan bau akibat stok sampah yang telah mengalami proses dekomposisi secara anaerob.

Hasil pengolahan mempergunakan kriteria dan bobot dari masing-masing variabel tersebut, dengan bantuan program software TOPSIS, memperlihatkan hasil bahwa untuk pengolahan sampah dengan kapasitas 500 ton/hari dan 3000 ton/hari, diperoleh urutan prioritas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 50 dan Tabel 51, serta Gambar 30 dan Gambar 31.

Tabel 50 Hasil TOPSIS multi kriteria evaluasi untuk pengolahan sampah kapasitas 500 ton/hari

Gambar 30 Pilihan prioritas analisis multi kriteria evaluasi 500 ton/hari

Tabel 51 Hasil TOPSIS multi kriteria evaluasi untuk pengolahan sampah kapasitas 3.000 ton/hari

4.8. Analisis sistem dinamik

Hasil dari analisis sistem dinamik menghasilkan beberapa prediksi antara lain pertumbuhan penduduk, timbulan sampah dan berbagai komponen lainnya. Analisis sistem dinamik dilakukan untuk periode waktu 50 tahun. Analisis pertumbuhan penduduk DKI untuk kurun waktu 50 tahun mendatang dapat di lihat pada Gambar 32.

Gambar 32 Prediksi pertumbuhan penduduk DKI Jakarta

Gambar 32 memperkirakan perkembangan penduduk DKI Jakarta dalam kurun waktu 50 tahun mendatang yang dimungkinkan mencapai anagka lebih dari 18 juta jiwa, dari sekitar 9 juta jiwa yang ada saat ini. Sementara Gambar 33 menunjukkan perkembangan PDRB per kapita dan laju perubahan PDRB per kapita. PDRB per kapita diperkirakan akan bergerak dari sekitar US$ 7,000 per kapita saat ini menjadi sekitar US$ 13,000 per kapita pada kurun waktu 50 tahun mendatang. Penambahan ini ditunjang oleh prediksi perubahan laju PDRB yang bergerak dari sekitar US$ 80 per kapita per tahun sampai sekitar US$ 150 per kapita per tahun.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya perkembangan peduduk dan faktor ekonomi akan meningkatkan volume sampah. Gambar 34, adalah hasil interkasi sistim dinamik antara variabel ekonomi dan penduduk yang memperkirakan timbulan sampah 50 tahun yang akan datang yang diprediksi mencapai 10.000 ton per hari.

Penduduk 20 15 10 5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Time (Year) jut a Penduduk : baseline

Gambar 33 Perkembangan PDRB dan laju (deferensial) DPDRB per kapita dalam 50 tahun yang akan datang

Gambar 34 Prediksi timbulan sampah 50 tahun yang akan datang

PDRB 20,000 16,500 13,000 9,500 6,000 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Time (Year) PDRB : baseline DPDRB 200 170 140 110 80 1 8 15 22 29 36 43 50 Time (Year) DPDRB : sensitivity Sampah 10 9 8 7 6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Time (Year) ribu t on Sampah : baseline

Gambar 35 Perkembangan unit cost dalam pengolahan sampah

Salah satu analisis hasil sistem dinamik adalah prediksi unit cost pengolahan

sampah yakni biaya pengolahan per ton sampah yang akan dihadapi Jakarta. Sebagaimana

terlihat dari hasil analisis sistim dinamik unit cost pengolahan sampah ke depan akan

menurun seiring dengan perubahan sistem pengolahan sampah dan perkembangan teknologi yang digunakan. Hal ini karena adanya perubahan sampah yang diolah dari

teknologi SLF ke teknologi HRC dan WTE Insinerator. Secara terbobot unit cost akan

mengalami penurunan dari sekitar Rp 1,7 juta per ton sampai sekitar Rp 600 ribu per ton.

Analisis sistem dinamik memungkinkan dilakukannya analisis sensitivitas untuk mengetahui perkembangan perubahan parameter secara random terhadap variabel-variable sosio ekonomi dan lingkungan yakni penduduk, PDRB dan sampah. Analisis sensitivas dilakukan dengan melakukan simulasi Monte Carlo dimana sistem dinamik melakukan iterasi ketidakpastian sebanyak 200 kali dengan perubahan parameter laju