TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan
Menurut Bartz dan Kelly (2005), terdapat teori kurva lingkungan dari Kuznets yang menghubungkan antara degradasi (penurunan) kualitas lingkungan hidup dengan pertumbuhan ekonomi. Kurva Kuznet ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran lingkungan mengalami kenaikan dan kemudian mengalami penurunan atau titik balik, selaras dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Kurva Kuznet ini digambarkan dalam bentuk huruf U terbalik, sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Diagram Kuznet (Bertz dan Kelly 2005)
Gambaran dari kurva Kuznet, bahwa pada tahap awal industrialisasi, masyarakat lebih tertarik mengkonsumsi makanan dari pada bernafas dengan udara yang bersih (lingkungan yang bersih). Hal ini dapat dimengerti, karena pada masyarakat yang tahap pendapatannya rendah, masyarakat terlalu miskin untuk mampu membayar penurunan pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut memaksa akan diabaikannya keberadaan peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup dan akan membuat peraturan perundangan lingkungan hidup menjadi terlalu lemah keberadaannya.
Pada Kurva Kuznet juga terlihat bahwa pada saat pendapatan masyarakat mulai
naik, industri akan menjadi lebih bersih dan marginal utilitas konsumsi (marginal utility
of consumption) akan jatuh/menurun. Hal ini mengisyaratkan bahwa masyarakat mulai
menghargai lebih besar kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, selain itu adanya peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup juga akan mulai lebih efektif. Dalam kurva ditunjukkan bahwa pada rentang pendapatan menengah polusi mulai berhenti
meningkat dan selanjutnya pada titik balik (turning point) akan menurun selaras dengan
kenaikan pendapatan masyarakat.
Menurut Fischer dan Dornbusch (1997), pendapatan nasional bruto (GNP) merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian pada suatu kurun waktu tertentu (kuartal ataupun tahunan). GNP adalah ukuran pokok dari kegiatan ekonomi. GNP tidak hanya digunakan sebagai ukuran berapa banyak barang dan jasa yang sedang diproduksi, tetapi juga sebagai ukuran kesejahteraan penduduk suatu negara.
Lingkungan yg semakin memburuk
Lingkungan yg semakin membaik
Income per Capita
Degra-dasi Lingku-ngan Titik balik D e gra d as i Li n gku n ga n
Apabila terjadi kenaikan GNP biasanya diartikan sebagai adanya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pada dasarnya masih terdapat kekurangan dalam menilai GNP. Adapun kekurangan tersebut antara lain adalah ketiadaan pengurangan yang seharusnya dilakukan terhadap adanya output negatif dari GNP. Dalam konteks lingkungan seharusnya GNP harus dikoreksi dengan mengurangkan nilai dari polusi yang dihasilkan oleh
pabrik-pabrik dan kendaraan, yang kesemuanya merupakan output negatif. Namun demikian
apabila terjadi perbaikan lingkungan, maka seharusnya terdapat tambahan dari output
positif dari kondisi lingkungan yang lebih baik.
Dalam konteks penelitian ini yang mengambil DKI sebagai daerah kajian tingkat kesejahteraan, perhitungan dilakukan berdasarkan produk domestik regional bruto (PDRB), yang merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi di dalam wilayah DKI. PDRB dapat memberikan gambaran tentang keadaan masa lalu, masa kini dan sasaran-sasaran yang akan dicapai di masa yang akan datang. Pada hakekatnya pembangunan ekonomi merupakan usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperbesar kesempatan kerja, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan kegiatan ekonomi, dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. PDRB DKI Jakarta dihitung berdasarkan harga konstan tahun 1993, yang memberikan gambaran tingkat pertumbuhan riil perekonomian DKI baik secara agregat maupun sektoral. Pertumbuhan perekonomian pada suatu masa apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada masa tersebut, akan merupakan cerminan dari tingkat perkembangan pendapatan per kapita penduduk.
Pertumbuhan perekonomian juga merupakan ukuran relatif tingkat
kesejahteraan/kemakmuran material. PDRB dari suatu daerah yang disajikan secara berkala, wajar dan komprehensif akan dapat menggambarkan: a. indikator tingkat pertumbuhan perekonomian; b. indikator tingkat perkembangan pendapatan per kapita; c. indikator tingkat kemakmuran masyarakat; d. indikator tingkat inflasi; e. indikator dari struktur perekonomian suatu daerah. PDRB DKI dengan harga konstan tahun 1993 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 PDRB per kapita Kota DKI Jakarta
Harga Berlaku Harga Konstan 1993
Tahun PDRB per kapita Laju Pertumbuhan (%) PDRB per Kapita Laju Pertumbuhan (%) 1993 5.867.834 - 5.867.834 - 1994 6.617.340 12,78 6.248.111 6,48 1995 7.722.748 16,70 6.686.735 7,02 1996 8.871.546 14,88 7.156.214 7,02 1997 11.664.943 31,49 7.228.685 5,11 1998 16.696.695 43,14 5.998.290 -17,02 1999 19.767.326 18,39 5.973.156 -0,42 2000 22.425.675 13,45 6.107.614 2,25 2001 31.120.094 16,30 7.307.159 3,64 2002 35.166.152 15,23 7.503.946 3,99 2003 38.903.701 12,34 7.752.949 4,62 2004 43.329.781 12,52 8.057.326 5,24 2005 49.920.846
Sumber : Diolah dari BPS, Kantor Statistik Propinsi DKI Jakarta (2005 dan 2006)
Menurut Barton et al. (1994) yang melakukan penelitian pada kota-kota di
beberapa negara dengan tingkat pendapatan menengah dan rendah didapatkan hasil bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi ligkungan. Hasil penelitian pada beberapa negara dengan tingkat pendapatan
rendah, atau pendapatan menengah ke bawah (lower-middle income), menegah ke atas
(upper-middle income) dan pendapatan tinggi (high-income) dapat dilihat pada Tabel 9.
Menurut Cointreau et al. (1985), komposisi sampah berkaitan erat dengan tingkat
ekonomi. Kondisi ini tergambar dengan jelas pada komposisi sampah yang bervariasi pada negara berpenghasilan rendah, menengah dan industri, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 10.
2.6. Kebijakan
Laswell dan Kaplan (1971), memberikan pengertian mengenai kebijakan sebagai
“a program of goals, values and practices” yaitu suatu program pencapaian tujuan, nilai
-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Menurut James Anderson (1979) kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu”.
Tabel 9 Tipologi kota berdasarkan ekonomi - lingkungan
Sumber: Barton et al. World Development Report, 1992
Masalah Negara dengan tingkat Negara dengan tingkat Negara dengan tingkat Negara dengan tingkat lingkungan pendapatan pendapatan pendapatan pendapatan
perkotaan <650 US$ per kapita <650-2,500 US$ per kapita <2,500-6,500 US$ per kapita >6,500 US$ per kapita Akses pada pelayanan :
Air minum dan sanitasi Pelayanan rendah Pelayanan yang rendah Umumnya mendapatkan Bagus, perhatian pada substansi kualitas yang buruk untuk masyarakat miskin pelayanan air minum, sistem yang kecil
khususnya untuk rakyat sewerage yang memadai miskin
Drainase Pelayanan yang rendah Tidak memadai, kadang Masuk akal Bagus sering terjadi banjir terjadi banjir
Pengumpulan Sampah Pelayanan yang rendah Kurang memadai Masuk akal Bagus khususnya untuk rakyat
miskin Pencemaran:
Pencemaran Air Kurang memadainya Masalah yanag berat Beberapa masalah buruknya Tingkat pengolahan yang tinggi. sanitasi dan air limbah dari tidak diolahnya air pengolahan air limbah dan Perhatian pada harga amenitas domestik limbah domestik yang pembuangan air limbah dan zat beracun
dibuang industri
Pencemaran Udara Beberapa masalah di Beberapa masalah di beberapa Beberapa masalah pada Masalah untuk beberapa kota kota yang menggunakan kota akibat pemakaian beberapa negara dan peng- dari emisi kendaraan bermotor batu bara, indoor batu bara dan kendaraan gunaan batu bara dan Prioritas kesehatan exposure pada rakyat bermotor kendaraan bermotor
miskin
Pembuangan Sampah Open dumping, limbah Sebagian besar landfill tidak Semi control landfill Control landfill, insinerator, tercampur trekontrol, limbah tercampur pemulihan sumber daya Pengolahan limbah B3 Tidak ada kapasitas Beberapa masalah Beberapa masalah Pergerakan dari remediasi ke
kapasitas rendah Pertumbuhan kapasitas pencegahan Kehilangan sumber
daya :
Pengelolaan lahan Tidak terkontrolnya Tidak efektifnya kontrol peng- Beberapa Zoning dilakukan Zoning lingkungan pada lokasi penggunaan dan pe- gunaan lahan regional
ngembangan lahan, tekanan dari hunian liar
Bahaya lingkungan Bencana yang berulang Bencana yang berulang dengan Resiko yang tinggi dari bahaya Kapasitas yang baik untuk alamiah dan buatan dengan kerusakan yang kerusakan sedang dan industri emergensi
Tabel 10 Pola kuantitas dan karakteristik sampah pada negara berpenghasilan rendah, menengah dan industri
Negara Penghasilan Rendah Negara Penghasilan Menengah Negara Industri Produksi sampah (kg/cap/day) 0,4 – 0,6 0,5 – 0,9 0,7 – 1,8 Kepadapatan sampah
(wet weight basis-kg/m3)
250 - 500 170 - 330 100 – 200 Kelembaban
(% wet weight at point of generation)
40 - 80 40 – 60 20 – 40
Komposisi (% berat basah)
- Kertas 1 – 10 15 – 40 15 – 50 - Kaca 1 – 10 1 – 10 4 – 12 - Metal 1 – 5 1 – 5 3 – 13 - Plastik 1 – 5 1 – 6 2 – 10 - Bulu, Karet 1 – 5 – – - Kayu 1 – 5 – – - Kain 1 – 5 2 – 10 2 – 10 - Tumbuhan 40 – 85 20 – 65 20 – 50 - Lainnya 1 – 40 1 – 30 1 – 20
Ukuran Partkel, % lebih besar dari 50 mm
5 – 35 – 10 – 85
Sumber : Cointreau et al. (1985)
Menurut Dunn (1981) sistem kebijakan merupakan hubungan timbal balik antara tiga unsur, yaitu kebijakan publik (KP), pelaku kebijakan (PK) dan lingkungan kebijakan (LK). Menurut Mustopadidjaja (2008) kebijakan publik merupakan keputusan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan. Pada perumusan kebijakan publik, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengenali konsep
sistem kebijakan (policy system). Menurut Mustopadidja, sistem kebijakan adalah
tatanan kelembagaan yang berperan atau merupakan wahana dalam penyelenggaraan sebagian atau keseluruhan proses kebijakan (formulasi, implementasi, dan evaluasi
kebijakan) yang mengakomondasikan kegiatan tehnis (technical prosess) maupun
sosiopolitis (sociopolitical process) serta saling hubungan atau interaksi antar empat
faktor dinamik. Selanjutnya dikatakan bahwa keempat factor dinamik tersebut adalah lingkungan kebijakan; pembuat dan pelaksana kebijakan; kebijakan itu sendiri dan kelompok sasaran kebijakan.
Menurut Maani dan Cavana (2000), dinamika proses kebijakan publik dalam dimensi sosial, ekonomi dan politik, akan dapat dipahami , melalui metoda berfikir
berdasarkan teori gunung es (the iceberg fonomena) dan level of prespective serta
memahami perubahan lingkungan strategis yang sedang terjadi. Kondisi tersebut terjadi
karena pada kebijakan publik, terdapat masukan kebijakan (input policy) yang mengalir
dari lingkungan kebijakan.
Menurut teori gunung es, informasi yang berasal dari berbagai media merupakan
suatu peristiwa (events), yang memberikan informasi mengenai bagaimana peristiwa
terjadi, bilamana dan apa dampak yang ditimbulkan dan menimpa siapa kejadian tersebut
serta informasi nilai kerugiannya. Teori ini secara keseluruhan hanya merupakan event
namun belum merupakan akar masalah itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam rangka merumuskan tindakan yang akan diambil, selayaknya harus dilakukan penggalian
informasi yang lebih dalam yaitu petern of behaviour (kecenderungan dari kejadian)
serta pendalaman pemikiran untuk memahami bagaimana problem of event tersebut
berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu maka dalam memahami struktur
sistemnya (sistemic structure) yang merupakan permasalahan masyarakat yang
mengemuka, maka systemic structure akan memberikan pengertian atau pemahaman
mengenai mental model masalah sebagai akar masalah. Berdasarkan mental model tersebut akan dapat ditentukan kerangka intervensi strategis (desain kebijakan), yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang mengemuka di masyarakat tersebut.