• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Sampah Perkotaan

Sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia ataupun binatang, yang biasanya bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi pembangunan (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1995). Menurut American Public Works Association

(1975), sampah (solid waste) diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hal yang

tidak berguna, tidak diinginkan, atau barang-barang yang dibuang dari hasil kegiatan

yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Menurut Tchobanoglous et al. (1993) sampah

(solid waste) adalah semua limbah yang timbul dari aktifitas manusia dan binatang yang

biasanya berbentuk padat dan dibuang karena tidak berguna atau tidak diinginkan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pengertian sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Kota-kota di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan pesat, rata-rata pertumbuhan penduduk perkotaan berkisar antara 1,5 hingga 4% per tahun. Pertumbuhan penduduk di perkotaan Indonesia dapat terjadi secara alami maupun akibat terjadinya urbanisasi yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat memberikan tekanan yang begitu berat bagi keberadaan infrastruktur perkotaan. Pertumbuhan penduduk menghasilkan pertambahan timbulan sampah, yang berasal dari perumahan, pertokoan, restoran, hotel, taman, dan saluran-saluran. Pengelolaan sampah di daerah beriklim tropis yang mempunyai kelembaban yang tinggi dan jumlah sampah organik yang begitu besar, seringkali menimbulkan persoalan yang rumit, sehingga persoalan tersebut hanya dapat diselesaikan apabila dilakukan dengan cara pengelolaan yang tepat dan benar.

Hampir semua kota di Indonesia mengalami kegagalan dalam pengelolaan sampah. Adapun persoalan yang umum dihadapi adalah timbulan sampah yang jumlahnya semakin hari semakin besar, sedangkan lahan yang layak untuk dipergunakan sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah, terutama untuk kota metropolitan semakin terbatas. Kondisi tersebut mengakibatkan pengelolalan sampah di perkotaan menimbulkan permasalahan lingkungan, seperti tercemarnya air tanah, polusi udara dan

terjadinya penurunan kualitas lingkungan permukiman. Oleh karena itu maka pemerintah kota dan kabupaten saat ini menghadapi kesulitan yang sangat serius, terutama dalam menemukan cara pengolahan dan pembuangan sampah yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Pada prinsipnya sistem pengelolaan sampah (solid waste management) terdiri dari

empat komponen, yaitu 1. penempatan dan pengumpulan sampah (waste collection), 2.

transportasi sampah (waste transportation); 3. pengolahan sampah (waste treatment) dan

4. pembuangan akhir (final disposal), sebagaimana bagan alir pada Gambar 4.

Gambar 4 Sistem pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah perkotaan mulai dari sumber timbulan sampah hingga

pembuangan akhir (final disposal) dapat dibagi menjadi enam elemen fungsional antara

lain: timbulan sampah, pemindahan, pewadahan (waste collection) serta pengelolaan

sampah pada sumbernya (3R: reduce, reuse and recycling), pengumpulan, pemindahan

dan pengangkutan (waste transportation), dan pembuangan akhir (final disposal).

Elemen fungsional dan hubungan antar elemen dalam pengelolaan sampah secara terpadu dapat dilihat pada Gambar 5.

Pengolahan sampah di TPA yang ada di kota-kota Indonesia terutama untuk kota metropolitan, hampir seluruhnya menghadapi permasalahan. Adapun permasalahan tersebut, yang paling utama terjadi pada aspek penyediaan dana yang memadai untuk

mengoperasikan TPA secara sanitary landfill. Selain itu masalah lain yang tidak kalah

pentingnya adalah tidak dilakukannya pemilahan sampah dari sumbernya, sehingga menyulitkan dalam melakukan tindakan-tindakan yang tepat dalam mengelola sampah. Kondisi tersebut mengakibatkan, hampir semua TPA yang dimiliki oleh pemerintah kota

mencemari lingkungan, sehingga pada akhirnya mengabaikan social cost yang

ditanggung oleh masyarakat. Masalah lain yang dihadapi oleh pemerintah kota adalah penyediaan lahan untuk menampung timbulan sampah yang semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka pengelolaan sampah secara terpadu dan berkelanjutan dengan menggunakan integrasi sistem pengolahan sampah, merupakan solusi untuk menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah perkotaan, baik

WASTE COLLECTION WASTE TRANSPORTATION WASTE TREATMENT FINAL DISPOSAL

saat ini maupun di masa yang akan datang. Adapun sistem yang akan memberikan penyelesaian secara optimal tersebut dapat terdiri dari kombinasi aplikasi beberapa

teknologi, yakni incinerator, composting, recycling, dan sanitary landfill. Secara

skematik sistem ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5 Elemen fungsional dalam pengelolaan sampah perkotaan

Menurut Kholil (2005), mengatakan bahwa : Penanganan sampah yang

berorientasi pada TPA dengan sistem sanitary landfill atau controlled landfill , sudah

tidak tepat lagi diterapkan untuk menangani sampah di kota-kota besar. Karena di samping keterbatasan lahan sistem tersebut memerlukan biaya operasional yang sangat mahal. Seiring dengan meningkatnya timbulan sampah dan semankin sulitnya mencari lahan sebagai tempat pembuangan akhir sampah (TPA), maka minimisasi sampah di sumbernya untuk mengurangi ketergantungan pada lahan menjadi prioritas utama

kebijakan penanganan sampah kota. Sistem daur ulang sampah terpadu berbasis zero

waste yang mengintegrasikan sistem 3R (reduce, reuse, recycle) dengan sistem insinerasi

dapat menjadi pilihan yang tepat bagi penanganan sampah di kota-kota besar.

Menurut Tchobanoglous et al. (1993) pada integrated solid waste management

(ISWM) terdapat empat tingkat hirarki yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan sampah perkotaan, yaitu:

a. Pengurangan Sampah (Source Reduction)

Pengurangan sampah pada sumbernya, merupakan hirarki tertinggi dalam tata urutan penanganan sampah perkotaan, karena hal ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi jumlah timbulan sampah, dan mengurangi biaya yang diperlukan dalam pengangkutan dan penanganan dampak lingkungan. Pengurangan sampah dapat terjadi melalui perencanaan, pembuatan dan pengemasan dari produk dengan kandungan bahan beracun yang minimal, minimalisasi jumlah atau penggunaan material yang memiliki waktu penggunaan yang panjang.

b. Pendaurulangan (Recycling)

Hirarki kedua dalam ISWM adalah pendaurulangan (recycling) yang melibatkan:

1) pemisahan dan pengumpulan bahan buangan; 2) penyiapan bahan material buangan untuk digunakan ulang, pengolahan ulang dan 3) penggunaan ulang, proses ulang dan pembuatan ulang dari material buangan ini. Pendaurulangan ini merupakan faktor penting dalam membantu mengurangi kebutuhan sumberdaya dan jumlah buangan

sampah yang dibuang ke dalam landfill.

c. Pengubahan Sampah (Waste Transformation)

Hirarki ketiga dalam ISWM adalah pengubahan sampah (waste transformation).

Pengubahan sampah melibatkan proses fisik, kimia dan biologi, Adapun bentuk pengubahan sampah yang dapat dilakukan adalah: 1) memperbaiki efisiensi pengolahan

sampah; 2) pemulihan material yang dapat dipakai kembali; 3) pemulihan produk konversi seperti kompos dan energi dalam bentuk panas serta biogas untuk pembakaran

(combustible biogas).

d. Landfilling

Landfilling menempati urutan terakhir dalam hirarki ISWM, karena landfilling

umumnya merupakan cara yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Landfilling pada

umumnya dilakukan untuk: 1) sampah yang tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat dipakai lagi; 2) sisa sampah, setelah dilakukan pemilahan di unit pemilahan; 3) sisa sampah setelah pemilahan.