• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

BIOGRAFI PENGARANG

2. Nilai Pendidikan Karakter

No Nilai Pendidikan Karakter Penyajian Data

1 Religius “Dalam sekejap, sekelilingku langsung ramai penumpang berdesak-desak turun. Sesaat kutarik napas dalam-dalam, melafalkan doa tolak bala yang diajarkan kakekku dulu, kemudian ditutup dengan basmallah, didahului kaki kanan turun dari kapal.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 193) “Subhanallah..”

“Bagaimana mungkin aku tidak menyadari sejak tadi? Ternyata aku berada di kompleks Monas. Tugu monas berdiri gagh perkasa menjulang ke langit. Cuek tak peduli dengan orang-orang di bawahnya. Namun tetap tajam mengawasiku sejak tadi. Aku terpaku di bawah kemegahannya. Saat itu ingin kutelepon teman-teman di kampung hanya untuk sekedar mengatakan kalau aku sekarang sudah berada di Monas.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 199)

“Dengan langkah pasti aku melangkah keluar meninggalkan Plaza Semanggi. Aku terus tersenyum. Allah telah menjawab doaku setelah sekian lama berharap walau hanya sekejap bisa bertemu seorang penulis.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 258)

2 Jujur “Maksudku, sejak kejadian itu aku pikir kau akan marah. Itulah yang aku sebut musibah. Tapi setelah aku bertemu sekarang, ternyata aku sudah berprasangka buruk. Jujur saja tadi sebenarnya aku pasrah menerima dengan ikhlas apa pun yang akan kau lakukan kepadaku, dan aku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk menebus kesalahanku,” jujur sekali aku di hadapan iyen, mengungkapkan keganjalan hati.”

“jujur saja aku hanya manusia biasa yang mempunyai perasaan. Meski berusaha menguatkan hati, sekuat apa pun berusaha, tetap saja hatiku sakit saat melihat di depan mataku sendiri Iyen dengan sengaja bersikap mesra terhadap orang lain. Dan aku tahu Iyen mengetahui itu...”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 94)

3 Disiplin “Jam dua siang aku biasanya sudah tiba di terminal untuk menggantikan paman menjadi sopir angkot sampai pukul sepuluh malam. Kalau penumpang banyak, tak jarang aku bekerja hingga tengah malam.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 31)

“Setiap 3 bulan sekali, selama 2 tahun lebih, aku sengaja tidak menarik angkot, khusus menyempatkan diri datang ke kantor tersebut sepulang sekolah, tapi tak juga ada info lowongan kerja yang tersedia.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 124)

4 Kerja keras “Sejak kelas satu SMP, nyaris setiap hari, setelah pulang sekolah, aku langsung menggantikan paman menjadi sopir angkot. Trayeknya dari perkampungan menuju pusat kota, yaitu terminal Pasar Sentral...”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 16)

“Aku akan membagikan buku di tempat yang tepat yaitu toko buku karena sudah pasti mereka yang berada di sana adalah orang-orang yang hobi membaca dan mencintai dunia tulis-menulis. Tak mengapa aku membagikan buku secara gratis. Anggap saja biasya promosi face to face. Jika dulu di Manado aku pernah untuk pertama kalinya kenal dengan yang namanya strategi door to door, maka saat ini yang aku lakukan lebih ekstrem lagi yaitu face to face.

5 Mandiri “Hari-hari pertama aku hidup di pasar mencari tempat seadanya. Kemudian dari uang yang kukumpulkan sebagai kuli pasar, aku bisa mengontrak ruang kecil dan hidup berkecukupan untuk seorang diri di Manado.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 152)

“Tetapi uang yang dikumpulkan selama satu tahun di Palu tak cukup membawaku ke Jakarta. Manado adalah kota besar terdekat, pilihan tepat untuk sekedar batu loncatan. Kini setelah setahun di Manado, aku harus berjuang lagi mengejar impian. Sayang, tabungan masih tak cukup. Aku butuh satu batu lompatan lagi sebelum ke Jakarta. Dan Makassar adalah pilihan masuk akal.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 176)

6 Rasa Ingin Tahu “Aku tercekat, apa tak salah dengar. Sungguh aneh. Bukannya marah-marah, malah sebaliknya, Iyen menggodaku. Mimpi apa aku semalam, atau mungkin hari ini keberuntunganku? Aku semakin heran. Kutatap mata indahnya berharap menemukan sesuatu di situ. Aku merasakan hal aneh. Jantungku berdetak kencang, tubuhku panas dingin. Apakah ia merasakan hal yang sama?.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 20)

“Kuamati motor itu lebih dekat, berusaha mencari apa yang membuat orang terkagum-kagum. Motor itu tak lebih dari rangka baja ditempeli mesin dengan dua buah roda dan kabel di sana-sini. Tapi bagi mereka pecinta modifikasi dan balap liar, itu adalah hasil harya spektakuler, atau karya seni yang sangat langka. Semakin aneh hasil karya berarti berarti semakin besar gengsinya.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 50)

7 Menghargai Prestasi “Di depanku, ia masih terperangah menyaksikan aku yang dengan enteng menjelaskan semua sistem pada mesin dengan sangat jelas bersama dengan skema

dan simbol-simbol komponen mesin. Ia sama sekali tak menyangka aku mampu menjelaskan dengan sangat terperinci,”

“kulihat pak Gunawan dan pak toibin tersenyum bangga kepadaku.”

“Sedangkan Iton dan teman-teman sekelasku melonjak maju menghambur ke depan dan langsung menjujung aku dengan girang bukan main, karena telah mengangkat gengsi kelas kami di mata para siswa kelas lain yang sejurusan.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 92)

“Tiga tahun berlalu sudah. Aku telah lulus menyelesaiakn studi dan berhasil meraih predikat siswa terbaik serta mengantongi ijazah dan sertifikat ujian kompetensi yang hanya beberapa orang saja menerimanya.”

“Euforia kegembiraan menyelimuti sekolah.” (Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 113)

8 Bersahabat/komunikatif “Di rumah, aku punya dua sahabat, Suwanda dan Iwan. Persahabatan kami begitu dekat, bahkan mengalahkan persaudaraan. Sejak kecil kami selalu bersama, tak terpisahkan. Suwanda dan Iwan tak pernah bosan membantuku mencuci mobil setiap malam, selama bertahun-tahun.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 44)

“melihat aku bersekolah di tempat yang sama, bahkan kelas yang sama, membuat Iton bahagia. Segera ia minta duduk sebangku. Aku pun tak keberatan.”

“persahabatan kami pun terjalin erat di sekolah.” (Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 56)

9 Gemar membaca “Selepas itu adalah hari-hari di mana aku belajar dengan sungguh-sungguh. Di mana pun berada aku selalu membaca. Saat menunggu antrean penumpang aku juga terus membaca. Saat di rumah, istirahat sekolah, dan setiap ada kesempatan aku terus

membaca.”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 96)

“Karena senangnya dengan dunia membaca, aku sering ketinggalan waktu makan siang. Ibu Yana sampai bertanya alasan kenapa aku sering tidak bergabung bersama karyawan lain ketika jam makan siang. Kejelaskan kegiatanku setiap jam makan siang. Sebenarnya melu mengatakan jika selama ini aku mengutamakan membaca buku di Gramedia karena lebih memilih menghemat jika harus membeli buku. Mendengar jawabnku, terpancar tanda tak percaya dari matanya. Mungkin wanita itu tak menyangka ada sopir yang lebih memilih membaca dibanding makan siang.” (Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 186)

10 Tanggung jawab “Kita di percaya untuk membagikan brosur, dan cetak brosur itu mahal. Jadi saya akan tetap bagikan brosur ini. Kalau kamu mau nyantai terserah, tapi saya akan tetap membagikan brosur!”

(Mengejar-ngejar Mimpi; 2015: 245)

“Malam hari aku menulis. Semua memori masa lalu seperti kembali berdesakkan ingin kutuliskan. Setiap Sabtu dan Minggu seperti biasa aku mengunjungi Gramedia. Bab demi bab aku lewati, aku menulis dan menulis lagi.”

SILABUS