• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

P. Kajian Teoretis

1. Struktur Novel

pembelajarannya di SMA.

1. Struktur Novel

Menurut Stanton, membedakan unsur pembangun sebuah novel dibedakan ke dalam tiga bagian: fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra). Fakta (fact) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, latar. Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut sebagai struktur faktual (factual structure) dan tingkat faktual (factual level) sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2013: 31-32). Dari pendapat di atas, struktur novel dalam penelitian ini dibatasi pada tema dan fakta, karena keduannya yang paling banyak mendukung

nilai pendidikan karakter. Di bawah ini terdapat penjelasan struktur novel dalam sebuah karya fiksi.

a. Tema

Tema sering dimaknai sebagai ide sentral dalam sebuah cerita. Mengacu pada beberapa pendapat ahli Nurgiantoro (2012: 25), Aminudin (2013: 91), terkait dengan tema penulis dapat menyimpulkan bahwa ketiga ahli di atas mempunyai pemikiran yang sepaham bahwa tema merupakan ide atau gagasan sentral dalam suatu karya fiksi. Tema adalah pokok utama permasalahan yang dijadikan tujuan utama oleh seorang pengarang dalam karyanya. Kaitannya dengan pokok permasalahan yang hendak dijadikan sebagai tema, seorang pengarang biasanya menggunakan pengalaman kehidupannya, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah cerita yang utuh. Tema adalah hal yang pokok dalam sebuah cerita, tanpa adanya sebuah tema suatu cerita akan kabur dan tidak terarah. Itu sebabnya tema dikatakan sebagai gagasan pokok sebuah cerita.

Kaitannya dengan tema, Nurgiyantoro (2012: 82-83), membagi tema menjadi dua, yaitu tema mayor (tema utama) dan tema minor (tema tambahan). Tema mayor diartikan sebagai makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum cerita itu, sementara tema minor sendiri diartikan sebagai makna yang hanya terdapat

pbagian-bagian tertentu cerita saja yang fungsinya hanya mempertegas eksitensi makna utama atau tema mayor.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam sebuah cerita. Nurgiyantoro (2012: 165) mengatakan bahwa istilah tokoh menunjukan pada orangnya (pelaku cerita) sementara istilah penokohan menunjukan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak dalam sebuah cerita.

Aminudin (2013: 80-81) mengungkapkan bahwa dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dan menelusurinya lewat (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran lingkungan kehidupan ataupun cara berpakaian yang dihadirkan oleh pengarang, (3) perilakunya, (4) cara berbicara tokoh itu tentang dirinya sendiri, (5) jalan pikirannya, (6) tokoh lain membicarakan tentang dirinya, (7) perbincangan tokoh lain dengannya, (8) reaksi tokoh lain terhadapnya, (9) reaksi tokoh itu terhadap tokoh lain. Kaitannya dengan uraian di atas, Barabin (1985: 55-57), mengungkapkan bahwa ada dua macam cara dalam memperkenalkan tokoh atau perwatakan tokoh dalam sebuah karya fiksi, yaitu secara analitik dan secara dramatik. Secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya, sementara secara dramatik itu sendiri, yaitu pengarang dalam

memperkenalkan tokoh tidak diceritakan secara langsung, tetapi melalui pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungannya, melalui dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh yang lain.

Tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita terdiri dari beberapa macam, dan semuanya itu akan membuat cerita makin menarik karena akan memunculkan konflik-konflik. Dalam buku Nurgiyantoro (2013: 258-278) pengarang membedakan tokoh menjadi:

1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Pembedaan tokoh ke dalam kategori ini didasarkan pada peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara keseluruhan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Kehadiran tokoh tambahan diperlukan untuk mendukung tokoh utama.

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal

bagi pembaca. Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Tokoh antagonis adalah yang menyebabkan timbulnya konflik dan ketegangan sehingga cerita menjadi menarik.

3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Tokoh sederhana dan tokoh bulat dibedakan berdasarkan perwatakannya, tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja, sedangkan tokoh bulat, tokoh kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.

4) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Tokoh ini dibedakan berdasarkan kriteria berkembang, tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan per-kembangan dan perubahan peristiwa dan plot dikisahkan.

5) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Altenbernd dan Lewis berpendapat tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih

banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya, sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Altenbernd dan Lewis merupakan tokoh imajinatif yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir atau dihadirkan semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.

Tokoh dan penokohan merupakan peranan penting dalam sebuah karya sastra, tokoh merupakan lakon dalam sebuah cerita yang menjalankan cerita tersebut, sedangkan penokohan merupakan penggambaran sifat dari tokoh.

c. Plot atau Alur

Plot atau alur merupakan jalan cerita dalam suatu karya sastra untuk memperjelas kejadian secara runtun yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menimbulkan keutuhan dalam sebuah cerita.

Alur atau plot sering juga disebut pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita yang menunjukkan adanya hubungan kausalitas. Plot memegang peranan penting dalam cerita. Fungsi plot adalah memberikan penguatan dalam proses membangun cerita. Menurut Waluyo (2008: 146-147), plot memiliki fungsi untuk membawa ke arah pemahaman cerita secara rinci dan menyediakan tahap-tahap tertentu bagi pengarang untuk melanjutkan cerita berikutnya.

Menurut Sukirno (2013: 85), alur cerita jika dilihat dari urutan peristiwanya terdiri atas bagian awal, tengah, dan akhir. Lebih terinci

lagi terdiri atas eksposisi, konflik, klimaks, pelarian, dan penyelesaian. Jika dilihat dari jenisnya, alur dapat dikelompokkan menjadi alur maju atau progresif (peristiwa diceritakan dari awal, tengah, dan akhir), alur mundur atau regresif (peristiwa diceritakan dari bagian akhir, tengah, baru bagian awal), alur gabungan atau alur maju-mundur (peristiwa kadang-kadang diceritakan dari bagian tengah, baru kebagian awal dan akhir), dan alur melingkar (peristiwa diceritakan dari awal sampai akhir, tetapi akhir peristiwa kembali ke peristiwa awal). Jika dilihat dari cara mengakhiri cerita, terdapat alur tertutup (pengarang telah menyimpulkan atau menyelesaikan cerita) dan alur terbuka (pengarang tidak menyimpulkan akhir cerita, pembaca atau penyimak dipersilakan menyimpulkan akhir cerita itu).

Alur dapat dilihat dari kualitasnya, yaitu alur padat dan alur

longgar. Alur padat maksudnya peristiwa itu tidak dapat diselipi oleh

alur-alur kecil. Adapun alur longgar dapat diselipi oleh alur-alur kecil. Berdasarkan kualitasnya, alur memiliki dua jenis, yaitu alur tunggal (hanya menceritakan satu episode kehidupan) dan alur ganda (menceritakan lebih dari satu episode kehidupan).

Secara teoretis plot biasanya dikembangkan dalam urutan-urutan tertentu. Waluyo (2008: 15-18) dalam Nurhayati (2012: 12) mengatakan bahwa rangkaian kejadian yang menjalin plot meliputi tujuh tahapan : (1) eksposisi; (2) inciting moment; (3) rising action; (4)

Eksposisi artinya paparan awal cerita. Pengarang memperkenalkan tokoh-tokoh cerita, wataknya, tempat kejadiannya, dan hal-hal yang melatar belakangi tokoh itu sehingga akan mempermudah pembaca mengetahui jalinan cerita sesudahnya.

Inciting moment artinya mulainya masalah cerita itu muncul.

Peristiwa mulai adanya masalah-masalah yang ditampilkan oleh pengarang untuk dikembangkan atau ditingkatkan. Rising action artinya konflik dalam cerita meningkat. Complication menunjukkan konflik yang semakin ruwet. Climax atau puncak cerita atau puncak peggawatan, yaitu puncak dari kejadian-kejadian dan merupakan jawaban dari semua problem atau konflik yang tidak mungkin dapat meningkat atau dapat lebih ruwet lagi. Falling action, yaitu konflik yang dibangun cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya.

Denoument, yaitu penyelesaian.

d. Latar

Nurhayati (2012: 17) menjelaskan bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Kadang-kadang dalam sebuah cerita ditemukan latar yang banyak mempengaruhi penokohan dan kadang membentuk tema. Pada banyak prosa khususnya novel, latar membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya cuaca yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh cerita tersebut.

Menurut Suharto (2010: 54), dalam analisis novel, latar (setting) juga merupakan unsur yang sangat penting pada penentuan nilai estetik karya sastra. Latar sering disebut sebagai atmosfer karya sastra (novel) yang turut mendukung masalah, tema, alur, dan penokohan. Oleh karena itu, latar merupakan salah satu fakta cerita yang harus diperhatikan, dianalisis, dan dinilai.

Menurut Sukirno (2013: 89), latar cerita terdiri atas latar tempat dan latar waktu. Latar tempat dapat berupa alam yang terbuka luas, di dalam ruang yang luas, dan ruang yang lebih sempit. Latar waktu dapat menunjukkan pukul, pagi, siang, sore, malam, hari, pekan, bulan, tahun, dan zaman. Sukirno juga menambahkan bahwa latar juga memiliki latar situasi dan latar budaya. Latar situasi berupa penceritaan situasi hujan, terang, sibuk, tenang, marah, aman, rusuh, duka, suka dan situasi lainnya. Latar budaya adalah kondisi dan adat istiadat masyarakat disekitarnya.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah landasan utama dalam karya sastra yang mengacu pada tempat, waktu, situasi dan budaya.