• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Originalitas

Penelitian ini adalah penggabungan dan pengembangan berbagai penelitian terdahulu seperti Mazzotta & Veltri (2014), Zhu (2014), Abad et al. (2016), Nilabhra Bhattacharya et al. (2011), Strobl (2013), Patro & Kanagaraj (2016), Turki et al. (2016), dan lain-lain. Ringkasan berbagai penelitian tersebut disampaikan pada bab 3. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut adalah:

1. Jika ditinjau berdasarkan metode penelitian, penelitian ini dilakukan beberapa perubahan model. Pertama penelitian ini menjadikan variabel Information Asymmetry (IA) berada di antara variable Cost of Equity (CoE) dan Cost of Debt (CoD) dengan variabel yang diduga mempengaruhi CoE dan CoD yaitu Earning Management (EM) dan Gorporate Governance (CG).

2. Pada umumnya penelitian menempatkan fokus analisis kepada Cost of Capital (CoC) yang merupakan gabungan CoE dan CoD atau hanya menggunakan salah satu dari CoE ataupun CoD. Penelitian ini menggunakan pengukuran kedua variabel CoE dan CoD sekaligus dalam model namun memisahkan kedua variabel tersebut karena menduga terdapat perbedaan karakteristik pengaruh atas kedua variabel tersebut.

3. Mekanisme perhitungan IA juga akan dibentuk dengan menggunakan ukuran komposit. Dalam menghitung composite proxy untuk IA akan menggunakan dua buah pendekatan yaitu:Pendekatan share price volatility (Cormier et al., 2013)

& Milgrom (1985). Kedua pendekatan tersebut akan diolah untuk menghasilkan composite proxy untuk mengukur IA dengan cara perankingan. Penjelasan detail untuk menghasilkan proxy tersebut akan dijelaskan pada bagian metodologi penelitian.

4. Penelitian ini juga akan menganalisis dampak implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap pengaruh antar antar variabel yang diteliti. Sekalipun analisis dampak implementasi IFRS telah pernah dilakukan oleh Gatsios et al. (2016), Mohammadrezaei et al. (2015), dan Turki et al. (2016), namun penelitian khususnya pada aspek hubungan antar variabel yang diteliti belum pernah dilaksanakan khususnya dalam konteks Indonesia.

2.1. Agency Theory dan Stewardship Theory

Agency theory dan stewardship theory digunakan oleh peneliti untuk memahami hubungan serta menjelaskan berbagai hasil yang diperoleh dalam penelitian ini.

Bagian berikut akan menjelaskan konsep dasar dari kedua teori tersebut.

2.1.1. Tinjauan Definisi Agency Theory

Para peneliti menggunakan teori keagenan untuk menganalisis hubungan antara prinsipal (pemilik perusahaan) dengan agen (manajemen). Prinsipal mendelegasikan pekerjaan pengelolaan perusahaan kepada agen dengan harapan bahwa agen akan melakukan usaha terbaik untuk mencapai tujuan pemilik (Eisenhardt (1989); Jensen & Meckling (1976)). Teori keagenan didasarkan pada hubungan antara prinsipal yang memberikan tugas-tugas tertentu kepada agen disertai dengan wewenang untuk memutuskan atas berbagai hal terutama yang bersifat operasional. Dalam hubungan tersebut, terdapat konflik kepentingan antara manajemen dengan pemilik perusahaan (Mitchell & Meacheam, 2011). Fokus perhatian teori agensi adalah perilaku oportunis yang mungkin dilakukan oleh manajemen sebagai akibat keleluasaan manajemen yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh prinsipal.

Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa teori agensi adalah studi tentang hubungan antara prinsipal dengan agen yang dikontrak prinsipal tersebut untuk bertindak atas nama prinsipal. Spesifikasi kontrak tidak akan dapat

mengakomodir keinginan kedua belah pihak secara sempurna sehingga terdapat kemungkinan bahwa agen akan menafsirkan kontrak dengan cara yang memaksimalkan manfaat bagi agen dan merugikan prinsipal. Dalam kondisi tersebut akan timbul agency cost yang merupakan biaya yang timbul sebagai akibat perilaku oportunis manajemen. Kultys (2016) menyatakan bahwa Corporate Governance fokus untuk mengurangi agency cost dalam hubungan antara agen dan prinsipal tersebut melalui pembatasan tingkat keotonoman dari manajemen.

Daily, Dalton, & Cannella (2003) menyatakan terdapat dua alasan mengapa agency theory digunakan secara luas untuk menjelaskan berbagai permasalahan manajemen. Pertama, keunggulan teori ini terletak pada penyederhanaan permasalahan yang sesungguhnya sangat kompleks menjadi relatif sederhana.

Agency theory menyederhanakan perusahan ke dalam dua pihak yang dapat dipisahkan dengan jelas yaitu manajer dan pemilik. Kedua, teori ini menggunakan asumsi yang sangat umum dan rasional bahwa setiap pihak bersifat egois sehingga menjadi individual yang rasional untuk memenuhi kepentingannya. Kedua alasan tersebut membuat Agency theory mampu mendukung suatu riset yang bertujuan menjelaskan berbagai permasalahan dalam perusahaan.

Salah satu alasan utama mengapa konflik kepentingan tersebut terjadi karena kontrak antara prinsipal dan agen tidak sempurna sementara pengawasan sulit dan menimbulkan biaya yang tinggi sehingga prinsipal mengalami kesulitan menjamin seluruh hak milik mereka (Eisenhardt, 1989). Risiko munculnya masalah keagenan dalam bentuk tindakan agen yang bertentangan dengan kepentingan prinsipal telah meningkat sebagai konsekuensi pengelolaan perusahaan yang

diserahkan kepada manajer profesional (bukan pemilik). Lebih khusus lagi, Chief Excecutive Officer (CEO) pada perusahaan publik atau terbuka memiliki otonomi yang sangat luas karena kepemilikan perusahaan yang relatif tidak terkonsentrasi pada satu pihak tertentu. Dalam rangka menjaga usaha untuk meningkatkan nilai perusahaan, dampak negatif yang ditimbulkan perbedaan kepentingan antara prinsipal dan manajemen harus diminimalisir. Walaupun perbedaan tersebut beserta dampak yang ditimbulkannya sulit diukur secara kuantitatif, berbagai riset menghasilkan kesimpulan yang sama bahwa Corporate Governance dapat menekan dampak yang ditimbulkan perbedaan kepentingan tersebut.

Salah satu faktor yang mendorong manajemen mampu menghasilkan keuntungan pribadi dalam pandangan agency theory karena manajer memiliki informasi yang jauh lebih baik dari pemegang saham sementara pemegang saham tidak dapat menjalankan pengawasan langsung terhadap manajer. Kultys (2016) menggambarkan bahwa secara umum reward dalam bentuk gaji dan bentuk lainnya yang diterima oleh manajer akan menjadi instrumen untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham. Reward tersebut diharapkan membuat manajemen tidak mengambil keuntungan personal namun fokus pada peningkatan nilai perusahaan agar memperoleh reward dan bonus yang tinggi. Hal ini menjadi salah satu solusi karena solusi minimalisasi agency cost tidak sepenuhnya efektif dengan mekanisme pengawasan karena kepentingan dari manajer dan pemegang saham sangat bervariasi antar waktu dan kondisi yang berbeda sehingga akan sulit untuk melakukan pengawasan. Pada kondisi lain, pengawasan yang absolut terhadap manajer akan menimbulkan kerugian bagi pemegang saham karena akan

membuat manajer tidak dapat mengembangkan kreatifitas dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan.

Teori keagenan dibangun di atas tujuh asumsi dasar; kepentingan pribadi, konflik tujuan, pembatasan rasionalitas, asimetri informasi, keunggulan efisiensi, penghindaran risiko, dan informasi sebagai komoditas (Eisenhardt, 1989). Dua bentuk agency theory telah dikembangkan yaitu: principal-agent dan positivist (Jensen, 1983). Pendekatan awal untuk mempelajari teori agensi adalah Principal-Agent Theory yang fokus pada pengembangan model matematika. Penelitian itu berbasis pada ekonometri dan sangat bergantung pada asumsi kepentingan pribadi, pembatasan rasionalitas dan penghindaran risiko. Para peneliti berkarakter positivist menekankan perlunya mekanisme tata kelola terutama di perusahaan besar dengan kepemilikan yang tersebar pada banyak pihak. Selanjutnya, pendekatan positivist diterima secara luas sejak tahun 1980-an dan telah diperluas bukan hanya menganalisis hubungan antara prinsipal atau pemilik dengan CEO sebagai top management perusahaan tetapi menganalisis hubungan antar berbagai level di dalam perusahaan. Davis, Schoorman, & Donaldson (1997) memberikan catatan bahwa untuk melindungi kepentingan pemegang saham, meminimalisasi biaya keagenan, dan untuk memastikan keselarasan kepentingan, teori keagenan merekomendasikan berbagai mekanisme tata kelola. Mekanisme ini umumnya ditekankan oleh para peneliti positivist berfokus pada kompensasi eksekutif dan struktur Corporate Governance (Jensen & Meckling, 1976).

2.1.2. Batasan Agency Theory

Fokus kritik terhadap agency theory justru terletak pada keunggulannya terkait kemampuan menyederhanakan permasalahan konflik kepentingan dalam perusahaan yang sesungguhnya sangat kompleks. Kritikus menyatakan prinsip dasar agency theory yang menyatakan setiap pihak akan memanfaatkan peluang untuk kepentingan sendiri tidak sepenuhnya dapat menjelaskan semua permasalahan di dalam perusahaan (Kultys, 2016). Sekalipun pendekatan agency theory yang berbasis pada penyederhanaan masalah memberikan manfaat bagi para peneliti namun eliminasi berbagai faktor yang sesungguhnya nyata terjadi dapat mengurangi makna penelitian tersebut. Artinya sekalipun penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang berdasarkan dukungan data namun tidak sepenuhnya menjelaskan kondisi yang terjadi di dalam perusahaan.

Kritik lain terkait agency theory berfokus kepada pelaksanaan monitoring atau pengawasan yang menjadi salah satu instrumen utama untuk mengatasi konflik kepentingan. Aktivitas monitoring tersebut bukan hanya membutuhkan biaya yang besar namun juga merugikan dari segi implementasi strategi. Mekanisme kontrol dapat bertentangan dengan implementasi keputusan strategis, membatasi langkah bersama antara semua pihak dalam perusahaan, dan dapat mendistorsi rencana implementasi serta merugikan kepentingan stakeholder lainnya. Secara umum pengawasan akan memberi dampak negatif terhadap pengembangan kreatifitas padahal pengembangan kreatifitas tersebut sangat dibutuhkan untuk menghasilkan inovasi bagi peningkatan daya saing perusahaan.

2.1.3. Tinjauan Definisi Stewardship Theory

Salah satu teori pengkritik pendekatan agency theory yang mendapat perhatian yang luas adalah Stewardship Theory. Fokus kritik yang diberikan teori ini berfokus pada aspek psikologis dan sosial. Davis et al. (1997) menyatakan bahwa teori stewardship theory tidak sepenuhnya menjadi penentang agency theory tetapi saling melengkapi untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif.

Perbedaan antara stewardship dan agency theory terletak pada cara pandang bahwa agency theory secara tegas memisahkan kepentingan manajer dengan pemilik sementara stewardship theory menyatakan bahwa di dalam banyak kondisi, manajer justru termotivasi untuk berusaha secara optimal untuk mencapai kepentingan pemilik bahkan kepentingan stakeholder lainnya. Davis juga melakukan review atas berbagai studi empiris yang menyimpulkan bahwa di antara kedua teori tersebut tidak ada yang lebih baik dari yang lain. Pendekatan yang lebih baik adalah melakukan integrasi kedua pendekatan tersebut untuk menjelaskan berbagai permasalahan di dalam perusahaan.

Dalam berbagai penelitian yang dikembangkan dalam konsep stewardship theory, saran utama yang dihasilkan adalah merancang suatu mekanisme yang memungkinkan manajer puncak untuk memiliki otonomi yang luas. Manajer tersebut harus dimungkinkan untuk membuat keputusan strategis namun dengan pertanggungjawaban yang tidak ambigu atau beririsan dengan pihak lain. Hal ini berarti indikator pengukur kinerja masing-masing pihak di dalam perusahaan dinyatakan secara terperinci. Pendekatan ini relatif berbeda dengan agency theory yang menggunakan instrumen kontrol untuk mengendalikan manajemen.

Implementasi dari teori ini tergantung pada tipikal prinsipal. Prinsipal yang berani mengambil risiko akan menerapkan stewardship theory karena meyakini bahwa otonomi yang diberikan kepada manajer akan dikompensasi dalam bentuk peningkatan kekayaan pemilik. Kombinasi pendekatan dua teori tersebut dalam menjelaskan hubungan antara manajer dan prinsipal dapat menjelaskan terjadinya suatu kondisi mutual stewardship di mana manajer melaksanakan pekerjaan di perusahaan untuk mencapai tujuan personal dan pada saat yang bersamaan mencapai tujuan pemilik perusahaan.

2.2. Cost of Capital (CoC)

Semua dana yang digunakan di dalam perusahaan tidak gratis, investor individual maupun institusi mengharapkan return atas investasi yang mereka lakukan. Tingkat return minimum yang diharapkan oleh investor menjadi biaya (cost) bagi perusahaan. Biaya modal perusahaan tersebut tidak tergantung darimana sumber dana tersebut berasal tetapi tergantung pada penggunaan dari dana tersebut.

Hal ini terjadi karena biaya modal ditentukan oleh risiko penggunaan dana tersebut.

Perusahaan dapat meminjam uang dari berbagai sumber seperti perbankan, penerbitan obligasi dan berbagai cara lain. Pada sisi lain perusahaan dapat memperoleh dana dari pemilik melalui dua cara yaitu meminta tambahan modal dari pemilik lama (right issue) maupun penawaran secara terbuka (secondary offering)

CoC dari suatu perusahaan juga terkait kepentingan berbagai pihak terutama pemegang saham dan investor. Pemegang saham dan investor akan fokus pada

perusahaan akan digunakan sebagai tingkat diskonto perusahaan tersebut. Tingkat diskonto tersebut diturunkan dari berbagai sumber pendanaan yang dipengaruhi struktur modal perusahaan. Struktur modal perusahaan umumnya terdiri dari campuran hutang dan modal yang diperoleh pada waktu yang berbeda-beda sehingga CoC harus mengakumulasikan seluruh biaya masing-masing sumber modal tersebut menjadi suatu ukuran gabungan.

Dalam konsep bisnis secara umum perusahaan harus menetapkan rate of return minimal sama atau lebih baik jika melebihi CoC perusahaan tersebut. Jika rate of return perusahaan sama dengan CoC maka perusahaan tersebut dapat berkembang secara moderat. Pada kondisi rate of retun melebihi CoC maka nilai perusahaan akan meningkat sebaliknya jika rate of return perusahaan lebih kecil dari CoC maka nilai perusahaan akan menurun dan sulit untuk menarik perhatian investor. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dikatakan bahwa CoC adalah tingkat return minimum yang harus dihasilkan oleh investasi yang dimasukkan kedalam suatu perusahaan untuk memenuhi harapan investor dan untuk menjaga nilai perusahaan. Mott (2012) menyatakan bahwa nilai CoC total perusahaan merupakan gabungan dari Cost of Debt (CoD) dan Cost of Equity (CoE). Setelah nilai kedua biaya tersebut diperoleh selanjutnya nilai CoC dapat dihitung dengan akumulasi melalui prosedur rata-rata tertimbang atau lebih dikenal dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC).

2.2.1. Cost of Debt (CoD)

2.2.1.1. Pengertian Cost of Debt (CoD)

Cost of Debt (CoD) mengacu pada biaya hutang yang ditanggung oleh perusahaan baik dalam bentuk hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek. Biaya hutang ini dapat dilihat secara langsung dari tingkat bunga yang dikenakan pada keseluruhan hutang perusahaan. Mott (2012) menjelaskan bahwa tingkat bunga yang dikenakan atas suatu surat hutang dapat dipandang secara langsung sebagai biaya meminjam. Secara akumulatif, CoD dapat dengan mudah diperoleh dalam laporan keuangan yang dicatat sebagai beban bunga. Beban bunga tersebut timbul dari bunga yang dibayarkan oleh perusahan kepada pemberi kredit.

Jumlah bunga yang dibayarkan oleh perusahaan ditentukan oleh jumlah hutang yang diperoleh dan tingkat bunga yang dikenakan oleh kreditur.

Jumlah hutang perusahaan sifatnya fluktuatif karena dipengaruhi pembayaran hutang jatuh tempo maupun pinjaman baru. Hal ini juga berimplikasi pada pembayaran bunga yang fluktuatif. Selain ditentukan oleh jumlah hutang, faktor lain yang menentukan jumlah pembayaran bunga adalah kualitas hutang dari perusahaan tersebut. Kreditur akan bersedia memberikan tingkat bunga yang rendah jika hutang tersebut memiliki kualitas yang baik. Kualitas hutang ditentukan dari risiko default atau tidak terbayar. Semakin kecil risiko default, maka hutang tersebut dapat dikatakan semakin berkualitas. Ashbaugh-Skaife et al. (2006) dan Wu & Lee (2014) serta banyak peneliti lain menyatakan bahwa rating kredit akan menentukan tingkat bunga yang dikenakan atas hutang tersebut.

2.2.1.2. Pengukuran Cost of Debt (CoD)

Pengukuran Cost of Debt (CoD) dapat dilakukan dengan mudah. Studi literatur yang dilakukan menemukan beberapa cara untuk mengukur (proxy) beban hutang yaitu sebagai berikut :

1. Proporsi Bunga atas Rata-Rata Hutang merupakan cara yang paling umum digunakan yaitu dengan menghitung proporsi bunga yang ditanggung oleh perusahaan dibandingkan rata-rata hutang yang diperolehnya. [Hashim &

Amrah (2016), Zhu (2014), Juniarti & Natalia (2012), Lorca, SΓ‘nchez-Ballesta,

& GarcΓ­a-Meca (2011), Farooq & Derrabi (2012), Francis et al. (2005),Piot &

Missonier-Piera (2007),Pittman & Fortin (2004)]. Data yang dibutuhkan untuk menghitung proporsi bunga tersebut dapat diperoleh di laporan keuangan.

Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

πΆπ‘œπ· = πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ 𝐸π‘₯𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒

π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ π΅π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘π‘œπ‘‘π‘’π‘₯100%

2. Rating Kredit (Bond Rating) walaupun tidak digunakan secara langsung sebagai proksi dari CoD, namun rating kredit sering digunakan sebagai gambaran kondisi hutang karena secara rasional rating kredit sangat mempengaruhi suku bunga. Rating yang baik akan membuat CoD menjadi relatif lebih kecil demikian sebaliknya. Rating kredit adalah peringkat kualitas surat hutang perusahaan yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat. Beberapa penelitian yang menggunakan rating kredit seperti Ashbaugh-Skaife et al.

(2006) menggunakan S&P credit rating, Hodges et al. (2014) menggunakan rating dari berbagai sumber yang tersedia di Compustat database, Wu & Lee (2014) menggunakan The Taiwan Corporate Credit Risk Index (TCRI).

2.2.2. Cost of Equity (CoE)

2.2.2.1. Tinjauan Definisi Cost of Equity (CoE)

Modal di dalam perusahaan adalah termasuk aset berisiko sehingga mempertahankan modal perusahaan termasuk menahan laba tetap dipandang memiliki biaya sekalipun modal tersebut dihasilkan dari aktifitas perusahaan.

Pemegang saham dapat mengajukan alternatif penggunaan dana dibanding menahan modal di dalam perusahaan sehingga menahan modal memiliki oppurtunity cost. Pemanfaatan laba ditahan untuk keperluan internal memang menghasilkan penghematan biaya administrasi dan proffesional fee sehingga dapat dipahami bahwa menahan laba menghasilkan biaya modal yang lebih murah (Mott, 2012).

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Cost of Equity (CoE) adalah return yang diharapkan oleh pemegang saham dengan menginvestasikan dananya di dalam perusahaan. Return tersebut dapat diperoleh dari dividen maupun dari peningkatan nilai saham yang dimiliki. Return bagi investor menjadi cost bagi perusahaan.

Walaupun secara konsep hal tersebut cukup sederhana, namun sangat sulit untuk menghitungnya secara matematis. Perhitungan estimasi CoE telah menjadi kajian yang didiskusikan banyak peneliti dengan menawarkan beberapa pengukuran untuk mengistimasi CoE.

2.2.3. Pengukuran Cost of Equity (CoE)

Seperti yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, pengukuran Cost of Equity (COE) merupakan pengukuran yang didiskusikan banyak peneliti dengan

pendekatan pengukuran yang bervariasi. Hal ini terjadi karena sesungguhnya variabel ini tidak sepenuhnya dapat diobservasi sehingga perhitungannya merupakan estimasi yang juga tergantung pada estimasi data lain. Berikut ini beberapa pengukuran yang pernah diformulasi untuk mengukur CoE:

1. Dividen Discounted Model

Model ini pertama kali dikembangkan oleh Gordon & Shapiro (1956). Dalam pendekatan ini CoE dihitung melalui pendekatan pendiskontoan dividen.

Formulasi matematis dari hal tersebut adalah : πΆπ‘œπΈπ‘‘ = 𝑑𝑑

π‘π‘‘βˆ’1+ 𝑔

β€˜CoEt’ adalah Cost of Equity pada waktu β€˜t’, β€˜dt’ adalah dividen pada waktu β€˜t’, dan β€˜Pt-1’ adalah harga saham pada waktu β€˜t-1’.Nilaiβ€˜g’ diperoleh dari perhitungan rata-rata 5 tahun terakhir.

2. Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Pendekatan ini diformulasi secara baik pertama kali oleh Sharpe (1964).

Asumsi dalam pendekatan CAPM adalah investor mengharapkan tingkat return terdiri dari dua bagian yaitu ; tingkat return bebas risiko yang biasanya dihasilkan dari sekuritas yang diterbitkan atau dijamin pemerintah dan tambahan premium risiko sebagai kompensasi atas risiko sistematik yang ditanggung oleh masing-masing perusahaan. Risiko sistematik diukur dengan beta yang merupakan ukuran korelasi antara fluktuasi saham perusahaan secara individual dengan rata rata pasar (indeks pasar). Formula umum dari CAPM adalah

πΆπ‘œπΈ = 𝑅𝑓+ 𝛽(π‘…π‘šβˆ’ 𝑅𝑓)

Di mana Rf adalah risk free rate yang mengacu pada sekuritas bebas risiko, Rm

adalah return pasar yang diukur dengan return indeks pasar, dan Ξ² adalah beta yang diperoleh dengan mengukur koefisien regresi retun saham dan return pasar untuk 10 tahun sebelumnya.

3. Fama dan French Three-Factor Model

Model ini dikembangkan oleh Fama & French (1993) sebagai penyempurnaan CAPM yang dinyatakan kurang dapat mengukur CoE dengan baik. Faktor diperluas menjadi beberapa faktor lain yaitu: risk free return, market risk premium, size premium, dan value premium. Rumusannya adalah sebagai berikut:

πΆπ‘œπΈπ‘–,𝑑 = 𝑅𝐹𝑑+ 𝛽𝑖,π‘‘π‘šπ‘˜π‘‘π‘…π‘€π‘…πΉ + 𝛽𝑖,𝑑𝑠𝑖𝑧𝑒𝑆𝑀𝐡 + 𝛽𝑖,π‘‘π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’π»π‘€πΏ

Nilai koefisien beta akan dicari dengan membentuk persamaan regresi berikut dengan menggunakan data 10 tahun terakhir.

𝑅𝑖,π‘‘βˆ’ 𝑅𝑓,𝑑 = π‘Žπ‘–+ βˆ‘ 𝑏𝑖,π‘˜(𝑅𝑀,𝑑+π‘˜βˆ’ 𝑅𝑓,𝑑+π‘˜) + βˆ‘ 𝑠𝑖,π‘˜π‘†π‘€π΅π‘‘βˆ’π‘˜+ βˆ‘ β„Žπ‘–,π‘˜π»π‘€πΏπ‘‘βˆ’π‘˜+ 𝑒𝑖 π‘˜=1

π‘˜=βˆ’1 π‘˜=1

π‘˜=βˆ’1 π‘˜=1

π‘˜=βˆ’1

Ri,t adalah return perusahaan i pada tahun t, RM,t adalah return market pada periode t, SMB adalah perbedaan return antara portofolio kecil dan besar, HML adalah perbedaan antara portofolio tinggi dan rendah.

4. Residual Income Valuation Model

Model ini dikembangkan oleh Gebhardt, Lee, & Swaminathan (2001) dengan formulasi sebagai berikut:

𝑃𝑑 = 𝑏𝑣𝑑+ βˆ‘(𝑒̂𝑝𝑠𝑑+πœŽβˆ’ π‘ŸπΊπΏπ‘†Μ‡ . 𝑏𝑣𝑑+πœβˆ’1) (1 + π‘ŸπΊπΏπ‘†)𝑑

𝑇

𝜏=1

+(𝑒̂𝑝𝑠𝑑+𝑇+1βˆ’ π‘ŸΜ‡πΊπΏπ‘†. 𝑏𝑣𝑑+𝑇) π‘ŸπΊπΏπ‘†(1 + π‘ŸπΊπΏπ‘†)𝑇

Di mana Pt adalah harga saham perusahaan pada waktu t, Γͺpst+Ο„ adalah expected future earning per share untuk periode (t+Ο„-1,t+Ο„), dan bvt+Ο„-1 adalah book value per share pada waktu t+Ο„-1. Model ini memperoleh expexted future residual income untuk tiga tahun dari actual book value per share dan forecasted earning per share sampai tiga tahun yang akan datang. Dengan asumsi tidak ada surplus, future book value dihitung dari current book value, forecasted earning, dan dividen. Untuk setiap tahun dividen dibuat sebesar rata-rata payout ratio untuk tiga tahun yang terakhir. Di luar dari tiga tahun awal, aliran residual income diturunkan dari penurunan linear dari ramalan return akuntansi sepanjang sembilan tahun yang akan datang atas rata-rata return on equity.

5. Claus & Thomas Method (CT)

Model ini dibangun oleh Claus & Thomas (2001) dengan asumsi pertumbuhan perpetual. Cost of Equity (CoE) dihitung dengan formula sebagai berikut:

𝑃𝑑= 𝐡𝑑+ βˆ‘π‘’π‘π‘ π‘‘+π‘–βˆ’ π‘Ÿπ‘’βˆ— 𝐡𝑑

(1 + π‘Ÿπ‘’)𝑖 +(𝑒𝑝𝑠𝑑+5βˆ’ π‘Ÿπ‘’βˆ— 𝐡𝑑+4βˆ— (1 + 𝑔) (π‘Ÿπ‘’βˆ’ 𝑔) βˆ— (1 + π‘Ÿπ‘’)5

5

𝑑=1

Di manaβ€˜re’ adalah Cost of Equity capital atau CoE, β€˜Bt’ adalah nilai buku pada tahun β€˜t’, β€˜g’ adalah pertumbuhan perpetuitas dividen sementara β€˜g’adalah pertumbuhan pendapatan akuntansi selama lima tahun sebelumnya.

6. Value Line Model

Pendekatan ini pertama kali dikembangkan oleh Brav, Lehavy, & Michaely (2005). Formulasi yang dikembangkan adalah :

(1 + πΆπ‘œπΈ)4 =𝑇𝑃 𝑃 +

𝐷𝐼𝑉 [(1βˆ’πΆπ‘œπΈ)4βˆ’(1+𝑔)4

πΆπ‘œπΈβˆ’π‘” ]

𝑃

Di mana β€˜TP’ adalah Price Target, β€˜P’ adalah harga saham sebelum tanggal pelaporan Value Line (VL), β€˜Div’ adalah Divident Forecasts, β€˜g’ adalah dividend growth. Karena pendekatan ini didasarkan pada perkiraan, bukan realisasi, CoE yang dihasilkan merefleksikan perkiraan biaya ekuitas.

7. Industry-Adjusted Earning-Price Ratio (Indep)

Metode ini cukup sederhana dengan mengurangkan Return on Equity (ROE) industri dari ROE masing-masing perusahaan. Metode ini pernah digunakan oleh Liu & Wysocki (2006), Gray, Koh, & Tong (2009), dan (Ramly, 2012).

8. Price Earning Growth (PEG) Model

Model ini dikembangkan oleh Easton (2004) dengan mengasumsikan tanpa pembagian dividen dan tidak ada pertumbuhan pendapatan yang abnormal, maka model ini diformulasi sebagai berikut:

𝐢𝑂𝐸𝑃𝐸𝐺 𝑖,𝑑 = βˆšπ‘’π‘π‘ π‘–,𝑑+1+ 𝑒𝑝𝑠𝑖,𝑑+2 𝑃𝑖,𝑑

Epsi,t+1 dan epsi,t+2 adalah taksiran earning per share untuk perusahaan i untuk dua dan satu tahun yang akan datang, sementara Pi,t adalah harga saham pada akhir tahun. Mazzotta & Veltri (2014) menyatakan bahwa model ini lebih baik dari model lain. Kesimpulan tersebut diperoleh dari review atas hasil analisis perbandingan antarmodel yang dilakukan oleh Botosan & Plumlee (2005) dan Easton & Monahan (2003).

9. Gode & Mohanram Method (GM)

Model ini dibangun oleh Gode & Mohanram (2003). Pada model ini, nilai perusahaan didefinisikan sebagai kapitalisasi EPS untuk periode yang akan datang dan pertumbuhan abnormal EPS. Nilai perusahaan dihitung sebagai berikut:

𝑃𝑑 =𝐸𝑃𝑆𝑑+1

πΆπ‘œπΈπΊπ‘€ +𝑒𝑝𝑠𝑑+2βˆ’ 𝑒𝑝𝑠𝑑+1βˆ’ πΆπ‘œπΈπΊπ‘€(𝑒𝑝𝑠𝑑+1βˆ’ π‘˜ βˆ— 𝑒𝑝𝑠𝑑+1) πΆπ‘œπΈπΊπ‘€(πΆπ‘œπΈπΊπ‘€βˆ’ 𝑔)

Sementara Cost of Equity (CoE) dihitung sebagai berikut:

Sementara Cost of Equity (CoE) dihitung sebagai berikut: