• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan pengaruh Information Asymmetry (IA) terhadap Cost of

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Evaluasi Model

5.3.17 Perbedaan pengaruh Information Asymmetry (IA) terhadap Cost of

Financial Reporting Standard (IFRS)

Pada pengujian dampak implementasi IFRS terhadap hubungan antara IA dan CoE, hipotesis yang diajukan tidak dapat diterima. Pengaruh IA terhadap CoE sekalipun dalam pengujian pengaruh langsung antara IA terhadap CoE terbukti signifikan, namun pengaruh tersebut tidak mengalami perbedaan baik sebelum dan

mempengaruhi CoE namun tidak terdapat perbedaan dalam hubungan tersebut setelah implementasi IFRS. Hasil ini menjadi bagian yang menarik untuk dibahas terlebih hasilnya bertentangan dengan pengujian pada hipotesis ke 18.

Dalam analisis yang dilakukan oleh peneliti setidak terdapat dua buah penyebab hal tersebut. Pertama, perhatian investor terhadap laporan keuangan sebagai bahan rasionalisasi dalam membuat keputusan tidak terlalu dominan. Hal ini didukung oleh penelitian Ježovita (2015) yang menyimpulkan bahwa hanya 60% dari investor yang menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pembuatan keputusan. Kedua, investor cenderung tidak dapat memberikan perhatian yang baik terhadap berbagai informasi yang seharusnya sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Hal ini didukung penelitian Hendersen (2016) yang menyimpulkan bahwa pembaca laporan keuangan mengabaikan catatan yang seharusnya bermanfaat bagi pengambilan keputusan serta menyimpulkan bahwa kemampuan membaca dan pemahaman untuk membaca catatan atas laporan keuangan cukup rendah. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa sekalipun penyusunan laporan keuangan telah didorong untuk semakin terstandarisasi, namun pembaca laporan keuangan belum dapat sepenuhnya memanfaatkan laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan.

Debt (CoD) Sebelum dan Setelah Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS)

Pada pengujian hipotesis ke-18 yang menguji apakah terdapat perbedaan pengaruh IA terhadap CoD setelah implementasi IFRS dapat diterima. Pada pengujian hipotesis kesembilan disimpulkan bahwa IA berpengaruh terhadap CoD.

Pengaruh tersebut semakin besar pasca implementsi IFRS. Perbedaan hasil pengujian hipotesis ke-18 yang menguji pengaruh IA terhadap CoD dengan hipotesis ke-17 yang menguji pengaruh IA terhadap CoE kemungkinan diakibatkan dari pengguna laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan. Dalam hipoesis ke-17 pengguna laporan keuangan yang membaca dan menentukan CoE adalah pemilik/investor/calon pemilik baik perorangan maupun institusi sedangkan dalam hipotesis ke-18 pengguna laporan keuangan yang membaca laporan keuangan dan menentukan tingkat CoD adalah perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Sesuai dengan penjelasan yang telah disampaikan pada berbagai bagian sebelumnya, tujuan implementasi IFRS adalah untuk meningkatkan standarisasi dan menurunkan asimetri informasi. Jika hal tersebut dapat dicapai, diharapkan para pembaca laporan keuangan dapat melakukan estimasi risiko yang lebih baik karena informasi yang diperoleh lebih lengkap dan bentuk laporan keuangan yang akan dianalisis lebih terstandarisasi. Namun berdasarkan hasil penelitian khususnya pada hipotesis ke 17 dan 18, hal tersebut tidak dapat tercapai sepenuhnya. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan hipotesis ke 17 dari sisi pemilik/investor/calon pemilik cenderung tidak membaca laporan keuangan atau mengabaikan berbagai hal yang seharusnya cukup penting. Jika hal ini terjadi maka

terstandarisasi maka tetap tidak memberikan manfaat yang optimal.

Pada sisi lain, perbankan dan lembaga keuangan yang memberikan kredit dan menentukan CoD relatif lebih memperoleh manfaat dari implementasi IFRS tersebut. Hal ini terjadi karena baik sebelum implementasi IFRS, perbankan dan lembaga keuangan tersebut telah melakukan analisis terhadap kondisi perusahaan secara detail dengan memanfaatkan laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan. Perbankan dan lembaga keuangan tersebut selain lebih kompeten melakukan analisis juga kemungkinan memiliki akses pada informasi yang lebih baik sehingga dapat menurunkan asimetri informasi. Pada kondisi pemanfaatan laporan keuangan seperti ini, maka tentunya perbankan dan lembaga keuangan lainnya akan lebih mampu memperoleh manfaat dari implementasi IFRS. Berbagai manfaat baik dari implementasi IFRS tersebut secara langsung dapat dirasakan oleh institusi keuangan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, pengujian analisis jalur, dan hubungan setiap variabel, serta pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik berbagai kesimpulan berikut:

1. Corporate Governance secara langsung memberikan pengaruh positif terhadap Cost of Equity, tidak berpengaruh terhadap Cost of Debt dan Earning Management. Ketiga hal tersebut tidak sesuai dengan teori sehingga hipotesis ditolak. Corporate Governance hanya terbukti berpengaruh sesuai dengan teori terhadap Information Asymmtery. Namun dalam pengujian pada model yang menggunakan bid-ask spread sebagai pengukur Information Asymmtery, terbukti Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap Cost of Debt.

2. Dalam pengujian secara langsung pengaruh Earning Management terhadap variabel Information Asymmetry, Cost of Equity, dan Cost of Debt secara langsung tidak terdapat pengaruh yang signifikan.

3. Dalam pengujian Information Asymmetry secara langsung terhadap Cost of Equity dan Cost of Debt terbukti memiliki pengaruh yang sesuai dengan teori.

4. Cost of Debt berpengaruh secara negatif terhadap Cost of Equity. Hasil ini diluar dugaan peneliti dan bertetangan dengan teori.

5. Pengaruh Corporate Governance terhadap Cost of Equity dan Cost of Debt melalui Information Asymmetry terbukti memiliki pengaruh yang signifikan.

Hal ini berarti bahwa Information Asymmetry berperan sebagai variabel intervening yang memediasi hubungan tersebut. Peran Information Asymmetry

parsial sementara dalam pengaruh terhadap Cost of Equity berperan sebagai mediasi penuh.

6. Pengaruh Earning Management terhadap Cost of Equity dan Cost of Debt melalui Information Asymmetry tidak dianalisis lebih lanjut karena tidak terbukti ada pengaruh yang signifikan antar variabel tersebut.

7. Dalam pengujian apakah terdapat perbedaan pengaruh antara Corporate Governance dan Earning Management terhadap Information asymmetry setelah dan sebelum implementasi International Financial Reporting Standar, terbukti hanya pengaruh Corporate Governance terhadap Information Asymmetry yang berpengaruh pada tingkat signifikansi 10%.

8. Dalam pengujian apakah terdapat perbedaan pengaruh Information Asymmetry terhadap Cost of Equity dan Cost of Debt setelah implementasi International Financial Reporting Standar, terbukti hanya terdapat perbedaan pengaruh Information Asymmetry terhadap Cost of Debt.

9. Berdasarkan pengujian koefisien determinasi (R2) pengaruh berbagai variabel-variabel dalam penelitian terhadap variabel-variabel dependen sangat rendah, hanya variabel Cost of Equity dan variabel Cost of Debt yang memiliki koefisien determinasi yang relatif lebih besar walaupun tetap digolongkan cukup rendah.

10. Berdasarkan hasil pengujian effect size (f2) variabel yang memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan koefisien determinasi adalah variabel Information Asymmetry.

11. Pengukuran IA dengan menggunakan pengukuran yang mengintegrasikan dua metode pengukuran yaitu Share Price Volatility (SPV) dan Bid-Ask Spread

yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode pengukuran tersebut secara individual.

6.2 Kontribusi dan Rekomendasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas, terbukti dengan jelas bahwa eksistensi Information Asymmtery (IA) dalam model yang diajukan sangat signifikan. Jika memperhatikan model yang diajukan dalam penelitian, terdapat dua variabel yang diduga mempengaruhi IA yaitu Corporate Governance (CG) dan Earning Management (EM). Pengaruh variabel CG terhadap IA sangat terbatas ditandai dengan koefisien determinasi yang sangat rendah sementara variabel EM tidak terbukti berpengaruh terhadap IA. Pada sisi lain variabel IA terbukti memiliki pengaruh yang relatif besar terhadap CoE dan CoD. Variabel IA bahkan secara jelas menjadi variabel intervening yang memediasi pengaruh CG terhadap CoE dan CoD. Bahkan, IA mampu mengubah tanda hubungan CG terhadap CoE yang secara langsung memiliki hubungan signifikan positif (tidak sesuai teori) menjadi signifikan negatif (sesuai teori).

Berdasarkan penjelasan diatas, secara akademis penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan dengan menempatkan variabel IA sebagai sentral dalam model yang diajukan. Pada sisi pengaruh yang diberikan terhadap CoE dan CoD terbukti cukup besar, namun sebaliknya variabel IA belum dapat dipengaruhi variabel CG dan EM. Berdasarkan hal tersebut secara logis dapat dikatakan jika ingin menurunkan CoE dan CoD maka harus diupayakan CG dan EM dapat mempengaruhi IA sesuai teori. Rekomendasi yang diberikan terkait hal ini adalah

aspek efektifitas implementasi CG tersebut. Pada sisi variabel EM, rekomendasi yang diberikan lebih kepada aspek akademis terkait penelitian agar penelitian selanjutnya melakukan pengklasifikasian jenis EM yang dilakukan oleh perusahaan.

Selanjutnya dengan memperhatikan pengaruh dan hubungan antar variabel secara parsial akan dijelaskan beberapa kontribusi dan rekomendasi. Analisis terhadap ketiadaan pengaruh CG terhadap IA diduga karena implementasi CG lebih bersifat normatif dibandingkan fokus pada efektivitas CG itu sendiri. Padahal, sebagai konsekuensi perusahaan publik dengan kepemilikan yang tersebar pada banyak individu, implementasi CG tidak boleh terbatas pada sisi normatif namun harus benar-benar efektif karena CG adalah salah satu mekanisme perlindungan kepentingan invstor terutama investor retail yang tidak memiliki akses yang baik terhadap informasi yang lengkap.

Berdasarkan hal tersebut perlu dirancang berbagai aktifitas untuk mendorong efektifitas CG. Langkah utama dengan melakukan penyempurnan berkelanjutan atas mandatory corporate governance atau pengimplementsi aspek tata kelola yang diwajibkan. Namun tentunya hal tersebut tidak mencukupi, peneliti merekomendasikan beberapa hal berikut. Pertama, lembaga independen perlu mengeluarkan CGPI (Corporate Governance Perception Index) secara reguler dengan basis perusahaan yang diperluas. Pada saat ini CGPI yang dipublikasikan relatif sangat terbatas dan tidak lengkap hanya terbatas pada perusahaan yang secara sukarela bersedia dievaluasi. Hal ini harus diperluas hingga mencapai keseluruhan perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Riset yang dilakukan

harus berorientasi pada efektifitas bukan sekedar pemenuhan terhadap aspek normatif CG. Kedua, peneliti merekomendasikan bahwa dalam proses audit, auditor diwajibkan untuk menganalisis efektifitas CG sebagai tahap awal audit yang dapat diintegrasikan dengan tahap pemahaman bisnis klien. Pada sisi laporan audit, auditor harus lebih memberikan ruang yang lebih luas untuk menjelaskan aspek CG misalnya dengan memberikan paragrap penjelas secara khusus untuk merangkumkan hasil review atas implementasi CG.

Perhatian khusus diberikan pada keberadaan variabel EM karena dalam semua pengujian atas EM menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Dalam pandangan peneliti, hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, praktek EM pada dasarnya dapat didorong dua hal yaitu keinginan manajer untuk memperoleh keuntungan personal yang dijelaskan oleh agency theory. Pada sisi lain stewardship theory menjelaskan kemungkinan manajemen berniat untuk menyajikan informasi keuangan yang lebih mampu memprediksi arus kas di masa depan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Jika hal ini secara nyata terjadi maka data yang diperoleh tentu tidak dapat menjelaskan tren tersebut karena karakteristik data menjadi tidak homogen. Penyebab kedua yang mungkin dapat mengakibatkan hal tersebut adalah ketidakmampuan alat ukur pendeteksi manajemen laba untuk menentukan apakah sebuah perusahaan melakukan manajemen laba atau tidak.

Berdasarkan kedua hal diatas, peneliti merekomendasikan bagi para peneliti selanjutnya untuk memiliki perspektif aktifitas manajemen laba tidak selalu dalam pandangan yang cenderung “negatif” namun memandang dari dua sisi yaitu predicitive earning management dan opportunistic earning management. Jika dapat

dilakukannya, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kedua grup tersebut secara terpisah. Hal ini akan memberikan kedalaman analisis yang lebih baik dalam mengelaborasi penelitian pada topik manajemen laba. Rekomendasi kedua adalah mendorong kalangan akademisi untuk membangun model deteksi manajemen laba yang lebih akurat sehingga hasil pengukuran manajemen laba tersebut dapat menjadi lebih baik.

Selanjutnya dalam analisis dampak implementasi IFRS menunjukkan bahwa hal tersebut lebih berdampak pada pengaruh IA terhadap CoD dibanding terhadap CoE. Hal ini sangat logis karena perbankan dan lembaga keuangan lainnya relatif terbiasa menggunakan laporan keuangan dalam melakukan assesment terhadap risiko yang melekat pada suatu perusahaan. Hal ini membuat jika terjadi peningkatan kualitas informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan, maka perbankan dan lembaga keuangan tersebut yang memperoleh manfaat yang lebih besar dibandingkan investor/pemilik/calon pemilik yang tidak terbiasa melakukan review atas informasi laporan keuangan. Investor khususnya investor retail relatif tidak mampu melakukan analisis yang komprehensif atas laporan keuangan sekalipun laporan keuanga tersebut relatif sudah terstandarisasi dengan lebih baik pasca implementasi IFRS.

Peneliti memberikan rekomendasi yang sama dengan rekomendasi atas variabel CG yang telah dijelaskan sebelumnya dimana lembaga-lembaga independen perlu untuk menghasilkan review kinerja perusahaan secara komprehensif meliputi seluruh aspek dalam perusahaan dari mulai tata kelola hingga analisis prospek bisnis yang tercantum dalam catatan atas laporan keuangan.