BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Earning Management (EM)
2.5.1. Pengertian dan Perkembangan Earning Management (EM)
Pengukuran kinerja menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam keberhasilan pengelolaan perusahaan. Dalam kaitan pengukuran kinerja tersebut, laba menjadi bagian terpenting yang sering dijadikan dasar penilaian. Cara pandang ini mendorong laba menjadi objek yang sarat dengan berbagai kepentingan.
Keinformatifan laba menjadi salah satu permintaan pembaca laporan keuangan dalam rangka melakukan penaksiran atas laba masa depan dan risiko terkait perusahaan tersebut. Terdapat cukup banyak penelitian empiris terkait asosiasi antara laba dengan harga saham. Penelitian Francis et al. (2005) menunjukkan bahwa kaitan antara laba dengan harga saham lebih tinggi dibandingkan dengan berbagai perkiraan lain di dalam laporan keuangan seperti penjualan, arus kas, perputaran persediaan, dan lain sebagainya.
Peranan kedua dari akuntansi adalah terkait pengelolaan perusahaan. Hal ini timbul seiring dengan pemisahan yang jelas antara pemilik perusahaan (shareholder) dengan manajemen terutama untuk perusahaan terbuka. Agency theory menjelaskan bahwa seiring dengan pemisahan fungsi tersebut di mana manajemen memiliki kepentingan pribadi maka kesesuaian antara tujuan perusahaan dengan tujuan pemilik perusahaan tidak dapat dijamin. Laporan keuangan terutama perhitungan laba menjadi salah satu pengukur bagaimana manajemen menjalankan fungsinya sebagai agen dari pemilik. Berdasarkan hal
tersebut Watts & Zimmerman (1978) menyatakan bahwa salah satu fungsi dari laporan keuangan adalah membatasi manajemen agar bertindak sesuai kepentingan manajemen.
Pengertian Earning Management (EM) cukup bervariasi tergantung pada perspektif yang mendasari ahli yang berusaha untuk mendefinisikan pengertian tersebut. Beberapa di antara pengertian tersebut bersifat negatif sementara yang lain bersifat positif. Pengertian tersebut saling melengkapi sehingga cukup sulit untuk membuat suatu definisi yang lengkap dan mencakup seluruh aspek EM. Secara umum definisi terhadap EM dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu definisi yang mem&ang EM sebagai tindakan yang tidak baik (cara pandang negatif), definisi yang memandang EM sebagai suatu tindakan yang bertujuan meningkatkan nilai perusahaan (positif), dan definisi yang netral.
Pendefinisian EM sebagai tindakan yang tidak baik disampaikan oleh banyak ahli. Beberapa definisi tersebut dikutip berikut ini. Schipper (1989) menyatakan bahwa:“Earning Management” I really mean “disclosure management” in the sense ofpurposeful intervention in the external financial reporting process, with the intentof obtaining some private gain. Schipper menekankan pada tindakan intervensi serta tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Definisi yang lebih komprehensif disampaikan oleh Healy & Palepu (1990) yang menyatakan bahwa: Earning Management occurs when managers uses judgement in financial reporting in structuring transaction to alter financial reports to either misleads some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influance contractual outcomes that depend on the reported
accounting numbers. Definisi ini menegaskan beberapa aspek penting dalam manajemen laba seperti keputusan tertentu dari manajemen, mengubah transaksi, mengubah laporan keuangan, dan menyesatkan stakeholders. Sedangkan Miller (2002) mendefenisikan Earning Management is the practice of reaching a desired number instead of pursuing some sort of protocol to produce a number that gets reported without regard to what some analyst predict that you will report.
Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli di atas dalam cara pandang yang negatif atas EM, dapat dikatakan bahwa EM adalah tindakan yang menggunakan berbagai mekanisme yang bertujuan agar pembaca laporan keuangan salah dalam mengintepretasi laporan keuangan tersebut untuk kepentingan manajemen. Hal ini akan mengurangi transparansi dan keinformatifan laporan keuangan. Dalam pengertian ini EM adalah suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan dan akan menjadi kerugian atau biaya bagi investor.
Pada sisi lain beberapa ahli memandang EM sebagai suatu tindakan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Beneish (2001) menyatakan: Earning Management is managerial discreation is a means for managers to reveal to investor their private expectation about the firm’s future cash flows. Pengertian ini menjelaskan bahwa EM merupakan suatu kesempatan manajer menyampaikan harapan manajemen melalui informasi yang dimiliki terkait arus kas di masa depan.
Asumsi bahwa manajemen melakukan EM untuk membagikan informasi private kepada publik juga disampaikan oleh Ronen & Yaari (2008) dengan mendefinisikan EM dalam perspektif positif sebagai: Earning Management is taking advantage of the flexibility in the choice of accounting treatment to signal
the manager’s private information on future cash flow. Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan EM sebagai suatu tindakan yang dilakukan manajemen memanfaatkan fleksibilitas dalam Standar akuntansi untuk meningkatkan komunikasi dengan pihak eksternal untuk menyampaikan informasi yang lebih baik atas kinerja perusahaan di masa depan.
Dalam pengertian yang netral, beberapa ahli menyampaikan pendapat terkait EM. Davidson, Stickney, & Weil (1987) menyatakan bahwa: Earning Management is the process of taking deliberate step within the constrain of generally accepted accounting principles to bring about desired level of reported earning. Davidson menekankan bahwa EM merujuk pada tindakan sengaja oleh manajemen untuk mencapai laba tertentu. Pengertian ini mengarahkan pada adanya intervensi manajer namun tetap dalam batasan standar akuntansi yang berlaku umum. Watts & Zimmerman (1990) menyatakan: Earning Management occurs when managers exercises their discreation over the accounting numbers with or without restriction. Such discreation can be either firm value maximizing or opportunistic. Watts menyatakan bahwa EM dapat berdampak atas dua hal yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau menguntungkan kepentingan tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa EM adalah suatu tindakan yang diyakini mengubah penyampaian suatu fakta sehingga pembaca menangkap informasi yang berbeda, dimana informasi yang diperoleh oleh pembaca tersebut telah diatur oleh manajemen perusahaan. Namun demikian karena tindakan tersebut dilakukan dalam batasan standar akuntansi yang berlaku umum maka hal tersebut tidak dapat dipandang sebagai pelanggaran.
Sejalan dengan definisi EM yang disampaikan pada bagian sebelumnya mengklasifikasikan EM menjadi dua tipe yaitu efficient earnings management yang mengacu pada tindakan manajemen untuk meningkatkan kualitas informasi dan opportunistic earnings management yang mengacu pada tindakan yang melaporkan laba yang menguntungkan manajemen. Perbedaan cara pandang atas EM juga terlihat dari penelitian yang dilaksanakan dalam area EM. Penelitian yang cenderung berada pada tipe opportunistic earning management memperoleh kesimpulan bahwa EM didorong keinginan manajemen untuk memperoleh kompensasi yang lebih tinggi (Bergstresser & Philippon, 2006), menghindari pelaporan kerugian dan penurunan laba (Park & Park, 2004) dan berbagai penelitian lainnya. Tindakan EM dalam perspektif negatif ini dilakukan oleh manajemen dengan membuat keputusan yang mengubah informasi laporan keuangan sehingga laporan yang diterbitkan menggambarkan perusahaan dalam kondisi yang sesuai dengan harapan pihak eksternal di mana dengan kondisi tersebut manajemen cenderung diuntungkan. Dalam persepektif ini, manajemen laba sudah melanggar tujuan pelaporan keuangan yaitu untuk menyajikan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan.
Pada pandangan efficient Earning Management, tindakan manajemen laba justru dipandang bertujuan untuk meningkatkan kualitas informasi dan komunikasi pihak manajemen dengan pihak eksternal perusahaan. Tindakan EM justru menambah kualitas informasi terkait laba di mana manajemen laba akan memiliki hubungan yang positif dengan laba masa depan (Subramanyam, 1996). Tindakan EM juga dapat mendorong peningkatan kesesuaian waktu pengukuran kinerja
perusahaan (Guay, Kothari, & Watts, 1996). Penelitian Arya et al. (2003) juga menyimpulkan dampak positif dari EM terutama bagi perusahaan yang terdesentralisasi karena informasi menyebar pada berbagai individu sehingga akan lebih baik jika dikelola terlebih dahulu sebelum diinformasikan ke publik.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi laba yang terkandung di dalam laporan keuangan adalah sesuatu informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan sehingga menjadi variabel yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan. Penjelasan relevansi laba dapat dijelaskan melalui beberapa pendekatan yaitu: costly contracting approach,
Tidak
Apakah pihak eksternal mengetahui informasi
ekonomi di dalam perusahaan tanpa mempelajari laporan keuangan terlebih dahulu?
Apakah pemilik memiliki kuasa untuk mengambil
tindakan setelah mempelajari laporan
keuangan?
Tidak
The Costly Contract Approach
The Decision Making Approach
The Legal-Political Approach
Ya
Ya
Gambar 2.2 Skema Pendekatan Penjelasan Relevansi Laba (Ronen & Yaari, 2008)
decision making approach, dan legal approach (Ronen & Yaari, 2008). Pemilihan pendekatan tersebut dalam menjelaskan relevansi laba digambarkan dalam gambar 2.2.
Dalam pandangan costly contract approach perusahaan adalah kumpulan kontrak antara perusahaan dengan berbagai pihak misalnya antara perusahaan dengan pihak luar misalnya kepada kreditur, pemerintah, serta pihak internal seperti manajemen dan karyawan. Masalah dalam kontrak tersebut adalah konflik kepentingan di antara pihak-pihak tersebut. Sebagai akibat dari konflik kepentingan tersebut maka harus ada ukuran untuk mengukur kinerja masing-masing pihak.
Laba menjadi salah satu pengukur kinerja tersebut. Dalam kondisi bahwa pihak-pihak yang berkepentingan telah memahami informasi ekonomi yang ada di dalam perusahaan, maka laporan keuangan hanya merupakan formalisasi perhitungan yang tidak memiliki nilai lebih dibandingkan tekstual laporan keuangan tersebut.
Fakta bahwa kontrak merupakan suatu ukuran yang memiliki konsekuensi ekonomi akan mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai kontrak tersebut. Sebagai ilustrasi jika sebuah kontrak hutang mengatur pembayaran dividen hanya dilakukan jika perusahaan mampu mencapai tingkat laba tertentu, maka manajemen akan berusaha untuk mencapai tingkat laba tersebut agar dapat membayarkan dividen pada pemilik. Dalam kondisi bahwa hal tersebut tidak merupakan sebuah fakta ekonomis, maka hal tersebut telah mengindikasikan bahwa manajemen melakukan manajemen laba yang bersifat opurtunistik.
Dalam pandangan decision making approach perusahaan adalah hasil dari berbagai interaksi keputusan berbagai pihak yang hubungannya diatur dalam
kontrak yang tertulis, formal, informal, dan tersirat. Dalam pandangan ini maka perlu untuk dipahami kebutuhan informasi laba untuk masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak. The decision making approach mengasumsikan bahwa pengambil keputusan tidak memiliki informasi yang memadai sehingga mendorong permintaan atas informasi di dalam laporan keuangan. Informasi laba dibutuhkan untuk membuat keputusan yang membutuhkan estimasi laba masa depan dan pengukuran risiko di dalam perusahaan.
Pendekatan ini dibangun dalam konsep game theory yang didasari bahwa terdapat common knowledge yang dimiliki semua pemain. Jika pemain dalam hal ini adalah decision maker, maka mereka diasumsikan memiliki pemahaman yang sama atas informasi keuangan dan seluruh decision maker memahami bahwa pihak lain memahami hal yang sama. Hal ini relatif terpenuhi dalam konteks perusahaan terbuka sehingga cara bertindak dari semua pengambil keputusan relatif sama.
Dalam asumsi bahwa tindakan manajemen laba dapat ditelusuri oleh semua pihak terkait maka tindakan manajemen laba yang menguntungkan manajemen sulit dilakukan. Dalam pandangan ini manajemen laba dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama antara pihak terkait karena hal tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini menjadi salah satu perbedaan decision making approach karena mengakui adanya kontrak tersirat (implicit contract). Implicit contract tersebut mengacu kesepakatan saling percaya antara manajer dan stakeholder perusahaan. Hal ini dapat terjadi melalui komunikasi yang baik (Scott, 1997).
Legal-political approach memiliki banyak persamaan dengan decision making approach. Terdapat mekanisme kontrak yang membentuk perusahaan
namun dalam pendekatan ini kontrak antara pemilik dengan manajemen adalah kontrak utama di mana kontrak lain adalah bagian dari kontrak tersebut.
Manajemen dan pemilik memiliki kepentingan yang berbeda di mana pemilik berusaha memaksimalisasi return dari portofolio investasi yang dimilikinya. Dalam konteks perusahaan terbuka di mana kepemilikan mayoritas jarang ditemukan, maka yang umum ditemukan adalah pemilik dengan proporsi kepemilikan saham yang rendah. Dalam hal ini maka pemegang saham berusaha mengetahui kondisi perusahaan sedini mungkin sementara manajemen dengan kinerja perusahaan yang rendah akan berusaha menunda informasi tersebut diketahui publik karena berbagai alasan seperti bonus, kompensasi, masa jabatan, dan lain sebagainya.
Dalam kondisi kepemilikan perusahaan saat ini di mana pemilik tidak memiliki kendali yang cukup atas perusahaan karena tersebarnya kepemilikan, maka manajemen memiliki ruang yang luas untuk bertindak sesuai kepentingannya.
Pemilik saham yang hendak melakukan pergantian cenderung sulit untuk membangun koalisi untuk melakukan hal tersebut. Perbedaan dengan decision making approach adalah cara pemegang saham bertindak mengantisipasi kondisi tersebut. Dalam pandangan decision making approach, pembuat keputusan memahami menghadapi ketidakpastian dan mereka melakukan antisipasi atas hal tersebut sementara investor dalam pandangan legal-political approach mengabaikan hal tersebut. Berdasarkan hal tersebut dalam pandangan legal-political approach laporan keuangan sangat bernilai karena menjadi sumber informasi bagi investor. Signifikansi laporan keuangan tersebut membuat dorongan melakukan manajemen laba menjadi lebih besar agar manajemen memperoleh
keuntungan. Kondisi ini mendorong dan memungkinkan manajer melakukan oppurtunity Earning Management untk menguntukan pihaknya dan menjadi beban bagi investor.