• Tidak ada hasil yang ditemukan

Osteoporosis pada Anak

Dalam dokumen Departemen Ilmu Kesehatan Anak - FKUI (Halaman 51-57)

Bambang Tridjaja Objektif

1. Mengetahui deinisi osteoporosis, osteopenia dan osteomalasia 2. Mengetahui klasiikasi osteoporosis

3. Mengetahui patoisiologi osteoporosis

4. Mengetahui bagaimana menegakkan diagnosis dan memberikan tata laksana osteoporosis

Osteoporosis sejak lama dianggap sebagai penyakit orang dewasa saja, karena kasusnya semakin sering ditemukan dengan semakin bertambahnya usia. Namun kini, osteoporosis mendapatkan perhatian yang serius pada usia anak dan remaja sebagai komplikasi maupun konsekuensi terapi beberapa penyakit.1,2

Tulang merupakan suatu jaringan yang dinamis, senantiasa berubah sebagai reaksi terhadap berbagai rangsangan internal maupun eksternal. Sepanjang hidup terjadi keseimbangan antara proses pembentukan dan resorpsi sesuai dengan kebutuhannya. Perubahan-perubahan tersebut melibatkan interaksi yang kompleks antara osteoklas dan osteoblas; antara metabolisme vitamin-D, kalsium dan fosfor maupun komponen jaringan ikat lainnya. Adanya dominansi proses pembentukan dibandingkan proses resorpsi pada anak dan remaja menyebabkan terjadinya penambahan massa tulang.

Osteoporosis atau keropos tulang terjadi akibat pengurangan massa tulang dan kekuatan tulang sehingga rentan terjadi fraktur. Keadaan ini terjadi akibat ketidakseimbangan pada proses remodelling (pembentukan dan resorpi tulang) dan modelling (proses pembentukan tulang).3

Klinisi dituntut untuk memaksimalkan kesehatan tulang pada anak agar proses osteoporosis dapat dicegah sejak masa kanak-kanak, sayangnya masih banyak yang perlu dipelajari mengenai hubungan osteoporosis dan fraktur pada anak.2

Osteoporosis pada anak dan remaja tidak bersifat fatal, namun keadaan ini menyebabkan gangguan kualitas hidup akibat nyeri, terganggunya aktifitas sehari-hari dan sekuele jangka panjang.

Osteoporosis pada Anak

Pada makalah ini tidak akan dibicarakan secara rinci masing-masing etiologi osteoporosis pada anak, melainkan hanya memberikan asupan tata laksana diagnostik osteoporosis untuk kemudian dirujuk kepada ahli yang bersangkutan.

Deinisi

y Osteoporosis adalah rapuhnya tulang akibat rendahnya densitas / massa tulang. Osteoporosis tidak disebabkan oleh gangguan mineralisasi tulang. Osteoporosis terjadi akibat ketidak seimbangan proses resorpsi tulang (oleh osteoklas) dan proses pembentukan tulang (oleh osteoblas). Kepadatan tulang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, jenis kelamin, status nutrisi, asupan kalsium dan aktifitas fisik. Semakin bertambahnya usia maka massa tulang juga bertambah dan mencapai puncak pada usia dewasa muda.

y Osteopenia adalah berkurangnya densitas tulang tanpa disertai kekeroposan atau peningkatan risiko terjadinya fraktur.

y Osteomalasia adalah tidak memadainya proses mineralisasi tulang. Osteomalasia secara klinis tidak terjadi apabila kadar vitamin-D > 30nmol/L. Kecukupan vitamin-D dapat diketahui dari pemeriksaan 25-OH vit-D dan tidak perlu dengan 1,25-OH vit D

Klasiikasi

4

Osteoporosis pada anak dan remaja dapat dikelompokkan sebagai osteoporosis primer (OP) dan osteoporosis sekunder (OS). Dikatakan OP bila disebabkan faktor-faktor intrinsik akibat kelainan herediter atau genetik, sedang OS terjadi sebagai komplikasi dari penyakit kronik dan atau pengobatannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan tulang termasuk faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik termasuk herediter (80% puncak massa tulang dipengaruhi faktor herediter), ras, jenis kelamin dan hormon. Faktor ekstrinsik kepadatan massa tulang adalah nutrisi, faktor mekanik (aktifitas fisik), pola hidup, penyakit kronik dan pengobatannya. Contoh faktor risiko rendahnya kepadatan tuang adalah perempuan, ras kaukasia, asupan nutrisi rendah (kalsium vitamin-D dll), merokok, minuman keras, berat badan rendah, dan aktifitas fisik yang rendah. Penyakit kronik terutama pengobatannya, dapat memperburuk faktor risiko tersebut. Khusus kelompok risiko pada populasi anak dan remaja adalah berat badan lahir rendah, pubertas terlambat, gagal ginjal kronik, keganasan, defisiensi vitamin-D, palsi serebrl, epilepsi seperti terurai pada tabel. Dengan mengenali kelompok risiko tinggi ini maka tata laksana penyakit utamanya dapat disesuaikan dengan upaya pencegahan osteoporosis pada anak dan remaja.5 Patofisiologi OS sangat kompleks akibat

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXVII

Tabel 1. Klasiikasi Osteoporosis dan penyakit4

I. Osteoporosis Primer

o Osteogenesis imperfecta o Idiopathic juvenile osteoporosis o Osteoporosis pseudoglioma syndrome

II. Osteoporosis sekunder

o Mobilitas rendah

 Palsi serebral

Spinal cord injury dan spina biida

Duchenne muscular dystrophySpinal muscle atrophy  Trauma kepala

Unknown neurodisability o Inlammatory cytokines

Juvenile idiopathic arthritisSystemic lupus erythematosis  Dermatomiositis

Inlammatory bowel disease

o Glukokortikoid sistemik

 Kelainan rheumatologi

Inlammatory bowel disease  Sindrom Nefrotik

Duchenne muscular dystrophyCystic ibrosis

 Leukemia

 Transplantasi organ dan sumsum tulang

o Hipogonadism / pubertas terlambat

 Thalasemia mayor

Anorexia nervosa

 Kerusakan gonad akibat radioterapi/ kemoterapi

Klinefelter’s syndrome  Galaktosaemia

o Malnutrisi / berat badan rendah

Anorexia nervosa  Penyakit sistemik kronik

Inlammatory bowel diseaseCystic ibrosis

 Keganasan

Patoisiologi

Jaringan tulang terdiri dari sel (osteoblas dan osteoklas), mineral (kalsium, fosfor) dan matriks organik (protein kolagen dan protein lainnya). Osteoblas mensintesis dan melakukan mineralisasi protein matriks dengan kristal hidroksipatite sedangkan osteoklas melakukan proses resorpsi sehingga selalu terjadi proses remodelling tulang.. Hormon pengatur kalsium adalah paratiroid (PTH), 25(OH) vitamin D, dan 1,25(OH)2 vitamin D.

Banyak faktor yang mempengaruhi proses remodeling ini. Osteoklasgenesis dan usia osteoklas disokong oleh Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa-b ligand (RANKL) dan Macrophage Colony stimulating Factor (M-CSF) yang

Osteoporosis pada Anak

dihasilkan oleh osteoblas dan sel-sel stroma. Ekspresi RANKL ditingkatkan oleh sitokin TNF-a dan IL-1, dan dihambat oleh osteoprotegerin (OPG). Hormon paratiroid (PTH), tiroid (T3), vitamin D (1,25(OH)2D), glukokortikoid, serta sitokin IL-1, IL_6 dan PGE2 meningkatkan sekresi RANKL. Osteoklasgenesis dihambat oleh TGF-b dan estrogen. Estrogen juga menghambat kerja IL-1, IL-6, MCSF, RANKL dan TNF-a.

Aktivitas osteoblas dipengaruhi oleh IGF-, IGF-2 dan androgen melalui efek anaboliknya. Beberapa zat lain yang meningkatkan kerja osteoblas adalah

Bone Morphogenic Protein-2 (BMP2), Fibrobalast Growth Factor (FGF), Platelet Derived Growth Factor (PDGF), PTH, PTH Related Protein (PTHrP), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan beberapa peptida seperti aktivin, inhibin dan amylin.

Aktifitas fisik mempengaruhi bone remodeling melalui osteosit. Rangsangan mekanik diteruskan oleh osteosit melalui reseptor membran ekstraselular seperti integrin dan CD44. Kedua zat tersebut akan menstimulasi bone remodeling dengan meningkatkan produksi secondary intracellular messenger

antara lain PGF2, Cyclooxygenase2 (COX2) dan Nitrit oksida (NO). Berbaring lama (prolonged bed rest) menyebabkan apoptosis osteosit.

Diagnosis

Gejala dan tanda klinis osteoporosis cukup bervariasi. Lakukan anamnesis yang teliti apabila mencurigai ada tidaknya osteoporosis pada seorang anak. Yang sering dikeluhkan adalah fraktur tulang berulang, terutama bila disertai riwayat trauma ringan. Manifestasi klinis tersebut dapat merupakan konsekuensi penyakit utamanya seperti juvenile idiopathic arthritis atau dapat juga tanpa kelainan yang disadari sebelumnya seperti osteogenesis imperfecta ringan.

Fraktur panggul dan vertebra sangat jarang pada anak. Riwayat fraktur setelah trauma ringan juga jarang.2 Fraktur dapat terjadi pada berbagai lokasi

dengan daerah yang tersering adalah tulang belakang (44%), femur proksimal (20%) dan lengan bawah (14%). Didaerah lokasi fraktur dapat disertai nyeri dan spasme otot. Fraktur kompresi vertebra seringkali dikeluhkan pasien sebagai nyeri tulang belakang (“back pain”) dan secara klinis mengakibatkan deformitas spinal dan pengurangan tinggi badan secara bermakna. Keluhan ini dapat merupakan manifestasi awal kelainan kronis seperti Crohn’s disease

atau leukemia. Kadangkala fraktur kompresi vertebra tanpa gejala, ditemukan secara kebetulan ketika seorang anak sedang dilakukan foto spinal karena sedang ditelusuri penyebab adanya densitas tulang yang rendah. Idiopathic juvenile oteoporosis seringkali dicurigai pada seorang anak yang mengeluh back pain yang progresif dan kesulitan berjalan.4

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXVII

Jangan lupakan riwayat keluarga (osteogenesis imperfecta diturunkan secara autosomal dominan atau resesif), riwayat penyakit sebagai predisposisi OS (leukemia, arthritis,palsi serebral) ataupun riwayat obat-obatan (steroid, obat anti epilepsi). Anamnesis penting lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah riwayat nutrisi (asupan vitamin-D maupun kalsium, ASI eksklusif berkepanjangan). Aktifitas fisik dan berolahraga di tempat terbuka juga sangat menentukan kemungkinan ada tidaknya osteoporosis.

Lakukan pemeriksaan fisik / antropometri yang teliti untuk menentukan deformitas sistem muskuloskeletal (deformitas tulang, skoliosis, hand grip) dan sistem organ lainnya (sklera mata biru, dentinogenesis, crackpot sign). Apabila pada anamnesis dicurigai ada penyakit yang mendasarinya lakukanlah pemeriksaan sesuai dengan indikasi (leukemia, arthritis, sindrom nefrotik dll).

Jangan lupa mencari stigmata sindrom yang dapat menjelaskan faktor predisposisi osteoporosis seperti Sindrom Marfan, homosistinuria, Sindrom Ehler Dankos dll.

Langkah diagnostik pemeriksaan penunjang awal untuk kecurigaan adanya kelainan tulang termasuk osteoporosis adalah serum kalsium, alkali fosfatase enzim yang terlibat pada proses mineralisasi tulang, meningkat pada defisiensi mineral), fosfor, vitamin D (25OH-vit D), hormon paratiroid dan kadar magnesium. Magnesium diperlukan pada kasus hipokalsemia karena hipomagnesemia akan menghambat sekresi hormon paratiroid. Hiperparatiroid akan menyebabkan terjadi ekskresi kalsium urin berlebihan. Pemeriksaan penunjang seperti fungsi ginjal perlu dilakukan untuk kasus-kasus dengan kecurigaan defisiensi vitamin D atau hipokalsemia. Pada kecurigaan OS lakukan pemeriksaan sesuai dengan penyakit utamanya.

Pemeriksaan penunjang pencitraan akan dibicarakan secara terpisah.

Fraktur mutipel dan Child Abuse

6,7

Membedakan OI dengan child abuse (CA) membutuhkan kewaspadaan dan

ketelitian. Pada anamnesis bisa didapatkan gejala OI yang cukup menonjol seperti riwayat keluarga, kekerapan fraktur dan posisinya, penyangkalan adanya trauma dan tidak cocok antara trauma yang ada dengan frakturnya. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik jangan lupa mencari tanda-tanda klinis seperti sklera biru, dentinogenesis imperfecta, muka segitiga (triangular fascies) pada OI dan perdarahan retina pada child abuse. Pencitraan pada OI yang khas adalah wormian bones, osteoporosis. Fraktur yang spesifik untuk child abuse

Osteoporosis pada Anak

Pencitraan

American College of Radiology menetapkan bahwa pencitraan pada anak dengan kecurigaan osteoporosis adalah Dual X-ray Absorptiometry (DXA) regio lumbar dengan proyeksi frontal dan proksimal femur, atau dengan menggunakan

quantitative CT (QCT) regio torakolumbar.8 Pencitraan dengan menggunakan

radiologi standar baru dapat mendeteksi bila gangguan mineralisasi tulang sudah mencapai 30% dan 40% sedangkan DXA sudah dapat mendeteksi gangguan mineralisasi sekecil 2% hingga 5%.

International Society for Clinical Densitometry (ISCD) menegaskan bahwa diagnosis osteoporosis tidak dapat ditegakkan hanya melalui pemeriksaan bone mineral density (BMD) dengan DXA saja.9 Kriteria diagnostik osteoporosis

pada anak harus meliputi

y Adanya riwayat fraktur yang signifikan. Fraktur yang signifikan adalah fraktur tulang panjang dari ektremitas bawah, fraktur kompresi vertebra, atau fraktur tulang panjang pada dua atau lebih regio estremitas atas DISERTAI

y Hasil pemeriksaan BMD atau bone mineral content (BMC) yang rendah. Definisi BMD atau BMC rendah apabila nilai aBMD Z-score < -2.0 sesuai usia, jenis kelamin dan postur badan.

ISCD merekomendasikan kriteria osteoporosis dari WHO sebaiknya tidak digunakan pada anak. Bukti korelasi klinis yang kuat antara osteoporosis dan risiko fraktur pada anak pada saat ini tidak memadai sehingga pada pelaporan BMD dianjurkan untuk dituliskan sebagai “low bone density for chronological age” apabila Z-score < –2.0.9

Untuk anak dan remaja dengan pertumbuhan linear yang terganggu atau pubertas yang terlambat maka ISCD menyarankan untuk menyesuaikan areal BMD dengan tinggi badan yang sebenarnya atau dengan height age, atau membandingkan hasil BMD dengan data referensi untuk anak dan remaja yang sesuai. Kesalahan diagnosis osteoporosis pada anak sering terjadi karena kesalahan interpretasi hasil atau menggunakan referensi yang keliru. Hasil penelitian National Institutes of Health memperlihatkan 88% pemeriksaan BMD memberikan minimal satu interpretasi yang keliru baik itu menggunakan T-score, menggunakan referensi yang tidak sesuai dengan jenis kelamin atau ras atau bone age atau perawakan pendek.10

Indikasi pemeriksaan BMD dengan DXA memang baru ada konsensus untuk anak usia 18 tahun keatas dengan penyakit cystic fibrosis dan keganasan.11

Pada kondisi lain yang berisiko untuk memperburuk kesehatan tulang, perlu tidaknya pemeriksaan BMD ditentukan oleh berat ringannya penyakit, nyeri tulang, dosis dan paparan terhadap obat-obatan (glukokortikoid, metotreksat,

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXVII

anti kejang, diuretik) , riwayat fraktur berulang dan fraktur baru dengan riwayat trauma ringan.3

Pada kasus hipogonad dan kelebihan glukokortikoid kerusakan tulang terutama pada trabekular (tulang belakang dan panggul) dibandingkan kortikal, sedangkan pada defisiensi growth hormone dan hiperparatiroidism yang paling terkena adalah kortikal. Pada kerusakan tulang kortikal maka sebaiknya diperiksa whole body scan.3 Pemeriksaan pencitraan untuk OP (misal bone

survey pada OI) dan OS dilakukan sesuai protokol masing-masing penyakit.

Dalam dokumen Departemen Ilmu Kesehatan Anak - FKUI (Halaman 51-57)