• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA

3.2 Langkah Negara Anggota dalam Melanesian Spearhead Group terhadap Internasionalisasi Isu Papua Merdeka

3.2.4 Papua Nugini

Group yang juga memilih untuk tidak terlalu vokal dalam penentangannya terhadap isu separatisme Papua. Meskipun Papua Nugini tidak jarang mengkritik tindakan Indonesia dalam penanganannya terhadap permasalahan di Papua, akan tetapi Papua Nugini juga tidak dapat bersikap keras dan terang-terangan terhadap ketidaksukaannya terhadap penangan Indonesia (Kambuaya, 2019). Pada sejatinya Papua Nugini dapat dikatakan satu bangsa dengan Papua yang terbelah menjadi dua. Hal ini terjadi dikarenakan Papua

Nugini merupakan dulunya berada di bawah kedaulatan Australia, sedangkan Papua merupakan koloni Belanda. Papua Nugini juga secara langsung berbatasan dengan Provinsi Papua yang berarti Papua Nugini memiliki perbatasan langsung juga dengan Indonesia.

Perbatasan langsung ini juga yang mendasari mengapa Papua Nugini sangat berhati-hati dalam mengambil sikap mengenai isu separatisme Papua. Di satu sisi, tidak sedikit masyarakat Papua dan juga pejabat publik Papua Nugini yang mendukung pergerakan Papua dan mengecam Indonesia atas pelanggaran hak asasi manusia-nya (Whitling, 2019). Akan tetapi, secara resmi Papua Nugini tidak dapat mengeluarkan dukungannya tersebut secara terang-terangan terhadap Indonesia. Papua Nugini merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan baik dengan Indonesia (Blades, 2014). Hubungan yang baik tersebut berdasarkan dari letak geografis yang sangat dekat dan juga hubungan dagang yang baik. Papua Nugini juga tidak ingin merusak hubungan baik yang telah terjalin terhadap tetangganya tersebut. Papua Nugini juga merupakan salah satu aktor sentral dibalik dukungannya terhadap pengangkatan status keanggotaan Indonesia menjadi anggota associate dalam Melanesian Spearhead Group. Langkah Papua Nugini adalah untuk mendukung gerakan Papua secara halus dan bijak sehingga meminimalisir keretakan hubungannya terhadap Indonesia.

Papua Nugini memiliki beberapa sorotan dalam isu separatisme Papua dimana Papua Nugini merupakan salah satu tempat pengungsian bagi masyarakat separatis Papua (Whitling, ibid). Hal ini cukup memberatkan bagi Papua Nugini

dan dapat menjadi bola salju bagi Indonesia. Maksudnya adalah dengan semakin banyaknya masyarakat separatis Papua yang mengungsi di Papua Nugini maka akan semakin besar sorotan Papua Nugini terhadap isu di tanah Papua, dengan begitu semakin besar juga potensi internasionalisasi isu Papua Merdeka yang akan terjadi di Papua Nugini. Kambuaya (2019) Mengatakan bahwa terjadi perbedaan opini di pemangku keputusan di Papua Nugini, dimana di satu sisi Papua Nugini tidak ingin untuk merusak hubungannya dengan Indonesia, tetapi di satu sisi Papua Nugini merasa perlu untuk mendukung dan membantu masyarakat Papua setidaknya meringankan penderitaan masyarakat Papua.

Kita dapat melihat perbedaan pendekatan Papua Nugini terhadap isu ini dengan melihat perbedaan administrasi Perdana Menteri Peter O’Neill dan James Marape. Pada masa administrasi Perdana Menteri Peter O’Neill Papua Nugini lebih memilih untuk tidak secara terang-terangan mendukung pergerakan Papua dan sangat menjaga hubungan Papua Nugini dengan Indonesia. Hubungan dagang semakin membaik dan masalah mengenai perbatasan Papua Nugini dengan Papua Barat dan separatisme Papua terjaga bahwasannya Papua Nugini mengakui Indonesia sepenuhnya dalam legitimasi pemerintahan Indonesia(Cochrane, 2013). Dapat dilihat bahwa pada masa administrasi Perdana Menteri Peter O’Neill, Papua Nugini ingin membuat citra yang baik terhadap negara-negara tetangganya dengan salah satu contoh yaitu Papua Nugini lebih receptive terhadap Indonesia dan memprioritaskan hubungan yang baik dengan Indonesia dibandingkan dengan keras menentang Indonesia terkait Papua Barat. Hal itu didasari oleh dua garis besar kebijakan dasar Papua Nugini terkait kemerdekaan Papua Barat yaitu tidak

melawan kedaulatan Indonesia di Papua dan pengungsi dari Papua Barat tidak diakui sebagai pejuang kemerdekaan. Meskipun begitu, pada penghujung administrasi Perdana Menteri Peter O’Neill, beliau sempat mulai mengkritik Indonesia terkait pelanggaran hak asasi manusia atas tindakan Indonesia terhadap Papua Barat. Hal ini dapat dilihat sebagai upaya Peter O’Neill untuk meraih kembali kepercayaan masyarakat Papua Nugini terhadap

pemerintahannya dengan bersimpati terhadap perjuangan Papua Barat (Kambuaya, 2019). Pemerintahan Peter O’Neill yang semakin tidak populer pada tahun 2019 pun akhirnya digantikan oleh James Marape. James Marape dalam kebijakannya lebih berani untuk mengkritik Indonesia terkait Papua Barat. James Marape mengkritik Indonesia terkait penanganannya terhadap masyarakat Papua Barat dan menyuarakan masyarakat Papua mendapat perlakuan yang lebih baik (Whitling, 2019). Meskipun secara resmi Papua Nugini masih tetap sama yaitu mengakui kedaulatan Indonesia atas tanah Papua, tetapi Papua Nugini juga mengupayakan dukungannya terhadap masyarakat Papua Barat dengan mendorong untuk perlakuan yang lebih baik oleh Indonesia. Dengan hal ini kita dapat melihat perbedaan antara dua Perdana Menteri Papua Nugini tersebut yaitu antara Peter O’Neill dan James Marape. Keduanya tetap mengikuti dasar arah kebijakan Papua Nugini terhadap Papua Barat yaitu dengan tetap mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya terhadap tanah Papua. Namun yang berbeda adalah pendekatan diantara dua Perdana Menteri tersebut. James Marape terlihat lebih vokal dan lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat Papua Barat dengan beberapa kesempatan mengkritik perlakuan Indonesia. Sedangkan Peter

O’Neill lebih mengutamakan soft-diplomacy dan lebih mengutamakan relasi baiknya dengan Indonesia.

Jika kita melihat pada masyarakat Papua Nugini itu sendiri, maka akan sangat banyak yang bersimpati terhadap pergerakan Papua Barat. Mereka melihat bahwa mereka dan Papua Barat merupakan satu identitas dimana kedekatan budaya dan etnis sangat melekat antara Papua Nugini dengan Papua Barat. Banyak yang bersimpati dan mendukung Papua Barat terkait self-determination yang didambakan oleh separatis Papua Barat (Kambuaya, 2019). Pada dasarnya hal ini menandakan bahwa masyarakat Papua Nugini dapat dikatakan volatile terhadap perkembangan di Papua. Maksudnya adalah cara Indonesia menangani kasus ini dan sorotan media di Papua terutama yang berunsur negatif maka akan menyulut simpatisan separatisme Papua Barat di Papua Nugini dengan akan semakin vokalnya masyarakat Papua

Nugini dalam menuntut separatisme Papua.

Maka ini perlu menjadi perhatian khusus bagi Indonesia tersendiri. Meskipun secara resmi dan kebijakan luar negeri Papua Nugini tetap akan mengakui kedaulatan Indonesia atas tanah Papua dan akan lebih memilih untuk memiliki hubungan yang baik dengan Indonesia. Namun, hal ini tidak serta merta menjamin Papua Nugini tidak akan menyebabkan potensi internasionalisasi isu Papua merdeka. Bahwasannya secara tingkat masyarakat dan beberapa pejabat publik Papua Nugini bersimpati terhadap pergerakan separatisme Papua Barat dan hal ini tentu akan menjadi salah satu yang rentan terhadap arah sorotan media dan juga informasi yang didapat. Dalam artian jika Indonesia terekspos dalam

pelanggaran hak asasi manusianya terhadap separatis Papua secara besar maka tidak akan tidak mungkin untuk Papua Nugini turut mendesak Indonesia untuk memberikan Papua Barat referendum self-determination.

3.3 Papua dan Melanesian Spearhead Group