• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA TUGAS AKHIR. Oleh. Muhammad Kemal Daffa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA TUGAS AKHIR. Oleh. Muhammad Kemal Daffa"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA

TUGAS AKHIR

Oleh

Muhammad Kemal Daffa 106216073

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN DIPLOMASI PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS PERTAMINA 2020

(2)
(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM

INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA

Nama Mahasiswa : Muhammad Kemal Daffa

Nomor Induk Mahasiswa 106216073

Program Studi : Hubungan Internasional

Fakultas : Komunikasi dan Diplomasi

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 29 Juni 2020

Jakarta, 17 Juli 2020 MENGESAHKAN Pembimbing Dr. Rusdi J. Abbas, Ph.D NIP. 116127 MENGETAHUI,

Ketua Program Studi Hubungan Internasional

Dr. Indra Kusumawardhana, M.Hub.Int NIP. 116123

(4)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Peran Melanesian Spearhead Group dalam Internasionalisasi Isu Papua Merdeka ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive royalty-free right) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta, 18 Juli 2020 Yang membuat pernyataan,

(5)

iii

ABSTRAK

Muhammad Kemal Daffa, 106216073, Peran Melanesian Spearhead Group Dalam Internasionalisasi Isu Papua Merdeka.

Papua merupakan sebuah provinsi yang berada di timur Indonesia yang bergabung pada tahun 1963 ketika Indonesia merebut provinsi tersebut dari Belanda. Direbutnya Papua dari Belanda adalah dengan didasari sentimen dekolonisasi Indonesia terhadap Belanda terutama pada rezim Soekarno dengan operasi militer Tri Komando Rakyat yang berhasil secara politik merebut Provinsi tersebut dari Belanda. Provinsi Papua meskipun serumpun namun memiliki perbedaan dengan ras Indonesia umumnya, dimana mayoritas masyarakat Papua merupakan keturunan kelompok ras Melanesia seperti negara-negara Pasifik lainnya. Pembangunan di Papua juga dapat dikatakan jauh tertinggal dibandingkan dengan Provinsi-Provinsi Indonesia lainnya sehingga timbul gerakan beberapa separatisme yang menginginkan Papua terpisah dari Indonesia dengan munculnya Organisasi Papua Merdeka. Banyak negara-negara yang memprotes berbagai tindakan Pemerintah Indonesia dalam menangani bermacam permasalahan di Papua dengan beberapa negara sangat vokal menentang hal tersebut terutama negara-negara Pasifik. Organisasi separatis Papua pun pada tahun 2014 sepakat untuk melebur menjadi satu organisasi yaitu United Liberation Movement for West Papua untuk dapat semakin mengembangi upaya internasionalisasi isu Papua merdeka ini terutama dalam penggiringan terhadap negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group. Hal yang menjadi perhatian negara-negara tersebut adalah pelanggaran hak asasi manusia yang banyak dikritisi oleh negara-negara tersebut. Proses internasionalisasi isu Papua merdeka diwadahi oleh Melanesian Spearhead Group sebagai sebuah arena bagi negara-negara anggotanya dalam menyuarakan aspirasi untuk internasionalisasi isu Papua Merdeka. Dari permasalahan itulah kita dapat melihat bagaimana Melanesian Spearhead Group selaku International Governance Organization menjadi sebuah wadah dalam internasionalisasi isu Papua merdeka dimana tujuan akhir dari internasionalisasi ini adalah untuk menjadikan Papua sebagai wilayah dekolonisasi oleh Persatuan Bangsa-Bangsa sehingga hal tersebut akan sangat mempengaruhi separatisme Papua.

Kata Kunci: Peran Negara, Organisasi Internasional, Separatisme Papua, Internasionalisasi, Melanesian Spearhead Group.

(6)

iv

ABSTRACT:

Muhammad Kemal Daffa, 106216073, The Role of Melanesian Spearhead Group on Internationalization of West Papua Separatism Issue.

Papua is a Province in eastern part of Indonesia who joined the republic in 1963 when Indonesia took over Papua from Dutch New Guinea. The takeover of Papua from the Dutch is based on Indonesiam decolonization sentiment especially during the Sukarno Regime with the commencement of Tri Komando Rakyat military operation which successfully won over the conflict politically. The Province of Papua while could be considered have the same root with other Indonesian but have some distinction with the rest of the country’s ethnicities with most of Papuan are considered as ethnically Melanesian as in some countries in Pacifics. The lack of Province’s development and is not on par with the rest of Indonesian Provinces culminated to the separatism sentiments among the Papuans with some being staunch supporters of Papuan independence (e.g Organisasi Papua Merdeka). There is growing foreign support to the separatism of Papua and the protests of Indonesia mismanagement and violations to human rights on Papua. which not a few countries threw critics to those fields especially Pacific countries. The Papuan separatist organizations agreed to merge into one single entity that is the United Liberation Movement for West Papua to further develop the internationalization of West Papua separatism and drive the opinions on Melanesian Spearhead Group. The internationalization of West Papua Separatism are accommodated on Melanesian Spearhead Group who are the International Governance Organization and have the role as arena for the member states to internationalize the West Papua separatism issue who desire is to put Papua as decolonization territory by the United Nations which believed to have significant impacts on Papua separatism.

Keywords: Foreign’s Role, International Organizations, Papua Separatism, Internationalizations, Melanesian Spearhead Group.

(7)

v

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis mengucapkan puji syukur kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta berkahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul: Peran Melanesian Spearhead Group Dalam Internasionalisasi Isu Papua Merdeka. Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran penulis dalam program studi Hubungan Internasional dan mendapatkan gelar sarjana sosial dari Universitas Pertamina. Dalam pengerjaan skripsi ini penulis ingin memberikan penghormatan kepada:

1. Bapak Dr. Rusdi J. Abbas, sebagai Dosen Pembimbing yang tiada hentinya selalu membimbing dan meringankan kekhawatiran penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Agustinus Kambuaya, selaku narasumber skripsi ini yang sangat membantu dalam membuka perspektif terhadap permasalahan yang ada di Papua.

3. Ibu Silvia Dian Anggraini yang telah membantu untuk mengulas tulisan ini.

4. Keluarga Penulis (Ayah, Bunda, dan Kakak) yang selalu mendorong dan memotivasi penulis dalam setiap langkah yang penulis ambil.

5. 27.05 yang menjadi penyemangat terbesar dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Serta teman-teman dan pihak lainnya yang turut mendukung dan berkontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Jakarta, 09 Juni 2020 Penulis,

(8)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN 3 ABSTRAK 4 ABSTRACT: 5 KATA PENGANTAR 6 DAFTAR ISI 7 Daftar Singkatan 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 10 1.1Latar Belakang 10 1.2Rumusan Masalah 14 1.3Tinjauan Pustaka 14 1.4Kerangka Berpikir 24 1.4.1Kerangka Pemikiran 24 1.Organisasi Internasional 24 2.Politik Identitas 26 1.4.2Bagan Pemikiran 28 1.5Metodologi 28

1.6Tujuan dan Manfaat Penulisan 29

1.7Sistematika Skripsi 29

BAB II 31

MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DAN INTERNASIONALISASI ISU

PAPUA MERDEKA 31

2.1Latar Belakang Melanesian Spearhead Group 31 2.1.1Terbentuknya Melanesian Spearhead Group 31 2.1.2Spirit of Melanesian Spearhead Group 35

2.2Posisi Melanesian Spearhead Group 37

2.2.1Arah Melanesian Spearhead Group 37

2.3United Liberation Movement For West Papua dalam Melanesian

(9)

vii 2.3.1Status United Liberation Movement for West Papua dalam

Melanesian Spearhead Group 40

2.3.2Keanggotaan United Liberation Movement for West Papua dalam

Melanesian Spearhead Group 43

BAB III 46

PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM

INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA 46

3.1Respon Dunia Internasional Terhadap Melanesian Spearhead Group 46 3.1.1Respon Negara-Negara Terhadap Isu Papua Merdeka 46 3.1.2Respon Masyarakat Internasional terhadap Isu Papua Merdeka 48 3.2Langkah Negara Anggota dalam Melanesian Spearhead Group terhadap

Internasionalisasi Isu Papua Merdeka 52

3.2.1 Vanuatu 53

3.2.2Kepulauan Solomon 56

3.2.3 Fiji 61

3.2.4Papua Nugini 65

3.3Papua dan Melanesian Spearhead Group 70

3.3.1Masyarakat Papua dan Melanesia 70

3.3.2United Liberation Movement for West Papua dan Melanesian

Spearhead Group 74

3.4Hasil dari Upaya Internasionalisasi Isu Papua Merdeka 78 3.4.1Dampak Langsung terhadap Isu Papua Merdeka 78 3.4.2Dampak Tidak Langsung terhadap Isu Papua Merdeka 81

BAB IV 84

KESIMPULAN DAN SARAN 84

4.1Kesimpulan 84

(10)

viii

Daftar Singkatan

MSG : Melanesian Spearhead Group

ULMWP : United Liberation Movement for West Papua PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

Trikora : Tri Komando Rakyat PNG : Papua Nugini

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Permasalahan mengenai separatisme di Papua dapat kita lihat sejak Indonesia berhasil merebut Papua dari Belanda yakni pada tahun 1963. Indonesia merebut Papua dari Belanda dengan melakukan operasi militer yang lebih dikenal dengan nama Trikora (Tri Komando Rakyat). Operasi ini didukung oleh Uni Soviet dengan membantu Alutsista Indonesia. Meskipun secara militer Indonesia mengalami korban jiwa yang besar tetapi secara politik Indonesia dapat memenangkan kontestasi wilayah Papua tersebut dengan menggunakan kekuatan diplomasinya dan melakukan referendum pada tahun 1969 atas nama Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Referendum tersebut berisikan suara dari kepala suku di Papua bukan dari populasi Papua secara umum, hal inilah yang menciptakan separatisme dan kritik internasional meskipun banyak negara di kala itu yang menerima hasil keputusan referendum (Singh, 2017). Terlebih mengenai identitas dan fisik masyarakat Papua dapat dikatakan memiliki distinctive yang jelas berbeda dengan masyarakat Indonesia lainnya yang umumnya merupakan ras melayu. Juga pembangunan di Papua hingga saat ini dapat dikatakan memiliki ketertinggalan yang jauh dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain hal ini semakin meningkatkan sentimen separatisme di Papua yang merasa bahwa Papua berbeda dengan Indonesia dan menginginkan untuk merdeka.

Mengenai permasalahan etnis dan ras mayoritas masyarakat Papua merupakan termasuk ke dalam golongan ras Melanesia yang merupakan ras dominan pada negara-negara Pasifik yaitu seperti Vanuatu, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Fiji. Negara-negara tersebut ditambah dengan Australia kerap mendukung pergerakan kemerdekaan Papua seperti yang dilansir oleh kantor berita ABC bahwasannya dengan kisruh sosial dan kekerasan yang kerap terjadi belakangan ini di Papua banyak masyarakat Papua Nugini yang mendukung kemerdekaan Papua dengan mendukung diadakannya referendum lagi terhadap masyarakat

(12)

Papua, hal ini juga tidak hanya dari kalangan masyarakat saja namun juga dari dalam pemerintahannya Papua Nugini yang juga menyuarakan untuk diadakannya referendum dan mengubah kebijakan Papua Nugini (PNG) terhadap Papua. Hal ini terjadi dikarenakan masyarakat PNG merasa tali persaudaraan dengan masyarakat Papua dengan persamaan ras, budaya, dan geografis yang menguatkan tekad mereka untuk mendukung kemerdekaan Papua dari Indonesia yang dinilai tidak jarang melakukan pelanggaran HAM dalam pemberlakuannya terhadap masyarakat Papua (Whitling, 2019).

Negara-negara Pasifik lainnya juga sering mengangkat isu ini terhadap dunia internasional seperti Vanuatu yang kerap melontarkan kritik terhadap kasus Papua yang sempat hangat dan menimbulkan perhatian internasional terhadap kasus Papua (Utama, 2017). Dengan vokalnya negara-negara asing (dalam kasus ini negara-negara Pasifik) dapat membuat suatu kegaduhan politik baik itu internal maupun eksternal Indonesia terkait Papua dimana Indonesia harus

membela posisinya dalam mempertahankan wilayah Papua yang kerap diusung untuk merdeka oleh beberapa negara-negara dan aktor internasional lainnya.

Gerakan separatisme Papua yaitu Organisasi Papua Merdeka timbul dari rasa perbedaan identitas dan kepentingan dari Indonesia. Keinginan yang melekat untuk merdeka bagi Organisasi Papua Merdeka mendapat balasan dari pemerintah pusat Indonesia dimana upaya Indonesia kerap dikritik oleh negara-negara lain terutama negara Pasifik dengan pelanggaran HAM. Balasan negara-negara Pasifik tersebut adalah dengan semakin menyuarakan untuk kemerdekaan Papua baik itu yang menentang keras seperti Vanuatu dan Papua Nugini ataupun melakukan cara diplomatis seperti Kepulauan Solomon. Indonesia sebagai balasannya menuntut negara-negara lain untuk menghormati kedaulatan Indonesia terhadap Papua dan bahwa Indonesia akan tetap mempertahankan wilayah Papua sebagai provinsinya baik dengan uluran tangan ataupun pukulan tajam terhadap Organisasi Papua Merdeka yang diklasifikasi sebagai pemberontak (South China Sea Post, 2018; Blades, 2019;

(13)

AP, 2015).

Langkah yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Papua dapat kita bagi menjadi dua yaitu dengan cara damai (melalui otonomi khusus dan sosialisasi) maupun dengan bedil panas yaitu dengan menumpas sel-sel pemberontak yang ada di Papua. Otonomi khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia terhadap Papua diharapkan dapat meredam separatisme yang ada dengan ditingkatkannya keterlibatan masyarakat asli Papua dalam pengelolaan Provinsi Papua serta beberapa kebebasan lainnya yang tidak didapatkan oleh Provinsi-Provinsi Indonesia pada umumnya (Chauvel & Bhakti, 2004). Selain itu Indonesia menerapkan kebijakan yang lebih asertif terhadap hal-hal yang berpotensi untuk menciptakan kegaduhan atau social unrest di Papua seperti memberantas pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa bagian Papua seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun hal ini justru yang merusak nama baik Indonesia di mata internasional dimana sejumlah pihak mengeksploitasi hal ini dengan isu pelanggaran HAM sehingga berbagai upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Papua tidak terlalu diperhatikan, dengan yang diperhatikan adalah bagaimana Indonesia menangani pemberontakan Papua dengan tangan besi dingin (Trajano, 2017). Bagian ini yang dimanfaatkan sejumlah pihak seperti negara-negara Pasifik untuk menyuarakan kemerdekaan Papua terhadap berbagai forum internasional seperti PBB

Salah satu upaya negara-negara Melanesia adalah dengan membentuk Intergovernmental Organization (IGO) yaitu Melanesian Spearhead Group yang hakikatnya adalah suatu bentuk kerjasama regional ekonomi (May, 2011). Namun begitu, aktor-aktor dalam organisasi tersebut dengan berdasarkan persamaan ras, identitas, dan faktor-faktor lainnya turut juga menyuarakan untuk kebebasan memilih bagi warga Papua dengan caranya masing-masing; dengan protes keras ataupun secara diplomatis untuk mengumpulkan kesadaran dan dukungan untuk kebebasan memilih warga Papua tersebut (Lawson, 2016).

(14)

1.2Rumusan Masalah

Dengan keterlibatan pihak asing baik itu negara-negara maupun aktor lainnya dalam permasalahan separatisme Papua ini dapat membuat kondisi semakin kompleks dimana semakin terdorongnya gerakan-gerakan yang ingin memerdekakan Papua dan menjadi perhatian dunia. Permasalahan inilah yang akan penulis angkat menjadi rumusan masalah yaitu: Bagaimana peran Melanesian Spearhead Group dalam menginternasionalisasi isu Papua Merdeka?

1.3Tinjauan Pustaka

Dalam menulis tulisan ini penulis menemukan sejumlah karya ilmiah oleh penulis-penulis terdahulu lain yang juga membuat suatu karya ilmiah mengenai permasalahan separatisme di provinsi Papua ini. Dalam hal ini penulis ingin membahas karya-karya ilmiah tersebut dalam bagian ini.

M. Syaprin Zahidi dan Musfiroh pada jurnalnya membahas secara qualitative mengenai reaksi dan respon Indonesia dalam menghadapi bergabungnya sejumlah organisasi separatis Papua ke dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). Dalan jurnal ini dijelaskan bahwasannya separatis Papua melakukan dua cara untuk memerdekakan diri yaitu dengan Soft seperti membangun opini publik Papua untuk melihat Indonesia sebagai penjajah dan tiran, dan juga Hard dimana separatis tersebut gencar melawan dengan Senjata. Tujuan utama dari separatisme Papua tidak mungkin dapat membuahkan hasil yang baik jika tanpa adanya dukungan dari negara lain, maka dari itu separatis

tersebut mencari dukungan negara-negara lain terutama negara yang memiliki ras yang sama yaitu negara-negara Melanesia. Disini dapat diketahui dari analisis Zahidi dan Musfiroh bahwasannya posisi ini dapat membahayakan legitimasi Indonesia di Papua jika negara-negara Melanesia tersebut mendukung penuh dan membuat suatu kegaduhan mengenai isu separatisme Papua. (Zahidi & Musfiroh, 2018)

(15)

Salah satu kelebihan dari jurnal ini adalah mampu menjelaskan mengenai pengaruh dari pihak asing terhadap isu separatisme yang ada terutama melalui organisasi Internasional. Pada jurnal ini yang ditanamkan adalah perspektif Indonesia dalam menangani tantangan yang ada dengan merambahnya separatis di Papua terhadap negara-negara lain secara komprehensif. Bahwasannya dalam isu separatisme Papua tersebut Melanesian Spearhead Group memiliki andil yang tidak dapat diremehkan, dikarenakan Melanesian Spearhead Group dapat menjadi suatu pengakuan resmi bagi separatis Papua untuk dapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat, hal ini tentu saja berbahaya bagi Indonesia. Pendapat Zahidi & Musfiroh ini juga berkorelasi dengan tulisan David Rai pada disertasinya Statehood and the Law of Self-Determination bahwasannya pengakuan negara lain sangat berpengaruh dalam proses kemerdekaan suatu negara (Rai, 2002). Jurnal dari Zahidi & Musfiroh ini terbatas hanya kepada respond dan langkah Indonesia dalam mengatur arah Melanesian Spearhead Group agar tidak membahayakan kepentingan Indonesia. Namun dalam jurnal ini meluputkan pembahasan mengenai dampak hubungan Indonesia terhadap negara-negara Melanesian Spearhead Group akibat permasalahan separatisme

Papua (Zahidi & Musfiroh, 2018). Maka dari itu yang membedakan tulisan ini dengan tulisan dari Zahidi & Musfiroh adalah pada tulisan ini kita akan melihat bagaimana Melanesian Spearhead Group sebagai arena dalam internasionalisasi isu Papua Merdeka

Karya tulis yang juga membahas mengenai Melanesian Spearhead Group dan implikasinya terhadap separatisme Papua lainnya adalah tulisan dari Stephanie Lawson yang berjudul West Papua, Indonesia and the Melanesian Spearhead Group: competing logics in regional and international politics. Pada tulisan ini Stephanie Lawson juga membahas mengenai Melanesian Spearhead Group dan Indonesia. Namun perbedaan mendasarnya adalah pada tulisan Lawson lebih menekankan terhadap dinamika identitas negara-negara Melanesia dan bagaimana negara Melanesia menyatukan solidaritasnya. Dari hal tersebut terlihat dinamika regionalisme di kawasan Pasifik selatan. Dapat dilihat bahwa ada perbedaan

(16)

scope dan bahasan antara Lawson dan Zahidi & Musfiroh. Jika Zahidi & Musfiroh lebih membahas secara deskriptif langkah-langkah Indonesia dalam menangani permasalahan Melanesian Spearhead Group dan Papua, pada jurnal ini membahas mengenai pengaruh politik identitas Melanesia terhadap posisinya mengenai kasus separatisme Papua dan bagaimana Indonesia dan negara-negara Melanesia berkontestasi terhadap separatisme ini. (Lawson, 2016).

Jurnal ini memberikan kita sebuah wawasan dalam mengetahui dinamika regional Pasifik selatan (Melanesia) dan implikasinya yang terjadi pada isu pergerakan separatisme Papua. Politik identitas Melanesia yang berasaskan

anti-kolonial dan ras Melanesia itu sendiri membuat banyak masyarakat Melanesia yang bersimpati terhadap pergolakan separatisme Papua. Melanesia sendiri seperti yang jurnal ini katakan bahwasannya terbelah menjadi dua antara yang menganggap Indonesia sebagai penjajah di tanah Papua atau pemerintah yang memiliki legitimasi atas Papua. Bagaimana melihat sebuah ide Melanesia dan solidaritasnya terhadap yang termasuk dalam ras Melanesia. Namun Lawson hanya membahas Melanesian Spearhead Group secara kolektif dimana hubungan bilateral antar Indonesia dengan negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group tidak terlalu diperhatikan. Jurnal Lawson ini berkutat terhadap keutuhan dan kesatuan Melanesian Spearhead Group dan bagaimana Melanesian Spearhead Group sebagai organisasi internasional bereaksi terhadap perilaku Indonesia berbeda dengan tulisan Zahidi & Musfiroh yang justru melihat bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan Melanesian Spearhead Group untuk membendung pergerakan separatisme Papua (Lawson, 2016; Zahidi & Musfiroh, 2018)

Maka dari itu juga kita harus melihat geopolitik dari kawasan Papua menggunakan pendekatan yang dipopulerkan oleh Mearsheimer dalam The Tragedy of Great Power Politics yaitu offensive realism. Dikatakan bahwa tujuan utama negara adalah survival. Maka disini akan mengaplikasikan pendekatan tersebut ke dalam permasalahan separatisme Papua dan

(17)

Melanesian Spearhead Group dari perspektif Indonesia. Pendekatan ini juga boleh dikatakan berkorelasi selain dengan tulisan Zahidi & Mushfiroh juga Webb-Gannon & Elmslie yang berjudul MSG Headache, West Papuan Heartache? Indonesia’s Melanesian foray. Bahwasannya pada karya tulis Webb-Gannon & Elmslie juga meneliti

mengenai Papua melalui Melanesian Spearhead Group dan geopolitik. Geopolitik Papua berkaitan erat dengan pengaruh dan keaktifan Indonesia dalam perpolitikan Melanesian Spearhead Group. Pada jurnal ini dapat dilihat bagaimana Indonesia memanfaatkan kondisi dan power-nya untuk menangani permasalahan di Papua. (Mearsheimer, 2001; Zahidi & Mushfiroh, 2018; Webb-Gannon & Elmslie, 2014).

Papua merupakan provinsi Indonesia dan Indonesia ingin tetap dipandang sebagai penguasa sah atas provinsi Papua maka dari itu Webb-Gannon & Elmslie melihat pergolakan yang terjadi pada Melanesian Spearhead Group mengenai Papua dimana Indonesia yang juga merupakan anggota asosiat membuat situasi yang dilematis bagi Melanesian Spearhead Group. Pada jurnal Webb-Gannon & Elmslie ini yang ditekankan adalah ketidakseragaman keputusan diantara anggota-anggota Melanesian Spearhead Group dalam menyikapi permasalahan separatisme di Papua, dengan ada yang mengecam legitimasi Indonesia di Papua dan juga ada yang mendukung legitimasi Indonesia di Papua. Ini menjadi suatu yang menarik bahwasannya Webb-Gannon & Elmslie dapat menyimpulkan ketidakseragaman Melanesian Spearhead Group tersebut ada hubungannya dengan relasi terhadap Indonesia (Webb-Gannon & Elmslie, 2014). Hal ini mungkin sedikit kontras dengan tulisan Webster yaitu " Already sovereign as a people": A foundational moment in West Papuan nationalism. Pada tulisan tersebut Webster mengatakan bahwa negara-negara Melanesia tersebut memiliki suara yang bulat terhadap self-determination Papua. Beberapa negara seperti

Vanuatu juga menentang secara keras terhadap pendudukan Indonesia di Papua (Webster, 2001).

(18)

dikatakan oleh Blades dimana Blades juga mengatakan ketidakbulatan suara Melanesian Spearhead Group untuk memerdekakan Papua. Blades dalam tulisannya Melanesia’s test: The Political Quandary of West Papua mengatakan meskipun Papua merupakan satu rumpun dengan Melanesia dan mengidentifikasi diri mereka sebagai Melanesia dan kekerabatannya dengan ras Melanesia lain, meskipun dengan dukungan keras dari Vanuatu untuk memerdekakan Indonesia namun hal ini tidak dapat berjalan dengan mulus. Faktor geopolitik juga mempengaruhi bagaimana anggota-anggota Melanesian Spearhead Group menyikapi separatisme Papua tersebut (Blades, 2014).

Hal yang menyebabkan terjadinya ketidakseragaman tersebut menurut Blades ialah pengaruh Indonesia terhadap kawasan Melanesia. Selain itu Blades yang juga seorang jurnalis melihat beberapa faktor mengapa situasi Papua tidak dapat terekspos dengan besar salah satu faktor besarnya ialah keacuhan media massa dalam meliput separatisme di Papua. Blades mengatakan media massa merupakan instrumen penting dalam upaya self-determination masyarakat Papua. Pemerintah pusat Indonesia mampu untuk membendung media-media yang meliput Papua untuk tidak blow-up kasus separatis Papua terutama kepada anggota-anggota Melanesian Spearhead Group (Blades, 2014). Titifanue et al juga mengatakan hal yang serupa bahwa peran sosial media dalam isu separatisme

Papua dapat dimanfaatkan sebagai bentuk aktivisme untuk membangun awareness terhadap isu yang dibawa oleh Papua dan bagaimana ini dapat berimplikasi terhadap Melanesian Spearhead Group dan juga Indonesia, bahwasannya social media dapat digunakan sebagai senjata ataupun bumerang bagi ketiga pihak (Indonesia, Melanesian Spearhead Group, dan Papua), namun yang harus digarisbawahi dalam tulisan From social networking to activism: The role of social media in the free West Papua campaign adalah irisan terhadap pembahasan mengenai dampak terhadap relasi Indonesia dengan negara-negara Melanesian Spearhead Group, bahwasannya aktivisme di sosial media ini dapat menjadi momentum dalam relasi antar negara tersebut (Titifanue et al, 2016). Pengaruh dari media menjadi salah satu vital

(19)

dalam permasalahan isu separatisme Papua dengan Blades dan juga Titifanue et al mengatakan pentingnya sosial media dalam hal ini.

Ronald May pada tahun 2011 dalam tulisannya The Melanesian Spearhead Group: Testing Pacific Island Solidarity juga melihat kerapuhan Melanesian Spearhead Group secara internal dan pengaruhnya terhadap sikapnya mengenai Papua. Bahwasannya secara anggota terjadi semacam perselisihan dimana Fiji yang ketika itu dipimpin oleh junta memiliki kecanggungan terhadap anggota-anggota lainnya. Hal ini seperti yang May katakan bahwasannya berdampak terhadap Papua. Namun yang luput dalam analisis May ini adalah bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan kerapuhan Melanesian Spearhead Group dan memanfaatkan statusnya sebagai negara asosiasi untuk mendapatkan informasi dan juga menggiring Melanesian Spearhead Group mengarah terhadap

kepentingannya seperti pada tulisan Zahidi & Musfiroh (2018). Dalam jurnal May tersebut menjadi salah satu rujukan terhadap kondisi dan karakteristik negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group. Bahwasannya negara-negara Melanesian Spearhead Group meskipun satu rumpun dan identitas tetapi memiliki perbedaan mengenai kepentingan dan pendekatan terhadap isu-isu seputar Melanesia termasuk Papua. (May, 2011)

Vanuatu dengan beberapa rujukan lainnya terlihat agresif terhadap kemerdekaan Papua sedangkan Fiji lebih memilih untuk berkompromi dan akomodatif (May, 2011; Blades, 2014; Lawson, 2016). Maka kita dapat melihat keberagaman karakteristik Melanesian Spearhead Group sehingga dampak separatisme Papua terhadap relasi Indonesia dengan negara-negara Melanesian Spearhead Group juga beragam bergantung terhadap kepentingan negaranya dan letak geografisnya. Seperti yang dikatakan oleh beberapa sumber juga bahwasannya negara yang berlokasi lebih dekat dengan Indonesia cenderung untuk lebih berkompromi dengan Indonesia berbeda dengan negara yang letaknya tidak dekat dengan Indonesia (May, 2011; Singh, 2017). Ini juga menekankan bahwasannya geopolitik sangat berpengaruh terhadap hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Melanesia selain dari persamaan identitas

(20)

terhadap Papua.

Bahwasannya untuk membahas mengenai dampak hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Melanesia kita dapat melihat dari beberapa kacamata seperti yang telah dijelaskan di atas, baik itu melihat secara identitas,

geopolitik, ataupun lainnya sehingga outcome-nya akan berbeda-beda berdasarkan negaranya.

Karya tulis contoh tersebut adalah hasil tulisan Ronald May pada tahun 2017 yang menjelaskan mengenai hubungan bilateral Papua Nugini dengan Indonesia. Kondisi geografis yang menempatkan Papua Nugini dengan Indonesia saling berbatasan membuat Papua Nugini berhati-hati dalam mengambil langkah untuk menanggapi isu separatisme Papua tersebut. Pada tulisannya May melihat pola hubungan Papua Nugini dengan Indonesia berdasarkan insiden yang terjadi di Papua, exposure dari media mengenai Papua. Namun, Papua Nugini juga tidak dapat bertindak bebas dikarenakan secara Power Indonesia jauh lebih mengungguli dibandingkan Papua Nugini (May, 2017).

Papua Nugini meskipun mendukung adanya self-determination dari Papua tetapi juga tidak mau untuk menyinggung Indonesia. Banyak pengungsi dari Papua tersebut lari ke Papua Nugini dan ini tentu juga berimbas terhadap relasi Papua Nugini dengan Indonesia. Perbatasan Papua Nugini yang langsung berhadapan dengan Indonesia menjadi salah satu spot bagi para separatis tersebut untuk mengungsi ke Papua Nugini. Dari jurnal ini dapat diketahui implikasi-implikasi yang akan terjadi.

Namun, scope dari jurnal ini adalah hanya terhadap negara Papua Nugini tidak sampai negara-negara Melanesia lainnya. Dalam jurnal ini lebih membahas mengenai hubungan bilateral Indonesia dengan Papua Nugini. Namun dengan kata lain sebagai upaya hubungan Indonesia kepada negara-negara Melanesia.

(21)

negara Papua Nugini dengan menjadi pengungsi (May, 2017). Jurnal ini tidak membahas secara detail mengenai hubungan antara Indonesia dan Papua Nugini, namun membahas secara komprehensif bagaimana perbatasan tersebut dapat membangun nasionalisme masyarakat Papua dengan menjadi arus pengungsi Papua dan Papua Nugini (May, ibid)

Maka dari itu diperlukannya scope yang lebih besar untuk membahas hubungan Indonesia dengan negara-negara Melanesia akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi di Papua. Scope yang belum tersentuh secara mendalam adalah bagaimana isu-isu sosial dan berbagai kampanye lainnya yang akan berdampak terhadap decision-maker dari negara-negara anggota dan berimbas terhadap posisi Indonesia di Melanesian Spearhead Group

Dapat disimpulkan bahwa pada tulisan-tulisan diatas tersebut sudah cukup banyak yang membahas mengenai Melanesian Spearhead Group dan separatisme Papua. Namun, pembahasan-pembahasan tersebut masih belum menyentuh suatu segmentasi yaitu mengenai bagaimana Melanesian Spearhead Group berperan sebagai arena dan dinamika negara-negara anggotanya dalam menyikapi internasionalisasi isu Papua Merdeka.

(22)

1.4Kerangka Berpikir 1.4.1Kerangka Pemikiran

1.Organisasi Internasional

Organisasi Internasional dapat dipahami sebagai perkumpulan dari berbagai negara yang bertujuan untuk menyamakan visi dan misi dari negara-negara yang tergabung dalam organisasi tersebut. Kita dapat melihat hal ini dalam organisasi internasional dengan melihat bentuk akomodasi tersebut yaitu kerjasama dan perundingan (Archer, 2014). Organisasi internasional terbentuk dikarenakan adanya persamaan kepentingan dari negara-negara yang tergabung terutama dalam bidang ekonomi dan keamanan. Organisasi internasional juga berfungsi untuk memacu kepentingan dari negara-negara anggotanya.

Clive Archer (2014) Mengatakan bahwa kita dapat melihat proses terbentuknya organisasi internasional modern sejak adanya Concert of Europe setelah usai perang Napoleon. Bentuk ini yang menjadi cikal bakal organisasi internasional dengan yang utamanya adalah Liga Bangsa-Bangsa dan Persatuan Bangsa-Bangsa. Pada organisasi tersebut negara-negara yang tergabung memiliki visi dan misi yang sama yaitu untuk menghindari konflik internasional yang besar dan menjaga perdamaian. Seluruh negara anggota menyetujui hal tersebut dan mengikuti peraturan-peraturan bersama.

Dalam teori ini juga ada yang dinamakan International Governmental Organization (IGO). IGO sendiri dapat kita pahami sebagai bentuk organisasi internasional yang lebih mengikat (Jacobson et al, 1986). Alasan negara mengikuti IGO ini adalah untuk merasakan keuntungan dan manfaat yang dapat diperoleh dari IGO tersebut. IGO itu sendiri dapat berbentuk macam-macam dan dapat dilihat sebagai upaya untuk mempromosikan perdamaian dan keteraturan antara negara-negara anggotanya (Jacobson et al, ibid). Jika pada negara ada tiga unsur yaitu; eksekutif, yudikatif, dan legislatif, maka dalam IGO dapat dikatakan hanya merupakan unsur administratif dan umumnya spesifik mengenai sejumlah cakupan seperti

(23)

ekonomi, budaya, kejahatan transnasional, ataupun keamanan. IGO sendiri tidak memiliki kemampuan memaksa yurisdiksi IGO tersebut terhadap yurisdiksi hukum nasional negara anggotanya, bahwa implementasi kesepakatan yang telah terbuat dari IGO tersebut adalah berdasarkan dari persetujuan dan keinginan negara anggotanya (Archer, 2014).

Pada penjelasan Archer (2014) mengenai organisasi internasional kita dapat melihat peran dari organisasi internasional sebagai tiga aspek, yaitu; (1) Instrumen, (2) Arena, (3) Actor. Dalam penelitian ini, kita akan melihat peran organisasi internasional sebagai sebuah arena bagi negara-negara anggotanya dalam beraspirasi, berargumen, mengutarakan kepentingannya. Dalam kata lain, kita dapat melihat organisasi internasional sebagai arena kerjasama atau perseteruan. Jika kita melihat dalam sudut pandang ini maka organisasi internasional sifatnya adalah netral dimana organisasi internasional akan menjadi wadah bagi negara-negara anggotanya dalam beradu kepentingan dan

bekerjasama atau berseteru dalam hal tersebut. Studi pada tahun 1970-7 menemukan dari 41 (empat puluh satu) tulisan yang dipublish pada masa itu menunjukkan 78% (tujuh puluh delapan persen) memandang organisasi internasional sebagai arena (Dixon, 1981). Hal tersebut menandakan bahwa banyak akademisi yang juga memandang organisasi internasional merupakan sebuah arena bagi negara-negara anggotanya.

Jika kita masukkan dalam konteks ini Melanesian Spearhead Group adalah perwujudan negara-negara Melanesia yang memiliki visi dan misi yang sama serta menjadi tempat menyuarakan kepentingannya dalam skala regional. Maka ini tentu meliputi separatisme Papua Barat yang juga merupakan salah satu dari bangsa Melanesia. Separatis Papua dapat memanfaatkan Melanesian Spearhead Group untuk memberikan panggung internasional dan melajukan upayanya untuk merdeka. Jika dimasukkan ke dalam konsep organisasi internasional sebagai arena, maka dapat terlihat bagaimana negara-negara anggotanya dapat memanfaatkan Melanesian Spearhead Group sebagai arena atau wadah dalam internasionalisasi isu Papua Merdeka bagi negara-negara anggotanya.

(24)

2.Politik Identitas

Politik identitas adalah suatu politik yang memprioritaskan kepentingan politiknya yang berasal dari identitas mereka. Politik Identitas lahir dari persamaan kolektif antar suatu masyarakat yang memiliki persamaan nilai, budaya, golongan, etnis, maupun persamaan lainnya (Bernstein, 2005). Persamaan

ini melahirkan suatu gerakan sosial dimana masyarakat yang memiliki persamaan identitas tersebut akan menyuarakan kepentingannya dengan tidak hanya melalui jalur politik tradisional namun juga melalui jalur-jalur lain yang luas.

Politik identitas yang signifikan dapat dilihat saat masa pergerakan etnis Afro-Amerika pada abad ke-20 dimana masyarakat yang merupakan etnis Afro-Afro-Amerika bersatu dan menyuarakan untuk menghilangkan rasisme yang sangat kental pada konstruksi sosial Amerika Serikat kala itu (Bernstein, ibid). Bahwasannya politik identitas terjadi jika adanya permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat majemuk. Permasalahan ini dapat didasari oleh gesekan perbedaan. Perbedaan tersebut akan menghasilkan identitas masing-masing yang akan diperjuangkannya.

Dalam konteks Papua merdeka ini, etnis dan ras akan menjadi dasar dari pergerakan Papua merdeka. Etnis Papua yang merupakan golongan Melanesia juga yang mendasari mengapa negara-negara Melanesia mendukung untuk merdekanya Papua. Secara sejarah dan identitas, Papua berbeda dengan Indonesia lainnya dimana bentuk fisik masyarakat Papua sangat berbeda dengan Indonesia pada umumnya, dan secara budaya dan sosial Papua juga berbeda dengan masyarakat Indonesia. Maka itulah yang menyebabkan tumbuhnya identitas Papua yang berbeda dan memiliki keinginan untuk lepas dari Indonesia dengan dukungan negara-negara serumpun yaitu negara-negara Melanesia.

(25)

1.5Metodologi

Dalam penulisan ini penulis menggunakan penelitian analitik deskriptif dimana penulis meneliti hubungan antara variabel Independen (Negara-negara Melanesia) dengan variabel dependen (Melanesian Spearhead Group). Analitik deskriptif dapat dipahami sebagai bentuk penelitian yang mencoba menganalisis permasalahan dari umum ke spesifik, dimana dalam tulisan ini kita dapat melihat variabel independen mempengaruhi variabel dependen (Creswell et al, 2007). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana dapat diartikan sebagai penelitian yang sistematis dan berdasarkan pengamatan dan telaah dengan berdasarkan studi pustaka dan wawancara peneliti yang berkutat pada masalah yang selaras dengan topik ini (Creswell et all, ibid).

Tulisan ini bersifat penelitian induktif dimana peneliti akan meneliti secara khusus mengenai internasionalisasi isu Papua merdeka dan pengaruh Melanesian Spearhead Group yang akan menghasilkan kesimpulan secara umum. Jangkauan dari penelitian ini adalah pada masa periode pertama Jokowi hingga tahun 2019. Lokasi penelitian berada di Jakarta.

(26)

1.6Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran organisasi internasional dapat mempengaruhi isu domestik, tepatnya bagaimana Melanesian Spearhead Group dapat mempengaruhi isu Papua Merdeka.

1.7Sistematika Skripsi BAB I Pendahuluan

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang dan rumusan masalah tulisan penelitian ini, setelah itu adalah tinjauan pustaka, kerangka berpikir dan metodologi yang akan dipakai dalam penelitian ini.

BAB II Melanesian Spearhead Group dan Internasionalisasi Isu Papua Merdeka

Bab ini akan menjelaskan mengenai perilaku, tindakan, dan posisi negara-negara Melanesian Spearhead Group dalam isu separatisme Papua. Inti

pembahasan pada bab ini adalah untuk mengetahui sikap negara-negara Melanesia tersebut terhadap permasalahan separatisme Papua. Pembahasan ini akan membagi dua kelompok berdasarkan posisinya yaitu yang mendukung gerakan separatisme Papua dan yang mendukung legitimasi pemerintahan Indonesia di Papua.

BAB III Peran Melanesian Spearhead Group dalam Internasionalisasi Isu Papua Merdeka

Bab ini akan mengulik lebih dalam lagi peran Melanesian Spearhead Group dalam Internasionalisasi isu Papua merdeka, baik itu dari respon dunia internasional terhadap hal tersebut juga dari masing-masing negara anggota Melanesian Spearhead Group.

(27)

BAB IV Penutup Kesimpulan & Saran

Bab ini akan menyimpulkan dari dua bab sebelumnya untuk melihat dan menjelaskan rumusan permasalahan penelitian ini yaitu dampak separatisme Papua dalam hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Melanesia

(28)

BAB II

MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DAN

INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA

2.1Latar Belakang Melanesian Spearhead Group

2.1.1Terbentuknya Melanesian Spearhead Group

Melanesian Spearhead Group adalah sebuah forum regional yang berada pada wilayah Pasifik Selatan dan beranggotakan negara-negara dengan etnis Melanesia yaitu Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu serta Indonesia sebagai anggota asosiasi dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Organisasi Internasional ini didasari oleh persamaan identitas yaitu etnis Melanesia (Kambuaya, 2019). Persamaan ini yang menyatukan negara-negara Pasifik Selatan tersebut untuk membangun kerjasama regional.

Melanesian Spearhead Group dibentuk pada tahun 1986 di Goroka, Papua Nugini. Dibentuknya Melanesian Spearhead Group mengikuti persamaan visi dari pemimpinnya untuk berjuang dekolonisasi dan kemerdekaan terhadap bangsa Melanesia di Pasifik Selatan. Tujuannya adalah untuk menguatkan solidaritas, dan membangun persamaan sosial, budaya, ekonomi dan politik negara-negara Melanesia. Melanesian Spearhead Group pada akhirnya menjadi platform bagi negara anggotanya untuk dapat memacu perkembangan negara-negaranya dan meningkatkan kerjasama baik itu antara sesama anggota maupun dengan negara lainnya melalui platform organisasi tersebut (Lawson, 2016). Seiringan dengan waktu dan perihal mengenai pergerakan separatisme Papua, negara-negara anggota Melanesia Spearhead Group mulai memperhatikan mengenai kondisi dan apa yang terjadi dalam konflik Papua tersebut. Dengan dasar solidaritas rumpun Melanesia, negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group mendukung self-determination rakyat Papua untuk

(29)

menentukan nasib sendiri dan melihat Indonesia sebagai penjajah. Hal tersebut berimbas terhadap kebijakan luar negeri dari negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group untuk menyuarakan dan menginternasionalisasi isu Papua Merdeka (Webb-Gannon & Elmslie, 2014).

Bermulai dari kebutuhan akan kerjasama regional yang didasari oleh kepentingan bersama dan persamaan identitas negara-negara Melanesia yaitu didasari oleh cita-cita dekolonisasi negara Melanesia, etnis yang serumpun, dan keinginan untuk menstabilkan ekonomi dari masing-masing negara maka terlahirlah Melanesian Spearhead Group (MacQueen, 1989). Salah satu agenda pertama dari organisasi ini adalah dengan mendukung kemerdekaan Kanak yang merefleksikan persepsi bahwa negara-negara Pacific Island Forum khususnya yang dahulunya merupakan negara kolonial seperti Australia, New Zealand dan negara lainnya luput menjadi perhatian dalam forum tersebut. Hal ini semakin diperkuat pada kesepakatan Kiriwina, Papua Nugini pada tahun 1996 untuk meningkatkan usaha terhadap kerjasama ekonomi diantara anggota Melanesian Spearhead Group dengan tetap berfokus terhadap solidaritas subregional dan menghormati budaya Melanesia (May, 2011).

Menurut May (2011) Struktur kerja Melanesian Spearhead Group terbagi dalam lima level. Pada level teratas adalah Leader’s Summit dimana berisikan kepala-kepala negara dengan pendekatan bahwa tiap kesepakatan diperlukannya konsensus diantara negara-negara anggota per dua tahun. level kedua adalah level menteri luar negeri, pada level ini menteri luar negeri dari masing-masing negara anggota bertanggung jawab pada penentuan arah kebijakan umum dan anggaran dasar dari Melanesian Spearhead Group. Level menteri luar negeri ini juga diperlukan konsensus antara negara anggota dan hasil dari level ini akan melaporkan dan membawa hasil pertemuannya untuk Leader’s Summit. Level ketiga adalah pertemuan Senior Official yang diadakan setiap tahun bersamaan dengan pertemuan kementerian dan atau berdasarkan permintaan dari Leader’s Summit. Perannya adalah memberikan arahan kebijakan terhadap Sekretariat Melanesian Spearhead Group dan

(30)

membuat laporan dan rekomendasi kepada pemimpin masing-masing negara anggota. Pertemuan Senior Official melaporkan hasil pertemuannya kepada pertemuan Menteri Luar Negeri. Pertemuan Trade and Economic Officials diadakan secara bersamaan atau berdasarkan permintaan untuk memberikan bantuan dan arahan terhadap pengimplementasian setiap perjanjian ekonomi Melanesian Spearhead Group. Setelah itu pada level terakhir adalah jika pada Leader’s Summit bersepakat untuk membuat suatu misi khusus untuk mediasi dan membantu rekonsiliasi terhadap persengketaan atau perseteruan yang terjadi diantara negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group ataupun antara negara anggota dengan pihak ketiga. Pertemuan

kementerian atau badan lainnya mungkin saja diadakan seiring dengan kebutuhan (May, ibid).

Sejalan dengan permasalahan Papua, isu kemerdekaan Papua beberapa kali sempat diangkat dalam perbincangan di pertemuan-pertemuan Melanesian Spearhead Group. Walaupun Melanesian Spearhead Group masih banyak perdebatan mengenai keberpihakannya namun berdasarkan dari Spirit of Melanesian Spearhead Group, negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group beberapa kali sepakat bahwa diperlukannya pembahasan lebih lanjut dan mengangkat isu ini ke forum yang lebih tinggi (May, 2011; Kambuaya, 2019).

Melanesian Spearhead Group yang sejatinya forum subregional dari Pasifik Selatan adalah wadah bagi negara-negara anggota untuk mengutarakan pendapatan dan kepentingan politiknya untuk meningkatkan kerjasama antara negara-negara Melanesia dan menstabilkan politik dan ekonomi negara-negara Melanesia yang pada dasarnya baru memerdekakan diri dan tidak memiliki ekonomi dan politik yang kuat (May, 2011). Dengan dasar ini maka Melanesian Spearhead Group membuat suatu ekosistem kerjasama yang didasari oleh persamaan-persamaan antara negara anggota yaitu ekonomi, politik, etnis dan bentuk persamaan lainnya, dengan persamaan-persamaan tersebut negara-negara anggota bersepakat

(31)

untuk membuat suatu identitas yaitu Spirit of Melanesian Spearhead Group (Kambuaya, 2019).

2.1.2Spirit of Melanesian Spearhead Group

Spirit of Melanesian Spearhead Group adalah rasa senasib yang dimiliki oleh negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group yaitu mereka adalah negara bekas kolonial negara lain, memiliki rumpun etnis yang sama, kondisi ekonomi dan sosial yang sama dan memiliki tujuan untuk memerdekakan etnis Melanesia untuk dapat menentukan nasib masing-masing (Kambuaya, 2019). Ditarik dari Spirit of Melanesian Spearhead Group, hal ini yang mendasari banyak dari negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group untuk menyuarakan bangsa Melanesia untuk menentukan nasib sendiri seperti dukungannya terhadap Kanak (New Caledonia) dan juga Papua. Spirit of Melanesian Spearhead Group yang secara garis besar adalah setiap bangsa Melanesia berhak untuk menentukan nasibnya sendiri adalah fondasi dari negara-negara anggota untuk mendukung Papua dan juga menjadi dukungan fundamental terhadap pergerakan separatisme Papua. Dengan spirit tersebut beberapa negara anggota terutama Vanuatu mempersepsikan bahwa Papua adalah kakak terbesar Melanesia yang belum merdeka (Kambuaya, 2019).

Spirit of Melanesian Spearhead Group yang juga membuat pendekatan terhadap isu Papua tidak lagi melalui jalur hard power melainkan soft power. Maksudnya adalah pendekatan dan cara menanganinya adalah melalui jalur diplomasi dimana masing-masing pihak menggunakan Melanesian Spearhead Group untuk menyuarakan dukungannya dan untuk mencapai end goals-nya

adalah supaya isu ini dapat diangkat ke forum yang lebih tinggi. Maka dari itu kita dapat melihat negara-negara anggota yang vokal terhadap isu Papua merdeka seperti Vanuatu dan kepulauan Solomon beberapa kali menaikkan isu Papua ini terhadap pertemuan-pertemuan

(32)

Melanesian Spearhead Group.

Spirit of Melanesian Spearhead Group juga berselaras dengan politik identitas yang diutarakan oleh Bernstein (2005) dimana unsur-unsur senasib dan persamaan-persamaan baik itu kepentingan, latar belakang, etnis, dan lainnya digabungkan dan menjadi suatu identitas baru yaitu identitas Melanesia. Etnis mayoritas negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group adalah bangsa Melanesia yaitu bangsa turunan Austronesian. Persamaan bangsa tersebut yang menjadikan negara-negara anggota tersebut memiliki persamaan fisik dan juga sosial. Setiap negara-negara anggota memiliki konstruksi sosial yang serupa dan maka dari itu negara-negara anggota menganggap bahwa satu dengan lainnya adalah bagaikan saudara sendiri. Setelah itu mereka dilatarbelakangi oleh persamaan bekas koloni negara lain dimana semua negara-negara tersebut dulunya adalah negara yang dijajah baik itu oleh Inggris, Perancis, ataupun negara lainnya. Maka dari itu negara-negara Melanesia sangat vokal terhadap dekolonisasi dan penentuan nasib sendiri. Mereka juga memiliki kepentingan bersama yaitu didasari oleh negara kepulauan yang terbilang relatif kecil dengan kekuatan ekonomi dan politik yang rendah maka semua anggota Melanesian Spearhead Group menyuarakan pentingnya kerjasama dan solidaritas antar negara anggota. Persamaan-persamaan tersebut menumbuhkan suatu identitas bersama yaitu identitas Melanesia. Papua yang juga merupakan bangsa Melanesia juga

termasuk dalam solidaritas Melanesia tersebut. Hal tersebut yang membuat negara-negara Melanesia vokal terhadap kesejahteraan dan penentuan nasib Papua. Identitas yang terbentuk dari spirit of Melanesian Spearhead Group tersebut menjadikan Melanesian Spearhead Group sangat fundamental terhadap perkembangan negara-negara anggota dan juga isu separatisme Papua (Kambuaya, 2019).

Dapat dikatakan bahwa alasan mengapa negara-negara Melanesian Spearhead Group mendukung Papua menentukan nasib sendiri hampir seluruhnya berdasarkan oleh persamaan identitas yang dimiliki oleh Papua dan juga negara Melanesia (Kambuaya, 2019). Jika saja

(33)

Papua bukan termasuk dalam identitas Melanesia mungkin saja dukungan terhadap separatisme Papua tidak terlalu vokal hingga dimasukkan ke dalam agenda Melanesian Spearhead Group. Maka dari itu kunci dalam peran Melanesian Spearhead Group dalam isu Papua adalah identitas. Jika saja masing-masing anggota tidak memiliki identitas yang sama maka tidak akan tercipta organisasi sub regional Melanesian Spearhead Group dan tidak akan adanya dukungan yang solid terhadap kemerdekaan Papua.

2.2Posisi Melanesian Spearhead Group

2.2.1Arah Melanesian Spearhead Group

Secara formal sebenarnya Melanesian Spearhead Group secara umum memposisikan diri mereka (organisasi) sebagai pihak netral dengan tidak adanya posisi deklaratif yang diutarakan oleh Melanesian Spearhead Group terhadap kasus Papua. Namun, jika diamati lebih dalam Melanesian Spearhead Group

adalah wadah bagi negara-negara anggotanya untuk dapat menaikkan suatu isu dalam hal ini adalah kemerdekaan Papua. Negara Vanuatu dan Kepulauan Solomon sangat lantang dalam mengangkat isu Papua merdeka ini dan sangat berupaya untuk menyatukan konsensus negara-negara anggota lainnya untuk mendukung pergerakan kemerdekaan Papua. Kesuksesan upaya dari negara Vanuatu ini dapat kita lihat dalam beberapa pertemuan-pertemuan negara-negara Melanesian Spearhead Group, negara-negara lainnya lambat laun menjadi satu suara untuk mendukung separatis Papua. Secara kemasyarakatan negara-negara anggota, banyak masyarakat dari negara-negara anggota yang juga vokal terhadap isu Papua terutama dalam ranah pelanggaran hak asasi manusia, seperti Papua Nugini yang sebelumnya lebih memihak terhadap Indonesia namun seiring dengan bergantinya pemerintahan dan mulai vokalnya masyarakat maka sekarang Papua Nugini mulai menyetujui self-determination untuk Papua Merdeka (Kambuaya, 2019).

(34)

didasari oleh persamaan identitas. Hal tersebut yang selalu menjadi landasan terhadap pengupayaan yang dilakukan oleh Melanesian Spearhead Group terhadap permasalahan di Papua. Jika membandingkan power Melanesian Spearhead Group secara kolektif dan disandingkan terhadap power Indonesia maka tentu perbandingan tersebut tidak setara dimana Indonesia memiliki power yang jauh lebih besar dibandingkan Melanesian Spearhead Group secara kolektif. Maka dari itu Melanesian Spearhead Group tidak pernah membawa kasus ini langsung melawan Indonesia melainkan mengangkat isu-isu yang dapat dibawa ke forum internasional, seperti contoh adalah hak asasi manusia. Melanesian Spearhead Group sangat signifikan terhadap pengangkatan isu hak asasi manusia di Papua dimana di forum-forum internasional seperti Pacific Island Forum, dan United Nations Human Rights Council (Kambuaya, 2019).

Pada Pacific Island Forum (PIF) beberapa kali negara anggota Melanesia Spearhead Group bersepakat untuk mengangkat isu hak asasi manusia Papua di forum tersebut dan menjadi bahasan khusus (Kambuaya, ibid). Aksi yang dilakukan Melanesian Spearhead Group lebih terhadap mendorong negara-negara anggotanya untuk mendorong isu ini ke level yang lebih diatas sehingga awareness dunia terhadap konflik Papua dapat menjadi tinggi dan diperhatikan oleh dunia, sehingga konflik tersebut dapat diselesaikan dengan memberikan rakyat Papua self-determination. Setelah itu negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group mengusahakan untuk merubah opini negara-negara yang berada dalam forum tersebut untuk melihat kondisi Papua sangat membutuhkan intervensi internasional, di lain kata yaitu ini adalah bentuk internasionalisasi isu Papua Merdeka.

Negara anggota Melanesian Spearhead Group secara tegas memperhatikan isu Papua terutama mengenai pelanggaran hak asasi manusianya. Namun, Indonesia yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group juga membuat dilema bagi bagaimana Melanesian Spearhead Group memposisikan dirinya. Bahwasannya Indonesia yang juga merupakan negara anggota tepatnya observer mengartikan bahwa Melanesian Spearhead Group harus

(35)

menghindari

menyerang secara langsung ataupun membuat Indonesia tersinggung. Di sisi lain, Melanesian Spearhead Group tidak dapat berdiam diri saja mengenai apa yang terjadi di Papua. Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia sudah di level yang mengkhawatirkan bagi negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group (Whittling, 2019). Maka dari itu mereka mengupayakan untuk mengintervensi hal tersebut dikarenakan mereka melihat Papua adalah saudara mereka.

2.3United Liberation Movement For West Papua dalam Melanesian Spearhead Group

2.3.1 Status United Liberation Movement for West Papua dalam Melanesian Spearhead

Group

United Liberation Movement for West Papua dalam Melanesian Spearhead Group diangkat statusnya menjadi anggota observer pada tahun 2015 (Lawson, 2015). Dengan begitu menunjukkan bahwasannya United Liberation Movement for West Papua telah diakui oleh Melanesian Spearhead Group sebagai entitas resmi. Hal ini yang menjadi salah satu tantangan Indonesia dalam meredam pengaruh organisasi separatis tersebut dalam dunia internasional. Dengan diakuinya United Liberation Movement for West Papua maka ini menunjukkan proses internasionalisasi isu Papua Merdeka. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, langkah-langkah Melanesian Spearhead Group dalam mengkampanyekan self-determination masyarakat Papua adalah melalui cara soft yaitu dengan berdiplomasi dan menginternasionalisasi isu ini ke ranah forum internasional yang lebih tinggi.

Dari penjelasan tersebut maka kita dapat memahami langkah-langkah yang dilakukan oleh United Liberation Movement for West Papua dalam memanfaatkan kesempatan tersebut. Beberapa kali delegasi-delegasi dari negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group seperti contoh Vanuatu mengikutsertakan perwakilan dari United Liberation

(36)

Movement for West Papua dalam forum internasional (Kambuaya, 2019). Hal tersebut secara tidak langsung membuat Indonesia merasa kecolongan dimana respon Indonesia keras terhadap pemasukkan perwakilan dari United Liberation Movement for West Papua (Kambuaya, ibid). Dengan pengangkatan status United Liberation Movement for West Papua dalam status keanggotaannya di Melanesian Spearhead Group menandakan bahwa separatisme Papua sudah di tahap lebih lanjut dan ini juga menunjukkan keberhasilan organisasi separatisme Papua dalam mendapatkan posisi di dunia internasional.

Pengangkatan status United Liberation Movement for West Papua ini didasari oleh persamaan identitas yang dimiliki oleh Melanesian Spearhead Group dan juga Papua itu sendiri. Dari persamaan identitas tersebut maka ini memberikan kesempatan besar bagi separatis Papua untuk mengkampanyekan pemisahan diri dari Indonesia. Status tersebut termasuk pencapaian besar dan vital bagi separatisme Papua yang tergabung dalam United Liberation Movement for West Papua (Kambuaya, 2019). Dengan begitu United Liberation Movement for West Papua dapat lebih bermanuver untuk menginternasionalisasi isu Papua merdeka tersebut dengan memanfaatkan wadah dan kesempatan yang diberikan

oleh Melanesian Spearhead Group untuk menaikkan isu ini di ranah yang lebih tinggi lagi. Kesempatan yang diterima oleh United Liberation Movement for West Papua meliputi berbagai hal seperti melobi negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group untuk memasukkan isu Papua merdeka di agenda mereka dan membawa isu ini di forum yang lebih besar seperti Pacific Island Forum. Status Papua yang sebagai anggota observer dapat dinaikkan lagi menjadi anggota penuh jika ada kesepakatan mufakat di antara negara anggota Melanesian Spearhead Group. Jika status United Liberation Movement for West Papua dapat naik menjadi anggota penuh maka ini mengatakan bahwasannya United Liberation Movement for West Papua telah diakui sebagai entitas de facto dan de jure dalam wilayah Papua. Maksudnya adalah United Liberation Movement for West Papua telah diakui sebagai penguasa dan negara berdaulat terhadap Papua bagi negara anggota Melanesian Spearhead

(37)

Group. Hal ini mengartikan bahwa proses internasionalisasi isu Papua merdeka dapat semakin dipesatkan lagi kepada negara-negara lain dan akan menjadi ancaman bagi legitimasi Indonesia dalam menguasai wilayah Papua. Seperti Rai katakan bahwasannya pengakuan dari negara lain terhadap suatu entitas sangat vital dalam menentukan apakah negara tersebut berdaulat atau tidak (Rai, 2002). Kekhawatiran bagi Indonesia adalah ini dapat menjadi efek domino dimana jika sudah ada beberapa negara yang mengakui United Liberation Movement for West maka negara-negara lain akan

cenderung untuk mengikuti mengakui United Liberation Movement for West Papua sebagai entitas legitimate yang menguasai wilayah Papua.

Dapat dikatakan bahwa status adalah salah satu hal yang strategis bagi perkembangan dalam internasionalisasi isu Papua merdeka ini. Status yang dapat menentukan posisi United Liberation Movement for West Papua di dunia internasional. Status juga yang menentukan apakah Papua dapat merdeka dan berdaulat apa tidak. Maka dari itu, upaya yang dilakukan adalah untuk mendapatkan status berdaulat ialah dengan menginternasionalisasi isu ini yang bertujuan untuk membuat kasus ini dapat menjadi perhatian dunia. Melanesian Spearhead Group memahami bahwa mereka tidak dapat head-to-head berhadapan dengan Indonesia untuk mendukung isu Papua merdeka ini, maka dari itu yang dilakukan adalah dengan membawa isu ini selalu ke forum internasional (Kambuaya, 2019).

2.3.2 Keanggotaan United Liberation Movement for West Papua dalam

Melanesian Spearhead Group

Keanggotaan United Liberation Movement for West Papua dalam Melanesian Spearhead Group merupakan perdebatan yang hangat dalam organisasi tersebut. Pendapat mengenai keanggotaannya tersebut secara garis besar terpecah antara dua yaitu yang mendukung untuk menjadikan United Liberation Movement for West Papua sebagai anggota penuh atau tidak. Perdebatan tersebut didasari oleh posisi Indonesia yang juga merupakan

(38)

anggota asosiasi Melanesian Spearhead Group dan hal tersebut mendapatkan protes dari Indonesia yang mengklaim bahwa yang berdaulat adalah Indonesia. Maka dari itu yang dilakukan oleh Melanesian Spearhead Group adalah memastikan United Liberation Movement memiliki leverage untuk pengangkatan kedudukannya di organisasi tersebut dengan menyatukan seluruh elemen separatisme Papua merdeka menjadi satu dan terbagi dalam tiga bagian yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif (Wyeth, 2018).

Jika Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua kedudukannya berada di posisi yang sama maka ini menandakan bahwa Melanesian Spearhead Group melihat Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua setara. Dengan begitu, United Liberation Movement for West Papua memiliki hak yang sama dengan Indonesia. Hak yang sama berarti United Liberation Movement for West Papua atau Papua tidak dapat lagi dianggap sebagai permasalahan domestik. Permasalahan Papua jika keanggotaan United Liberation Movement for West Papua naik menjadi anggota asosiasi atau penuh menjadikan masalah ini wajib diperhatikan penuh oleh semua anggota Melanesian Spearhead Group. Dengan begitu, isu ini menjadi lebih kompleks lagi. Hal ini menandakan bahwa seluruh negara anggota menyetujui dan memihak kepada United Liberation Movement for West Papua.

Keberpihakan negara anggota Melanesian Spearhead Group dalam isu Papua akan semakin menyulitkan pergerakan Indonesia untuk meredam pengaruh separatisme Papua merdeka. Hal ini akan berdampak terhadap percepatan internasionalisasi isu Papua merdeka dimana potensi ini untuk dapat diperhatikan

dunia akan semakin tinggi. United Liberation Movement for West Papua dapat lebih aktif lagi untuk menyuarakan pendapat dan isu-nya ke forum internasional seperti Pacific Island Forum atau bahkan PBB (Kambuaya, 2019).

(39)

negara anggota Melanesian Spearhead Group membuat dorongan untuk memerdekakan Papua juga menjadi tinggi (Trajano, 2010). Sehingga keanggotaan United Liberation Movement for West Papua juga semakin diperhatikan dan dikampanyekan agar Papua dapat memiliki posisi dalam dunia internasional. Keanggotaan United Liberation Movement for West Papua sangat krusial terkait perkembangan dan kelanjutan dari isu Papua merdeka. Jika keanggotaannya di suatu organisasi internasional semakin kuat maka tentunya United Liberation Movement for West Papua akan semakin lebar ruang geraknya untuk mencari dukungan dari dunia internasional.

Maka dari itu sangat penting untuk memperhatikan keanggotaan United Liberation Movement for West Papua dalam sepak terjangnya di Melanesian Spearhead Group dimana mereka dapat memancarkan politiknya di organisasi tersebut terkait kepentingannya yaitu untuk merdeka. Jika posisinya semakin kuat di Melanesian Spearhead Group otomatis ruang gerak-nya untuk ke forum yang lebih tinggi lagi juga akan semakin mudah. Dengan mereka dapat menyuarakan kepentingannya di forum internasional maka ini akan menjadi perhatian dunia. Pada akhirnya akan membuat isu Papua merdeka akan menjadi kuat dan akan lebih sulit lagi untuk diredam.

BAB III

PERAN MELANESIAN SPEARHEAD GROUP DALAM

INTERNASIONALISASI ISU PAPUA MERDEKA

3.1Respon Dunia Internasional Terhadap Melanesian Spearhead Group 3.1.1Respon Negara-Negara Terhadap Isu Papua Merdeka

(40)

Melanesian Spearhead Group spesifiknya adalah mengenai internasionalisasi isu Papua Merdeka. Internasionalisasi isu Papua merdeka yang dilakukan oleh Melanesian Spearhead Group sendiri dapat dikerucutkan menjadi isu hak asasi manusia. Banyak negara-negara yang melihat penanganan Indonesia terhadap rakyat Papua melanggar hak asasi manusia, dan hal ini didorong oleh peran media internasional yang menyoroti pelanggaran hak asasi manusia (Harvey, 2015). Dengan sorotan tersebut Melanesian Spearhead Group menjadikan hal tersebut untuk dijadikan kampanye kemerdekaan Papua. Meskipun di dalam dunia internasional respon negara-negara lainnya tidak dapat secara tegas mendukung atau menolak kemerdekaan Papua dikarenakan pengaruh politik dari masing-masing pihak (Kambuaya, 2019). Namun, yang dapat digaris bawahi adalah kampanye Melanesian Spearhead Group telah mendapat perhatian dari negara-negara lainnya.

Perhatian-perhatian itu yang diincar oleh Melanesian Spearhead Group. Karena yang disasar oleh Melanesian Spearhead Group adalah kesadaran negara-negara lain terhadap isu Papua Merdeka. Maka dari itu, pergerakan terhadap isu Papua Merdeka ini masih di tahap awareness dari negara-negara. Dapat dilihat bahwa sejauh ini yang dilakukan Melanesian Spearhead Group adalah membawa isu ini ke ranah forum internasional. Alasan mengapa forum internasional adalah dikarenakan forum internasional itu sendiri adalah platform yang tepat untuk mengangkat isu ini menjadi perhatian global. Upaya ini juga dibantu oleh gerakan kampanye oleh United Liberation Movement for West Papua untuk menaikkan isu ini di dunia global. Salah satu buktinya adalah dengan kota Oxford di Inggris menobatkan Benny Wenda menjadi warga kehormatan kota Oxford (BBC, 2019). Meskipun penghargaan tersebut adalah gerakan independen dewan kota lokal yang tidak merefleksikan pemerintahan pusat. Namun hal ini merupakan satu tahap yang dapat menjadi katalis untuk yang lainnya. Pemerintah pusat Kerajaan Inggris sendiri mengklarifikasi bahwasannya Inggris masih mendukung NKRI dan tidak menganggap keputusan yang dilakukan oleh dewan kota lokal Oxford sebagai bentuk kebijakan luar negeri Inggris terutama mengenai permasalahan di

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mencari dukungan di wilayah sub regional tersebut, ULMWP mencari dukungan melalui Melanesia Spearhead Group (MSG) sebagai organisasi negara-negara rumpun

Ada beberapa hal yang penulis lihat adalah sebagai keuntungan Indonesia bergabung ke dalam forum sub-regional Melanesian Spearhead Group, yaitu: Indonesia merupakan

Alasan mengapa penelitian dilakukan di dalam toko ritel ini yaitu berdasarkan fenomena yang ada yaitu pembentukan word of mouth yang terjadi karena nilai belanja

Kepastian  hukum  adalah  asas  dalam  negara hukum  yang  mengutamakan  landasan  ketentuan

perpaduan dan integrasi kaum di Malaysia yang dilihat sangat jauh untuk kecapi pada waktu itu, kerajaan telah mengambil inisiatif dengan menubuhkan beberapa dasar seperti Dasar

Sebelumnya sudah ada sejumlah penelitian tentang pembangunan Sitem Pendukung Keputusan yang dilakukan oleh banyak pihak, tetapi pembangunan sistem pendukung

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan mekanisme kerja asupan ikan teri (Stolephorus sp) terhadap proses osteogenesis melalui ekspresi OPG serta Kolagen Tipe

Program Studi menyusun standar kompetensi lulusan dalam bentuk rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) yang mencakup unsur sikap dan tata nilai, ketrampilan