bar 13. Flu Sumber
VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS
8.2 Peluang dan Ancaman
Identifikasi faktor peluang dan ancaman dilakukan berdasarkan analisis lingkungan eksternal PKPBDD. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan sesuai dengan urutan kerangka pemikiran teoritis yang digunakan, yaitu lingkungan makro dan mikro Hasil identifikasi peluang dan ancaman secara ringkas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5.
8.2.1 Peluang
Peluang yang dimiliki PKPBDD di lingkungan ekonomi adalah adanya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,15 persen pada triwulan pertama tahun 2008 dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi daerah Jawa Barat sendiri mencapai 0,53 persen dengan didominasi oleh sektor pertanian sebesar 14,37 persen. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan peningkatan kesejahterahan dan iklim usaha yang baik, khususnya di sektor pertanian. Indikator ekonomi seperti nilai tukar dan suku bunga tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan PKPBDD. Peluang lain adalah adanya kebijakan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 untuk AFTA dan 2010 untuk APEC. Perdagangan bebas membuka peluang bagi dunia usaha, termasuk komoditi buah-buahan untuk lebih mudah memasuki pasar internasional.
Peluang dari faktor sosial budaya adalah image belimbing sebagai buah
yang berkhasiat membantu pengobatan beberapa jenis penyakit, misalnya
hypertensi. Hal ini berarti belimbing memiliki segmen pasar tersendiri yang tidak
dimiliki buah-buahan lain pada umumnya.
Peluang dari lingkungan politik, hukum, dan pemerintahan adalah dukungan dari pemerintah pusat maupun dearah. Dukungan pemerintah disalurkan melalui kebijakan-kebijakan maupun peraturan yang ditetapkan. Kebijakan pemerintah daerah Kota Depok yang menjadi peluang bagi PKPBDD adalah dimasukkannya program pengembangan belimbing sebagai ikon kota. Program ini didukung juga dengan fasilitasi pendirian dan kegiatan usaha PKPBDD yang meliputi sektor kelembagaan dan permodalan. Beberapa kebijakan yang mendukung pengembangan komoditi hortikultura adalah PMUK, SOP, GAP, dan FATIH.
Peluang yang dimiliki PKPBDD dari lingkungan teknologi adalah PKPBDD telah memiliki dan mengembangkan teknologi pengolahan belimbing. Teknologi tersebut adalah teknologi pengolahan belimbing segar menjadi jus dan sari buah, instan, keripik, selai, dan manisan. Teknologi tersebut dikembangkan melalui kerjasama dengan enam UKM pengolahan. Pengembangan teknologi pengolahan bertujuan untuk menciptakan lini produk baru sehingga produk yang dipasarkan dapat lebih beragam. Lini produk yang beragam memungkinkan PKPBDD untuk menjangkau segmen pelanggan yang lebih banyak.
Peluang dari lingkungan faktor pelanggan adalah adanya peningkatan jumlah permintaan dari pelanggan tetap. Sebagian besar pelanggan tetap PKPBDD adalah supermarket, toko buah, dan suplier buah. Pada bulan April
2008, jumlah permintaan dari pelanggan tetap telah mencapai 94 persen dari total permintaan. Peluang lain adalah potensi pelanggan baru yang masih cukup besar. Hal ini terkait dengan suplai belimbing untuk daerah Jabodetabek dan Bandung yang belum memenuhi permintaan yang ada. Peluang untuk pasar lintas pulau juga cukup besar, terutama untuk daerah Sumatra. Peluang ekspor juga masih terbuka dengan melihat kualitas produk yang tinggi serta negara pesaing yang masih terbatas.
8.2.2 Ancaman
Ancaman usaha yang dihadapi PKPBDD dari lingkungan ekonomi adalah adanya kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM dapat memicu terjadinya inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Menurunya daya beli masyarakat dikhawatirkan akan berpengaruh pada tingkat permintaan belimbing. Ancaman lain akibat kenaikan BBM adalah peningkatan biaya transportasi untuk distribusi belimbing. Ancaman lain di lingkungan ekonomi adalah adanya mekanisme perekonomian pasar bebas yang memudahkan masuknya pesaing dari luar negeri.
Ancaman dari lingkungan sosial dan budaya adalah tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia yang cenderung menurun. Data BPS (2007) menunjukkan penurunan tingkat konsumsi buah-buahan per kapita mencapai 19,97 persen dari tahun 2003 hingga 2006. Selain itu, kecenderungan pola konsumsi masyarakat yang menempatkan buah-buahan hanya sebagai menu pelengkap menjadi dapat menjadi ancaman lain. Berdasarkan data BPS (2007), buah-buahan masih menempati urutan ke delapan dari pengeluaran konsumsi per kapita per bulan masyarakat Indonesia.
Ancaman lain bagi PKPBDD dari lingkungan sosial dan budaya adalah lahan pertanian di Kota Depok yang terus mengalami perubahan fungsi menjadi areal properti. Peralihan fungsi lahan tersebut telah mencapai 25 persen dari tahun 2000 hingga 2005.
Ancaman dari lingkungan pelanggan adalah adanya konsumen akhir yang lebih mementingkan harga daripada varietas. Belimbing denga harga termurah menjadi pilihan utama bagi konsumen dengan karakteristik seperti ini. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kasus ini sebagian besar terjadi di pasar tradisional.
Ancaman yang dihadapi PKPBDD dari faktor pesaing adalah perkembangan agribisnis belimbing madu dari Blitar yang cukup pesat. Belimbing Madu telah memasuki pasar DKI Jakarta dan menjadi pesaing terdekat belimbing Dewa. Walaupun memiliki jarak distribusi yang lebih jauh, harga belimbing Madu di Pasar Induk Kramat Jati dapat bersaing dengan belimbing Dewa. Kekurangan belimbing Madu adalah frekuensi pasokan yang lebih rendah daripada belimbing Dewa.
Ancaman lain yang dari lingkungan pesaing adalah tingkat persaingan yang tinggi dengan buah-buahan lain yang lebih populer sebagai produk subtitusi. Buah-buah yang menjadi subtitusi misalnya jeruk, apel, rambutan, anggur, dan pisang. Pesaing untuk segmen pasar modern terdiri dari pesaing dari dalam dan luar negeri. Produk pesaing pada segmen ini pada umumnya memiliki kualitas produk yang tinggi dengan kemasan menarik. Selain itu, PKPBDD termasuk perusahaan baru sehingga pesaing lebih berpengalaman serta memiliki jaringan dan pangsa pasar lebih besar.
Ancaman dari lingkungan pemasok adalah jumlah pasokan yang masih berfluktuasi dan tidak kontinyu. Usaha yang dilakukan PKPBDD untuk untuk menghadapi masalah ini adalah dengan menganjurkan pengaturan waktu panen kepada petani. Akan tetapi, hal ini masih sulit diterapkan karena budaya sistem produksi yang masih tradisional, dimana kegiatan produksi pada umumnya dilakukan pada waktu bersamaan. Jika pengaturan tetap dipaksakan, maka petani khawatir tidak mendapatkan pemasukan untuk kehidupan sehari-hari.