• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMASARAN BELIMBING MANIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PEMASARAN BELIMBING MANIS"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

(Av                 PRO STRA verrhoa car OGRAM SA TEGI PEM rambola L.) BELIM   ARJANA E FAKU INSTITU MASARAN ) DI PUSA MBING DE           Oleh ABDI HAR A 14105         EKSTENSI ULTAS PE UT PERTA 2008 N BELIMBI AT KOPER EWA DEPO : RIS T 5501   I MANAJE ERTANIAN ANIAN BOG 8 ING MANI RASI PEMA OK EMEN AG N GOR IS ASARAN RIBISNIS

(2)

RINGKASAN

ABDI HARIS T. Strategi Pemasaran Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok. Dibawah bimbingan

YAYAH K WAGIONO.

Belimbing manis merupakan salah satu komoditi buah-buahan tropis yang menjadi andalan bagi beberapa daerah di Indonesia. Komoditi ini memiliki kelebihan dari segi bentuk fisik, rasa yang khas, serta kandungan gizi yang dimiliki. Belimbing dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Tingkat permintaan belimbing di Indonesia diperkirakan akan meningkat sebesar 6,8 persen selama jangka waktu 2005 hingga 2010. Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi belimbing nasional diantaranya adalah Demak (Jawa Tengah), Depok (Jawa Barat), dan Blitar (Jawa Timur).

Kota Depok merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang giat dalam pengembangan agribisnis belimbing manis. Varietas belimbing yang dikembangkan adalah varietas Dewa dan Dewi. Potensi pengembangan belimbing di Kota Depok ditunjukkan dengan angka produksi yang tinggi, buah yang berkualitas, serta permintaan pasar yang besar. Program pengembangan tercakup dalam Rencana Strategis Kota Depok tahun 2007 yang bertujuan untuk menjadikan belimbing sebagai ikon Kota Depok. Kegiatan pengembangan dilakukan dari sektor budidaya hingga pengelolaan pemasaran.

Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD) merupakan lembaga pemasaran yang dibentuk oleh pemerintah daerah. Tujuan pendirian PKPBDD adalah untuk mengelola pemasaran belimbing yang dihasilkan petani di Kota Depok. PKPBDD berperan sebagai lembaga yang akan membeli belimbing hasil panen petani anggota, memprosesnya sesuai dengan permintaan pasar, dan kemudian memasarkannya. Belimbing yang dipasarkan oleh PKPBDD terdiri dari belimbing segar dan belimbing olahan. Pengolahan belimbing dilakukan oleh beberapa UKM yang berada di bawah binaan PKPBDD.

Pemasaran belimbing di PKPBDD masih menemui beberapa kendala. Diantaranya adalah adanya over stock pada saat musim panen. Sifat perishable

yang dimiliki komoditi belimbing sebagai bagian dari produk pertanian menuntut pemasaran yang cepat dan tepat. Adanya over stock mengakibatkan banyak belimbing yang tidak terjual dan menjadi busuk. Selain itu, kuantitas dan kontinyuitas pasokan yang belum konstan mengakibatkan PKPBDD mengalami kesulitan dalam merumuskan strategi pemasaran yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki PKPBDD serta peluang dan ancaman yang dihadapi dalam memasarkan belimbing. Berdasarkan informasi tersebut, dapat dirumuskan alternatif strategi yang paling sesuai dengan kondisi PKPBDD saat ini. Perumusan strategi dilakukan menggunakan pendekatan teori pemasaran dan manajemen strategis. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung, wawancara, dan

(3)

pengisian kuesioner. Data dianalisis menggunakan tiga tahapan kerangka perumusan strategi, yaitu tahap masukan menggunakan matriks IFE dan EFE, tahap pencocokkan menggunakan matriks IE dan SWOT, serta tahap keputusan menggunakan matriks QSPM.

Hasil analisis lingkungan internal menunjukkan kekuatan dan kelemahan PKPBDD yang berasal dari bidang manajemen, pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen. Hasil analisis lingkungan internal kemudian dirangkum ke dalam matriks IFE yang mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan utama PKPBDD. Hasil matriks IFE menunjukkan faktor produk yang berkualitas, letak yang strategis, serta bentuk kemasan dan penggunaan merk sebagai kekuatan utama PKPBDD. Fluktuasi kuantitas dan kontinyuitas pasokan, fasilitas penyimpanan belum memadai, serta ketergantungan modal pada pemerintah menjadi kelemahan utama PKPBDD. Total skor matriks IFE sebesar 2,406 menunjukkan posisi internal PKPBDD sedikit di bawah rata-rata. Hal ini berarti PKPBDD hampir dapat memaksimalkan kekuatan untuk mengatasi kelemahan.

Hasil analisis terhadap lingkungan eksternal menunjukkan peluang dan ancaman yang dihadapi PKPBDD dari lingkungan makro dan mikro. Peluang dan ancaman tersebut kemudian dirangkum ke dalam matriks EFE untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman utama yang dihadapi PKPBDD. Berdasarkan matriks EFE, faktor yang menjadi peluang utama PKPBDD adalah potensi pasar lokal yang besar, peningkatan jumlah permintan dari pelanggan tetap, dan dukungan pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan maupun pendanaan. Faktor yang menjadi ancaman utama PKPBDD adalah kesulitan dalam pengaturan waktu panen, persaingan dengan pesaing lokal, dan tingkat persaingan yang tinggi dengan produk subtitusi. Total skor matriks EFE adalah 2,801, yang berarti kemampuan PKPBDD dalam merespon peluang untuk menghindari ancaman berada di atas rata-rata.

Total skor matriks IFE dan EFE kemudian dikombinasikan pada matriks IE untuk menghasilkan alternatif strategi secara umum. Matriks IE menempatkan PKPBDD pada kuadran V (hold and maintain) dengan alternatif strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Selain matriks IE, proses menghasilkan alternatif strategi juga dilakukan dengan matriks SWOT. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dikombinasikan ke dalam matriks SWOT dan menghasilkan 16 alternatif strategi. Alternatif strategi tersebut terdiri dari empat kategori, yaitu strategi strength-opportunities (S-O), strategi

strength-threaths (S-T), strategi weaknesses-opportunities (W-O), dan strategi

weaknesses-threaths (W-T).

Alternatif strategi yang didapatkan dari matriks SWOT kemudian dievaluasi dan dihasilkan 11 alternatif strategi yang dimasukkan ke dalam matriks QSPM. Matriks QSPM menentukan prioritas alternatif strategi yang paling sesuai dengan kondisi PKPBDD saat ini. Prioritas alternatif strategi tersebut secara berurutan adalah : (1) mempertahankan dan secara bertahap meningkatkan penjualan dengan melakukan penetrasi pasar dan perluasan pasar ; (2) melakukan

(4)

seleksi dan pengembangan produk serta pasar dari produk olahan yang memiliki prospek bagus ; (3) meningkatkan kordinasi dengan pemerintah dan petani dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul serta dalam menyusun program pengembangan ke depan ; (4) meningkatkan kegiatan promosi melalui media-media yang ada, terutama melalui internet dan program-program acara di media-media elektronik ; (5) mengantisipasi persaingan dengan pesaing terdekat (belimbing Madu) melalui strategi penetapan harga yang efektif dan pelayanan yang memuaskan ; (6) melakukan strategi integrasi horisontal dengan suplier besar di Kota Depok ; (7) pengembangan karyawan terutama yang berhubungan dengan pemasaran, baik lokal maupun ekspor ; (8) meningkatkan kontinyuitas pasokan dengan cara-cara seperti menambah jumlah pemasok dan memaksimalkan program pengaturan waktu panen yang sesuai ; (9) mengurangi ketergantungan modal pada pemerintah melalui kerjasama dengan lembaga perbankan ; (10) memiliki lahan sendiri yang dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mengantisipasi kekurangan pasokan serta memberi contoh kepada petani ; dan (11) kerjasama dengan institusi berbasiskan teknologi untuk mengembangkan fasilitas penyimpanan belimbing.

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian ini adalah PKPBDD dapat mempertimbangkan untuk membuka show room sendiri di Depok atau Jakarta yang khusus menjual produk belimbing. Produk yang dijual mulai dari bibit, buah segar, dan berbagai jenis olahan belimbing. Hal ini bertujuan untuk lebih mengenalkan belimbing ke masyarakat, mendukung program menjadikan belimbing sebagai ikon kota, serta pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Saran lainnya adalah memaksimalkan diversifikasi produk, baik dari segi peningkatan kualitas maupun promosi produk olahan yang memiliki prospek bagus. Selain itu, koperasi juga disarankan melakukan inovasi teknologi untuk diferensiasi produk, misalnya menciptakan belimbing dengan lima lingir

      

(5)

STRATEGI PEMASARAN BELIMBING MANIS

(Averrhoa carambola L.) DI PUSAT KOPERASI PEMASARAN BELIMBING DEWA DEPOK

      Oleh: ABDI HARIS T 14105501             SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.              

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

Judul : Strategi Pemasaran Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok

Nama : Abdi Haris T

Nrp : A14105501           Menyetujui : Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K Wagiono, M.Ec NIP. 130 350 044               Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

       

(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”STRATEGI PEMASARAN BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L.) DI PUSAT KOPERASI PEMASARAN BELIMBING DEWA DEPOK” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

    Bogor, Agustus 2008 Abdi Haris T A14105501                    

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Merauke, Papua pada tanggal 04 April 1984, putera dari keluarga Bapak Sukimin Tjolly dan Ibu Nurjati Sapon. Penulis merupakan putera ke tiga dari tiga bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri I Merauke pada tahun 1990 hingga lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Merauke pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1999. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SLTA Negeri I Merauke dari tahun 1999 hingga lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiwa Diploma Tiga pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2005. Penulis kemudian melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

                    

(9)

KATA PENGANTAR  

  Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas ni’mat islam, kekuatan, kesehatan, serta kemudahan yang selalu penulis dapatkan selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Strategi Pemasaran Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok”, disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pemilihan topik dan judul mengenai belimbing diawali dengan ketertarikan penulis pada salah satu artikel di internet yang menginformasikan mengenai program pemerintah daerah Kota Depok yang hendak menjadikan belimbing sebagai ikon kota. Salah satu kebijakan untuk mendukung program tersebut adalah dibentuknya lembaga pemasaran belimbing yang diarahkan untuk mengelola pemasaran seluruh produksi belimbing di Kota Depok. Lembaga yang dinamakan Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD) tersebut masih mengalami berbagai kendala sehubungan dengan fungsinya sebagai lembaga pemasaran. Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan alternatif strategi pemasaran yang sesuai dengan kondisi lingkungan dimana PKPBDD beroperasi. Kondisi lingkungan tersebut mencakup lingkungan internal dan eksternal yang didalamnya terdapat berbagai faktor kunci yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, serta peluang dan ancaman yang dihadapi PKPBDD. Alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PKPBDD dalam mengambil kebijakan.

(10)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

        Bogor, Agustus 2008 Abdi Haris T A14105501                

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat bersyukur atas bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak selama kegiatan penelitian dilakukan hingga skripsi ini ditulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Yayah K Wagiono, M.Ec, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak saran dan masukan yang sangat berharga bagi perbaikan skripsi ini.

3. Rahmat Yanuar, SP, M.Si, selaku dosen penguji komisi pendidikan atas saran dan kritik yang sangat berharga bagi perbaikan teknik penulisan dari skripsi ini.

4. Ir. Neti Tinaprilla, MM, atas evaluasi, saran dan masukan yang berharga pada kolokium proposal penelitian.

5. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis atas kerjasamanya dalam pengurusan administrasi.

6. Bapak Sukimin T dan Ibu Nurjati Sapon, atas dukungan doa dan kasih sayang yang tidak ternilai. Kakak-kakakku : Dendy, Andry, Harli, Buyung, Try dan Mas Agus yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil.

7. Abi Rahmat, atas bimbingan dan nasehat spiritual yang sangat berharga. Semoga menjadi amal ibadah yang tidak berkeputusan.

(12)

8. Keluarga Bapak Chaerudin, khususnya adik Hervy Damayanti, atas dukungan doa, perhatian, serta pengertian yang telah diberikan.

9. Bapak H. Rimin Sumantri dan Ir. Heru Prabowo, selaku Ketua dan Wakil Ketua PKPBDD yang telah memberikan izin penelitian dan data-data yang dibutuhkan serta kesediaanya dalam bertukar pikiran.

10.Dinas Pertanian Kota Depok, atas bantuan informasi dan data yang telah diberikan.

11.Rekan seperjuangan : Akbar Zamani, Eko Hendrawanto, Kholid Samsurrizal, Hogwarts 66A75A, dan BxxxxECZ, tanpa bantuan kalian, skripsi ini rasanya tidak akan terselesaikan. Zaky Adnany, terima kasih atas laptop, celana, sepatu, dan Pasar Kramat Jati-nya. Yudistira Marfianda, kopi racikan Anda bantu mata dan otak saya terus bekerja sepanjang hari. Tenry Wali BS, Dafri Aryadi, dan Japy Uhuy, Anda bertiga cocoknya berwiraswasta jasa penghilang stres. Alam Lazuardi, metode penelitian Anda “yang terbaik”. Maroji dan Try Agung, kita beruntung punya pembimbing sebaik Bu Yayah. Rekan-rekan lainnya : Erwin Fahri, Hardi, Encep Zaky, Northa Idaman, Iil Kho, Eni, Ruri, IeIe, Eli, Heda, atas segala dukungan, doa, kritik dan saran yang telah diberikan.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dengan segala keterbatasan wawasan dan pikiran penulis, sehingga sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan ini. Kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan sehingga dimasa mendatang dapat

(13)

lebih baik. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

            Bogor, Agustus 2008 Abdi Haris T A14105501  

]

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

1.4Batasan Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Belimbing Manis (Averrhoa carambola) ... 14

2.1.1 Sejarah Singkat ... 14

2.1.2 Jenis Tanaman Belimbing ... 14

2.1.4 Manfaat Tanaman... 16

2.2 Manajemen Strategis ... 17

2.3 Koperasi ... 18

2.3.1 Pengertian koperasi ... 18

2.3.2 Landasan dan Asas Koperasi ... 18

2.3.3 Perangkat Organisasi Koperasi ... 19

2.3.4 Manajemen Koperasi ... 19

2.4 Studi Penelitian Terdahulu ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 39

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 39

3.1.1 Konsep Pemasaran ... 39

3.1.1.1 Definisi Pemasaran ... 39

3.1.1.2 program Pemasaran ... 40

3.1.2 Jenis Strategi Pemasaran ... 43

3.1.3 Perumusan Strategi Pemasaran Melalui Pendekatan Manajemen Strategis ... 49

3.1.3.1 Pernyataan Visi dan Misi ... 50

3.1.3.2 Analisis Lingkungan Perusahaan ... 51

3.1.3.3 Kerangka Tahapan Perumusan Strategi ... 59

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 63

IV. METODE PENELITIAN ... 66

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 66

4.2 Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data ... 66

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 67

4.3.1 Tahap Masukan (Matriks IFE dan Matriks EFE) ... 68

4.3.2 Tahap Pencocokkan (Matriks IE dan Matriks SWOT/TOWS) .. 71

(15)

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ... 77

5.1 Profil Belimbing di Kota Depok ... 77

5.1.1 Keragaan Kebun dan Pertanaman ... 77

5.1.2 Waktu Panen ... 78

5.1.3 Sarana dan Prasarana Pendukung ... 78

5.1.4 Kepemilikan Kebun ... 79

5.2 Latar Belakang Pendirian PKPBDD ... 80

VI. ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL ... 84

6.1 Visi dan Misi ... 84

6.2 Organisasi dan Manajemen Umum ... 84

6.3 Pemasaran ... 89

6.4 Keuangan ... 97

6.5 Produksi dan Operasi ... 98

6.6 Penelitian dan Pengembangan ... 102

6.7 Sistem Informasi Manajemen ... 102

VII. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL ... 103

7.1 Lingkungan Makro ... 103

7.1.1 Demografi... 103

7.1.2 Ekonomi ... 104

7.1.3 Sosial dan Budaya ... 108

7.1.4 Fisik ... 109

7.1.5 Teknologi ... 110

7.1.6 Politik, Hukum, dan Pemerintahan ... 112

7.2 Lingkungan Mikro ... 115

7.2.1 Pelanggan ... 115

7.2.2 Pesaing ... 118

7.2.3 Saluran Distribusi ... 123

7.2.4 Pemasok ... 125

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS ... 127

8.1 Kekuatan dan Kelemahan PKPBDD ... 127

8.1.1 Kekuatan ... 127

8.1.2 Kelemahan ... 130

8.2 Peluang dan Ancaman PKPBDD ... 133

8.2.1 Peluang ... 133

8.2.2 Ancaman ... 135

IX. FORMULASI STRATEGI ... 138

9.1 Tahap Masukan ... 138 9.1.1 Matriks IFE ... 138 9.1.2 Matriks EFE ... 141 9.2 Tahap Pencocokkan ... 143 9.2.1 Matriks IE ... 144 9.2.2 Matriks TOWS ... 145

(16)

X. KESIMPULAN DAN SARAN ... 164

10.1 Kesimpulan ... 164

10.2 Saran ... 167

DAFTAR PUSTAKA ... 168

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Proyeksi Konsumsi Buah-buahan per Kapita Tahun 2000-2015 ... 2

2. Tanaman yang Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per Hektar, Hasil per Pohon dan Produksi Belimbing Menurut Propinsi di Indonesia Tahun 2006 ... 4

  3. Daftar Harga Beli dan Harga Jual Belimbing di PKPBDD dan Tengkulak Pada Bulan Januari – April 2008 ... 8

4. Data Pembelian dan Penjualan Belimbing di PKPBDD pada Bulan Januari 2008 ... 9

5. Varietas dan Karakteristik Belimbing yang Terdapat di Indonesia ... 15

6. Kandungan Gizi di Dalam Buah Belimbing ... 16

7. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 68

8. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 68

9. Penilaian Bobot Faktor Internal/Eksternal Perusahaan ... 69

10. Quantitative Strategic Planing Matrix (QSPM) ... 76

11. Profil Belimbing di Enam Kecamatan se-Kota Depok Tahun 2007... 77

12. Kepemilikan Lahan dan Pohon Belimbing di Enam Kecamatan Kota Depok Tahun 2006 ... 80

13. Rincian Jumlah Pengurus dan Karyawan PKPBDD ... 88

14. Selisih Penjualan dan Pembelian Belimbing di PKPBDD pada Bulan Januari-April 2008 ... 89

15. Pertumbuhan Keuntungan (penjualan – pembelian) PKPBDD Bulan Januari – April 2008 ... 90

16. Jadwal Transportasi Belimbing di PKPBDD ... 101

17. Proyeksi Konsumsi Buah-buahan per Kapita Tahun 2000-2015 ... 104

(18)

19. Persentase Perilaku Pembelian Pelanggan Tetap dan Temporer PKPBDD Berdasarkan Kriteria Produk Pesanan Bulan Januari – April 2008 ... 116 20. Ketersediaan dan Konsumsi Beberapa Komoditi Buah-buahan

Indonesia Tahun 2004 – 2006 ... 121 21. Beberapa Suplier dan Eksportir Buah di DKI Jakarta dan Jawa Barat ... 124 22. Jumlah Petani yang Telah dan Belum Menjadi Pemasok di PKPBDD .. 125 23. Matriks IFE ... 141 24. Matriks EFE ... 143

 

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produksi Belimbing di Kota Depok Tahun 2000-2006... 5

2. Fluktuasi Pasokan Belimbing di PKPBDD Bulan Januari – April 2008 ... 10

3. Kurva Siklus Hidup Produk ... 46

4. Kerangka Kerja Tiga Tahapan Perumusan Strategi ... 60

5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 65

6. Matriks Internal-Eksternal (IE) ... 72

7. Matriks SWOT/TOWS ... 73

8. Mekanisme Suplai Belimbing di PKPBDD ... 83

9. Struktur Organisasi PKPBDD ... 87

10. Alur Distribusi PKPBDD. ... 95

11. Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 2000-2007 ... 105

12. Perkembangan Inflasi Tahunan 2002-2007 Berdasarkan IHK. ... 106

13. Fluktuasi Pasokan Belimbing di PKPBDD. ... 126

14. Grafik Penjualan per Hari PKPBDD Bulan Januari-April 2008. ... 131

15. Matriks Internal-Eksternal (IE)... .. 144

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Buah-Buahan Indonesia Tahun 2000-2006 ... 171

2. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk Sub Golongan Makanan Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan (dalam Rp/Rupiah dan persentase) Tahun 2006 ... 172

3. Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2003-2006 ... 173

4. Standar Mutu Belimbing Segar ... 174

5. Data Pembelian dan Penjualan Belimbing PKPBDD pada Bulan Januari-April 2008 ... 175

6. Kekuatan dan Kelemahan PKPBDD ... 176

7. Peluang dan Ancaman PKPBDD ... 178

8. Perbandingan Berganda dan Matriks IFE ... 181

9. Perbandingan Berganda dan Matriks EFE ... 183

10. Matriks TOWS ... 185

11. Matriks QSPM ... 186  

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi buah-buahan menempati urutan pertama di atas komoditi hortikultura lainnya seperti sayuran, tanaman obat, dan tanaman hias. Pada tahun 2005, PDB komoditi buah-buahan mencapai nilai Rp 31,694 trilyun atau 51 persen dari total PDB hortikultura1.

Prospek pengembangan buah-buahan di Indonesia ditunjukkan dengan jumlah produksi dan potensi pasar yang besar dan terus meningkat. Data tahun 2000 hingga 2006 menunjukkan bahwa produksi buah-buahan terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 14,8 persen per tahun. Data peningkatan produksi komoditi buah-buahan Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Peningkatan produksi ini terjadi sebagai akibat adanya perkembangan dalam segi teknis maupun non teknis. Pertambahan luas areal tanam, semakin banyaknya tanaman yang berproduksi, serta berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani merupakan perkembangan dari segi teknis. Perkembangan dari segi non teknis adalah semakin intesifnya bimbingan dan fasilitas yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha yang diterapkan pelaku usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani.

       

(22)

Selain jumlah produksi yang besar, prospek buah-buahan juga ditunjukan dengan potensi pasar yang terus berkembang. Prospek pemasaran buah-buahan di dalam negeri diperkirakan makin baik. Perkiraan permintaan buah-buahan Indonesia hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1, peningkatan jumlah pemintaan terhadap komoditi buah-buahan disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan yang ditunjukkan oleh konsumsi per kapita. Buah-buahan merupakan bagian yang penting dari pangan, karena mengandung banyak serat, air, vitamin dan mineral yang baik untuk gizi dan kesehatan. Beberapa buah-buahan juga mengandung lemak dan karbohidrat yang baik untuk kesehatan.

Tabel 1. Proyeksi Konsumsi Buah-buahan per Kapita Tahun 2005-2015

Tahun Populasi Penduduk (Juta) Total Buah Konsumsi/Kapita (Kg) Total Konsumsi (Ribu ton) 2005 227.000 45.70 10.373,90 2010 240.000 57.92 13.900,80 2015 254.000 78.74 19.999,96

Sumber : Pusat Kajian Buah Tropika, 1998

Bagi masyarakat Indonesia, buah-buahan umumnya dikonsumsi sebagai pelengkap menu makan disamping juga untuk kesenangan (Poerwanto, 2004). Konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia pada umumnya masih berada di bawah anjuran Departemen Kesehatan yaitu baru mencapai lima gram per kapita per hari dari yang seharusnya, yaitu 200 gram per kapita per hari (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007).

Potensi yang besar pada buah-buahan menjadikan komoditas ini mendapat perhatian besar dari pemerintah maupun pelaku usaha. Pengembangan dilakukan

(23)

mulai dari sektor hulu hingga hilir, mencakup pengembangan kualitas bibit, produksi, pasca panen, hingga pemasaran produk. Pengembangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, peningkatan ekspor, dan subtitusi impor

Salah satu komoditas buah-buahan yang sedang dikembangkan adalah komoditi belimbing manis. Belimbing terdiri dari dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis dikenal secara umum dengan sebutan belimbing sedangkan belimbing wuluh sering disebut juga belimbing sayur. Belimbing manis memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi sehingga lebih banyak dibudidayakan

Pohon maupun buah belimbing memiliki keunggulan dari beberapa jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi. Belimbing termasuk tanaman yang mudah dibudidayakan. Bentuk pohon yang rindang dengan tajuk pohon tidak terlalu besar dan mudah diatur. Karakteristik ini menjadikan pohon belimbing dapat berfungsi sebagai pohon pelindung sekaligus menghasilkan buah. Selain itu, tanaman ini dapat berbuah sepanjang tahun.

Buah belimbing sendiri memiliki kelebihan dari rasanya yang khas serta kandungan gizinya yang cukup baik. Belimbing sering disebut sebagai buah pemberi kesegaran karena kandungan airnya yang tinggi yaitu 90 gram per 100 gram buah (Sunarjono, 2004). Zat gizi lain yang banyak terkandung dalam belimbing adalah kalori, vitamin A, dan vitamin C.

Upaya pengembangan belimbing telah menunjukan hasil dengan terciptanya varietas-varietas belimbing unggul seperti Varietas Demak, Sembiring, Dewi Murni dan Dewa Baru. Pada Tabel 2, dapat dilihat profil

(24)

budidaya belimbing di beberapa provinsi yang merupakan sentra penghasil belimbing di Indonesia.

Tabel 2. Tanaman Belimbing yang Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per Hektar, Hasil per Pohon dan Produksi Menurut Propinsi di Indonesia Tahun 2006 Propinsi Tanaman menghasilkan (Pohon) Luas Panen (Ha) Hasil Per Ha (Ton/Ha) Hasil Per Pohon (Kg/Phn) Produksi (Ton) Persentase Tot.Prod (%) Jawa Tengah 199.265 664 26,30 87,64 17.464 35,17 Jawa Timur 185.043 617 23,90 79,69 14.747 29,70 Jawa Barat 85.002 283 38,43 127,95 10.876 21,90 DKI Jakarta 42.186 141 27,67 92,50 3,902 7,86 Banten 14.822 49 35,82 118,41 1,755 3,53 Yogyakarta 14.373 48 18,71 62,48 898 1,8 Jumlah 540.691 1802 170,83 568,67 49.642 100

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2007

Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa produksi belimbing terbesar berasal dari propinsi Jawa Tengah, disusul Jawa Timur dan Jawa Barat. Akan tetapi, jika dilihat angka produktivitas, Jawa Barat menempati urutan pertama dengan produktivitas mencapai 127,95 kilogram per pohon atau 38,43 ton per hektar. Angka ini kurang lebih mencapai satu setengah kali produktivitas tanaman belimbing di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Salah satu daerah sentra penghasil belimbing di Jawa Barat adalah Kota Depok. Menanam pohon belimbing dapat dikatakan sudah menjadi tradisi petani di Kota Depok. Hal ini disebabkan karena tanaman belimbing yang telah ditanam sejak tahun 1970-an tetap dilestarikan secara turun temurun hingga sekarang (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007).

Varietas yang banyak dibudidayakan di Kota depok adalah varietas Dewi Murni dan Dewa Baru. Varietas ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan varietas belimbing lainnya dalam hal produktivitas yang tinggi, penampilan

(25)

buahnya menarik, rasanya yang manis dan memiliki bobot rata-rata antara 150-500 gram per buah, serta mudah dibudidayakan. Belimbing Dewa dan Dewi juga telah mendapat penghargaan pada acara pameran buah-buahan tingkat nasional. Komoditi belimbing, khususnya varietas Dewa dan Dewi telah menjadi komoditi andalan petani di Kota Depok. Hasil penelitian yang dilakukan Dinas Pertanian Kota Depok menunjukan kecenderungan petani menempatkan komoditas belimbing sebagai core business. Alasan lain yang menyebabkan belimbing menjadi komoditi potensial di Kota Depok adalah karena memiliki keunggulan komparatif dari daerah lainnya (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007).

Produksi belimbing di Kota Depok mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Depok, produksi belimbing dalam kurun waktu tahun 2000-2006 mengalami peningkatan sebesar 296 persen. Peningkatan ini disebabkan karena adanya penambahan populasi tanaman dan peningkatan produktivitas. Pada Gambar 1 dapat dilihat pertumbuhan produksi belimbing di Kota Depok.

Gambar 1. Produksi Belimbing di Kota Depok Tahun 2000-2006.

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 8250 10312 12891 16113 19506 28180 32709 P r o d uk si (K ui n ta l) Tahun

(26)

Jumlah produksi yang besar dengan kualitas baik secara agribisnis memiliki potensi untuk memenuhi permintaan pasar yang ada. Permintaan belimbing setiap tahun diperkirakan semakin meningkat. Pertumbuhan permintaan tersebut adalah sebesar 6,1 persen per tahun (1995-2000), 6,5 persen per tahun (2000-2005), 6,8 persen per tahun (2005-2010), dan mencapai 8,9 persen per tahun (2010-2015)2.

Berdasarkan survey yang dilakukan Dinas Pertanian Kota Depok tahun 2007, jumlah konsumen untuk daerah Jabodetabek dan Bandung mencapai 6.119.178 orang per tahun, sementara untuk wilayah DKI Jakarta saja mencapai 3.914.974 orang per tahun. Hal ini menunjukan bahwa potensi pasar belimbing masih sangat terbuka.

Potensi yang besar dari komoditi belimbing membuat pemerintah Kota Depok memberikan perhatian pada komoditi ini. Hal ini ditunjukkan dengan dimasukkannya program pengembangan agribisnis belimbing ke dalam Rencana Strategis Kota Depok tahun 2007-2011. Program ini bertujuan mengembangkan komoditi belimbing untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Depok (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007).

Salah satu upaya yang sedang dijalankan adalah program pengembangan komoditi belimbing menjadi ikon Kota Depok. Program pengembangan komoditi belimbing menjadi ikon Kota Depok meliputi upaya untuk :1) penguatan citra belimbing sebagai ikon kota ; 2) peningkatan produktivitas dan kualitas belimbing ; 3) pengembangan pasar dan pemasaran belimbing ; 4) pengembangan industri pengolahan belimbing (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007).

       

(27)

Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD), merupakan lembaga yang didirikan untuk mendukung program pemerintah daerah Kota Depok dalam mewujudkan belimbing sebagai ikon kota. Tugas utama koperasi adalah menjalankan fungsi pemasaran belimbing yang berpihak pada petani. Selain itu, koperasi juga diarahkan untuk berperan sebagai lembaga yang membantu petani dalam permodalan dan membimbing petani dalam penerapan

Standar Operational Procedure (SOP) dan Good Agriculture Practice (GAP).

1.2 Perumusan Masalah

Fungsi utama dari PKPBDD adalah sebagai lembaga pengumpul dan pemasaran produksi belimbing dari seluruh petani anggota. Kegiatan utama yang dilakukan koperasi dalam hubungannya dengan fungsi tersebut adalah : pembelian belimbing hasil produksi petani anggota ; perlakuan pasca panen sesuai permintaan pasar ; penjualan belimbing baik berupa buah segar maupun olahan ; promosi dan perluasan pasar. Untuk ke depannya, koperasi diharapkan dapat menjadi satu-satunya pintu pemasaran produk yang berhubungan dengan belimbing di Kota Depok.

Sebagai lembaga pemasaran yang berbentuk koperasi, tujuan utama PKPBDD adalah meningkatkan kesejahterahan anggotanya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahterahan petani adalah dengan menetapkan harga jual yang menguntungkan bagi petani. Sebelum berdirinya koperasi, petani pada umumnya menjual belimbing kepada tengkulak dengan harga rendah.

Harga jual belimbing di tingkat petani dibedakan sesuai dengan kualitas dari belimbing tersebut. Kualitas belimbing yang dipasarkan memenuhi tiga kriteria mutu, yaitu berdasarkan bobot, komponen mutu, dan indeks kematangan.

(28)

Pada umumnya, belimbing yang dipasarkan telah memenuhi persyaratan mutu I berdasarkan komponen mutu. Kriteria mutu berdasarkan bobot dan indeks kematangan biasanya disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Kriteria mutu belimbing manis segar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Koperasi menetapkan penggolongan kualitas belimbing menjadi tiga grade

berdasarkan bobot, yaitu grade A, B, dan C. Grade A dan B dijual sebagai buah konsumsi segar sedangkan grade C dijual sebagai konsumsi segar dan bahan baku olahan belimbing. Pada Tabel 3, dapat dilihat daftar harga beli dan harga jual yang ditetapkan koperasi dan harga beli yang ditetapkan tengkulak.

Tabel 3. Daftar Harga Beli dan Harga Jual Belimbing di PKPBDD dan Tengkulak Pada Bulan Januari – April 2008

Grade Bobot (gram)

Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg)

Harga Beli Tengkulak (Rp/buah)* Jan Feb Mar Ap Jan Feb Mar Ap

350 - 1000** A >250 6000 4800-5300 6000-8000 6000-6500 6500-10000 6500-10000 7500-12000 8000-10500 B 150-250 5000 3700-4000 5000 4000-5000 6000 5000-7000 6000-6500 7000-8000 C <150 3000 2500-3000 2500-3500 2500-3000 3000-3500 3000-3500 3500-4000 3000-3500 Keterangan : * Sistem curah (tidak ada penggolongan kualitas)

** Harga terendah terjadi pada saat panen raya (bulan Februari 2008) sedangkan harga tertinggi terjadi pada saat paceklik (Maret 2008).

Sumber : Manajemen PKPBDD, 2008

Penetapan harga yang berpihak pada petani menjadi suatu daya tarik bagi petani untuk bergabung ke dalam keanggotaan PKPBDD. Pada bulan pertama PKPBDD beroperasi, sekitar 25 persen petani belimbing di Kota Depok yang berjumlah sekitar 650 orang telah menjadi anggota koperasi. Akan tetapi, keadaan ini ternyata menimbulkan implikasi lain. Pada saat panen, jumlah belimbing yang dibeli koperasi menjadi berlimpah dan melebihi kapasitas pasar yang dimiliki.

(29)

Keadaan ini, mengakibatkan adanya kelebihan persediaan (over stock) belimbing pada koperasi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Pembelian dan Penjualan Belimbing PKPBDD pada Bulan Januari - April 2008

Bulan Pembelian Penjualan

Kuantitas (kg) Nilai (Rp) Kuantitas (kg) Nilai (Rp)

Januari 60273 267.466.500 19911,7 123.717.700

Februari 61219 237.907.000 33335,59 206.034.800

Maret 21437,5 114.429.750 16283,5 191.515.000

April 28470 145.034.500 25146,66 130.615.730

Sumber : Manajemen PKPBDD, 2008 (diolah)

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah belimbing yang masuk pada saat panen bulan Januari 2008 mencapai 60.273 ton dengan nilai Rp 267.466.500. Jumlah tersebut baru berasal dari 120 petani dari total 650 petani di Kota Depok. Dari keseluruhan belimbing yang masuk pada bulan Januari 2008, hanya 19.911,7 kilogram atau 33 persen yang dapat dijual oleh koperasi. Pada akhir bulan Januari, koperasi terpaksa menghentikan pembelian belimbing dari petani untuk sementara guna mencegah over stock yang lebih besar.

Produksi belimbing di Kota Depok mencapai puncaknya pada bulan Februari 2008. Pada bulan ini, pembelian mencapai 61219 kg dan koperasi mampu menjual sebesar 54 persen dari total pembelian. Pada bulan Maret, produksi menjadi jauh berkurang. Persentase penjualan meningkat menjadi 76 persen dan dan mencapai 88 persen pada bulan April.

Pada bulan Maret dan April, selisih nilai pembelian dan penjualan telah bernilai positif. Hal ini berarti PKPBDD telah mendapatkan keuntungan. Adanya peningkatan tersebut merupakan hal positif yang berhasil dicapai. Akan tetapi,

(30)

perlu diing Kota Depo Se masalah k pasokan s Januari hi karena sis kuantitas d konstan m kualitas p menerapka Gambar gat bahwa p ok sedang m lain adanya kontinyuitas sangat berfl ingga April stem produk dan kontiny merupakan p produk. Ha an strategi p 2. Fluktuas peningkatan mengalami k a over stock s pasokan. fluktuasi. G l 2008 dap ksi belimbin yuitas produ persyaratan l ini meny pemasaran y si Pasokan Sumber : Ma n tersebut d kelangkaan k pada saat p Pada Tabe Gambaran fl pat dilihat p ng di Kota uk yang kon penting ya yebabkan P yang sesuai Belimbing – April 2 anajemen PKP dicapai pada setelah pan panen, PKP el 4, dapat luktuasi pas pada Gamb Depok sen nstan. Kuan ang selalu d PKPBDD m i. g per Hari d 2008. PBDD, 2008 ( a saat produ nen raya bul PBDD juga d dilihat juga sokan haria bar 2. Flukt ndiri yang b ntitas dan k diinginkan p mengalami di PKPBDD (diolah) uksi belimbi lan Februar dihadapkan a bahwa ju an selama b tuasi diseba belum menj kontinyuitas pelanggan s kesulitan d D Pada Jan ing di i. n pada umlah bulan abkan jamin yang selain dalam nuari

(31)

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa PKPBDD belum memiliki persiapan yang baik untuk mengantisipasi jumlah produk yang melimpah pada saat masa panen. Koperasi juga masih menemui kesulitan akibat jumlah pasokan yang berfluktuasi. Strategi pemasaran yang terstruktur sesuai keadaan masih sulit dirumuskan. Strategi yang digunakan baru berupa strategi-strategi yang bersifat kondisional sesuai keadaan yang sedang terjadi.

Perumusan strategi yang tepat diharapkan dapat memberikan solusi dalam mengantisipasi over stock dan fluktuasi pasokan belimbing. Strategi tersebut bertujuan agar semua hasil produksi belimbing dapat terserap oleh pasar dan menghasilkan keuntungan maksimal. Untuk itu, jumlah penjualan harus ditingkatkan hingga mencapai 100 persen dari jumlah pembelian.

Perumusan strategi pemasaran penting dilakukan bukan hanya untuk mengatasi permasalahan over stock dan fluktuasi pasokan belimbing. Untuk ke depannya, koperasi juga harus dapat mengantisipasi peningkatan produksi belimbing yang diperkirakan akan semakin tinggi dengan adanya penerapan SOP dan GAP. Pada tahun 2006, produksi belimbing di Kota Depok mencapai 3271 ton yang berasal dari sekitar 650 orang petani. Dengan adanya penerapan SOP dan GAP yang dimulai pada akhir tahun 2007, produktivitas belimbing Kota Depok diperkirakan akan meningkat sebesar kurang lebih 65 persen (Distan Kota Depok, 2007).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pemasaran dari suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal perusahaan. Perumusan strategi pemasaran yang sesuai dengan kondisi perusahaan tentunya harus memperhitungkan faktor-faktor

(32)

tersebut. Jika alternatif strategi telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas dari kebijakan yang akan diambil

Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bagi PKPBDD ?

1. Alternatif strategi pemasaran apa yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal PKPBDD ?

2. Kebijakan seperti apa yang sebaiknya diprioritaskan sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal PKPBDD?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang menjadi kekuatan-kelemahan dan peluang-ancaman dari PKPBDD.

2. Merumuskan alternatif strategi pemasaran yang dapat diambil oleh KPBDD sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal.

3. Menentukan prioritas strategi yang paling menarik untuk diimplementasikan sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal PKPBDD

Penelitian ini diharapkan minimal dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, yaitu dapat menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan penulis. Penelitian ini lebih jauh diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak PKPBDD

(33)

dalam menentukan alternatif strategi yang akan digunakan dalam kegiatan pemasaran dan pengembangan usaha ke depan.

1.4 Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah strategi yang dirumuskan merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan kondisi lingungan internal dan eksternal PKPBDD pada saat penelitian. Perubahan dalam kondisi lingkungan setelah penelitian mungkin dapat menyebabkan alternatif strategi yang telah dirumuskan menjadi tidak sesuai. Hal ini menjadi batasan mengingat kondisi lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan.

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belimbing Manis ( Averrhoa carambola ) 2.1.1 Sejarah Singkat

Menurut N.I. Vavilov, belimbing manis tergolong tanaman tropis yang berasal dari India, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis seperti Malaysia dan Indonesia3. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Sunarjono (2004) mengemukakan bahwa tanaman belimbing sebenarnya berasal dari daerah Asia Tenggara terutama Malaya.

Menurut Rumphius belimbing telah dibudidayakan di Demak sebelum tahun 18924. Hingga sekarang, Demak merupakan salah satu sentra penghasil belimbing di Indonesia yang telah banyak menghasilkan varietas-varietas belimbing unggulan.

2.1.2 Jenis Tanaman Belimbing

Belimbing terdiri dari dua jenis yaitu, belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Kedua jenis belimbing ini memiliki perbedaan dalam hal rasa dan bentuk fisiknya. Belimbing manis memiliki bentuk seperti bintang, berlekuk-lekuk jika dilihat dari penampang melintangnya dan permukaannya licin seperti lilin. Rasa manis bervariasi sesuai dengan jenis dan varietasnya. Jenis belimbing yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis belimbing manis atau yang biasanya hanya disebut belimbing.

       

3 www.ristek.go.id 

(35)

Jenis belimbing lainnya adalah belimbing wuluh. Belimbing wuluh biasanya disebut belimbing sayur, memiliki bentuk bulat lonjong dengan panjang 5-6 cm, warnanya hijau pekat saat muda dan berubah kekuningan setelah matang. Rasa buahnya sangat asam dan daging buahnya sangat banyak mengandung air. (Rukmana, 1996).

Kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis dengan tanah yang subur sangat mendukung pertumbuhan tanaman belimbing. Berbagai varietas belimbing telah dihasilkan oleh petani-petani belimbing Indonesia dan beberapa diantaranya termasuk varietas belimbing unggulan. Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa varietas belimbing yang terdapat di Indonesia beserta ciri-cirinya.

Tabel 5. Varietas dan Karakteristik Belimbing yang Terdapat di Indonesia

Sumber : Sunarjono, 2002

Varietas belimbing manis yang diusahakan di Kota Depok adalah varietas Dewi Murni dan varietas Dewa Baru. Belimbing varietas Dewi Murni berasal dari daerah pondok Gede, Bekasi sedangkan Belimbing Dewa Baru berasal dari daerah Jagaraksa, Jakarta Selatan (Sunarjono, 2004).

Varietas Asal Warna Buah

Matang Rasa Buah Matang

Berat Buah (gram)

Kunir Demak Kuning merata Sangat manis, berair banyak

200-300

Kapur Demak Kuning

keputihan

Manis, berair banyak 200-400

Penang Malaysia Oranye Manis, berair sedang 250-350 Dewi Murni Bekasi Kuning

kemerahan

Manis dan berair sedikit 200-500 Bangkok Thailand Merah Manis, agak kesat 150-200 Sembiring Sumatera Utara Kuning

mengkilap

Manis sekali, berair banyak

300-450 Filipina Filipina Kuning Manis, berair banyak 400-600 Wulan Pasarminggu,Ja

karta

Merah mengkilap

Manis, berair banyak 300-600 Paris Pasarminggu,Ja

karta

Kuning kemerahan

Sangat manis, berair sedikit

120-230 Dewa baru Depok, Jakarta

Selatan

Kuning kemerahan

(36)

Belimbing Dewi Murni dan Dewa Baru termasuk belimbing varietas unggul. Varietas unggul adalah varietas yang telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian mengenai keunggulan-keunggulan tertentu yang dimiliki. Indikator unggul dapat dilihat dari produksi yang tinggi, aroma, rasa, ketebalan daging buah, kandungan gizi, dan sebagainya.

Belimbing Dewa dan Dewi yang diusahakan di Kota Depok dipanen tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari – Februari, Mei-Juni, dan September- Oktober. Panen raya biasanya jatuh pada bulan Pebruari. Pada bulan ini, harga belimbing biasanya turun karena jumlah yang melimpah (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007).

2.1.3 Manfaat Tanaman

Manfaat utama tanaman ini sebagai makanan buah segar maupun olahan dan sebagai obat tadisional. Sebagai makanan, belimbing memiliki nilai gizi yang baik terutama sebagai sumber vitamin C. Pada Tabel 6, dapat dilihat kandungan gizi dari belimbing.

Tabel 6. Kandungan Gizi di dalam Buah Belimbing

Zat Gizi Kandungan

Kalori 36 kalori Protein 0,4 gram Lemak 0,4 gram Karbohidrat 8,8 gram Kalsium 4 miligram Fosfor 4 miligram Besi 1,1 miligram Vitamin A 170 SI Vitamin B1 0,03 miligram Vitamin C 35 miligram Air 90,0 gram

Bagian yang dimakan 86 %

(37)

Manfaat lain tanaman belimbing adalah sebagai tanaman peneduh, stabilisator & pemeliharaan lingkungan. Tanaman dapat menyerap polusi udara, menyaring debu, meredam getaran suara, dan memelihara lingkungan dari pencemaran karena berbagai kegiatan manusia. Sebagai wahana pendidikan,

penanaman belimbing di halaman rumah tidak terpisahkan dari program pemerintah dalam usaha gerakan menanam sejuta pohon.

2.2 Manajemen Strategis

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).

Menurut David (2006), manajemen strategis merupakan seni atau ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Penerapan manajemen strategis berfokus pada integrasi manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan.

Tujuan manajemen strategis adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda dan sekaligus mencoba mengoptimalkan tren saat ini untuk masa mendatang. Manajemen strategis memungkinkan suatu organisasi untuk proaktif dalam membentuk masa depannya serta memungkinkan perusahaan untuk memulai dan mempengaruhi aktivitas sehingga perusahaan memiliki kontrol terhadap nasibnya (David, 2006).

(38)

David (2006), menyatakan bahwa terdapat dua manfaat dari manajemen strategis, yaitu manfaat finansial dan manfaat non finansial. Manfaat finansial ditunjukan dengan adanya perbaikan yang signifikan dalam penjualan, profitabilitas, dan produktifitas perusahaan. Manfaat non finansial diantaranya adalah peningkatan pemberdayaan manajemen dan karyawan serta perbaikan sistem manajerial.

2.3 Koperasi

2.3.1 Pengertian Koperasi

Definisi koperasi berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Definisi awal umumnya menekankan bahwa koperasi merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah (Firdaus dan Susanto, 2004). Menurut UURI No. 25/1992, koperasi sebagai badan usaha yang beranggotaan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

2.3.2 Landasan dan Asas Koperasi.

Landasan dan asas koperasi tercantum di dalam UU RI No. 25/1992 yang menyatakan bahwa “koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan”. Landasan koperasi selain Pancasila adalah UUD 1945. Hal ini ditegaskan dalam batang tubuh pasal 33 ayat 1. Asas koperasi yang tercantum dalam UU RI No. 25 tahun 1992 adalah asas kekeluargaan. Asas tersebut sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

(39)

2.3.3 Perangkat Organisasi Koperasi

Perangkat organisasi koperasi menurut UU NO. 25/1992 terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Menurut peraturan tersebut, pengelola atau manajer tidak dimasukkan ke dalam perangkat organisasi koperasi. Hal ini disebabkan karena adanya unsur demokrasi koperatif yang terkandung dalam koperasi. Kendali dan tanggung jawab dari pengelola koperasi berada di tangan para anggota, sedangkan manajer bukan sebagai anggota koperasi. Akan tetapi, jika melihat kepada asas manajer bagi keberhasilan usaha, maka manajer dapat dimasukkan sebagai salah satu komponen dari manajemen koperasi (Firdaus dan Susanto, 2004).

2.3.4 Manajemen Koperasi

Manajemen koperasi dapat didefinisikan sebagai cara memanfaatkan segala sumber daya koperasi sebagai organisasi ekonomi secara efektif dan efisien dengan memperhatikan lingkungan organisasi dalam rangka usaha mencapai tujuan organisasi dengan berdasarkan asas-asas koperasi (Firdaus dan Susanto, 2004). Manajemen koperasi memiliki sifat-sifat khusus yang tidak ditemukan pada badan usaha lain, diantaranya adalah :

1. Tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi mengutamakan pemberian pelayanan yang baik kepada para anggota.

2. Konsentrasi pengendalian koperasi tetap berada di tangan para anggota sebagai perwujudan dari sifat demokrasi dari koperasi.

(40)

2.4 Studi Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini terdiri dari penelitian tentang komoditi belimbing, strategi pemasaran dan pengembangan usaha, dan kemitraan antara petani dengan koperasi.

Penelitian mengenai komoditi belimbing manis dilakukan oleh Angriani (2006) yang berjudul ‘Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi’. Penelitian ini mengambil kasus di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. Beberapa permasalahan yang dihadapi adalah kualitas dan kuantitas produksi yang belum terjamin, kontinyuitas pasokan yang belum stabil, serta waktu pengiriman belimbing yang belum tepat.

Penelitian bertujuan untuk menghitung tingkat pendapatan petani belimbing, mengidentifikasi pola rantai pemasaran belimbing, menganalisis perilaku lembaga pemasaran yang terlibat, dan mengukur distribusi marjin pemasaran pada setiap pola rantai pemasaran. Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Juni 2006. Data diperoleh melalui wawancara dengan 30 responden petani belimbing dan 10 responden pedagang.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani dengan sistem penjualan per buah (SPB) lebih kecil dibandingkan dengan sistem penjualan per kilogram (SPK). Sistem penjualan per buah yaitu pendapatan atas biaya tunai pada usahatani belimbing sebesar Rp 9.039.780,00 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 8.121.946,67. Penerimaan pada sistem penjualan per buah sebesar Rp 14.400.000 dengan R/C total sebesar 2,29. Sedangkan dalam sistem penjualan per kilogram (SPK) penerimaan yang didapat sebesar Rp 18.900.000, dengan pendapatan atas biaya

(41)

tunai sebesar Rp 14. 562.780 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 13.644.946,67 serta R/C total sebesar 3,60.

Analisis mengenai saluran pemasaran menunjukkan pemasaran belimbing terdiri dari tiga saluran. Saluran pertama terdiri dari petani, tengkulak, pedagang besar, pedagang pengecer (tradisional), dan konsumen akhir. Saluran ke dua terdiri dari petani, pedagang besar, supermarket, dan konsumen. Saluran ke tiga terdiri dari petani, pedagang pengecer (toko buah), dan konsumen.

Analisis mengenai struktur pasar menunjukkan bahwa stuktur pasar antara petani dengan tengkulak dari sudut pandang pembeli adalah oligopsoni. Jumlah petani yang jauh lebih besar daripada jumlah tengkulak mengakibatkan petani tidak memiliki kekuatan dalam tawar menawar harga dan berperan sebagai price taker. Informasi harga yang diterima petani kurang sempurna karena hanya berasal dari tengkulak dan sesama petani.

Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang besar dengan pedagang pengecer adalah oligopoli, sedangkan antara pedagang besar dengan pasar modern adalah monopsoni. Hambatan keluar masuk industri bagi pedagang besar tergantung dari besarnya modal dan pengalaman yang dimiliki. Struktur pasar yang tebentuk pada pedagang pengecer (tradisonal dan modern) dengan konsumen akhir adalah struktur pasar monopolistik. Struktur pasar ini ditandai dengan jumlah pedagang dan konsumen yang seimbang serta harga terbentuk dari proses tawar menawar. Informasi mengenai harga diperoleh dari sesama pedagang pengecer dan pedagang besar. Harga yang berlaku di pedagang pengecer modern lebih tinggi dibandingkan dengan pengecer tradisional. Hal ini disebabkan karena pengecer modern hanya menjual produk belimbing yang berkualitas baik.

(42)

Analisis mengenai distribusi marjin pemasaran menunjukkan bahwa marjin pemasaran terbesar dihasilkan dari saluran pemasaran satu, yaitu sebesar 73,33 persen dari harga penjualan. Bagian harga konsumen yang diterima petani (farmer share) pada saluran satu merupakan yang terkecil dari kedua saluran lainnya, yaitu 26,67 persen. Marjin pemasaran pada saluran kedua adalah sebesar 71,94 persen dengan farmer share 37,04 persen. Marjin pemasaran terkecil terdapat pada saluran pemasaran tiga, yaitu sebesar 65,93 persen. Farmer share pada saluran pemasaran tiga merupakan yang terbesar dari kedua saluran sebelumnya, yaitu sebesar 51,85 persen.

Studi penelitian terdahulu mengenai strategi pemasaran dilakukan pada tiga penelitian yang ditulis oleh Budiman (2007), Suheni (2005), dan Firdaus (2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Budiman berjudul Analisis Strategi Pengembangan Usaha PT Madu Pramuka Jakarta (PT. MP). Permasalahan mendasar yang tercantum pada rumusan masalah penelitian adalah produktifitas yang belum optimal dikarenakan masih menggunakan peralatan tradisional dalam pasca panen dan pengemasan. Selain itu, terdapat juga masalah kualitas yang belum memenuhi kriteria mutu madu Badan Standarisasi Indonesia. Madu Pramuka masih memiliki kadar air di atas ambang batas yang telah ditentukan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor strategis internal dan eksternal dan kemudian merumuskan alternatif strategi yang sesuai dengan permasalahan dan keadaan PT Madu Pramuka.

Formulasi strategi menggunakan tiga tahapan perumusan strategi. Tahap masukan menggunakan matriks IFE dan EFE, tahap pencocokkan menggunakan

(43)

matriks SWOT dan tahap keputusan menggunakan teknik AHP. Penelitian dimulai dengan identifikasi faktor strategis internal dan faktor strategis eksternal untuk menentukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi perusahaan.

Berdasarkan matriks IFE, tiga kekuatan utama yang dimiliki PT. MP adalah produk yang berkualitas dan memiliki ciri khas, adanya loyalitas konsumen, dan kondisi keuangan relatif baik. Pada matriks IFE ini, terdapat pernyataan yang tidak konsisten, yaitu terkait dengan rumusan masalah. Pada rumusan masalah, dinyatakan bahwa salah satu permasalahan PT. MP adalah kualitas produk yang belum memenuhi standar. Akan tetapi, identifikasi faktor strategis internal menempatkan faktor kualitas sebagai kekuatan utama. Tidak dijelaskan apakah ada perbaikan kualitas pada saat penelitian atau tidak.

Tiga kelemahan utama yang berhasil diidentifikasi menggunakan matriks IFE adalah kurangnya promosi produk, peralatan pasca panen masih sederhana, dan volume produksi belum optimal. Pada matriks IFE, dapat dilihat bahwa dua faktor yang menjadi kelemahan kedua dan ketiga sebenarnya memiliki keterkaitan. Pada rumusan masalah, dinyatakan bahwa volume produksi belum optimal dikarenakan peralatan pasca panen yang masih sederhana. Kedua faktor tersebut memiliki kemungkinan untuk digabung menjadi satu faktor.

Berdasarkan matriks EFE, tiga peluang utama yang berhasil diidentifikasi adalah kesadaran masyarakat akan manfaat produk perlebahan semakin tinggi, permintaan produk perlebahan yang semakin meningkat, dan tidak adanya produk subtitusi perlebahan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa faktor peluang pertama dan kedua juga memiliki hubungan. Permintaan produk perlebahan yang

(44)

semakin meningkat dapat disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan manfaat produk tersebut. Kedua faktor tersebut mungkin dapat digabung menjadi satu. Tiga ancaman utama yang diidentifikasi oleh matriks EFE adalah pemalsuan produk, berkurangnya areal pakan lebah akibat konversi lahan, dan kesulitan mendapat bahan baku berkualitas.

Total skor matriks IFE adalah 2,681 sedangkan total skor matriks EFE adalah 2,599. Hal ini menggambarkan kondisi internal PT. MP berada di atas rata-rata, sedangkan respon perusahaan terhadap peluang dan ancaman tergolong sedang.

Pada analisis menggunakan matriks SWOT, dihasilkan delapan alternatif strategi. Penentuan prioritas dari ke-delapan alternatif strategi tersebut dilakukan menggunakan teknik AHP. Tujuan (goal) pada analisis AHP sesuai dengan tujuan penelitian adalah menentukan prioritas strategi pengembangan usaha. Penentuan prioritas dari delapan strategi yang telah dirumuskan pada matriks SWOT dilakukan menggunakan empat kriteria strategi pengembangan usaha yang harus dicapai. Empat strategi tersebut adalah : (1) meningkatkan profit perusahaan ; (2) mengatasi persaingan ; (3) SDM dan Manajemen yang profesional ; dan (4) pusat informasi dan pendidikan perlebahan.

Hasil pengolahan horisontal kriteria strategi terhadap alternatif strategi menyimpulkan bahwa kriteria strategi meningkatkan profit perusahaan dipengaruhi signifikan oleh strategi memperluas daerah pemasaran. Kriteria strategi mengatasi persaingan dipengaruhi signifikan oleh strategi memperluas daerah pemasaran. Kriteria strategi SDM dan manajemen yang profesional dipengaruhi signifikan oleh strategi meningkatkan mutu pelayanan konsumen.

(45)

Kriteria strategi pusat informasi dan pendidikan perlebahan dipengaruhi signifikan oleh strategi mempromosikan diklat dan terapi sengat lebah.

Hasil pengolahan vertikal terhadap alternatif strategi menunjukkan prioritas dari ke-delapan strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT. Tiga prioritas utama strategi pengembangan usaha adalah strategi memperluas daerah pemasaran dan strategi meningkatkan mutu pelayanan kepada konsumen, serta melakukan promosi melalui media masa dan internet.

Studi penelitian selanjutnya membahas penelitian yang dilakukan oleh Suheni. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2005 dengan judul Strategi Pemasaran Bibit/Benih Tanaman Hias di Balai Benih Induk (BBI) Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta.

Permasalahan mendasar yang dikaji dalam penelitian ini adalah tingkat penjualan yang belum mencapai target. Pada tahun 2003, BBI menargetkan 60 persen bibit dapat terjual, namun realisasinya hanya mencapai 40 persen. Selain itu, lingkungan bisnis tanaman hias yang selalu berubah mengikuti tren menjadi faktor penting dalam merumuskan strategi pemasaran yang sesuai. Misi dan visi BBI lebih bersifat pada pelayanan masayarakat. Oleh karena itu, dianggap perlu melakukan analisis tingkat kepuasan konsumen untuk mempertajam hasil penelitian.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian adalah : (1) mengidentifikasi faktor strategis internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman BBI ; (2) mengetahui karakteristik pelanggan dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan ; (3) merumuskan strategi pemasaran yang tepat sesuai kondisi BBI.

(46)

Penelitian terbagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian untuk kebun bibit (KB) anggrek dan KB non anggrek. Identifikasi kekuatan dan kelemahan untuk masing-masing KB menggunakan matriks IFE. Tiga kekuatan utama KB Anggrek adalah : (1) komitmen yang tinggi dari Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta dalam mengembangkan tanaman hias ; (2) sumberdaya lahan yang luas, fasilitas laboratorium yang lengkap dan harga yang kompetitif ; dan (3) lokasi kebun yang strategis dengan fasilitas parkir yang luas. Tiga kekuatan utama KB Non-Anggrek adalah : (1) komitmen yang tinggi dari Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta ; (2) sumberdaya lahan yang luas ; dan (3) harga yang kompetitif. Kekuatan utama dari kedua KB pada dasarnya sama.

Kelemahan utama yang dimiliki KB Anggrek adalah : (1) keterlambatan pencairan dana untuk kegiatan produksi ; (2) kualitas benih/bibit belum sesuai keinginan konsumen ; (3) pemasaran dan produksi masih ditangani oleh bagian yang sama. Kelemahan utama KB Non-Anggrek adalah : (1) keterlambatan pencairan dana untuk produksi ; (2) kondisi kebun kurang tertata dengan baik ; (3) promosi yang kurang gencar serta produksi dan pemasaran ditangani oleh bagian yang sama.

Identifikasi peluang dan ancaman untuk kedua KB dilakukan menggunakan matriks EFE. Peluang utama KB Anggrek adalah : (1) pergerakan sektor properti yang semakin meningkat ; (2) terbukanya kesempatan bermitra dengan pihak swasta ; (3) perekonomian Indonesia yang semakin membaik dan adanya UU desentralisasi dan otonomi daerah. Tiga peluang utama KB Non-Anggrek adalah : (1) sektor properti yang semakin meningkat ; (2) adanya kebijakan otonomi daerah ; (3) laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.

(47)

Ancaman utama untuk KB Anggrek adalah ; (1) tingkat persaingan yang tinggi dengan produk impor ; (2) perdagangan bebas dan tuntutan standarisasi produk ; (3) kondisi politik dan keamanan yang kurang stabil. Faktor-faktor tersebut juga menjadi ancaman utama untuk KB Non-Anggrek.

Total skor matriks IFE dan EFE untuk KB Anggrek adalah 2,584 dan 3,117. Hal ini berarti KB Anggrek berada pada kondisi internal rata-rata dan mampu merespon peluang dan ancaman dengan baik. Kedua total skor tersebut kemudian dipetakan ke dalam matriks IE. Posisi KB Anggrek pada matriks IE menempati kuadran II (growth and build). Strategi yang umum diterapkan pada posisi ini adalah perluasan dan pengembangan pasar serta pengembangan produk untuk meningkatkan penjualan.

Total skor matriks IFE dan EFE untuk KB Non-Anggrek adalah 2,435 dan 2,645. Hal ini menggambarkan posisi internal KB Non-Anggrek berada pada rata-rata dengan respon sedang terhadap peluang dan ancaman. Posisi KB Non-Anggrek pada matriks IE berada pada kuadaran V (hold and maintain). Strategi yang umumnya diterapkan adalah penetrasi pasar dan dapat dilanjutkan dengan pengembangan pasar.

Analisis selanjutnya adalah analisis mengenai karakteristik dan kepuasan pelanggan BBI untuk menjawab tujuan ke dua dari penelitian. Analisis mengenai karakteristik pelanggan menyimpulkan bahwa mayoritas pelanggan adalah laki-laki, pendidikan terakhir SLTP/SLTA, pekerjaan sebagai petani dan pendapatan per bulan Rp 500.000 sampai Rp 1.500.00. Mayoritas pelanggan memanfaatkan BBI untuk mendapatkan benih/bibit unggul baru. Faktor terpenting yang

(48)

mempengaruhi responden untuk membeli tanaman hias adalah kualitas benih/bibit.

Berdasarkan analisis tingkat kesesuaian atribut untuk KB Anggrek, sebagian besar masih berada di bawah 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata atribut tersebut belum dapat memuaskan pelanggan. Hanya atribut fasilitas parkir dan keramahan petugas penjualan yang memiliki tingkat kesesuaian di atas 100 persen. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan cukup tinggi adalah kualitas benih/bibit, manfaat yang diterima, dan pengetahuan petugas penjualan. Analisis tingkat kesesuaian atribut untuk KB Non-Anggrek menunjukkan semua atribut yang dimiliki masih berada di bawah 100 persen atau belum dapat memuaskan pelanggan.

Selanjutnya dilakukan analisis IPA untuk melihat kepentingan dan kepuasan pelanggan. Analisis ini menempatkan sejumlah atribut yang dimiliki BBI ke dalam empat kuadran, yaitu kuadran A, B, C, dan D. Atribut yang masuk pada kuadaran A berarti atribut tersebut dianggap penting oleh pelanggan tapi pada kenyataannya atribut tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan. Atribut KB Anggrek maupun Non-Anggrek yang termasuk ke dalam kuadran A adalah kualitas bibit/benih dan promosi/iklan. Hal ini berarti kedua atribut tersebut merupakan atribut terpenting yang harus diperbaiki olah BBI untuk memuaskan pelanggan.

Informasi dari analisis yang telah dilakukan kemudian menjadi input dalam perumusan alternatif strategi pada matriks SWOT. Analisis SWOT menghasilkan sembilan alternatif strategi yang dapat diterapkan pada masing-masing kebun. Prioritas dari sembilan alternatif tersebut kemudian ditentukan

(49)

menggunakan matriks QSPM. Strategi dengan prioritas tertinggi untuk KB Anggrek maupun non-Anggrek adalah membangun database dan pusat informasi.

Studi penelitian berikutnya membahas tentang penelitian yang dilakukan Hilfi Firdaus, berjudul Analisis Strategi Pemasaran Tapioka. Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga Februari 2003, menggunakan studi kasus di Koperasi Pengrajin Tapioka Ciluar (KOPTAR), Sukaraja, Bogor. Permasalahan utama yang dihadapi KOPTAR berasal dari lingkungan internal, yaitu kinerja pengurus yang belum maksimal dan memenuhi prinsip-prinsip dasar koperasi. Kinerja yang buruk berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan koperasi secara keseluruhan. Pihak yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Ketua KOPTAR, Manajer Tapioka, dan Manajer USP.

Konsep perumusan strategi yang digunakan oleh Firdaus dalam penelitiannya adalah tiga tahapan perumusan strategi. Konsep ini menggunakan matriks IFE dan EFE pada tahap pemasukan, matriks IE, SWOT, dan SPACE pada tahap pencocokkan, dan matriks QSPM pada tahap keputusan. penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap faktor strategis internal dan eksternal dari KOPTAR.

Pada matriks IFE, tiga peluang utama yang berhasil diidentifikasi adalah pertumbuhan volume dan nilai penjualan produk utama yang tinggi, kinerja keuangan yang baik dan sehat, dan diferensiasi produk yang lengkap dengan harga kompetitif. Kelemahan utama yang berhasil diidentifikasi adalah konsistensi dan kontinyuitas mutu belum tercapai, pencatatan keuangan belum profesional, dan sistem pembayaran tidak fleksibel.

(50)

Peluang utama yang berhasil diidentifikasi dengan matriks EFE adalah potensi pasar yang besar dan permintaan tepung tapioka yang tinggi, produk alami bebas bahan pengawet dan pestisida, serta kekuatan pemasok yang rendah. Ancaman yang berhasi diidentifikasi adalah pola produksi ubi kayu dan pengrajin tepung tapioka Bogor, perkembangan teknologi produksi yang lambat, dan tidak ada jaminan jumlah dan kuantitas pasokan bahan baku.

Total skor yang didapatkan dari matriks IFE adalah 2,748 sedangkan matriks EFE adalah 2,450. Hal ini berarti KOPTAR memiliki kondisi internal di atas rata-rata sedangkan respon KOPTAR untuk lingkungan eksternal hampir mendekati rata-rata. Hal ini tentunya sedikit bertentangan dengan permasalahan yang ada, dimana kondisi internal menjadi permasalahan utama pada perumusan masalah KOPTAR.

Pernyataan yang tidak konsisten juga dapat dilihat dari faktor strategis yang menjadi kekuatan dan kelemahan. Salah satu faktor yang menjadi kekuatan adalah struktur organisasi ringkas dengan personel berpengalaman. Akan tetapi pada faktor strategis kelemahan terdapat pernyataan timbulnya konflik dan kurangnya loyalitas pengurus. Faktor kelemahan tersebut dianggap menjadi kelemahan kecil dari KOPTAR. Pada kenyataannya, permasalahan mendasar yang seharusnya menjadi kelemahan utama seperti yang diungkapkan pada perumusan masalah adalah kinerja pengurus yang tidak maksimal. Hal ini yang mungkin menyebabkan total skor matriks IFE menjadi lebih tinggi dan berada di atas rata-rata.

Pada tahap selanjutnya, total skor matriks IFE dan matriks EFE dipetakan pada matriks IE. Hasil pemetaan menunjukkan posisi KOPTAR berada di

Gambar

Tabel 1. Proyeksi Konsumsi Buah-buahan per Kapita Tahun 2005-2015
Tabel 2. Tanaman Belimbing yang Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per  Hektar, Hasil per Pohon dan Produksi Menurut Propinsi di  Indonesia Tahun 2006  Propinsi  Tanaman  menghasilkan  (Pohon)  Luas  Panen (Ha)  Hasil Per Ha (Ton/Ha)  Hasil Per Pohon  (Kg/Phn
Gambar 1. Produksi Belimbing di Kota Depok Tahun 2000-2006.
Tabel 3. Daftar Harga Beli dan Harga Jual Belimbing di PKPBDD dan  Tengkulak Pada Bulan Januari – April 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan 10% maka Ho ditolak, Sehingga dapat dapat diartikan bahwa variabel independen yaitu Harga Domestik kakao Indonesia, Harga

Pemilihan respirator harus berdasarkan pada tingkat pemaparan yang sudah diketahui atau diantisipasi, bahayanya produk dan batas keselamatan kerja dari alat pernafasan yang

Berfungsi sebagai pemutus dan penghubung arus listrik dengan cepat dalam keadaan normal maupun gangguan kubikel ini disebut juga istilah kubikel pmt (pemutus

Discharge planning adalah suatu proses yang berkesinambungan dan harus Discharge planning adalah suatu proses yang berkesinambungan dan harus saudah dimulai sejak sebelum pasien

Fakultas ilmu komputer dalam komunikasi antar sivitas akademika masih mengguna konvensional seperti masih menggunakan undangan untuk rapat dan undangan diletakan

Oleh karena itu, sangat minim sekali kasus-kasus pada perbankan syariah yang diselesaikan melalui jalur litigasi, hal ini dapat dilihat dari minimnya perkara sengketa ekonomi

Berdasarkan pengamatan di atas, maka dapat diasumsikan bahwa bahasa Inggris mempunyai persesuaian verba-subjek yang rnuncul karena beberapa 'pemicu', antara lain

Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, setiap perusahaan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadapc2 kemungkinan hilangnya