• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KASUS KONFLIK ANTARA DESA DEPOK

5.2 Gambaran Lokasi Konflik

5.3.2 Perbedaan Pemahaman Mengenai Konflik diantara

5.3.2.3 Pemahaman Konflik Menurut Tokoh Masyarakat

Gambar 13. Pohon Konflik (Isu Konflik) Isu Konflik Berdasarkan Pemaparan Pemuda Desa Blacanan.

5.3.2.3 Pemahaman Konflik Menurut Tokoh Masyarakat Desa Depok

Konflik yang terjadi disebabkan oleh cekcok/adu mulut yang sepele antara pemuda Desa Depok dengan pemuda Desa Blacanan yang terjadi pada hari Sabtu, 20 Oktober 2007. Karena emosi yang tidak terkendali akhirnya terjadi pemukulan yang dilakukan pemuda Desa Depok terhadap pemuda Desa Blacanan. Cekcok/adu mulut ini tidak diketahui penyebabnya. Akibat pemukulan yang dilakukan oleh pemuda Desa Depok terhadap pemuda Desa Blacanan, maka pemuda Desa Blacanan yang menjadi korban pemukulan merasa “terhina” dan

diremehkan, sehingga pemuda tersebut menceritakan perkara pemukulan tersebut kepada pemuda-pemuda lain di Desa Blacanan. Pemuda-pemuda Desa Blacanan yang lain merasa bahwa mereka perlu membalas perlakuan pemuda Desa Depok tersebut kepada temannya. Maka pada malam harinya terjadi aksi penyerbuan yang dilakukan kelompok pemuda Desa Blacanan ke Desa Depok. Kelompok pemuda tersebut yang berjumlah puluhan orang kemudian merusak beberapa rumah warga Desa Depok dan menganiaya salah satu warga Desa Depok yang secara tidak sengaja melewati jembatan tempat mereka berkumpul. Kemudian karena merasa geram, warga yang tidak tahu mengenai apa yang sedang terjadi dianiaya secara beramai-ramai hingga tewas.

Pada dasarnya, konflik yang terjadi antara pemuda Desa Depok dengan pemuda Desa Blacanan yang berujung pada tindakan perusakan dan pembunuhan berakar dari rasa tidak suka yang terpendam di antara warga Desa Depok dengan warga Desa Blacanan. Ketidaksukaan ini lebih ditonjolkan oleh pemuda Desa Depok yang memiliki agresivitas yang tinggi, diduga karena perubahan perilaku dan gaya hidup mereka yang telah mengarah pada gaya hidup masyarakat perkotaan. Hal ini sebagaimana dikemukakan salah satu informan dari Desa Depok sebagai berikut :

“ Pemuda Desa Depok itu memang agresif-agresif, suka bikin jengkel, jangankan pemuda Desa Blacanan, orang-orang tua di Depok juga dibikin jengkel sama sikap mereka. Mungkin kehidupan di kota bikin mereka jadi seperti itu” ( HDS, 35 tahun, tokoh masyarakat).

Konflik antara Desa Depok dengan Desa Blacanan mungkin tidak akan terjadi jika pemuda-pemuda masing-masing desa tidak menonjolkan “identitasnya” masing-masing. Pembinaan terhadap pemuda-pemuda hampir tidak pernah dilakukan karena pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat desa serta generasi tua tidak memiliki hubungan yang kuat. Akibat konflik yang terjadi, hubungan antar kedua desa masih renggang, bentuk-bentuk kewaspadaan, kecurigaan dan ketakutan antar kedua desa masih terlihat sampai saat ini. Terlebih lagi pada saat pemuda-pemuda desa pulang dari perantauan. Ketidakharmonisan semakin terlihat mewarnai kedua desa tersebut. Menurut informan dari Desa Depok, sebelum memulai konflik dengan Desa Blacanan, pemuda dari Desa Depok

sebelumnya telah bermusuhan dengan Desa Yosorejo,tetapi diduga pemuda dari Desa Yosorejo “kalah kuat” dengan pemuda Desa Depok, sehingga konflik berhenti. Namun dalam kasus konflik dengan pemuda Desa Blacanan, sangat sulit untuk mencapai perdamaian karena hubungan kedua desa pada dasarnya telah renggang dan menunjukkan gejala-gejala konflik laten, bahkan melibatkan generasi-generasi tua dari kedua desa yang hubungannya kurang baik. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Depok sebagai berikut :

“Depok- Blacanan memang sejak dulu hubungannya kurang baik,

generasi-generasi tuanya juga saling menunjukkan gengsi dan ego yang berlebihan”(HDS, 35 tahun, tokoh masyarakat).

Setelah aksi brutal yang dilakukan pemuda Desa Blacanan terhadap warga Desa Depok, masih terjadi aksi balas dendam secara individu oleh remaja Desa Depok terhadap remaja Desa Blacanan. Hal ini dikarenakan dendam yang masih dirasakan warga Desa Depok karena salah satu warganya tewas. Bahkan aksi balas dendam ini dilakukan oleh remaja SLTP Desa Depok terhadap remaja SLTP Desa Blacanan. Secara analitis, pemahaman konflik menurut tokoh masyarakat Desa Depok dapat digambarkan dalam kronologi konflik (Gambar 14).

Desa Depok dan Desa Blacanan telah memiliki hubungan yang kurang baik, termasuk hubungan antar generasi tua di kedua Desa

Tahun 90-an

Pemuda Desa Depok berkonflik dengan Desa Yosorejo. Konflik sampai dalam tahap tawuran antar pemuda dengan jumlah yang sedikit.

Pemuda Desa Blacanan berkonflik dengan pemuda Desa dari salah satu Kecamatan di Ulujami, namun tidak berlangsung lama karena pemuda Desa Blacanan dianggap lebih kuat.

Konflik antar pemuda Depok-Blacanan dalam tahap tawuran kecil hampir terjadi setiap tahun, terakhir adalah tawuran yang terjadi sekitar tahun 2004.

Dalam hubungan yang sedang renggang, pemuda Desa Depok melakukan penghinan/pelecehan terhadap salah satu pemuda Desa Blacanan. Tindakan ini memicu aksi balas dendam dan aksi penyerangan besar-besaran ke Desa Depok

Tahun 2001

Beberapa bulan setelah konflik meledak, terjadi pemukulan kembali yang dilakukan Siswa SLTP dari Desa Depok kepada Siswa SLTP dari Desa Blacanan. Upaya pendamaian yang dilakukan Aparat keamanan di tingkat Polwil, Polres, dan Polsek serta tokoh masyarakat terkemuka di Pekalongan untuk mendamaikan kedua Desa. Pada saat ini terjadi upaya penyerangan pemuda Desa Yosorejo terhadap Desa Depok, namun berhasil dicegah.

November 2007

Awal 2008

2007-2009 Hubungan antara Desa Depok dan Blacanan merenggang dan situasi selalu dalam siaga satu.

Tahun 2000-2004

Oktober 2007

Gambar 14. Skema Kronologi Konflik Berdasarkan Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Depok.

Berdasarkan pemahaman konflik yang dianalisis menurut pemahaman tokoh masyarakat Desa Depok, konflik manifest yang brutal yang terjadi pada Oktober 2007 merupakan akumulasi dari konflik laten yang terjadi dalam jangka waktu lama antara masyarakat Desa Depok dengan masyarakat Desa Blacanan. Kronologi konflik menghasilkan gambaran konflik berakar dalam dan terjadi dalam bentang waktu yang cukup luas. Isu-isu yang dikemukakan tokoh masyarakat Desa Depok lebih mengarah pada satu isu pokok yang menjadi akar permasalahan konflik antara pemuda Desa Depok dengan pemuda Desa Blacanan.

Masalah inti yang menjadi pendorong terjadinya konflik terbuka antara warga Desa Depok dengan Desa Blacanan adalah tingginya agresivitas pemuda desa. Akar/isu yang menyebabkan masalah ini adalah gaya hidup perkotaan yang sebagian besar dijalani pemuda dari kedua desa. Tingginya agresivitas pemuda desa manimbulkan bentuk-bentuk penyimpangan di masyarakat, diantaranya adalah kekerasan yang cenderung dilakukan pemuda salah satu desa terhadap pemuda desa lain. Egoisme sebagai efek dari tingginya agresivitas pemuda desa mengacu pada ketidaktoleransian terhadap orang-orang di luar kelompok mereka. Salah satu efek yang dapat bersifat positif sekaligus bersifat negatif adalah terjadinya batasan kelompok antar kedua desa berupa berkurangnya komunikasi dengan orang-orang di luar kelompok mereka. Hal ini merupakan indikator dari kohesi kelompok, namun dapat bersifat negatif dalam suatu sistem masyarakat yang utuh (Gambar 15).

Kerenggangan hubungan antar masyarakat dua desa (-)

Batasan Kelompok (-)

Kekerasan (-) Keegoisan (-)

MASALAH INTI

AKAR MASALAH Gaya hidup perkotaan

 

Tingginya agresivitas pemuda desa

Gambar 15. Pohon Konflik (Isu Konflik) Konflik Berdasarkan Pemaparan Tokoh Masyarakat Desa Depok.

5.3.2.4 Pemahaman Konflik Menurut Tokoh Masyarakat Desa Blacanan Menurut tokoh masyarakat Desa Blacanan, masalah yang selama ini menjadi persoalan terutama bagi aparat desa dan tokoh masyarakat adalah konflik antar aparat desa dengan beberapa warga Desa Blacanan yang merupakan pecandu dan pengedar minuman keras. Masalah minuman keras menyebabkan kenakalan pemuda dan remaja yang tidak terkendali. Pemuda dari kedua desa memiliki karakteristik yang homogen, yaitu sebagai perantau di kota besar yang hanya kembali ke desa setiap hari raya Lebaran. Hal ini diduga menyebabkan perilaku mereka menjadi lebih liar dan agresif, serta mengabaikan nilai-nilai kesopanan. Perilaku premanisme kini menjadi ciri khas mereka, terlebih lagi jika mereka sudah bertemu dengan pemuda yang lain dan berkumpul. Konflik karena masalah-masalah kecil yang berbuntut panjang seringkali tidak dapat dihindari. Sebelum berkonflik dengan pemuda Desa Depok, pemuda Desa Blacanan sering berkonflik dengan pemuda dari salah satu desa di Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pekalongan tetapi konflik berakhir karena tidak ada lagi upaya perlawanan terhadap pemuda Desa Depok. Akar yang memicu konflik-konflik pemuda yang

sering terjadi di Desa Blacanan diungkapkan oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Blacanan sebagai berikut :

“ …saya yakin, jika masalah minuman keras di Blacanan dituntaskan, tidak aka nada lagi konflik di Blacanan dan desa-desa lain di kecamatan Siwalan, karena di Blacanan ini adalah sumber utamanya, semuanya berakar dari sini, tapi masalah ini sangat sulit, aparat desa dan tokoh masyarakat sudah tidak berdaya” (TKT, 45 tahun).

…”walaupun desa Blacanan jadi tersangka dalam kasus itu, tapi kami juga merasa kalau pemuda-pemuda kami adalah korban, korban dari minuman keras.”

Konflik Desa Depok dan Desa Blacanan hampir terjadi setiap tahun, namun yang konflik yang terjadi pada Oktober 2007 merupakan konflik paling keras yang menyebabkan retaknya hubungan kedua desa. Konflik didahului oleh perusakan rumah yang terlebih dahulu dilakukan oleh warga Desa Depok terhadap salah satu rumah warga Desa Blacanan. Akibat perusakan rumah tersebut, terjadi aksi balas dendam warga Desa Blacanan terhadap Desa Depok. Namun aksi balas dendam yang dilakukan skalanya besar hingga menyebabkan korban tewas. Aksi balas dendam pemuda Desa Blacanan terhadap didahului oleh pencarian salah satu warga Desa Depok yang melakukan perusakan rumah di Desa Blacanan oleh sekawanan pemuda Desa Blacanan. Namun, warga yang dicari tidak ditemukan, sehingga kemarahan sekawanan pemuda tersebut teralih pada salah satu warga Desa Depok yang secara tidak sengaja melawati jembatan di mana sekawanan pemuda Desa Blacanan tersebut berkumpul. Karena emosi yang tidak terkendali, maka salah satu warga Desa Depok yang tidak mereka kenal tersebut dianiaya hingga tewas. Setelah itu mereka beralih pada rumah warga Desa Depok. Beberapa rumah di Desa Depok menjadi sasaran amukan mereka. Dengan menggunakan alat berupa batu, mereka melakukan pelemparan terhadap rumah warga Desa Depok hingga menyebabkan kerusakan pada beberapa rumah. Beberapa saat setelah aksi penyerangan tersebut, aparat keamanan yang meliputi aparat Polwil dan Polres kabupaten Pekalongan datang ke lokasi konflik untuk melakukan pengamanan dan penangkapan terhadap tersangka penyerangan. Bahkan hingga satu minggu setelah kejadian tersebut, aparat keamanan masih

berjaga-jaga dengan mendirikan tenda penjagaan di perbatasan Desa Blacanan-Depok untuk menghindari terjadinya bentrokan susulan.

Gambaran mengenai konflik yang terjadi dikemukakan oleh salah satu informan yang merupakan tokoh masyarakat Desa Blacanan sebagai berikut :

“Konflik tersebut adalah yang terparah yang pernah terjadi di Kecamatan Siwalan, yang sebelumnya disebabkan oleh persaingan-persaingan antar pemuda dua desa. Sampai sekarang, hubungan Depok-Blacanan masih agak renggang, bahkan aparat desa dan kepolisian masih siaga satu, karena masih khawatir bentrokan itu akan meledak lagi, apalagi menjelang lebaran karena semua pemuda desa akan pulang”(SDM,25 tahun).

Gambaran mengenai “keparahan” konflik yang meledak pada bulan Oktober tahun 2007 diungkapkan oleh salah satu informan yang pada saat kejadian ikut menjadi korban berinisial DD (48) sebagai berikut :

“Untuk mendamaikan kedua desa, Bupati sampai mengadakan acara perdamaian dengan mengumpulkan seluruh tokoh masyarakat,pemuda dari Desa Depok- Blacanan, serta menghadirkan Habib Lutfi dan pengikraran perdamaian, eh, ndilalah kok para pemudanya malahan ndak ada, padahal mereka sumber masalahnya kok”(DD, 48 tahun).

Salah satu akibat yang lebih dirasakan Desa Blacanan adalah kerugian ekonomi karena Desa Blacanan harus membayar ganti rugi sebesar 25 juta rupiah kepada keluarga korban, dan sebagian tanah desa harus disewakan selama 5 tahun untuk mendapatkan biaya ganti rugi tersebut. Pemahaman mengenai konflik berdasarkan sudut pandang tokoh masyarakat Desa Blacanan dapat digambarkan dalam bentuk kronologi konflik (Gambar 16).

Membudayanya konsumsi minuman keras di kalangan pemuda-pemuda desa

Periode

sebelum tahun 2000

Hubungan aparat desa dan tokoh masyarakat dengan warga yang mengedarkan dan mengkonsumsi minuman keras memburuk

Pemuda Desa Blacanan berkonflik dengan pemuda Desa dari salah satu Kecamatan di Ulujami, namun tidak berlangsung lama karena pemuda Desa Blacanan dianggap lebih kuat.

Tahun 2001

Konflik laten antara warga Desa Blacanan dengan warga Desa Depok dan situasi keamanan masih dalam siaga satu.

Dalam hubungan yang sedang renggang, pemuda Desa Depok melakukan penghinan/pelecehan terhadap salah satu pemuda Desa Blacanan. Tindakan ini memicu aksi balas dendam dan aksi penyerangan besar-besaran ke Desa Depok.

Oktober 2007

Upaya pendamaian yang dilakukan Aparat keamanan di tingkat Polwil, Polres, dan Polsek serta tokoh masyarakat terkemuka di Pekalongan untuk mendamaikan kedua Desa.

November 2007

Oktober 2007-2009

Konflik antar pemuda Depok-Blacanan dalam tahap tawuran kecil hampir terjadi setiap tahun, terakhir adalah tawuran yang terjadi sekitar tahun 2004.

Tahun 2000-2004

Gambar 16. Skema Kronologi Konflik Berdasarkan Pandangan Tokoh Gambar 16. Skema Kronologi Konflik Berdasarkan Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Blacanan.

Masyarakat Desa Blacanan.

Kronologi konflik di atas menggambarkan urutan kejadian konflik yang pernah melibatkan Desa Blacanan, termasuk konflik selain dengan pemuda Desa Depok. Dalam kronologi konflik yang diidentifikasi berdasarkan sudut pandang tokoh masyarakat Desa Blacanan, diungkapkan awal konflik laten yang terjadi di dalam hubungan internal masyarakat Desa Blacanan yang disebabkan oleh akar yang telah lama “mengendap” yang tidak dapat diprediksi lagi waktu peristiwanya. Akar konflik yang menyebabkan konflik laten di dalam masyarakat

Kronologi konflik di atas menggambarkan urutan kejadian konflik yang pernah melibatkan Desa Blacanan, termasuk konflik selain dengan pemuda Desa Depok. Dalam kronologi konflik yang diidentifikasi berdasarkan sudut pandang tokoh masyarakat Desa Blacanan, diungkapkan awal konflik laten yang terjadi di dalam hubungan internal masyarakat Desa Blacanan yang disebabkan oleh akar yang telah lama “mengendap” yang tidak dapat diprediksi lagi waktu peristiwanya. Akar konflik yang menyebabkan konflik laten di dalam masyarakat

Desa Blacanan juga menyebabkan konflik manifest antar pemuda Desa Blacanan dengan Desa Depok yang kemudian “pecah” menjadi kekerasan konflik.

Isu yang menjadi akar permasalahan konflik menurut tokoh masyarakat Desa Blacanan adalah peredaran minuman keras di lingkungan Desa Blacanan yang memancing para pemuda untuk menjadi “pecandu minuman”. Hal ini memunculkan perubahan perilaku pemuda, baik pemuda Desa Blacanan maupun pemuda Desa Depok. Bentuk-bentuk premanisme kemudian “memancing” timbulnya konflik yang pada akhirnya mencapai kekerasan. Efek konflik yang dikemukakan tokoh masyarakat Desa Blacanan lebih beragam, namun pada intinya tetap mengarah pada “efek negatif” (Gambar 17).

Ketakutan kekerasan

Kerugian ekonomi Persaingan (-) Kecurigaan (-)

Batasan kelompok EFEK

MASALAH INTI AKAR Perubahan perilaku dan premanisme pemuda

Peredaran minuman keras di lingkungan Desa Blacanan

Gambar 17. Pohon Konflik Berdasarkan Pemaparan Isu Menurut Tokoh Masyarakat Desa Blacanan.