• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENELITIAN TENTANG MAKNA RETRET TERBIMBING

C. Laporan Hasil Penelitian tentang Makna Retret Terbimbing

2. Pemahaman tentang Retret Terbimbing

Retret terbimbing merupakan suatu kesempatan rohani yang dapat membantu suster yunior untuk merefleksikan, mengolah dan menemukan

kehidupan religius mereka. Selain itu juga membantu untuk masuk dalam diri, mengolah pengalaman masa lalu, dan menemukan hal baru atau memurnikan kembali motivasi hidup yang tentunya membantu dalam penghayatan ketiga nasihat Injil. Dengan menghayati ketiga nasihat Injil, tentunya suster yunior memiliki ketahanan hidup religius. Dalam retret terbimbing juga ada faktor yang mendukung proses retret di mana dapat dilihat, baik materi maupun dari pembimbing itu sendri. Selain itu juga suasana yang dapat membantu peserta agar dapat masuk dalam diri ketika meditasi atau komtemplasi.

a. Pengertian, Tugas, Peran, Proses, Suasana, dan Materi dalam Retret Terbimbing

1). Pengertian Retret Terbimbing

Retret terbimbing dipahami sebagai kesempatan untuk memurnikan motivasi hidup, di mana seorang religius dengan mantap menganalisis situasi diri dan hidup. Analisis hidup ini menyangkut bagaimana hubungan dengan orang lain dan juga pengabdian masyarakat dalam karya kerasulan (Mangunhadjana, 1984: 12). Mengalaisis situasi diri dan hidup, dapat dikatakan juga sebagai masuk dalam diri melihat diri siapa saya sebenarnya. Seperti yang diungkapkan oleh R1, R3, R8, R9 dan R10 bahwa, kesempatan pembinaan diri secara pribadi yang lebih difokuskan pada diri sendiri yang tentunya mengolah diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Retret terbimbing adalah, pembinaan yang lebih mendalam, yang langsung pada diri sendiri. Retret ini tidak sama seperti retret pada umumnya atau gabungan. Retret terbimbing bagi saya, sangat membantu untuk membuka diri di hadapan Tuhan dan pembimbing, agar saya dapat dibantu untuk menemukan hal baru. Selain itu juga dengan retret terbimbing ini,

membantu saya untuk menggali pengalaman hidup di mana dapat mendewasakan seseorang dari hal-hal yang mungkin tidak diketahui di masa lalunya ataupun yang bisa diketahui pada saat retret terbimbing. Retret terbimbing mengarahkan saya untuk lebih mengenali diri sendiri, menata diri untuk melihat hal-hal masa lalu maupun masa yang akan datang (Lampiran 1.2).

Namun R2, R4, dan R7, melihat retret terbimbing bukan saja mengarah pada diri untuk mengenali diri, tetapi melihat perjalanan hidup panggilan, dan terbuka untuk mengolah diri. Seorang peserta retret terbimbing dalam hal ini suster yunior jika tidak masuk dalam diri, membuka diri di hadapan Tuhan dan membiarkan diri dibimbing dan dituntun oleh Tuhan sendiri, maka selama proses retret terbimbing berlangsung suster yunior tidak menemukan makna retret terbimbing bagi hidup dan panggilannya. Karena terjadi perubahan dalam diri seorang peserta retret terbimbing dalam hal ini suster yunior jika, dalam proses retret terbimbing ia mampu terbuka dengan diri sendiri dan dengan Tuhan, agar dapat menemukan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri, serta mau membuat pembaharuan dalam diri sebagai seorang religius yang pada akhirnya akan memiliki ketahanan hidup religius itu sendiri.

Retret terbimbing dapat membantu untuk dapat memaknai semua pengalaman hidup yang dialami dalam terang Tuhan sendiri (Mangunhadjana, 1984:12). Dengan menemukan pengalaman dalam terang Tuhan, menurut R6 dan R5 dapat membantu untuk keluar dari pergulatan hidup. Perubahan dapat terjadi dalam diri seorang suster yunior jika mau terbuka akan Rahmat Tuhan, yang akan membantu untuk dapat membaharui hidup. Karena dalam retret terbimbing lebih banyak waktu yang digunakan untuk doa dan meditasi serta refleksi, yang mengarah pada Rahmat Tuhan, dan kesiapan untuk membuka diri di hadapan

Tuhan sendiri. Tujuan dari retret terbimbing itu sendiri membantu peserta dalam hal ini suster yunior, untuk masuk dalam diri, menemukan Tuhan dan berbicara langsung dengan-Nya (Darminta, 1982: 2).

Retret terbimbing dipahami sebagai kesempatan untuk mengalami kasih Allah. Kesempatan mengalami kasih Allah ini dapat terjadi jika di dalam diri tercipta keheningan batin. Dengan adaya keheningan batin seorang religius yunior dapat merasakan peranan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Keheningan jiwa atau silentium membantu seorang religius untuk membaharui hidup rohaninya yang terjadi lewat wawancara yang tak terputuskan (Bdk. Konst. 177:1). Hal ini sangat penting bagi kehidupan suster yunior, namun responden belum menemukan makna retret terbimbing sebagai kesempatan untuk mengalami kasih Allah. Makna retret terbimbing bagi suster yunior masih dipahami sebagai kesempatan untuk mengolah diri, pengalaman dan membaharui diri atau motivasi untuk menjadi pribadi yang labih baik.

2). Tugas dan Peran dalam Retret Terbimbing

Dalam retret terbimbing ada tiga peran yang dikatakan sebagai kesatuan bertiga yang tidak dapat dipisahkan. Kesatuan bertiga yang terdiri dari Tuhan, pembimbing dan peserta. Tugas seorang pembimbing yakni memperlakukan peserta sebagai subyek. Seorang pembimbing juga perlu mengusahakan peran aktif dari peserta, menyajikan bahan, peka mengamati, mengarahkan dan melihat pribadi yang sedang menjalani proses dengan tajam. Tugas seorang peserta yakni perlu memiliki semangat dalam latihan rohani, memperhatikan masukan-masukan dari pembimbing dan perlu mentaati aturan dan kesepakatan yang telah dibuat.

Tugas dari Tuhan yakni sebagai penuntun untuk mengarahkan peserta masuk dalam diri sendiri dan menemukan kehendak Tuhan dalam seluruh perjalanan hidupnya (Darminta, 1982: 2-4). R10 menemukan masing-masing tugas dari pembimbing, Tuhan dan peserta retret sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Tugas peserta: mendapat bahan yang sesuai dengan pengalaman hidup, meditasi, menulis refleksi, dan wawancara. Tugas dari pembimbing: membimbing, mengarahkan, meneguhkan, dari pembimbing memberikan pertannyaan untuk menggali pengalaman masa lalu agar saya dapat menemukan diri sendiri. Tugas dari Tuhan: dalam meditasi saya merasa dibantu dan dibimbing oleh Tuhan sendiri dan melihat diri dengan lebih baik, siapa saya sebenarnya. Saya juga merasa bahwa Tuhan membantu saya untuk dapat merubah hidup saya (Lampiran 10.34).

R3, R6, R8, R7 dan R9, menegaskan bahwa tugas dari peserta adalah menerima bahan dari pembimbing, masuk dalam meditasi, menulis proses meditasi dan wawancara. Tugas dari peserta ini dipahami oleh suster yunior sangat sederhana sesuai dengan proses retret terbimbing yang mereka ikuti. Namun tugas dari peserta yang ditekankan oleh Darminta adalah perlu memiliki semangat dalam latihan rohani dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh pembimbing. R1, R4, dan R5 melihat tugas dari peserta seperti yang ditekankan oleh Darminta bahwa mendegar arahan dari pembimbing, menggali atau mengolah pengalaman pribadi dan mau dibimbing. Jika dalam proses peserta retret terbimbing kurang terbuka, maka tidak dapat dibantu dengan baik oleh pembimbing.

R2 melihat hal yang berbeda yang juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan oleh peserta retret adalah, taat pada peraturan. Dalam kenyataan yang

sering terjadi peserta retret kurang melihat aturan retret sebagai hal yang penting, yang dapat membantu dalam proses retret itu sendiri. Tugas seorang pembimbing yakni memperlakukan peserta sebagai subyek, dan siap mendengarkan serta memberi bahan kepada peserta retret yang tentunya sesuai dengan situasi peserta retret itu sendiri (Darminta, 1982: 2-4). Hal ini sama dengan apa yang dipahami oleh R2 bahwa memberi bahan dan meneguhkan. Namun dilihat oleh R1, R4 dan R5, adalah menggali pengalaman yang dialami oleh peserta pada saat wawancara. Dengan demikian juga membantu peserta untuk lebih berani dan terbuka men-sharing-kan apa yang dialami selama proses meditasi berlangsung. R3, R6, R8, R9 dan R7 menemukan, hal yang baik di mana sebagai seorang pembimbing tentunya membantu peserta untuk dapat menemukan diri. Hal ini ditegaskan kembali oleh R10 bahwa, pembimbing dengan memberikan pertanyaan untuk menggali pengalaman masa lalu agar dapat menemukan diri.

Tugas dari Tuhan yang dengan Roh Kudus-Nya, di mana melalui meditasi dan kontemplasi peserta diarahkan untuk dapat bertemu dengan Tuhan (Darminta, 1993:13). R2 menemukan bahwa, dengan terang Roh Kudus menerangi hati dan budi selama proses meditasi berlangsung, sehingga dapat membuka diri dan menemukan diri. Membuka diri dan menemukan diri di hadapan Tuhan membantu peserta untuk dapat memperbaiki hidup ke arah yang lebih baik. R3, dan beberapa responden lainnya hanya melihat peran Tuhan dalam meditasi untuk dapat menemukan diri.

R10 menekankan lagi bahwa dengan menemukan Tuhan dalam retret terbimbing dapat membantu untuk merubah hidup. Penulis melihat tugas dari

kesatuan bertiga yakni Tuhan, pembimbing dan peserta. Peran dari Tuhan, responden belum melihat dengan jelas bahwa dengan pertolongan dari Tuhan dapat memberikan kekuatan untuk berusaha melatih kepekaan akan karya cintakasih Allah. Responden melihat sebatas pada menemukan diri di hadapan Tuhan, tetapi lebih dari itu adalah mampu mengenal bimbingan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian maka seorang religius dalam hal ini suster yunior senantiasa mensyukuri segala anugerah dan pengalaman yang dialami dalam hidup, baik itu yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Perubahan ini terjadi jika ada keterbukaan diri akan rahmat Tuhan itu sendiri. Hal ini dapat pula dikatakan bahwa responden menemukan tugas dan peran dalam retret terbimbing sesuai dengan pengalaman yang dialami, yang membantu untuk menemukan diri di hadapan Tuhan dan mau memperbaharui hidup panggilannya.

3). Proses dan Suasana dalam Retret Terbimbing

Proses dalam retret terbimbing dikenal 4 tahap. Tahap pertama, yakni tahap pembuka yang diawali dengan perkenalan. Tahap kedua adalah pembatasan di mana dalam tahap ini dapat diterapkan dalam usaha membebaskan diri dari segala kelekatan yang tak teratur. Tahap ketiga adalah mendengarkan pertanggungjawaban di mana dalam tahap ini diberikan sepenuhnya kepada peserta untuk memberikan uraian pengalaman latihan rohani secara utuh, dan tahap yang keempat adalah menanggapi pertanggungjawaban, (Darminta, 1982:16).

Suasana adalah satu faktor pendukung dalam retret terbimbing di mana, suasana yang tenang dan sepi dapat membantu peserta retret dalam hal ini suster

yunior untuk dapat masuk dalam meditasi. Jika proses dan suasana mendukung tentunya suster yunior akan menemukan dan memaknai retret terbimbing sebagai kesempatan untuk membaharui diri. R1, R2, R4 dan R5 menemukan suasana yang hening, sepi dan aman karena jauh dari keramaian. Dengan suasana seperti sepi dan jauh dari keramaian R3 menekankan mampu merasakan ketenangan. Ketenangan atau keheningan jiwa membantu peserta retret untuk dapat menemukan buah-buah rohani yang dapat membantu dalam hidup dan panggilannya bahkan memiliki ketahanan hidup religius. Buah-buah rohani yang ditemukan dalam retret terbimbing nampak dalam sikap hidup dan kesetiaan dalam aturan hidup bersama. R6, R9, dan R10 menemukan ketenangan yang sangat membantu dalam meditasi juga kontemplasi dan refleksi. R7 menemukan suasana yang rileks dan nyaman baik dengan diri sendiri maupun dengan pembimbing yang dapat membantu untuk masuk dalam permenungan pribadi. Suasana yang mendukung ini membantu peserta dalam hal ini suster yunior untuk dapat mengalami pengalaman akan Allah.

Dalam proses retret terbimbing tahap pertama yang disebutkan sebagai tahap pembuka yang diawali dengan perkenalan. Hal ini penting karena melihat apa yang menjadi tanggung jawab pembimbing dan apa yang dilakukan oleh peserta (Darminta,1982:15). R2 dan beberapa responden mengatakan bahwa peserta berkumpul dalam satu ruangan, dibagi untuk memilih pembimbing. Retret terbimbing yang dialami oleh responden, ada tiga orang pembimbing sehingga peserta diarahkan untuk memilih pembimbing yang dirasa cocok, sehingga membantu dalam proses retret terbimbing itu sendiri. Pembimbing yang telah

dipilih oleh masing-masing peserta diberi bahan, yang dalam wawancara dengan responden mengatakan, sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan atau pengalaman yang dialami dalam penghayatan ketiga nasihat Injil, hidup karya dan juga hidup berkomunitas. Setelah itu peserta masuk dalam meditasi, menulis hasil meditasi dan dilanjutkan dengan wawancara. Hal ini ditegaskan oleh R4 “masuk dalam kelompok, setiap suster bebas memilih salah satu pembimbing dari tiga orang pembimbing yang dirasa cocok. Setiap orang bebas untuk sharing apa saja, pergulatan hidup di komunitas, dan pembimbing melihat mana yang lebih cocok, untuk direfleksikan (Lampiran 4.14)”.

R1 melihat bahwa prosesnya sangat terarah, yang dimulai dengan mendapat pengarahan dari pembimbing, dan R10, menambahkan lagi bahwa ada ajakan dari pembimbing untuk masuk dalam refleksi dengan melihat puzzle tentang keberadaan komunitas. Bagi peserta retret sangat membantu untuk menyadari keberadaan sekarang sebagai anggota komunitas. Di sini penulis melihat apa yang disampaikan oleh responden bahwa, tahapan dalam retret terbimbing disebutkan tidak terperinci seperti yang dijelaskan oleh Darminta, tetapi bahwa proses retret terbimbing dapat membantu suster yunior untuk mengikuti retret dengan baik.

4). Materi dalam Retret Terbimbing yang dapat Membantu untuk Memperbaharui Hidup

Materi dalam retret terbimbing sangat membantu peserta untuk dapat mengolah hidup, mengolah pengalaman dan mengolah diri. Dalam wawancara ditemukan, materi yang diberikan lebih kepada pengolahan diri, yang dikaitkan

dengan penghayatan ketiga nasihat Injil, hidup berkomunitas dan hidup karya. Penulis melihat dari dokumen pusat spiritualitas kongregasi, retret terbimbing pada tahun 2010 dengan tema umum “Setia Mengikuti Yesus Kristus Dalam Era Globalisasi”, di mana dikaitkan dengan penghayatan ketiga nasihat Injil. Pada tahun 2013 dengan tema “Aku Dipanggil Untuk Hidup Dalam Komunitas Kasih”, yang dikaitkan dengan hidup berkomunitas dan hidup karya. R4, dan R5 menemukan bahwa materi yang diperoleh sangat membantu untuk mengolah diri, mengolah pengalaman masa kecil yakni mengenai penolakan.

Pengolahan hidup di komunitas karya yang dikaitkan dengan pengolahan hidup masa kecil (dalam hal ini penolakan) belajar dari Pendiri dan Yesus yang juga mengalami penolakan ketika menjalankan karya keselamatan Allah. Dengan mengolah pengalaman penolakan ini saya berani, mampu dan mudah menerima serta memaafkan sesama sampai dengan saat ini dan saya merasa bahwa saya dapat memperbaharui diri saya ( Lampiran 1.3). R2 dan R6 menambahkan bahwa melihat kenyataan hidup berkomunitas dan hidup karya. Kenyataan dalam hidup berkomunitas dan hidup karya perlu dilihat kembali karena sangat bermanfaat dan berguna bagi suster yunior, untuk mengalami persaudaraan yang lebih baik dengan anggota komunitas yang lain, dan juga dapat menjalankan karya dengan lebih baik. R3 menambahkan lagi bahwa melihat pengalaman awal perjalanan hidup membiara dengan berbagai tantangan yang dialami. Dengan melihat dan mengolah tantangan ini, membantu suster yunior untuk dapat memperbaiki hidup ke arah yang lebih baik sebagai seorang religius yang sejati.

R7, R8, R9 dan R10 melihat materi tentang pengampunan yang membantu untuk menjadi pribadi yang lepas bebas. Lepas bebas bukan berarti tidak dapat mengontrol diri, tetapi lepas bebas di sini dapat dipahami, mampu menghayati

hidup religius dengan bebas tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar, atau lepas bebas dalam arti selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup (Suparno, 2016: 99). Di sini penulis melihat, materi yang diberikan oleh pembimbing, sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan oleh responden di mana, dapat membantu untuk memperbaharui hidup ke arah hidup yang lebih baik sebagai seorang religius.

b. Makna Retret Terbimbing yang Ditemukan dan Makna Retret Terbimbing Dalam Hidup serta Penghayatan Ketiga Nasihat Injil

1). Makna Retret Terbimbing yang Ditemukan

Makna dari retret terbimbing adalah menemukan kehendak Tuhan dalam hidup. Dengan menemukan kehendak Tuhan dalam hidup, tentunya seorang religius pada umumnya dan suster yunior pada khususnya, memiliki kekuatan secara rohani untuk dapat menghadapi berbagai tantangan yang dialami. Dengan menemukan kehendak Tuhan ini, peserta retret dalam hal ini suster yunior dapat memaknai hidup dan panggilan sebagai persembahan yang hidup kepada Allah dan manusia (F. Mardi, 2001: 78.79). R1 menemukan makna retret terbimbing sebagai kesempatan yang berahmat, yang membantu untuk bebas menanggapi panggilan Tuhan.

Makna retret terbimbing bagi saya adalah membebaskan, di mana membuat saya sejak mengikuti retret dari tahun 2013 sampai dengan saat ini, saya merasa bebas untuk menanggapi panggilan Tuhan. saya tidak terikat dengan diri saya sendiri, tetapi lepas bebas dengan hal-hal yang mengikat, yakni pengalaman yang menyakitkan yang saya alami. Selain itu saya dapat mengenal sesama dan dapat mengenal diri sendiri dan di sana, saya mengalami adanya kegembiraan dalam hidup. Selain itu ketika saya mengalami penolakan, saya tetap gembira karena saya sudah mengolah pengalaman itu. Dengan retret terbimbing juga saya dapat menemukan diri saya sendiri, jati diri saya, dan disembuhkan dari luka batin. Dengan itu saya dapat menemukan jati diri saya sebagai religius

PRR. Dengan retret terbimbing membantu mengolah diri setiap hari. Ketika ada pengalaman yang saya alami, saya dapat mengolah diri tanpa harus mengikuti retret terbimbing (Lampiran 1. 3-4).

Hal ini ditegaskan kembali oleh R10, R2, R4, dan R8 bahwa, membantu untuk merubah hidup, memperbaiki diri ke arah yang lebih baik, membantu mengenal diri dan memurnikan kembali motivasi hidup. Memurnikan kembali motivasi hidup sebagai seorang religius yang sejati yang mana, mampu menghayati dan mengamalkan ketiga nasihat Injil dalam hidup sehari-hari. Maka dalam mengamalkan ketiga nasiha Injil ini, R3, R5 dan R9 berjuang untuk hidup dengan lebih baik dan memiliki kekuatan untuk menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang dialami serta selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup. Seorang religius dalam hidupnya perlu mengandalkan Tuhan, karena dengan mengandalkan Tuhan seorang religius belajar untuk rendah hati dan tidak membanggakan diri sendiri.

R7 melihat satu hal yang sangat penting dalam hidup panggilan yaitu, membuat komitmen untuk tetap setia dalam panggilan. Hal ini didukung juga dengan hasil observasi dari penulis bahwa, suster-suster yunior yang mengikuti retret terbimbing tetap setia dalam panggilan dan mampu membaharui hidup dari hari kehari. Suster yunior yang sering mengalami tantangan dalam hidup bersama, dan juga dalam menjalankan tugas perutusan sebagai suster studen, di mana dapat mengolah pengalaman itu dan bertahan sampai dengan saat ini, ada dua suster yunior yang akan mempersiapkan diri untuk mengikrarkan kaul kekal pada bulan Januari 2018.

Makna retret terbimbing juga sebagai kesempatan untuk membantu perkembagan hidup. Perkembangan hidup dapat ini diyakini bahwa tanpa campur tangan Tuhan perubahan hidup tidak akan terjadi, (Mangunhardjana, 1984:13). Maka di sini diharapkan keterbukaan hati dari suster yunior untuk senantiasa membuka diri di hadapan Tuhan, dan membagi pengalaman yang dialami dengan sesama sehingga dapat dibantu, dan dapat membaharui diri secara terus menerus. Penulis melihat dari hasil wawancara ini, bahwa suster yunior dapat menemukan makna retret terbimbing bagi hidup dan panggilannya sehingga tetap bertahan dan menghayati hidup religius dengan baik namun suster yunior yang belum menemukan makna retret terbimbing karena kurang mendalami bahan yang diberikan, nampak dalam hidup harian di mana kurang disiplin dalam hidup doa, sering menggerutu dan putus asa ketika mengalami tantangan dan kesulitan.

2). Makna Retret Terbimbing dalam Penghayatan Ketiga Nasihat Injil Makna retret dalam penghayatan ketiga nasihat Injil adalah membantu suster yunior untuk dapat menghayati hidup sebagai seorang religius. Seorang religius yang menyerahkan hidupnya demi kemuliaan Tuhan, dapat ditunjukkan dan diamalkan melalui pengikraran ketiga nasihat Injil. Dengan menghayati ketiga nasihat Injil, membantu suster yunior untuk dapat melaksanakan karya cinta kasih Allah, (Silvester, 2016: 22). R1 menemukan makna retret terbimbing yakni tegar dalam menghadapi godaan dan menghayati panggilan dengan penuh syukur.

Tegar dalam menghadapi godaan-godaan yang saya alami, banyak tantangan duniawi, tetapi dengan adanya retret terbimbing, saya dibantu untuk menemukan bahwa ketika saya melanggar satu kaul seperti kaul kemiskinan, maka saya juga melanggar dua kaul yang lain. Selain itu melatih diri saya untuk bersikap kritis dengan diri sendiri dan tahu

membedakan mana yang baik dan tidak baik, dan dalam hidup bersama tidak mudah terpengaruh dengan gaya hidup dari sesama. Selain itu saya menghayati panggilan dengan penuh syukur, dan berusaha menghadapi setiap tantangan yang dialami dengan sikap kritis (Lampiran1.4).

R4, R6, R8 dan R9 menegaskan bahwa, ”setiap kali ada tantangan dalam kaul, terbuka untuk men-sharing-kan dengan sesama, mendekatkan diri pada Tuhan ketika mengalami tantangan, tidak mudah terpengaruh dan mampu membedakan mana yang baik dan yang kurang baik. Seorang religius yang dalam hidup bersama mampu terbuka membagikan pengalaman dengan sesama, akan dibantu dan mendapat jalan keluar serta tetap bertahan dalam panggilan. Hal ini didukung juga dengan hasil observasi yang penulis lakukan bahwa, di komunitas Surabaya dan komunitas Yogyakarta sudah dijadwalkan untuk kegiatan sharing baik itu sharing konstitusi, sharing karya dan juga sharing Kitab Suci. Selain itu ada kesempatan wawancara dengan pimpinan komunitas, namun belum dimanfaatkan dengan baik oleh suster yunior karena adanya kesibukan tugas studi.

R5, R7 dan R10 melihat bahwa makna retret terbimbing membantu untuk dapat menghayati ketiga nasihat Injil dengan lebih baik, serta kritis dalam hidup panggilan. Sebagai seorang religius sikap kritis sangat diperlukan terutama, dengan adanya kemajuan teknologi informasi di mana segala sesuatu diperoleh dengan lebih mudah. Ini menjadi satu tantangan dari luar yang dialami oleh suster yunior. Namun dengan sikap kritis yang diimbangi dengan hidup rohani yang mendalam, mendorong dan membantu suster yunior untuk dapat melihat dan membedakan serta mampu membuat prioritas dalam hidup.