• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. RETRET TERBIMBING BAGI KETAHANAN HIDUP

C. Tantangan yang Dihadapi Suster Yunior dalam Hidup Religius 43

2. Tantangan dari Luar

Sebagai suster yunior dalam menghayati hidup panggilan, tentunya tidak terlepas dari tantangan yang datang dari luar diri. Tantangan dari luar dapat mengakibatkan seorang suster yunior meninggalkan panggilannya (Suparno, 2016: 79). Tantangan ini dapat terjadi karena suster yunior kurang mampu menghayati ketiga nasihat Injil. Bahkan suster yunior kurang memiliki ketahanan dalam hidup religiusnya. Hidupnya menjadi hambar dan lemah karena berbagai tantangan yang dihadapi (Joyce, 1986: 133).

a. Kemajuan Teknologi Informasi

Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu tantangan dari luar diri. Zaman modern ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang luar biasa. Akibat dari teknologi adalah meluapnya berbagai informasi masuk dalam

hidup manusia teristimewa yang dialami juga oleh suster yunior (Suparno, 2016: 80). Informasi yang tersedia, ada yang berguna bagi kehidupan tetapi terdapat juga informasi yang tidak berguna seperti pornografi, ajaran sesat, dan ajaran lain yang tidak bermoral. Meskipun informasi yang bermacam-macam, jika suster yunior tidak kritis dan discerment dapat mengakibatkan suster yunior terpengaruh dan menghambat serta memperlemah penghayatan ketiga nasihat Injil. Selain itu media gadget, internet dan lain sebagainya dapat menjadi sarana untuk berpacaran, pornografi, sehingga melemahkan penghayatan hidup sebagai seorang religius yang baik (Suparno, 2016: 80). Sikap-sikap demikian melanggar kaul kemiskian. Seorang religius yunior perlu melihat diri apakah penghayatan kemiskinan yang diikrarkan benar-benar terarah pada Tuhan atau pada diri sendiri (Joyce, 1986: 38). Sebagai seorang suster yang berkaul, perlu terbuka terhadap Tuhan, sesama dan pemimpin terutama dalam menghadapi situasi godaan. Kritis terhadap pengaruh dari luar dalam menentukan pilihan seperti bacaan, TV dan film (Konst, art. 120: 2).

b. Budaya Instan

Tantangan dari luar diri yang mengakibatkan suster yunior kurang bertahan dalam panggilan salah satunya adalah budaya instan. Budaya instan adalah budaya di mana orang selalu ingin cepat berhasil, jika perlu tanpa usaha kerja keras. Budaya serba mau cepat memang ada gunanya karena memacu seorang religius untuk menangani persoalan hidup dengan cepat. Namun budaya instan dapat menjadi hambatan dalam penghayatan ketiga nasihat Injil, karena tidak semua persoalan dan perkara dalam hidup membiara dapat diselesaikan

dengan cepat (Suparno 2016: 83). Selain itu budaya instan juga sering menyebabkan orang tidak melihat lebih mendalam ketika menyelesaikan persoalan hidup, bahkan dalam hidup religiuspun suster yunior menjadi kurang kreatif. Segala sesuatu selalu serba cepat, sehingga ketika ada tantangan menjadi mudah putus asa (Suparno 2016: 83). Tantangan ini melunturkan semangat penghayatan kaul kemiskian bagi suster yunior, di mana dengan penggunaan barang-barang yang berlebihan dan serba cepat akan merusak keselarasan hidup sebagai seorang religius yunior. Sikap hidup miskin dapat menjadi ungkapan batin dan kesetiaan terhadap nasihat Injil, suatu sikap yang menomorsatukan yang Ilahi (Joyce, 1986: 39).

c. Budaya Materialistis

Tantangan dari luar diri yang mengakibatkan suster yunior kurang bertahan dalam hidup panggilan adalah budaya materialistis. Budaya ini mengungkapkan sikap manusia yang haus akan harta benda. Lebih suka mengumpulkan dan menumpuk harta milik tanpa mengindahkan penderitaan sesama dan tidak peduli pada keseimbangan alam sekitar. Dalam budaya ini, seseorang religius pada umumnya dan suster yunior pada khususnya berpikir bagi dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri untuk menguasai harta kekayaan (Suparno, 2016: 87).

Sebagai suster yunior yang menghayati kaul kemiskinan perlu memiliki sikap jujur dalam hidup religiusnya, sehingga cara hidupnya benar-benar menampilkan kemiskinan secara nyata bukan berpura-pura (Silvester, 2016:23). Suster yunior harus sungguh-sungguh menjauhkan sikap konsumerisme. Tidak

mungkin terjadi dalam hidup suster yunior atau suster yang berkaul yang mengikrarkan dan menghayati kaul kemiskinan di hadapan Tuhan dan sesama, tetapi dalam praktek hidup hariannya bebas menikmati kemewahan duniawi (Silvester, 2016:23). Hidup sebagai suster yunior atau suster yang berkaul mungkin perlu secara berkala meninjau penghayatan kemiskinannya (Konst, 131:1). Dalam seri dokumen Gerejawi “Vita Consecrata” tentang hidup bakti dinyatakan bahwa “tantangan lain pada zaman sekarang, yakni materialisme yang haus akan harta milik tanpa mengindahkan keperluan dan penderitaan rakyat yang paling lemah, dan tanpa peduli pada keseimbangan sumber-sumber daya alam” (VC, art. 89).

d. Kebebasan Jatuh Cinta

Kebebasan jatuh cinta dilihat sebagai tantangan dari luar diri yang melemahkan semangat hidup sebagai seorang religius yunior. Sebagai seorang religius pada umunya dan suster yunior pada khususnya, dalam perjalanannya sebagai orang yang berkaul terkadang mengalami jatuh cinta dengan lawan jenis. Jatuh cinta ini disebabkan karena suster yunior bergaul, berelasi dengan lawan jenis dalam tugas perutusannya, sehingga muncul perasaan untuk dapat dicintai oleh orang lain atau jatuh cinta kepada orang lain (Suparno, 2016: 99). Karena tubuh seseorang mengandung kebutuhan naluri yang menjalin dasar kontak prasadar antar diri kita dan dunia. Selain itu tubuh kita dapat mengaktifkan dan memperlancar jalinan terhadap sesama, seperti posisi tubuh, kehangatan dan lain-lain (Joyce, 1986: 70). Maka dengan mudah orang mengalami jatuh cinta.

Sebenarnya peristiwa jatuh cinta adalah peristiwa yang biasa, karena memang sebagai seorang laki-laki dan perempuan selalu mencintai dan dicintai. Yang sering menjadi tantangan adalah bahwa kaum religius sudah terikat dengan Yesus dalam kaul kemurnian. Kaum religius sudah berjanji tidak menikah karena sudah diikat oleh Tuhan sendiri. Namun dalam kenyataan suster yunior atau suster yang berkaul yang memang menjadi bingung mengalami jatuh cinta dapat mengganggu penghayatan ketiga nasihat Injil. Sebenarnya jatuh cinta tidak harus berarti keluar biara, tetapi menjadi saat di mana suster yunior dituntut untuk discerment, dan mau menyikapinya (Suparno, 2016: 99). Sebagai seorang religius yang berkaul atau suster yunior, hal yang mengakibatkan sering jatuh cinta dan gejala yang melunturkan kemampuan dalam menghayati kaul kemurnian adalah cepat menyerah kepada kencenderungan indrawi dan mempunyai hubungan intim dengan lawan jenis (Konst. art. 124:1e). Tantangan kebebasan jatuh cinta ini akan melemahkan penghayatan kaul kemurnian. Di mana salah satu konsekuensi yuridis dari penghayatan kaul kemurnian yang ditetapkan oleh Gereja adalah sebagai halangan menikah secarah sah (KHK, Kan. 1088).