• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. RETRET TERBIMBING BAGI KETAHANAN HIDUP

A. Hidup Religius Suster Yunior

1. Pengertian Hidup Religius

Hidup religius itu dibaktikan untuk kemuliaan Allah, dan diungkapkan secara nyata melalui penghayatan dan pengamalan ketiga nasihat Injil. Konsili Vatikan II dalam Dekrit Perfectae Caritatis tentang pembaharuan dan penyesuaian hidup religius menyatakan bahwa:

Hidup di mana orang meninggalkan dunia, dan menguduskan diri kepada Allah melalui pengikraran nasehat-nasehat Injili di muka umum, menurut suatu kharisma yang khas dan dalam bentuk stabil hidup bersama, untuk melaksanakan berbagai bentuk pelayanan kerasulan kepada umat Allah. Selain itu Konsili Suci, telah menunjukkan bahwa usaha menuju cinta kasih sempurna, melalui nasihat-nasihat Injil yang bersumber pada ajaran, maupun teladan Sang Guru Ilahi. Yesus sendiri menjadi contoh penghayatan ketiga nasihat Injil (PC, art.1).

Hidup religius itu dapat dipahami sebagai hidup demi kemuliaan Allah, pengabdian bagi gereja dalam menjalankan tugas perutusan, pelayanan kasih melalui nasihat-nasihat Injil, dan pilihan hidup sebagai jawaban atas panggilan Allah.

a. Hidup demi Kemuliaan Allah

Hidup religius adalah hidup demi kemuliaan Allah atau merupakan cara hidup yang memiliki arti dan makna yang mendalam yakni hidup dalam Tuhan, menurut jalan Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka hidup religius itu dihayati dalam suasana cinta persaudaraan. Suasana persaudaraan ini dapat dibangun, jika seorang religius mampu menyerahkan diri secara tuntas sebagai korban yang

dipersembahkan kepada Allah, dengan seluruh eksistensi dirinya sebagai ibadat yang terus menerus kepada Allah” (KHK, Kan. 607 § 1). Eksistensi diri ini menyangkut hidup rohani, penghayatan ketiga nasihat Injil, hidup berkomunitas dan karya kerasulan (VC, art. 9). Penghayatan ketiga nasihat Injil perlu didasarkan pada Sabda dan teladan Tuhan (LG, art. 43), sehingga sebagai seorang religius patutlah mengikuti teladan Tuhan, mengorbankan diri untuk sahabat-sahabatnya. Sebab Tuhan sendiri mengatakan kamu adalah sahabat-sahabat-Ku jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu (Konst, art. 115).

Hidup religus demi kemuliaan Allah dapat diartikan juga sebagai hidup yang memancarkan kemuliaan Salib Kristus. Di sini Kristus mengajak kaum religius untuk selalu bersukacita. Bersukacitalah dalam kemuliaan Tuhan seperti yang dikatakan Malaikat kepada Maria (Luk1:28). Yesus sendiri juga mengajarkan kepada para murid untuk senantiasa bersukacita. Yesus mengatakan “Itulah sukacitaku dan sekarang sukacitaku itu penuh” (Yoh 3:29). Maka seorang religius perlu membangun sikap dalam diri untuk senantiasa bersukacita dalam kemuliaan Allah, karena Allah sendiri akan membimbing dan menuntun sang religius dalam menghayati makna hidupnya.

b. Pengabdian bagi Gereja dalam Menjalankan Tugas Perutusan

Hidup religius adalah suatu pengabdian seluruh pribadi di dalam Gereja, sebagai tanda pernikahan yang mengagumkan yang diadakan oleh Allah sebagai tanda dari zaman yang akan datang (KHK, Kan. 607). Seorang religius yang telah membaktikan diri pada Allah, dapat menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan oleh Tuhan sendiri melalui karya-karya kongregasi. Dengan

kesetiaan menjalankan tugas perutusan dalam hidup, seorang religius dapat menunjukkan kepada dunia perjamuan dan tempat kediaman serta kebahagiaan yang dijanjikan dan disediakan oleh Allah kepada umat-Nya. Dengan penyerahan diri yang total kepada Tuhan, seorang religius dapat dengan mudah menjalankan tugas dan karya kongregasi dengan hati bebas tanpa ikatan dengan hal-hal duniawi (KHK, Kan. 607).

Sebagai religius yang menjalankan tugas perutusan kongregasi, perlu memiliki semangat untuk mewartakan kehidupan Kristus kepada setiap orang. Kristus yang diwartakan adalah Kristus yang menderita, yang solider dengan kaum kecil (EG, art 48). Maka seorang religius dalam menjalankan tugas perutusan, tidak mewartakan diri sendiri tetapi mewartakan Tuhan. Dengan demikian seorang religius dapat membawa Kristus kepada dunia dan dunia kepada Kristus. Dengan membawa dunia kepada Kristus, seorang religius harus mempersembahkan hidupnya kepada Allah, untuk dikuduskan, dengan sarana hidup yang digunakan, yaitu menghayati ketiga nasihat Injil yang diwujudkan melalui pengabdian demi keselamatan sesama, serta senantiasa diarahkan kepada perutusan (EG, art. 48).

c. Pelayanan Kasih melalui Ketiga Nasihat Injil

Hidup religius adalah hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan dan demi pelayanan kasih kepada sesama. Dengan menghayati ketiga nasihat Injil, seorang religius dapat memilih hidup murni, taat dan miskin. Dengan ini hidup religius semakin terarah kepada Tuhan (Joice, 1986: 93). Maka seorang religius akan dengan hati bebas dan terbuka memberikan pelayanan kepada sesama.

Pelayanan yang diberikan tentunya dengan tulus hati, sabar, dan penuh pengorbanan. Maka sesama yang dilayani akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka.

Religius yang memiliki hati yang tulus dalam menjalankan tugas pelayanan, tentunya memiliki hati seorang ibu. Hati seorang ibu di sini dilihat sebagai hati yang terbuka, yang siap „pergi keluar‟ untuk melayani (EG, art. 46). Pelayanan dalam hal ini bukan kepada orang yang berkecukupan, tetapi lebih kepada orang yang berkekurangan baik secara jasmani maupun secara rohani (Yoh 21:17). Dalam menjalankan karya pelayanan ini, seorang religius perlu menyadari bahwa karya bukanlah pelarian dari komunitas. Ketika ada salah paham dalam hidup bersama karya menjadi tempat yang paling aman, nyaman bagi seorang religius untuk tidak terlibat dalam hidup bersama. Tetapi dengan menghayati ketiga nasihat Injil, seorang religius dalam menjalankan tugas perutusan atau karya pelayanan haruslah bekerjasama dengan sesama, baik sesama sekomunitas maupun diluar komunitas, sehingga saling memberi inspirasi dalam memajukan karya perutusan (Frans, 1993 b: 23).

d. Pilihan Hidup sebagai Jawaban atas Panggilan Allah

Hidup religius adalah suatu pilihan hidup sebagai jawaban atas panggilan Allah. Allah telah memanggil seorang religius untuk hidup menuju pada kesempurnaan (Sir 2:1-18). Untuk mencapai kesempurnaan hidup, seorang religius dengan bebas hati menjalankan kehendak Allah, di mana ia berani meninggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia baru (Ef 4:23-24). Dengan ini seorang religius perlu membaharui hidupnya dari hari kehari menuju

kepada kesempurnaan. Maka dengan ini seorang religius dapat menjawab panggilan Allah dan dapat pula menghayati tujuan hidupnya sebagai religius yakni, mengikuti Kristus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran ketiga nasehat Injil (Hubertus, 2005: 24).

Dalam konteks menanggapi panggilan dan mengikuti Kristus, seorang religius harus membaktikan diri secara total hanya untuk Tuhan (Hubertus 2005: 24). Hal ini menjadi tantangan bagi seorang religius, bagaimana ia memposisikan peranannya secara tepat. Tentunya dengan belajar rendah hati seperti Yesus yang rendah hati dan taat dalam melaksanakan kehendak Bapa di Surga (Mat 12:50).

2. Hidup Religius Suster Yunior

Suster yunior mengikrarkan ketiga nasihat Injil pertama-tama untuk mencari dan mencintai Allah (PC, art. 6). Dengan membangun hubungan yang dekat dengan Tuhan melalui doa, seorang suster yunior dapat menjalani dan menghayati hidup panggilannya pada masa yuniorat dengan lebih baik.

a. Pengertian Yunior

Yunior adalah religius yang telah menerima kaul publik, tiga nasihat Injil untuk ditepati dan dibaktikan kepada Allah melalui pelayanan kerasulan (KHK, Kan. 654). Seorang yunior akan menjalani masa yuniorat. Yuniorat adalah tahapan pembinaan lanjutan setelah masa Novisiat. Yuniorat dapat dipahami sebagai masa dalam sebuah proses pembinaan diri menjadi pribadi yang matang, kesempatan untuk mendalami hidup rohani dan kesempatan membangun keseimbangan dalam hidup.

1). Proses untuk Pembinaan Diri

Dalam proses membina diri pada masa ini, pihak yunior dituntut untuk memiliki sikap kreatif, rela, dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, dalam menjalankan panggilan dan karya perutusan sesuai dengan kharisma dan spiritualitas kongregasi (F. Mardi, 2001: 46). Pembinaan diri menjadi pribadi yang baik merupakan unsur yang utama yang membedakan seorang religius yunior dengan yang lain. Kepribadian dapat memberi sifat-sifat yang khas kepada pribadi yunior itu sendiri. Maka yunior tentunya terlebih dahulu mengenal siapa dirinya. Karena dengan mengenal diri sendiri dapat membantu dan membentuk pribadi untuk menjadi lebih baik (S.H, 2008: 2-3). Kepribadian yang baik akan menjadi kunci keberhasilan dalam hidup. Untuk itu suster yunior diharapkan belajar mengenal, memahami, dan mengembangkan nilai kepribadian sebagai proses untuk membina diri (Widyapranawa, 2008: 4).

2). Mendalami Hidup Rohani

Yuniorat dapat dipahami sebagai suatu kesempatan untuk mendalami hidup rohani. Hidup rohani yang sudah dibentuk sejak dari keluarga juga dalam pembinaan selama masa postulat dan novisiat lebih diperdalam lagi (Mardi, 2001: 65). Bimbingan dan pendampingan dalam hidup rohani pada masa yuniorat ini menolong para suster yunior untuk dapat mengambil sikap dalam menjawab rencana dan panggilan Tuhan, serta panggilan atas diri melalui penghayatan ketiga nasihat Injil. Selain menolong dalam panggilan, juga membantu suster yunior untuk melihat lebih jelas karya-karya atau lapangan pengabdian yang lebih luas dalam kongregasi (KHK, Kan. 654). Selama masa ini para suster yunior

mempertajam kepekaannya terhadap suara panggilan Tuhan, bertumbuh dalam kenyakinan serta kepercayaan bahwa, ia akan menemukan kepuasan manusiawi, dan kematangan pribadi yang utuh dalam panggilan hidupnya sebagai religius yang merasul (Frans, 1978a: 75).

3). Membangun Keseimbangan dalam Hidup

Yuniorat dapat dipahami sebagai suatu kesempatan untuk membangun keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan yang mau dibangun dalam hidup adalah kemampuan untuk hidup doa, berkomunitas dan berkarya. Semangat iman yang hidup serta kesiapsediaan untuk mempersembahkan diri demi kepentingan karya perutusan kongregasi dan Gereja, dilanjutkan dan diperdalam pada masa ini, sekaligus memurnikan motivasi (Frans, 1978a: 75). Dengan membangun keseimbangan dalam hidup ini, suster yunior setelah jangka waktu profesi, meminta dengan sukarela dan yang dinilai cakap dalam kehidupan religiusnya hendaknya diterima untuk membaharui profesi atau profesi kekal. Jika tidak hendaknya dikeluarkan (KHK, Kan. 657 § 1). Kaul sementara bagi suster yunior dalam Kitab Hukum Kanonik disebut dengan masa profesi. Di mana dikatakan bahwa profesi sementara hendaknya diucapkan untuk jangka waktu yang ditetapkan oleh hukum tarekat atau kongregasi sendiri, dan yang tidak kurang dari tiga tahun dan tidak lebih dari enam tahun (KHK, Kan. 655)”. Pada masa ini suster yunior benar-benar menentukan pilihan hidup yang tepat, karena pilihan hidup itu mempunyai konsekuensinya sehingga diberi waktu yang panjang untuk dapat menentukan pilihan yang tepat.

b. Tujuan Pembinaan Suster Yunior

Tujuan pembinaan bagi suster yunior adalah agar suster yunior dapat menghayati hidup khas dari kongregasi secarah penuh, dan dapat melaksanakan perutusan secara lebih tepat (KHK, Kan. 659 § 1). Tujuan dari pembinaan bagi suster yunior dapat dipahami sebagai kesempatan untuk memiliki semangat cinta kasih Kristus, dan pembentukan kepribadian sebagai seorang religius secara terpadu (Mardi, 2001: 67).

1). Memiliki Semangat Cinta Kasih Kristus

Tujuan dari pembinaan suster yunior dapat dipahamai sebagai kesempatan untuk mengolah diri, agar suster yunior memiliki semangat cinta kasih Kristus. Semangat cintakasih diwujudkan dalam karya perutusan. Maka dalam melaksanakan tugas perutusan itu, suster yunior perlu mendapat pendampingan agar semangat cinta kasih Kristus yang ditunjukkan dalam sikap, pengabdian dan pengurbanan dapat dipertahankan. Suster yunior dalam pembinaan diwajibkan untuk mengejar tujuan kongregasi dengan cara hidup menurut konstitusi dan semangat kongregasi (Mardi, 2001: 67).

2). Pembentukan Kepribadian sebagai Seorang Religius secara Terpadu Tujuan pembinaan yunior dapat dipahami sebagai pembentukan kepribadian sebagai seorang religius secara terpadu. Keterpaduan antara hidup rohani dan jasmani. Maka selama masa pembinaan, diusahakan agar pekerjaan dan hidup rohani suster yunior terpadu secara harmonis sehingga dapat mencapai kematangan manusiawi dan rohani. Suster yunior pada masa ini dituntut untuk

membina diri agar semakin menjadi pribadi religius yang matang, dewasa, dan tangguh dalam menghadapi tantangan dalam panggilan dan karya kerasulan sesuai dengan spiritualitas kongregasi (Mardi, 2001: 67).

Yang menjadi fokus pembentukan seorang yunior adalah kepribadiannya sebagai religius, di mana suster yunior memiliki kedewasaan afektif dan mempunyai motivasi tindakan yang sungguh disadari. Apakah setia atau tidak, dapat dilihat, apakah dalam perjalanan waktu mampu menata batin dan mengolah rasa demi nilai panggilan (Mardi, 2001: 68). Selama menjalani masa yuniorat, prinsip-prinsip hidup religius sebagai dasar hidup membiara yang diterima selama masa novisiat mulai diaplikasikan dalam hidup dan karya. Untuk itu perlu adanya bimbingan dan pembinaan secara berkelanjutan.

c. Bentuk Pembinaan Suster Yunior

Bentuk pembinaan bagi suster yunior pada proses pembinaan menuju kepada kedewasaan sebagai seorang religius sangat penting. Dalam proses pembinaan ini profesi suster yunior hendaknya diucapkan untuk jangka waktu yang telah ditetapkan oleh hukum, di mana tidak kurang dari tiga tahun dan tidak lebih dari enam tahun (KHK, Kan. 655). Untuk sahnya profesi sementara ini, seorang yunior harus mentaati ketentuan yakni menyelesaikan masa novisiat; diterima dengan bebas oleh Superior yang berwenang dengan penilaian dewannya menurut norma hokum, diungkapkan dan diikrarkan tanpa paksaan, dan ketakutan berat (KHK, Kan. 656). Selama proses menjalani masa yuniorat, suster yunior dibantu dan dibimbing sampai pada waktu yang ditetapkan untuk layak

mengikrarkan kaul kekal, masuk sebagai anggota penuh dalam kongregasi. Maka bentuk pembinaan yang tepat adalah; doa, sabda dan sakramen serta wawancara.

1). Hidup Doa, Sabda dan Sakramen

Bentuk pembinaan bagi suster yunior adalah dengan mendalami hidup doa, sabda dan sakramen. Di sini suster yunior dibantu dan dibimbing untuk merawat dan memelihara” benih panggilan Tuhan” yang telah ditanam oleh Tuhan sendiri melalui hidup doa, mendengarkan sabda dan menerima sakramen. Pembinaan untuk suster yunior diarahkan untuk meningkatkan kemampuan membatinkan nilai-nilai panggilan dan mewujudnyatakan dalam kesaksian hidup yang efektif, menolong meningkatkan kemampuan untuk menjawab dengan bebas dan berani menanggung resiko atas keputusannya sendiri (Mardi, 2001: 69). Dalam perjalanan hidup mengikuti Tuhan, hidup seorang yunior haruslah berpola pada Yesus Kristus. Karena itu, Kitab Suci sangat berperan dalam bimbingan rohani bagi suster yunior. Dalam program pembinaan dan bimbingan untuk yunior perlu ditanamkan rasa cinta akan peristiwa Yesus Kristus. Di samping itu, karena program ini bertujuan mendampingi yunior untuk terlibat dalam tugas perutusan, konstitusi menjadi pegangan bagi suster yunior (Mardi, 2001: 69).

2). Wawancara

Bentuk lain dalam pembinaan para suster yunior adalah pendampingan lewat wawancara pribadi secara teratur. Dalam konteks ini, perlu penekanan pada bimbingan motivasi, di mana pembina membantu para suster yunior untuk menjernihkan motivasi mereka. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara

menghadapkan para yunior pada tujuan dan cara hidup kongregasi. Pembinaan yang bersifat mendampingi akan membuat yunior terbuka dan siap sedia untuk mengolah hidup dan panggilannya secara terus menerus. Untuk itu, program yang berkesinambungan dari novisiat haruslah dilanjutkan (F. Mardi, 2001: 79); memberi kesempatan bagi mereka untuk memperdalam pengetahuan yang diperlukan dalam usaha pembinaan hidup rohani. Dengan demikian, bentuk pembinaan yang diusahakan pada masa yuniorat ini membantu para suster yunior agar lebih matang dalam hidup panggilan dan memiliki ketahanan hidup religius.

B. Usaha Membangun Ketahanan Hidup Religius Suster Yunior dan