• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Retret Terbimbing dan Tujuannya

BAB II. RETRET TERBIMBING BAGI KETAHANAN HIDUP

D. Retret Terbimbing sebagai Salah Satu Usaha untuk

1. Pengertian Retret Terbimbing dan Tujuannya

Kata retret berasal dari kata Prancis ia retraite yang berarti, mengundurkan diri, menyendiri, menyepi, menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari, meninggalkan dunia ramai, atau mengasingkan diri ke tempat yang sunyi (Mangunhadjana, 1984: 7), tempat yang tenang dan aman untuk secara khusus membangun kerohanian pribadi dalam perenungan religius. Selain jauh dari keramaian, jauh juga dari rutinitas sehari-hari, sehingga setiap peserta bisa semakin mengenali pribadinya, sesamanya, mengenal Tuhan lebih dalam dan menemukan jati diri serta tujuan hidup yang sesungguhnya. Retret terbimbing dapat dipahami sebagai kesempatan untuk memurnikan motivasi hidup, pembaharuan hidup rohani, dan mengalami kasih Allah.

a. Retret Terbimbing sebagai Kesempatan untuk Memurnikan Motivasi Hidup

Retret terbimbing adalah suatu usaha pribadi di mana suster yunior dengan mantap menganalisis situasi diri dan hidup. Analisis situasi diri dan hidup dapat menyangkut hubungan dengan orang lain, pengabdian dengan masyarakat dalam karya kerasulan (Mangunhadjana, 1984: 12). Retret terbimbing membantu suster yunior untuk menemukan masalah-masalah, tantangan-tantangan, kemudian membuat pertimbangan-pertimbangan, mengenai berbagai kemungkinan langkah untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Dengan kata lain, ketika berhadapan dengan masalah-masalah, suster yunior tidak mengambil sikap diam tetapi berkat retret terbimbing mereka terbantu sehingga mampu memaknai semua pengalaman yang dialami dalam terang Tuhan. Kesempatan ini juga membantu mereka untuk memperbaiki motivasi hidupnya. Akhirnya, mereka memiliki ketahanan yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup religiusnya (Mangunhadjana, 1984: 12).

Retret terbimbing sebagai kesempatan untuk memurnikan motivasi hidup memiliki tujuan yakni, menaklukkan diri dan mengatur hidup begitu rupa hingga tak ada keputusan diambil di bawah pengaruh rasa lekat tak teratur manapun juga (Darminta, 1982: 2). Tujuan membantu peserta untuk masuk dalam diri, menemukan Tuhan dan berbicara langsung dengan-Nya. Memang tidak mudah butuh waktu dan proses. Peserta retret tidak langsung menemukan dan merasakan kehadiran Tuhan atau langsung merasakan penyembuhan, melainkan dengan latihan yang terus menerus dan dibantu oleh pembimbing yang mengarahkan

peserta untuk dapat berjumpa dengan Tuhan dalam pengalaman hidup sehari-hari. Kontemplasi atau meditasi bisa membantu dalam usaha memurnikan kembali motivasi hidupnya (Darminta, 1982:2).

b. Retret Terbimbing sebagai Kesempatan untuk Pembaharuan Hidup Rohani

Retret terbimbing dapat dipahami sebagai suatu kesempatan, di mana suster yunior dapat menyisihkan waktu secara intensif, dengan tujuan untuk mengadakan pembaharuan dalam hidup rohaninya ke arah hidup yang lebih baik. Menurut St. Ignasius Loyala, yang memegang peranan penting dalam retret terbimbing adalah pembimbing. Pembimbing di sini bukan dilihat sebagai pengajar atau pengkotbah, namun dengan adanya pembimbing, suster yunior mendapat perhatian yang penuh dalam mengikuti retret (Darminta, 1982: 1)

Pembimbing retret dituntut untuk melihat apakah yang menjadi keperluan aktual dan konkret suster yunior yang sedang mengikuti retret. Kebutuhan konkret dapat bermacam-macam. Mungkin dalam retret suster yunior memerlukan pengalaman Allah yang menyembuhkan luka batin yang dialami, atau membantu melihat kembali penghayatan dan pengamalan ketiga nasihat Injil, ataupun pengalaman dalam menjalankan karya kerasulan. Hal ini sangat penting bagi pembimbing untuk mengarahkan peserta, agar dapat melihat bahwa Allah akan membantu dan memberi kekuatan. Maka dapat dikatakan bahwa dalam retret terbimbing dapat terjadi pertemuan antara tiga pribadi yakni peserta retret, pembimbing dan Tuhan di tengahnya. Masing-masing pribadi mempunyai tugas atau peranan sendiri seperti, pemimpin dengan pengarahan dan meditasi, peserta

menyiapkan wawancara, dan berjumpa dengan Tuhan secara pribadi dan berbicara langsung dengan-Nya. Dengan itu suster yunior merasa diteguhkan dan dapat membaharui hidup secara rohani (Darminta, 1982: 2).

Retret dilihat sebagai kesempatan untuk membaharui diri secara rohani memiliki tujuan, yakni suatu usaha membuat analisis situasi diri, hidup, sehubungan dengan orang lain, tugas dan karya yang dijalankan di tengah masyarakat. Dalam retret itu, peserta retret dibantu untuk melihat tantangan dan kesulitan yang dihadapi, serta diajak untuk membuat pertimbangan-pertimbangan mengenai berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi untuk mengatasi kesulitan dan tantangan yang dialami (Mangunhardjana, 1984: 12). Setelah menemukan kemungkinan untuk mengatasi masalah, peserta perlu memiliki sikap berani untuk memilih dan menentukan hal-hal yang paling pokok dan mendasar, atau dapat mengambil keputusan yang tepat mengenai makna hidupnya (Mangunhardjana, 1984: 12). Maka usaha pribadi sangat penting untuk mengadakan suatu perubahan hidup secara rohani, mulai dari dalam diri.

c. Retret Terbimbing sebagai Kesempatan untuk Mengalami Kasih Allah Retret terbimbing dipahami sebagai suatu kesempatan bagi suster yunior untuk mengalami kasih Allah. Kasih Allah itu dirasakan oleh suster yunior jika memiliki keheningan batin atau silentium. Karena dengan adanya retret terbimbing suster yunior dapat menciptakan kebiasaan untuk silentium, keheningan jiwa dan pengunduran diri dari kebiasaan pekerjaan sehari-hari. Adapun tujuan dari keheningan jiwa adalah suster yunior dapat membaharui kehidupan rohaninya yang sungguh terjadi, lewat wawancara yang akrab yang tak

terputuskan dengan Tuhan (Konst, 177:1). Perjumpaan yang tak terputuskan, suster yunior dapat mengalami kasih Allah dalam setiap pengalaman hidup baik yang menyenangkan atau menggembirakan maupun pengalaman tantangan dan kesulitan. Dengan demikian suster yunior dibantu untuk dapat melihat diri di hadapan Tuhan dengan jujur dan terbuka. Maka suster yunior dapat memaknai kembali hidup panggilan serta memiliki kenyakinan bahwa Tuhan nampak sebagai seorang yang mendukung.

Retret terbimbing dipahami sebagai situasi untuk mengalami kasih Allah memiliki tujuan yakni, membantu setiap peserta retret untuk semakin mengenal karya Allah dalam diri, cara kerja Allah serta bimbingannya bagi setiap pribadi dan meminta tanggapan setiap orang terhadap karya dan bimbingan itu sendiri. Selain itu setiap pribadi dapat menangkap hal-hal yang membuat tidak mampu menjawab cinta kasih Allah dalam hal ini; keterbukaan, kesiapan, dan sikap kerelaan untuk menjawab cinta kasih Allah (Mangunhardjana 1984: 13). Untuk menjawab cinta kasih Allah ini dibutuhkan suatu langkah untuk menyoroti, atau melihat kembali hidup dan karya dalam terang iman. Selan itu juga peserta dengan lebih mudah memahami rencana atau kehendak Allah untuk dapat memaknai hidup sebagai pengikut Kristus. Peserta retret diminta untuk memiliki sikap pembedaan roh atau discerment (Ped. Retret, 1998: 4).

2. Peranan Allah, Pembimbing dan Peserta dalam Retret Terbimbing